BAB I PENDAHULUAN. dapat diharapkan terwujud sesuai dengan perencanaannya. 1 Kebutuhan dana,

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. dapat dipisahkan dari pertumbuhan dan perkembangan pelaku-pelaku ekonomi

B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Suatu perusahaan dalam rangka pengembangan usahanya dimungkinkan

I. PENDAHULUAN. melahirkan perkembangan usaha yang dapat menunjang perekonomian suatu

UNIVERSITAS MEDAN AREA BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan perikatan yang lahir dari undang-undang yang. mewajibkan seseorang yang telah memenuhi syarat yang ditentukan dalam

I. PENDAHULUAN. perusahaan harus dijalankan dan dikelola dengan baik. Pengelolaan perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 37 tahun 2004,

I. PENDAHULUAN. Pada hakekatnya dalam kehidupan perekonomian khususnya dalam bidang

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi Indonesia pada umumnya. tidak dapat dipisahkan dari pertumbuhan dan perkembangan pelaku-pelaku

I. PENDAHULUAN. kebutuhannya begitu juga dengan perusahaan, untuk menjalankan suatu perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang berarti bahwa manusia

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2007 tentang waralaba (selanjutnya disebut PP No. 42 Tahun 2007) dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Krisis ekonomi yang telah berlangsung mulai dari tahun 1997, cukup

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG KEPAILITAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB VIII KEPAILITAN. Latar Belakang Masalah

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tah

BAB I PENDAHULUAN. disanggupi akan dilakukannya, melaksanakan apa yang dijanjikannya tetapi tidak

BAB I PENDAHULUAN. penundaan kewajiban pembayaran utang yang semula diatur dalam Undang-

BAB I PENDAHULUAN. restrukturisasi dengan musyawarah dan mufakat, atau

BAB I PENDAHULUAN. kepentingannya dalam masyarakat dapat hidup dan berkembang secara. elemen tidak dapat hidup sendiri-sendiri, tetapi

BAB I PENDAHULUAN. Gejolak ekonomi di Negara Republik Indonesia yang ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari manusia tak lepas dari kebutuhan yang

I. PENDAHULUAN. Perusahaan memiliki peran penting dalam negara Indonesia, yaitu sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Setiap debitur yang berada dalam keadaan berhenti membayar dapat dijatuhi

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian pinjam meminjam uang. Akibat dari perjanjian pinjam meminjam uang

2016, No Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, perlu menetapkan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia tentang Pedoman Imbalan Jasa bagi

BAB I PENDAHULUAN. tersebut akan melakukan barter, yaitu menukarkan barang yang. usaha dibagi menjadi 4 bentuk, yaitu : Perusahaan Perorangan (sole

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi yang melanda dunia usaha dewasa ini telah menimbulkan banyak

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kepailitan secara etimologis berasal dari kata pailit. 6 Istilah pailit berasal dari

BAB I PENDAHULUAN. Kepailitan merupakan suatu sitaan umum atas harta kekayaan debitor yang

(SKRIPSI) Oleh: Anik Suparti Ningsih

BAB IV ANALISIS Putusan Majelis Hakim Pengadilan Niaga dalam kasus PT. Indo Plus dengan PT. Argo Pantes Tbk.

kemungkinan pihak debitor tidak dapat melunasi utang-utangnya sehingga ada

BAB I PENDAHULUAN. tumbangnya perusahaan-perusahaan skala kecil, menengah, besar dan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Perbankan) Pasal 1 angka 11, menyebutkan : uang agar pengembalian kredit kepada debitur dapat dilunasi salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. utang-utangnya pada umumnya dapat dilakukan dengan cara dua hal, yaitu:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan Penelitian

1905:217 juncto Staatsblad 1906:348) sebagian besar materinya tidak

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan dan kecanggihan teknologi dan sumber informasi semakin menunjang

Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang TUJUAN KEPAILITAN TUJUAN KEPAILITAN. 22-Nov-17

BAB I PENDAHULUAN. bisnis baik dalam bentuk perorangan ( natural person ) ataupun dalam bentuk badan


BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan Negara yang berkembang, baik dari sumber alam,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dasar hukum bagi suatu kepailitan (Munir Fuady, 2004: a. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU;

BAB I PENDAHULUAN. yang mempunyai tujuan membangun negara yang sejahtera (Welfare State), akan

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan sejumlah uang misalnya, dapat meminjam dari orang

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Proses Penyelesaian Kepailitan Melalui Upaya Perdamaian Berdasarkan UU No. 37 Tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya jaminan dalam pemberian kredit merupakan keharusan yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. tidak dapat melakukan tindakan-tindakan keperdataan, dalam arti lain, debitor

Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tersebut, maka salah satu cara dari pihak bank untuk menyalurkan dana adalah dengan mem

BAB III PEMBAHASAN. A. Akibat Hukum terhadap Jabatan Notaris yang Dinyatakan Pailit Menurut UUJN DAN UU Kepailitan.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N. Nomor : 221/PDT/2015/PT-MDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

TANGGUNG JAWAB PENANGGUNG DALAM PERJANJIAN KREDIT NURMAN HIDAYAT / D

Heri Hartanto - FH UNS

BAB I PENDAHULUAN. dirinya mampu untuk ikut serta berkompetisi dalam pasar global,

BAB I PENDAHULUAN. Perjanjian merupakan sesuatu yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan

PENGADILAN TINGGI MEDAN

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sangat penting dan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia

SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN Nomor : 14

BAB I PENDAHULUAN. pelunasan dari debitor sebagai pihak yang meminjam uang. Definisi utang

BAB I PENDAHULUAN. satu cara yang dapat dilakukan adalah membuka hubungan seluas-luasnya dengan

PENGADILAN TINGGI MEDAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG. mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar sedikitnya satu utang yang

BAB I PENDAHULUAN. pengaturan yang segera dari hukum itu sendiri. Tidak dapat dipungkiri, perkembangan

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Istilah Kepailitan 9/4/2014

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan ekonomi tersebut. Modal yang dimiliki oleh para pengusaha

BAB II TANGGUNG JAWAB PERSONAL GUARANTOR DALAM KEPAILITAN

P U T U S A N NOMOR : 419/PDT/2011/PT-MDN

BAB I PENDAHULUAN. terhadap beberapa segi kehidupan di Indonesia baik di bidang. sosial,ekonomi,budaya,dan lain-lain.khususnya di bidang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG C U K A I [LN 1995/76, TLN 3613]

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN HUTANG MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. Istiana Heriani*

BAB I PENDAHULUAN. roda perekonomian dirasakan semakin meningkat. Di satu sisi ada masyarakat

seperti yang dimaksud dalam ketentuan Undang-Undang tentang definisi dari kredit ini sendiri

disatu pihak dan Penerima utang (Debitur) di lain pihak. Setelah perjanjian tersebut

BAB I PENDAHULUAN. yang melanda dunia usaha dewasa ini, dan mengingat modal yang dimiliki oleh

BAB I PENDAHULUAN. permodalan bagi suatu perusahaan dapat dilakukan dengan menarik dana dari

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. tahun Putusan pailit ini dapat dikatakan menghebohkan, k arena tidak ada yang

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERKUMPULAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan sehari-hari, di mana pemenuhan kebutuhan tersebut sangatlah

BAB I PENDAHULUAN. perumahan mengakibatkan persaingan, sehingga membangun rumah. memerlukan banyak dana. Padahal tidak semua orang mempunyai dana yang

BAB 1 PENDAHULUAN. hal yang paling mendasar yaitu kemampuan untuk bertahan hidup (survive).

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. fungsi intermediary yaitu menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kemajuan perekonomian Indonesia baik dibidang perbankan, industri, real

BAB I PENDAHULUAN. diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap orang yang hidup di dunia dalam memenuhi

MAHKAMAH AGUNG. memeriksa permohonan Peninjauan kembali telah mengambil putusan sebagai berikut dalam perkara kepailitan dari;

BAB 4 ANALISIS PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KREDIT YANG DIBAKUKAN OLEH PT. BANK X

P U T U S A N NOMOR : 122/PDT/2011/PT-MDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi Indonesia pada umumnya tidak dapat dipisahkan dari pertumbuhan dan perkembangan pelaku-pelaku ekonomi yang melakukan kegiatan ekonomi. Pertumbuhan dan perkembangan pelakupelaku ekonomi dapat terjadi karena tersedianya beberapa faktor penunjang serta iklim berusaha yang bagus sebagai salah satu faktor yang dominan. Meskipun demikian terdapat satu faktor yang relatif sangat penting dan harus tersedia, ialah tersedianya dana dan sumber dana, mengingat dana merupakan motor bagi kegiatan dunia usaha pada umumnya. Setiap organisasi ekonomi dalam bentuk apapun atau dalam skala apapun selalu membutuhkan dana yang cukup agar laju kegiatan serta perkembangannya dapat diharapkan terwujud sesuai dengan perencanaannya. 1 Kebutuhan dana, adakalanya dapat dipenuhi sendiri (secara internal) sesuai dengan kemampuan, tetapi adakalanya tidak dapat dipenuhi sendiri. Untuk itu dibutuhkan bantuan pihak lain (eksternal) yang bersedia membantu menyediakan dana sesuai dengan kebutuhan dengan cara meminjam atau berutang kepada pihak lain. Utang dalam dunia usaha adalah suatu hal yang biasa dilakukan oleh pelaku usaha perorangan maupun perusahaan. Para pelaku usaha yang masih dapat membayar kembali utang-utangnya biasa disebut pelaku usaha yang solvable, artinya pelaku usaha yang mampu membayar utang-utangnya. Sebaliknya pelaku usaha yang sudah tidak bisa membayar utang-utangnya disebut insolvable, artinya tidak mampu membayar. 2 1 Sutan Remy Sjahdeini, 2010. Hukum Kepailitan Memahami Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan, Pustaka Utama Grafiti, Jakarta. Hal. 72 2 Sri Redjeki Hartono,1999. Hukum Perdata Sebagai Dasar Hukum Kepailitan Modern, Jurnal Hukum Bisnis, Volume 7, Yayasan Pengembangan Hukum Bisnis, Jakarta. Hal.9 1

Suatu usaha tidak selalu berjalan dengan baik dan lancar, acap kali keadaan keuangan pelaku usaha tersebut sudah sedemikian rupa sehingga sampai pada suatu keadaan berhenti membayar, yaitu suatu keadaan dimana pelaku usaha tidak mampu lagi membayar utang-utangnya yang telah jatuh tempo. Setiap perusahaan yang melakukan suatu perjanjian kerjasama terkadang dapat terjadi suatu hal yang tidak terduga, seperti halnya suatu kepailitan. Tidak jarang suatu perusahaan, baik itu berupa suatu perusahaan yang besar atau kecil pasti dapat dipailitkan. Suatu kepailitan itu dapat terjadi apabila ada suatu perusahaan, dimana sebelumnya melakukan suatu perjanjian kerjasama dengan perusahaan yang lain, tetapi ternyata setelah berlangsung beberapa lama perjanjian tersebut, perusahaan yang dapat disebutkan sebagai pihak debitur tersebut terdapat suatu utang, dan debitur tersebut tidak dapat membayarkan utang. Para kreditur yang mengetahui bahwa debitur tidak mampu lagi membayar utang-utangnya akan berlomba untuk terlebih dahulu mendapatkan pembayaran piutangnya dengan cara memaksa debitur untuk menyerahkan barang-barangnya, dapat juga debitur melakukan perbuatan yang hanya menguntungkan satu orang atau beberapa orang krediturnya saja dan yang lainnya dirugikan. Tindakan kreditur atau perlakuan debitur yang demikian jelas akan memberikan ketidak pastian bagi kreditur lain yang beritikad baik yang tidak ikut mengambil barangbarang debitur sebagai pelunasan piutangnya, sehingga piutang kreditur yang beritikad baik tersebut tidak terjamin pelunasannya. Tindakan tersebut merupakan perlakuan tidak adil oleh debitur terhadap krediturnya, keadaan ini dapat dicegah melalui lembaga kepailitan. 2

Berkaitan dengan hal tersebut diatas Sri Redjeki Hartono mengatakan: Lembaga kepailitan memberikan suatu solusi terhadap para pihak apabila debitur dalam keadaan berhenti membayar/tidak mampu membayar. Lembaga kepailitan mencegah/menghindari dua hal berikut, yang keduanya merupakan tindakantindakan yang tidak adil dan dapat merugikan semua pihak, yaitu: menghindari eksekusi massal oleh debitur atau kreditur dan mencegah terjadinya kecurangan oleh debitur sendiri. 3 Lembaga kepailitan pada dasarnya merupakan lembaga yang memberikan solusi berupa penyelesaian mengenai kewajiban pembayaran utang terhadap para pihak apabila debitur dalam keadaan berhenti membayar atau tidak mampu membayar. Syarat mengajukan pailit tersebut adalah: pertama, mempunyai dua atau lebih kreditur; kedua, tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih. Dengan kepailitan, debitur dipaksa untuk memenuhi prestasinya kepada kreditur. Apabila debitur lalai yang berarti telah terjadi wanprestasi, maka seluruh harta kekayaannya akan menjadi jaminan seluruh hutangnya. Hasil penjualan harta kekayaan debitur akan dibagi secara seimbang kepada kreditur berdasarkan perimbangan jenis piutang dan besar kecilnya piutang masing-masing. 4 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (selanjutnya disebut UU Kepailitan dan PKPU), dalam Pasal 1 angka1 disebutkan kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan debitur pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator dibawah pengawasan hakim pengawas sebagaimana diatur dalam undangundang ini. 3 Ibid Hal. 22 4 Sunarmi, 2010. Hukum Kepailitan Edisi 2, Sofmedia, Jakarta. Hal. 34. 3

Kepailitan mengandung unsur-unsur yaitu adanya sita umum atas seluruh kekayaan si debitur; untuk kepentingan semua kreditur; debitur dalam keadaan berhenti membayar utang dan debitur tidak kehilangan hak keperdataannya. Kepailitan tersebut dimaksudkan untuk menghindari terjadinya sitaan terpisah atau eksekusi terpisah oleh kreditur dan menggantikannya dengan mengadakan sitaan bersama sehingga kekayaan debitur dapat dibagikan kepada semua kreditur sesuai dengan hak masing-masing karena kepailitan ada untuk menjamin para kreditur memperoleh hak-haknya atas debitur pailit. Sitaan umum terhadap harta debitur berdasarkan Pasal 21 UU Kepailitan dan PKPU berlaku terhadap seluruh kekayaan debitur meliputi kekayaan yang sudah ada pada saat pernyataan pailit ditetapkan dan kekayaan yang akan diperoleh oleh debitur selama kepailitan tersebut. Terhitung sejak tanggal putusan pailit diucapkan debitur pailit tidak lagi diperkenankan untuk melakukan pengurusan atas harta kekayaan yang telah dinyatakan pailit (harta pailit). Selanjutnya pelaksanaan pengurusan dan/atau pemberesan harta pailit tersebut diserahkan kepada kurator yang diangkat oleh pengadilan, dengan diawasi oleh hakim pengawas yang ditunjuk dari hakim pengadilan. Pengangkatan tersebut harus ditetapkan dalam putusan pernyataan pailit tersebut. Pelaksanaan pengurusan harta pailit tersebut oleh kurator bersifat seketika, dan berlaku saat itu terhitung sejak tanggal putusan ditetapkan, meskipun terhadap putusan kemudian diajukan kasasi atau peninjauan kembali. Masalah kepailitan selalu menimbulkan akibat yang panjang baik bagi debitur, kreditur maupun stake holder perusahaan, terutama karyawan perusahaan karena bagaimanapun terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja akan membawa 4

implikasi yang buruk terhadap karyawan perusahaan maupun keluarganya. Secara lebih luas, kepailitan perusahaan akan membawa pengaruh yang tidak menguntungkan terhadap perekonomian negara. Sementara itu, pada saat ini, banyak perusahaan-perusahaan yang senantiasa menghadapi ancaman permohonan kepailitan di Pengadilan Niaga, karena kesulitan membayar utang perusahaan terhadap kreditur-krediturnya. Hal ini tentu menarik untuk menjadi kajian tersendiri. Hukum kepailitan merupakan salah satu bidang hukum yang saat ini banyak dipelajari, ditelaah dan dibahas kembali oleh berbagai pihak, terutama kalangan ilmuwan, maupun para praktisi khususnya yang bergerak di bidang hukum bisnis. Kondisi ini dimulai sejak terjadinya krisi moneter di indonesia pada pertengahan Juli 1997, yang mengakibatkan banyaknya perusahaan mengalami kebangkrutan. Hukum kepailitan yang lama dianggap sudah ketinggalan, sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan hukum para pelaku bisnis yang menginginkan agar proses kepailitan itu dapat berjalan secara cepat, transparan, efektif, adil, dan mampu menjamin kepastian hukum. Akibat kepailitan ini berdampak kepada seluruh pihak yang berkaitan dengan debitur pailit dimana hubungan tersebut berkaitan dengan harta pailit. Dengan prinsip perlindungan harta pailit mengakibatkan debitur pailit dinilai tidak cakap dalam mengurusi harta kekayaannya (harta pailit). Dan harta pailit tersebut diurus oleh kurator dibawah pengawasan hakim pengawas. Selama kepailitan ini debitur pailit bisa dalam keadaan sedang atau akan berhubungan dengan gugatan-gugatan hukum mengenai harta pailit. Perkembangan perekonomian global membutuhkan aturan hukum kepailitan yang mampu memenuhi kebutuhan hukum para pelaku bisnis dalam 5

penyelesaian utang piutang mereka. Globalisasi hukum mengikuti globalisasi ekonomi, dalam arti substansi berbagai Undang-Undang dan perjanjian-perjanjian menyebar melewati batas-batas negara. 5 Dalam ilmu pengetahuan Hukum Perdata, disamping hak menagih (Vorderingsrecht), apabila debitur tidak memenuhi kewajiban membayar hutangnya, maka kreditur mempunyai hak menagih kekayaan debitur, sebesar piutangnya kepada debitur itu (Verhaalstrecht). 6 Apabila seorang debitur, mengabaikan atau mengalpakan kewajiban dan karena itu ia melakukan cacat prestasi, maka krediturnya dapat menuntut: 1. Pemenuhan prestasi, 2. Ganti rugi pengganti kedua-duanya ditambahkan dengan kemungkinan penggantian kerugian selanjutnya. Jika menghadapi suatu persetujuan timbal balik, maka sebagai gantinya kreditur dapat menuntut pembatala persetujuan plus ganti rugi. 7 Dalam hal ini dikaitkan dengan kasus berdasarkan Putusan No.07/Pdt.Sus- Pailit/2015/PN.Niaga Mdn yang mana Bernatd Simangunsong, umur 53 Tahun, Agama Kristen Protestan, Pekerjaan Wiraswasta, beralamat dan bertempat tinggal di Jalan Angkatan 66 No: 18 Desa Aek Kanopan, Kecamatan Kualah Hulu, Kabupaten Labuhan Batu Utara Propinsi Sumatera Utara, dalam hal ini diwakili oleh PATAR BRONSON SITINJAK, SH,. dkk, Advokat Pengacara Penasihat Hukum pada Kantor P. BRONSON SITINJAK,SH & REKAN, yang beralamat di Jalan T. Amir Hamzah No. 1 B Medan, berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 5 Ibid. Hal. 1 6 Mariam Darus Badrulzaman, 2001. Kompilasi Hukum Perikatan, PT.Citra Aditya Bakti, Bandung. Hal. 9 7 F. Tengker, 2003. Hukum Suatu Pendekatan Elementer, Penerbit Nova, Bandung. Hal. 80 6

06 Juli 2015 sebagai Pemohon Pailit melawan CV. AGRO SAWITA MANDIRI PERKASA, suatu Perseroan Komanditer yang didirikan berdasarkan Akta nomor 01, tertanggal 1 Agustus 2006, dibuat dihadapan NURILJANI ILJAS, SH. Notaris di Kabupaten Deli Serdang, dan dirubah dengan Akta Nomor 01 tanggal 1 Nopember 2010 dibuat dihadapan AGUS, SH, Mkn. Notaris di Kabupaten Langkat dan terakhir dirubah dengan Akta PERUBAHAN ANGGARAN DASAR, Nomor 36 tanggal 9 Mei 2011 dibuat dihadapan TRESNA HARIADI, SH.Notaris di Labuhanbatu Utara, berkedudukan di Desa Pulo Dogom, Kecamatan Kualah Hulu, Kabupaten Labuhan Batu Utara, dalam hal ini diwakili oleh: Muhammad Yakub: Dalam hal ini bertindak baik untuk diri sendiri maupun selaku Direktur CV. AGRO SAWITA MANDIRI PERKASA dahulu bertempat tinggal di Medan, Jalan Pertahanan Gg. Abadi No 68, Kelurahan Timbang Deli, Kecamatan Medan Amplas, Pemerintahan Kota Medan, sekarang bertempat tingggal di Komplek Perumahan Cemara Hijau, Blok U.1, Kabupaten Deli Serdang, Propinsi Sumatera Utara, sebagai Termohon Pailit- I. Etty Ariyani : Dalam kedudukannya sebagai Wakil Direktur CV. AGRO SAWITA MANDIRI PERKASA dahulu bertempat tinggal di Medan, Jalan Pertahanan Gg. Abadi No 68, Kelurahan Timbang Deli, Kecamatan Medan Amplas, Pemerintah Kota Medan, sekarang bertempat tinggal di Komplek Perumahan Cemara Hijau, Blok U.1, Kabupaten Deli Serdang, Propinsi Sumatera Utara, sebagai Termohon Pailit- II. Selamat Aryadi: Dalam kedudukannya sebagai Pesero Perseroan Komanditer CV. AGRO SAWITA MANDIRI PERKASA dahulu bertempat tinggal di Medan, Jalan Pertahanan Gg. Abadi No 68 Kelurahan Timbang Deli Kecamatan Medan Amplas Pemerintah Kota Medan, sekarang bertempat tinggal di Komplek 7

Perumahan Cemara Hijau, Blok U.1, Kabupaten Deli Serdang, Propinsi Sumatera Utara, sebagai Termohon Pailit- III. Bahwa Pemohon Pailit adalah Supplier Tandan Buah Segar (TBS) pada Pabrik Kelapa Sawit (PKS) CV. AGRO SAWITA MANDIRI PERKASA yang berkedudukan di Desa Pulo Dogom, Kecamatan Kualuh Hulu, Kabupaten Labuhan Batu Utara, Propinsi Sumatera Utara. Bahwa pada bulan Desember 2013 Pemohon Pailit mulai mensupplai Tandan Buah Segar (TBS) ke Pabrik Kelapa Sawit (PKS) CV. AGRO SAWITA MANDIRI PERKASA melalui Termohon Pailit I dengan ketentuan setiap TBS masuk akan dibayarkan sesuai dengan jumlahnya. Bahwa ternyata setiap Pemohon Pailit mensupplai Tandan Buah Segar (TBS) ke PKS Termohon Pailit I, ternyata pembayarannya tidak dibayarkansecara keseluruhan dengan alasan uang terlambat masuk. Bahwa oleh karena hampir setiap pemasukan TBS terjadi kekurangan pembayaran yaitu dimulai dari bulan Desember 2013 sampai dengan bulan Mei 2014, sehingga Termohon Pailit I telah berutang kepada Pemohon Pailit sebesar Rp. 2.856.393.210,- (Dua milyar delapan ratus lima puluh enam Juta tiga ratus sembilan puluh tiga ribu dua ratus sepuluh ribu rupiah). Bahwa terhadap hutang yang belum dibayar Termohon Pailit I tersebut, Pemohon Pailit telah berulang kali menagihnya dan akhirnya Termohon Pailit I memberikan 2 lembar Bilyet Giro Nomor : S 193212 dan S 193213 yang masingmasing bernilai sebesar Rp. 1.428.196.605,- (Satu milyar empat ratus dua puluh delapan juta seratus sembilan puluh enam ribu enam ratus lima rupiah). Bahwa dari kedua Bilyet Giro yang diberikan oleh Termohon Pailit I kepada Pemohon 8

Pailit tersebut, salah satunya telah jatuh tempo yaitu Giro Nomor: S 193212 sehingga pada tanggal 16, 19 dan tanggal 20 Mei 2014 Pemohon Pailit mencoba mengkliringkannya, ternyata Bilyet Giro tersebut ditolak oleh Bank dengan alasan saldonya tidak cukup. Pemohon Pailit telah berulang kali menegur dan menagihnya kepada Termohon Pailit I, namun Termohon Pailit I tetap saja tidak membayar utangnya tersebut. Dengan demikian secara yuridis utang Termohon Pailit I tersebut adalah merupakan utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih. Adapun bentuk utang Termohon Pailit I kepada Kreditur lainnya adalah berupa pembayaran penjualan Tandan Buah Segar yang belum dibayarkan oleh Termohon Pailit I sebesar Rp. 251.325.850,- (Dua ratus lima puluh satu juta tiga ratus dua puluh lima ribu delapan ratus lima puluh rupiah). Bahwa sesuai ketentuan dalam Pasal 2 ayat 1 Undang Undang No.37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang secara tegas mengatur mengenai syarat limitatif mengenai Pernyataan pailit yaitu seorang debitur yang mempunyai dua atau lebih kreditur dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih, dapat dinyatakan Pailit dengan putusan Pengadilan baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan dari salah satu atau lebih krediturnya. Berdasarkan uraian di atas maka penelitian ini akan mengambil judul Tinjauan Hukum Terhadap Pernyataan Pailit Oleh Pengadilan Karena Tidak Dipenuhinya Kewajiban Debitur Terhadap Kreditur (Studi Kasus Putusan No. 07/Pdt.Sus-Pailit/2015/PN.Niaga Mdn). 9

1.2. Identifikasi Masalah 1. Faktor-Faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya pailit pada Putusan No. 07/Pdt.Sus-Pailit/2015/PN.Niaga Mdn. 2. Akibat hukum terhadap pernyataan pailit oleh pengadilan pada Putusan No. 07/Pdt.Sus-Pailit/2015/PN.Niaga Mdn. 3. Penolakan permohonan pailit oleh Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Medan. 4. Faktor-faktor penyebab debitur tidak mampu membayar kewajiban terhadap kreditur sehingga harus dinyatakan pailit oleh pengadilan. 1.3 Pembatasan Masalah Ini dibatasi hanya meneliti dan menganalisis Kasus Putusan pada Pengadilan Negeri Medan yaitu Putusan No. 07/Pdt.Sus-Pailit/2015/PN.Niaga Mdn tentang pembahasan dalam penulisan skripsi ini. Dalam kasus ini akan dibahas tentang adanya permohonan Pailit pada Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Medan dikarenakan adanya debitur yang tidak dapat membayar hutangnya dan kewajiban terhadap kreditur yang diketahui lebih dari seorang kreditur, sehingga para kreditur mengajukan permohonan Pailit untuk perusahaan dari debitur. 1.4 Perumusan Masalah Dalam suatu penulisan suatu karya ilmiah pasti akan ada permasalahan yang akan dibahas dalam pemaparan dan pemahaman isi penulisan. Adapun permasalahan dalam penulisan ini adalah: 10

1. Bagaimana faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pailit pada Putusan No. 07/Pdt.Sus-Pailit/2015/PN.Niaga Mdn? 2. Bagaimana akibat hukum terhadap pernyataan pailit oleh pengadilan pada Putusan No. 07/Pdt.Sus-Pailit/2015/PN.Niaga Mdn? 1.5. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.5.1 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian yang peneliti lakukan adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pailit pada Putusan No. 07/Pdt.Sus-Pailit/2015/PN.Niaga Mdn. 2. Untuk mengetahui akibat hukum terhadap pernyataan pailit oleh pengadilan pada Putusan No. 07/Pdt.Sus-Pailit/2015/PN.Niaga Mdn. 1.5.2 Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diambil dari penelitian yang peneliti lakukan ini antara lain : 1. Secara teoritis Untuk mengungkapkan permasalahan-permasalahan yang inherent di dalam proses pembaharuan atas sesuatu bidang yang dikaji, seperti dalam bidang hukum. Sehingga dapat membuat gambaran mengenai keadaan hukum yang sesungguhnya hidup dalam masyarakat atau akan menunjukkan kearah mana sebaiknya hukum dibina dengan perubahan-perubahan masyarakat. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan kajian lebih lanjut untuk melahirkan beberapa konsep ilmiah yang pada gilirannya akan memberikan 11

sumbangan pemikiran bagi perkembangan ilmu hukum perdata khususnya mengenai debitur, kreditur dan pailit. 2. Secara praktis Bahan-bahan yang diperoleh dari studi dan penelitian akan sangat berharga sekali bagi perumusan politik hukum yang tepat dan serasi atau dalam bidang hukum yang terkait yaitu sebagai berikut: a. Sebagai pedoman dan masukan bagi semua pihak terutama masyarakat agar lebih berhati-hati dalam membuat kerja sama dengan perusahaan agar tidak terjadi penundaan pembayaran dan pailit perusahaan. b. Sebagai bahan informasi semua pihak yang berkaitan dan kalangan akademis untuk menambah wawasan dalam bidang hukum keperdataan dalam hal ini dikaitkan dengan debitur, kreditur dan pailit. 12