PEMEROLEHAN BAHASA ANAK USIA LIMA TAHUN; STUDI KASUS TERHADAP ANAK (KAJIAN FONOLOGI) ARTIKEL ILMIAH Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (Strata 1) NOVITA SYAHNUR NPM 12080272 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (STKIP) PGRI SUMATERA BARAT PADANG 2016
PEMEROLEHAN BAHASA ANAK USIA LIMA TAHUN; STUDI KASUS TERHADAP ANAK (KAJIAN FONOLOGI) Oleh Novita Syahnur 1, Silvia Marni 2, Wahyudi Rahmat 3 1) Mahasiswa STKIP PGRI Sumatera Barat 2) 3) Dosen Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (STKIP) PGRI Sumatera Barat ABSTRAK Novita Syahnur (12080272), Pemerolehan Bahasa Anak Usia Lima Tahun; Studi Kasus Terhadap Anak (Kajian Fonologi). Skripsi. Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia STKIP PGRI Sumatra Barat, Padang, 2016. Penelitian ini dilatarbelakangi bahwa anak usia lima tahun belum bisa mengucapkan ucapan dengan fasih dan jelas. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bagaimana pemerolehan bahasa anak usia lima tahun berdasarkan bentuk fonetiknya dan mengetahui bagaimana penyebab keterlambatan berbahasa anak usia lima tahun tersebut dalam pemerolehan bahasa. Penelitian ini difokuskan pada pemerolehan bahasa anak usia lima tahun (kajian fonologi). Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan metode deskriptif. Metode deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan data yang terdapat pada ucapan anak usia lima tahun. Sumber data penelitian ini adalah responden yang berusia lima tahun. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode simak bebas libat cakap, rekam dan catat dengan teknik sadap yang bertujuan menyadap tuturan dari responden. Berdasarkan temuan penelitian, responden lebih banyak mengalami penghilangan fonem pada awal pengucapan contohnya lau talah bang semestinya pada pengucapan yang benar adalah kalau kalah abang. Responden juga sering mengubah fonem (k) menjadi (t), contohnya bali tue pengucapan yang benar adalah bali kue (beli kue). Begitu juga responden juga mengalami penambahan fonem pada ucapan antian habis toto lu tek, adanya penambahan fonem (t) pada kata iko (ini). Semestinya anak usia lima tahun sudah bisa mengucapkan ucapan dengan fasih dan jelas.faktor penyebab keterlambatan berbahasa anak usia lima tahun sebagai berikut. Pertama, minimnya komunikasi antara oran tua dengan anak untuk mendapatkan kosa kata yang lebih banyak. Kedua, orang tua tidak mengajarkan anak berbicara dengan baik. Ketiga, faktor kesibukan orang tua. Solusi yang peneliti lakukan adalah memberikan pengarahan kepada orang tua bahkan orang terdekat responden agar berbicara dengan baik dan banar kepada responden sehingga perkembangan berbahasa anak menjadi lebih baik.
LANGUAGE ACQUISTION OF FIVE-YEAR-OLD CHILDREN: A CASE STUDY OF CHILDREN (PERSPECTIVE OF PHONOLOGY) By Novita Syahnur 1, Silvia Marni 2, Wahyudi Rahmat 3 1) Student of Language and Literature of STKIP PGRI West Sumatra 2) 3) Lecturers of Language and Literature of STKIP PGRI West Sumatra ABSTRACT The research background showed that five-year-old children could not pronounce the word fluently and clearly. The purpose was to describe how the language acquisition of five-year-old children is based on its phonetic point of view and to find out the causes of the late-talking of fiveyear-old children in language acquisition. The research was focused on five-year-old children language acquisition. It was a qualitative descriptive with a descriptive method. The descriptive method used was to describe the data existing on the pronunciation of five-year-old children. Source of the data was fiveyear-old respondent. T he data collection used non-participant observation, recording, and note-taking with a tapping technique in order to tap the respondent utterances. Based on the research findings, it is found that mostly respondents missed the phoneme on their early-pronouncing, for example lau talah bang. It is supposed to be kalau kalah abang. The respondents also often change the k phoneme into tphoneme such as bali tue. The correct pronouncing is bali kue. Then, they add the phoneme like antian habis toto lu tek. There is a t phoneme ddingon ikoword. Actually, five-year-old children should have been able to pronounce the world fluently and clearly. The causing factors of late-talking children are, firstly, there is a lack of communication between parents and children for acquiring many vocabularies. Secondly, the parents don t teach the children to speak well. Thirdly, the parents are busy. The offered solution is by informing and advising the parents and even the close families to speak appropriately and correctly to the respondents, so that their language acquisition will be growing well.
PENDAHULUAN Tahun-tahun awal kehidupan sangat penting dalam perkembangan bahasa anak. Semua kosakata yang dimilikinya merupakan kata-kata yang direkamnya dari lingkungan, terutama dari lingkungan keluarga karena keluarga menjadi faktor terpenting dalam terbentuknya kemampuan berbahasa anak. Pelatihan harus diberikan agar membantu anak dalam merangsang alat komunikasinya mengeluarkan tuturan serta melatih anak untuk mengucapkan kosa kata yang didapatnya. Menurut Chaer (2002:167), pemerolehan bahasa pertama ialah bahasa yang pertama kali dikuasai oleh anak yang biasa disebut bahasa ibu. Anak yang sedang memperoleh sistem bunyi bahasa ibunya, pada mulanya anak akan mengucapkan semua bunyi yang ada dengan cara berceloteh. Dengan demikian, anak hanya dilazimkan untuk menirukan bunyi-bunyi dari bahasa ibunya saja. Maksan (1993:39), mengatakan masa pemerolehan fonologi anak melalaui dua periode, yakni periode pertama disebut masa persepsi. Masa persepsi itu Anak hanya menerima dan mengamati bunyi-bunyi yang mempunyai arti baginya, setalah anak mengenal bunyi bahasa dan bunyi nonbahasa secara berangsur-angsur sesuai dengan perkembangannya, anak akan mengenal mana bunyi bahasa (seperti panggilan atau suara ibunya) dengan bunyi-bunyi bukan bahasa (seperti suara kucing, benda yang jatuh dan sebagainya). Akhirnya, seorang anak akan mampu mengenali mana suara-suara yang merupakan bunyi bahasa dan mana suara-suara yang merupakan bukan bunyi bahasa., selanjutnya ia masuk pada pengenalan bentuk fonetik. Bentuk-bentuk fonetik tertentu itulah yang mengarah kepada pengenalan bunyi kata-kata pertama yang dikenal si anak. Setelah usianya bertambah dan struktur alat ucapnya telah tumbuh dan berkembang dengan normal, barulah secara berangsur-angsur ia dapat mengucapkan kata-kata sebagai ungkapan perasaan dan pikirannya. Selanjutnya seorang anak telah masuk periode kedua yang dinamakan masa ekspresi, dalam masa ekspresi barulah kita mendengar anak-anak tersebut mulai mengucapkan kata-kata, mulai dari pertama, masa mendekut (cooing), masa ini sebagian pakar psikolinguistik disebutnya sebagai masa pengucapan bunyi-bunyi bahasa seluruh dunia, Dikatakan demikian, karena setiap anak mampu berbahasa seperti penutur asli (native speaker) bila ia dibesarkan dalam lingkungan bahasa tersebut. Seorang anak keturunan Sunda asli (ayah dan ibu berasal dari Sunda) misalnya, akan dapat berbahasa Jepang seperti penutur asli Jepang, kalau saja si anak tersebut dibesarkan di negri yang penduduknya semua berbahasa Jepang. bunyi bahasa seluruh dunia itu akan hilang karena ia tidak mendengarnya dan berkembang dalam dirinya bunyi-bunyi bahasa di lingkungannya saja. Kedua, masa membabel (babbling), masa ini anak telah mengucapkan pola suku kata pola yang tampil adalah KV (konsonan dan vokal seperti ma, ba, pa, dan lain-lain). Ketiga. Masa prakata adalah kata-kata yang belum lengkap diucapkan anak, seperti apa yang diucapkan oleh orang dewasa. Menurut Maksan (1993:27), Anak yang sudah menginjak umur lima tahun pemerolehan bahasanya bisa dikatakan sudah berada pada tata bahasa orang dewasa. Pada masa prakata, anak-anak yang normal telah mempunyai kemampuan berbicara sesuai kaidah-kaidah yang ada dalam bahasa ibunya. Contohnya, bunda mengambil air minum di dapur. Bunyi bahasa yang dihasilkan anak sudah dipahami oleh orang dewasa. Akan tetapi kasus yang terjadi pada anak yang menjadi masalah penelitian ini berbeda dengan teori yang ada. Anak tersebut belum mampu mengucapkan kata-kata dengan jelas. Pada tahapan prakata anak telah mempunyai kemampuan untuk memahani dan melahirkan apa-apa yang disampaikan orang lain kepadanya, atau apa-apa yang disampaikannya kepada orang lain dengan baik. Namun demikian, orang dewasa yang dekat dengan anak seperti ibunya, bapaknya, tante, dan lain-lain mengerti atau paham dengan masut yang ingin disampaikannya. Berdasarkan hasil observasi awal yang peneliti lakukan pada anak yang bernama Ilham yang berusia lima tahun, ditemukan permasalah terkait dengan keterlambatan berbahasa anak. Dia belum bisa mengucapkan bunyi bahasa dengan jelas. Contoh kalimat yang dihasilkan oleh anak tersebut adalah yah Am tak tis mo mak yang artinya ayah Ilham minta uang sama mama. Pada tuturan Ilham
ini, ditemukan adanya penghilangan fonem (a) pada kata ayah, fonem (I, l, h) pada kata Ilham, (m, I, n, ) pada kata minta, fonem (s, a) pada kata samo, fonem (a) pada kata amak dan penambahan fonem (k) pada kata tak yang seharusnya diucapkan adalah minta. Dugaan sementara, keterlambatan tersebut disebabkan oleh faktor keluarga yang tidak mengajarkan kata-kata yang jelas kepada anak sehingga anak tidak bisa berbicara dengan fasih atau jelas. Seharusnya anak pada usia lima tahun sudah mampu mengucapkan ucapan yang jelas. Sesuai dengan tahapan pemerolehan fonologi anak usia lima tahun, seharusnya anak sudah berada pada tahap tata bahasa orang dewasa. Hal ini penting dan sangat menarik untuk diteliti, untuk mengetahui bentuk pemerolehan bahasa anak usia lima tahun dalam tataran fonetik (kajian fonologi) pada anak yang menjadi responden penelitian ini. Oleh sebab itu penelitian ini diberi judul pemerolehan bahasa anak usia lima tahun studi kasus terhadap seorang anak (kajian fonologi). Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut, peneliti ingin melihat lebih lanjut mengenai pemerolehan bahasa anak usia lima tahun; studi kasus terhadap anak pada tataran fonetik suatu kajian fonologi. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Taylor (dalam Moleong, 2014:4) menyatakan penelitian kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang yang diamati dan prilaku yang diamati. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Menurut Taylor (dalam Moleong, 2010;11), deskriptif adalah data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka. Metode ini dipakai karena ingin mengumpulkan data-data sesuai dengan penelitian yang dilakukan, penelitian penelitian ini merupakan penelitian bahasa yang bersifat deskriptif. Metode ini digunakan untuk mendeskripsikan data-data yang dikumpulkan berupa ujaran kata-kata dan kalimat anak usia lima tahun. HASIL PENELITIAN Hasil penelitian ini dilihat dari pemerolehan bahasa anak usia lima tahun, pemerolehan bahasa anak usia lima tahun terdapat adanya perubahan dan pelesapan bunyi yang dihasilkan oleh anak usia lima tahun yang menjadi responden pada penelitian ini. pelesapan dan perubahan bunyi dapat dilihat pada ujaran responden, responden belum bisa mengucapkan ucapa dengan jelas. Semestinya anak usia lima tahun sudah mampu mengucapkan ucapan dengan jelas seperti halnya tata bahasa orang dewasa. PEMBAHASAN Bunyi yang melesap dan perubahan bunyi Menurut Amril dan Ermanto ada beberapa jenis fonetik, salah satunya mengenai fonetik artikulatoris. fonetik artikulatoris adalah ilmu fonetik yang hanya mengkaji proses bunyi-bunyi bahasa yang diucapkan oleh alat ucap manusia atau alat bicara. Salah satu kajian fonetik artikulaoris adalah adanya pelesapan dan perubahan bunyi. KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis data yang dilakukan oleh peneliti mengenai pemerolehan bahasa anak usia lima tahun, maka dapat dikatakan bahwa peneliti mengumpulkan 61 ucapan yang diucapkan
dari alat ucap responden yang menjadi data penelitian ini. Pemerolahan bahasa pada responden yang menjadi data penelitian ini masih belum mampu mengucapkan ucapan-ucapan dengan jelas. Pengucapan tersebut masih belum sempurna diucapkan oleh responden, karena pengucapan tersebut masih banyak yang diganti dengan fonem (s) menjadi (c) seperti bali sala (beli sala) menjadi bali cala (bali sala), fonem, (k) menjadi (t) seperti pengucapan kue camprit menjadi tue camprit. Ucapan-ucapan yang diucapkan oleh responden belum mampu diujarkan anak usia lima tahun yang menjadi responden penelitian ini dengan jelas. Meskipun kalimat-kalimat tersebut belum jelas diucapkan. Tetapi, orang yang ada disekeliling responden mengerti dengan ucapan yang diucapkan oleh responden. Walaupun ucapanucapan tersebut mengubah makna bunyi yang diucapkan oleh alat ucap responden SARAN Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka peneliti memberikan saran kepada Pertama, Mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia. Diharapkan agar lebih memantapkan pengetahuan di bidang psikolinguistik mengenai pemerolehan fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik. Kedua, Penelitian lain Hasil dari penelitian ini untuk dapat dijadikan sebagai studi yang relevan dalam penelitian yang dijadikan nantinya. Ketiga, Orang tua. Diharapkan orang tua selalu mengajak anak berkomunikasi dengan baik dan benar sehingga anak bisa menerima dengan baik juga. Anak akan memperoleh bahasa yang sempurna. Keempat, Guru PAUD. Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk menyusun model/strategi yang lebih kreatf lagi dalam kegiatan belajar anak. KEPUSTAKAAN Chaer, Abdul. 2002. Psikolinguistik Kajian Teoretik. Jakarta: Rineka Cipta. Maksan. 1993. Psikolinguistik. Padang: IKIP Padang Pres.