VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI CAISIN

IV. METODE PENELITIAN

VII ANALISIS PENAWARAN APEL

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

VI RISIKO PRODUKSI SAYURAN ORGANIK

HASIL DAN PEMBAHASAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III TATALAKSANA TUGAS AKHIR

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI

VI. PEMBAHASAN 6.1. Identifikasi Sumber-sumber Risiko

VI ANALISIS EFISIENSI TEKNIS

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BELIMBING DEWA

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN

VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI GANYONG DI DESA SINDANGLAYA

TEKNIK BUDIDAYA TOMAT

II. TINJAUAN PUSTAKA Agribisnis Cabai Merah

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Komoditas Caisin ( Brassica rapa cv. caisin)

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BPS. 2012

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA

BAB VI ANALISIS PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA DI KELAPA DUA

ANALISIS RISIKO PRODUKSI DAN PERILAKU PENAWARAN CABAI MERAH DI DESA PERBAWATI, KECAMATAN SUKABUMI, KABUPATEN SUKABUMI PROVINSI JAWA BARAT SKRIPSI

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS

LAPORAN PRAKTIKUM HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN TAHUNAN PENYAKIT PADA KOMODITAS PEPAYA. disusun oleh: Vishora Satyani A Listika Minarti A

PENGENDALIAN TANAMAN TERPADU KEDELAI

HASIL DAN PEMBAHASAN

Budidaya Bawang Putih di Dataran Rendah

MODUL BUDIDAYA KACANG TANAH

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Gambaran Umum Usahatani Tomat di Desa Lebak Muncang

IV METODOLOGI PENELITIAN

PENGENDALIAN ORGANISME PENGGANGGU TUMBUHAN (OPT) PADA BUDIDAYA BAWANG MERAH PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

Menanam Laba Dari Usaha Budidaya Kedelai

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB.

IV. METODE PENELITIAN

PENDAHULUAN. Eli Korlina PENDEKATAN PHT

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sumber-Sumber Risiko Produksi pada Pertanian

PENGENDALIAN ORGANISME PENGGANGGU TUMBUHAN (OPT) PADA BUDIDAYA CABAI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI JAGUNG MANIS

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Petani cabai merah lahan pasir pantai di Desa Karangsewu berusia antara

KATA PENGANTAR. Bumi Agung, September 2015 Penulis

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

III. KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. termasuk ke dalam kelompok rempah tidak bersubstitusi yang berfungsi sebagai

VI ANALISIS RISIKO HARGA

BAB V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BUDIDAYA DURIAN PENDAHULUAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

Teknologi Budidaya Tumpangsari Ubi Kayu - Kacang Tanah dengan Sistem Double Row

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Tomat Cherry 2.2 Penelitian Terdahulu

Peluang Usaha Budidaya Cabai?

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Teknik Budidaya Ikan Nila, Bawal, dan Udang Galah

ANALISIS RISIKO PRODUKSI

PENGENDALIAN HAMA DAN PENYAKIT SEMANGKA. Dr. M. SYUKUR, SP, MSi INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

VI. ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI PADI SAWAH VARIETAS CIHERANG DI GAPOKTAN TANI BERSAMA

KUESIONER PENELITIAN ANALISIS PENDAPATAN DAN FAKTOR PRODUKSI UBI JALAR DI BOGOR

BUDIDAYA TANAMAN DURIAN

VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL

II. TINJAUAN PUSTAKA. 5 Khasiat Buah Khasiat Cabai Merah.

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Lahan

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

III. KERANGKA PEMIKIRAN

BAB VII ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Umur, Tingkat Pendidikan, dan Pengalaman berusahatani

PEMBAHASAN. Budidaya Bayam Secara Hidroponik

PERBENIHAN BAWANG MERAH PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BUDIDAYA CABAI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Komoditi Melon

2. TINJAUAN PUSTAKA. Keterangan : KV = risiko produksi padi σ y. = standar deviasi = rata rata produksi

PENYIAPAN BIBIT UBIKAYU

IV METODE PENELITIAN

PETUNJUK PELAKSANAAN GELAR TEKNOLOGI BUDIDAYA TOMAT

II. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

VIII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI

HASIL DAN PEMBAHASAN

IDENTIFIKASI DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT PADA BUDIDAYA CABAI MERAH

HASIL DAN PEMBAHASAN

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peran Kemitraan Dalam Pengelolaan Risiko

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PAPRIKA HIDROPONIK

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

Teknologi Produksi Ubi Kayu Monokultur dan Tumpangsari Double-Row

VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI

I. PENDAHULUAN. negeri maupun untuk ekspor. Komoditas sayuran dapat tumbuh dan berproduksi di

BAWANG MERAH. Tanaman bawang merah menyukai daerah yang agak panas dengan suhu antara

III. METODE PENELITIAN. memperoleh dan menganalisis data yang berhubungan dengan penelitian,

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BUDIDAYA CABAI KERITING DALAM POT. Oleh: YULFINA HAYATI

SISTEM BUDIDAYA PADI GOGO RANCAH

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Persepsi Petani terhadap Perubahan Iklim. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masing-masing petani memiliki

Transkripsi:

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Penggunaan Input Usahatani Cabai Merah Penggunaan input pada usahatani cabai merah cukup berbeda antar musim tanam. Adapun yang dimaksud dengan input usahatani dalam penelitian ini adalah meliputi pupuk, kapur, benih, obat-obatan, tenaga kerja, dan mulsa. Perbedaan penggunaan input setiap musim terdapat pada obat-obatan, yaitu insektisida, fungisida, perekat, dan perangsang tumbuh. Hal ini terjadi karena penggunaan obat-obatan ini tergantung dengan kondisi lingkungan (iklim dan cuaca). Sementara penggunaan untuk input lainnya setiap musimnya tetap, untuk pupuk kandang dan kapur digunakan hanya saat pembukaan lahan, yaitu satu kali dalam dua musim tanam cabai merah. Rata-rata penggunaan input pada usahatani cabai merah menurut musim tanam dapat dilihat pada Tabel 21. Tabel 21. Rata-rata Penggunaan Input dan Produktivitas pada Usahatani Cabai Merah per Musim Tanam di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi Tahun 2009/2012 Musim Musim Musim Musim Uraian Tanam 1 Tanam 2 Tanam 3 Tanam 4 Pupuk ponska (kg) 605.57 605.57 605.57 605.57 Pupuk kandang (krng) 520.215 520.215 520.215 520.215 Kapur (kg) 888.26 888.26 888.26 888.26 Benih (pack) 13.59 13.59 13.59 13.59 Obat insek (cc) 22,260.87 33,391.30 33,391.30 27,826.09 Obat fungi (gr) 13,356.52 20,034.78 20,034.78 16,695.65 Obat perekat (cc) 8,904 13,357.00 13,357.00 11,130 Obat perangsang (cc) 4,452.17 6,678.26 6,678.26 5,565.22 TK luar keluarga (HOK) 7 7 7 7 Mulsa (roll) 12 12 12 12 Produktivitas (kwintal/ha) 13.93 116.12 185.80 23.22 Tabel 21 menunjukkan bahwa penggunaan obat-obatan tertinggi saat musim tanam kedua dan ketiga karena pada musim kedua merupakan musim dengan curah hujan yang tinggi, dimana hama yang sering muncul yaitu layu bakteri, bercak buah dan daun (patek), serta busuk buah dan daun, sehingga penyemprotan lebih sering dilakukan dan dosis obatnya pun lebih tinggi. Namun, penggunaan obat pada musim ketiga pun juga sama tingginya, meskipun pada

musim ketiga adalah musim kemarau. Hal ini disebabkan adanya hama dan penyakit yang menyerang cabai merah, yaitu Trips, lalat buah, dan Tungau, sehingga dosis dan periode penyemprotan pun lebih sering dilakukan. Penggunaan pupuk pada usahatani cabai merah ini tetap pada setiap musimnya, karena berdasarkan hasil wawancara di lapangan bahwa penggunaan pupuk kimia dan kompos tidak begitu berpengaruh. Para petani hanya memupuk tanaman satu hingga dua kali setiap musimnya. Pemupukan biasanya dilakukan bersamaan dengan pembukaan lahan, yaitu pupuk kompos dicampurkan dengan pupuk ponska, atau pada saat tanaman berumur dua minggu setelah tanam dan saat tanaman berumur dua bulan. Adapun dosis pada saat pemupukan pertama dan kedua tidak berbeda jauh, begitu pula untuk setiap petani, yaitu berkisar tiga kwintal. Jenis pupuk yang digunakan pun relatif sama antara satu petani dengan petani lainnya, yaitu pupuk ponska. Sementara petani cabai di Desa Perbawati juga menggunakan kapur (dolomit) dalam kegiatan usahataninya. Penggunaan kapur ini dimaksudkan untuk mengembalikan ph tanah sehingga tidak terlalu asam. Penggunaan kapur ini biasanya dilakukan saat pembukaan lahan, yaitu satu kali dalam dua musim tanam dan rata-rata penggunaannya sebanyak 1.000 hingga 2.000 kg per hektar. Penggunaan obat-obatan oleh petani cabai merah di Desa Perbawati banyak jenisnya dan relatif sama untuk setiap petani cabai. Jenis obat-obatan tersebut diantaranya fungisida, insektisida, perekat obat, perangsang tumbuh daun, perangsang tumbuh bunga dan lainnya. Intensitas rata-rata penyemprotan obatobatan ini dilakukan dua hingga tiga hari sekali bahkan saat musim hujan dilakukan setiap hari. Rata-rata untuk penyemprotan satu hektar lahan digunakan dua drum, dimana setiap drumnya berisi 200 liter dengan biaya rata-rata Rp 250.000,00 Rp 500.000,00 per drum. Oleh karena itu, dengan keterbatasan modal yang dimiliki petani maka mereka meminjam kepada pengumpul untuk membeli obat-obatan tersebut. Hal ini membuat petani secara psikologis akan menjual hasil panen cabai kepada para pengumpul. Input usahatani cabai merah yang penting lainnya adalah benih cabai. Kualitas benih ini menentukkan produktivitas cabai merah. Pada umumnya, petani cabai di Desa Perbawati menggunakan 12 pack benih cabai merah per hektar.

Petani cabai di Desa Perbawati ini tidak ada yang membuat benih sendiri karena menurut hasil wawancara di lapangan, bahwa benih cabai yang dibuat oleh petani hasilnya akan berbeda dengan benih yang dibeli. Jenis benih yang biasa digunakan petani adalah Hibrida, dimana benih cabai ini merupakan benih lokal. Petani cabai di Desa Perbawati sering mendapatkan penyuluhan untuk jenis-jenis benih cabai yang unggul dan penyuluhan yang lainnya, sehingga meskipun pendidikan petani rendah namun pengetahuan petani mengenai budidaya cabai yang baik dan benar cukup luas. Kegiatan usahatani cabai merah di Desa Perbawati masih tergolong tradisional, hal ini dapat dilihat belum adanya teknologi yang moderen yang digunakan dalam usahatani. Kegiatan usahatani cabai merah masih menggunakan tenaga kerja manusia, dimana rata-rata tenaga kerja tetap yang digunakan petani sebanyak lima hingga tujuh orang per hektar. Namun, untuk musim panen atau musim tanam tenaga kerja yang digunakan biasanya lebih banyak dan didominasi oleh perempuan. Adapun biaya tenaga kerja di Desa Perbawati berkisar Rp 12.000,00 per HOK untuk perempuan dan Rp 20.000,00 per HOK untuk tenaga kerja laki-laki dengan waktu kerja lima jam per hari. Kegiatan usahatani cabai merah di Desa Perbawati ini menggunakan mulsa untuk mengurangi waktu tenaga kerja dalam bekerja. Penggunaan mulsa ini dapat mengurangi gulma-gulma atau tanaman pengganggu pada tanaman cabai, sehingga waktu tenaga kerja dapat dilakukan untuk hal lainnya. Rata-rata untuk satu hektar lahan digunakan 12 roll mulsa dengan 800 m 2 per roll. Biaya untuk mulsa berkisar Rp 400.000,00 Rp 500.000,00 per roll dan biasanya mulsa yang berkualitas yaitu yang memiliki tekstur tebal dan tidak mudah robek akan dapat digunakan dua kali musim. 6.2. Struktur Pendapatan Usahatani Cabai Merah 6.2.1. Biaya Produksi Pada kegiatan usahatani cabai merah di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi, komponen biaya produksi terdiri dari biaya benih, biaya pupuk, biaya obat-obatan, biaya kapur, biaya tenaga kerja, sewa lahan, dan mulsa. Dari komponen biaya tersebut, biaya pupuk kompos, kapur, sewa lahan, dan mulsa

tidak setiap musim dikeluarkan petani. Biaya kapur dan pupuk kompos dikeluarkan petani cabai hanya saat pembukaan lahan, sedangkan untuk sewa lahan dan mulsa dikeluarkan setiap dua musim sekali. Adapun rata-rata biaya produksi pada usahatani cabai merah per hektar lahan di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi dijelaskan pada Lampiran 4. Besarnya biaya yang ditanggung oleh petani cabai berbeda satu dengan lainnya. Dari analisis usahatani yang dilakukan, rata-rata total biaya tunai yang dikeluarkan oleh petani cabai adalah sebesar Rp 47.870.826,09 pada musim pertama (bulan September-Februari), Rp 61.758.826,09 pada musim kedua (bulan April-Oktober), Rp 65.353.521,75 pada musim ketiga (bulan Desember-Juni), dan Rp 54.109.521,75 pada musim keempat (bulan September-Februari). Sementara rata-rata biaya total yang ditanggung oleh petani cabai yaitu sebesar Rp 54.493.492,76 pada musim pertama, Rp 68.381.492,76 pada musim kedua, Rp 71.976.188,42 pada musim ketiga, dan Rp 60.732.188,42 pada musim keempat. Diantara komponen biaya produksi secara keseluruhan, komponen biaya produksi tertinggi adalah biaya tenaga kerja dan biaya obat-obatan. Rata-rata biaya tenaga kerja yang dikeluarkan oleh petani cabai setiap musim tanam adalah sebesar Rp 14.820.000,00 dan obat sebesar Rp 28.100.000,00. Sementara komponen biaya produksi terendah adalah biaya kapur (dolomit) dan pupuk ponska. Biaya rata-rata yang dikeluarkan petani cabai untuk kapur sebesar Rp 690.130,43 dan pupuk ponska sebesar Rp 1.414.076,09 setiap musim tanam. 6.2.2. Penerimaan dan Pendapatan Bersih Usahatani Cabai Merah Berdasarkan analisis usahatani yang dilakukan, rata-rata penerimaan usahatani cabai merah di Desa Perbawati dalam empat musim terakhir dalam kurun waktu kurang lebih tiga tahun adalah Rp 123.961.503,62. Namun, penerimaan usahatani cabai merah berbeda-beda setiap musimnya. Pada musim pertama, rata-rata penerimaan yang diperoleh petani cabai merah adalah sebesar Rp 83.608.696,00, sedangkan musim kedua sebesar Rp 124.251.812,00, musim ketiga Rp 204.376.812,00 dan rata-rata penerimaan pada musim keempat adalah sebesar Rp 83.608.695,65. Dari hasil analisis usahatani, penerimaan tertinggi diperoleh saat musim ketiga dan terendah pada musim keempat dan pertama. Hal

ini disebabkan karena pada musim ketiga adalah musim kemarau sehingga hasil panen cabai lebih optimal meskipun harga cabai di tingkat petani tidak cukup tinggi, yaitu rata-rata sebesar Rp 11.000,00 per kilogram. Sementara, pada musim pertama meskipun harga cabai sangat tinggi yaitu rata-rata sebesar Rp 40.000,00 per kilogram, namun hasil panen cabai kurang baik karena musim penghujan, begitu pula pada musim keempat. Dari perhitungan usahatani yang dilakukan, diketahui bahwa rata-rata pendapatan bersih atas biaya total usahatani cabai merah di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi dalam empat musim terakhir adalah sebesar Rp 60.065663,32. Seperti dengan penerimaan yang diperoleh petani, pendapatan bersih dari kegiatan usahatani cabai merah ini juga bervariasi setiap musimnya. Pendapatan bersih atas biaya total tertinggi diperoleh pada saat musim ketiga (Desember-Juni) yaitu sebesar Rp 132.400.623,58. Sementara pendapatan bersih atas biaya total terendah diperoleh saat musim keempat (September-Februari 2011/2012) yaitu sebesar Rp 22.876.507,24. Adapun pada musim pertama (September-Februari 2009/2010) yaitu sebesar Rp 29.115.203,24 dan pada musim kedua (April-Oktober) sebesar Rp 55.870.319,24. Jika diperhitungkan dari seluruh biaya tunai, diketahui bahwa rata-rata pendapatan bersih atas biaya tunai usahatani cabai merah di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi dalam empat musim terakhir mencapai Rp 66.688.329,99. Pada musim pertama, rata-rata pendapatan bersih atas biaya tunai yang diperoleh petani cabai merah sebesar Rp 35.737.869,91, sedangkan pada musim kedua sebesar Rp 62.492.985,91, dan pada musim ketiga sebesar Rp 139.023.290,25. Pada musim keempat, rata-rata pendapatan bersih atas biaya tunai cabai merah merupakan nilai terendah yaitu mencapai Rp 29.499.173,91. Dari Gambar 9 terlihat bahwa pendapatan yang diperoleh petani cabai merah di Desa Perbawati berfluktuasi setiap musim tanamnya. Hal ini dapat mengindikasikan adanya faktor risiko pada kegiatan usahatani cabai merah. Namun begitu, investasi pada kegiatan usahatani cabai merah cukup menguntungkan dan menjanjikan hasilnya.

Gambar 9. Biaya Produksi, Pendapatan Kotor, Pendapatan atas Biaya Tunai, dan Biaya atas Biaya Total Usahatanai Cabai Merah di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi Tahun 2009/2012 6.3. Analisis Risiko Produksi Cabai Merah Petani cabai merah di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi menghadapi beberapa macam risiko dalam menjalankan usahanya. Oleh karenanya, agar kerugian dapat diminimalisir, pelaku usaha cabai merah harus mengetahui seberapa besar risiko yang dihadapinya. Pada dasarnya tidak terdapat ukuran yang pasti untuk menilai seberapa besar tingkat risiko suatu usaha. Akan tetapi, hal ini dapat dilakukan melalui beberapa pendekatan. Dalam penelitian ini, risiko cabai merah dianalisis dengan melihat nilai variance, standar deviasi, dan koefisien variasi dari nilai produktivitas cabai merah per hektar. Selain itu, aspek risiko juga diukur dengan melihat nilai pendapatan bersih usahatani. Dalam menganalisis tingkat risiko suatu usaha, perlu diketahui tingkat frekuensi kejadian dalam periode waktu tertentu. Hal ini dibutuhkan untuk mengetahui seberapa besar peluang nilai keuntungan ataupun kerugian yang mungkin diterima. Dalam penelitian ini, banyaknya kejadian dijelaskan ke dalam tiga kondisi, yaitu kondisi terendah, normal, dan tertinggi. Sementara penentuan nilai peluang tersebut berdasarkan kemungkinan produktivitas cabai merah per hektar dalam empat musim. Nilai peluang setiap kejadian berbeda-beda antara satu petani dengan petani yang lain. Adapun nilai rata-rata peluang dapat dilihat pada Tabel 22. Setelah diketahui tingkat peluang dari masing-masing kejadian, maka nilai risiko dapat dianalisis dengan melihat expected value, standard deviation, dan coefficient variance, seperti yang terlihat pada Tabel 23. Nilai expected value menggambarkan bahwa tingkat produktivitas rata-rata yang diharapkan oleh

petani cabai merah di Desa Perbawati adalah sebesar 92,32 kwintal per hektar (cateris paribus). Tabel 22. Rata-rata Produktivitas dan Penerimaan dalam Kondisi Tertinggi, Normal, dan Terendah Usahatani Cabai Merah di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi Tahun 2009-2012 Produktivitas Kondisi Peluang (Kwintal/Ha) Return (Rp) Tinggi 0,25 185,8 139.023.290,00 Normal 0,25 116,12 62.492.985,91 Rendah 0,5 33,68 32.618.521,91 Sementara nilai standard deviation mengandung arti bahwa risiko produksi yang dihadapi petani cabai merah, dimana semakin kecil nilai standard deviation maka semakin rendah risiko yang dihadapi dalam kegiatan usaha. Standard deviation pada usaha cabai merah di Desa Perbawati adalah sebesar 63,60 kwintal per hektar atau 68 persen dari nilai produktivitas yang diperoleh petani (cateris paribus). Tabel 23. Nilai Expected Value, Standard Deviation, dan Coefficient Variation dari Produktivitas Cabai Merah di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi Tahun 2009-2012 Uraian Nilai Expected Value 92,32 Standar Deviation 63,60 Coefficient variation 0,68 Tingkat risiko produksi yang dihadapi petani cabai merah di Desa Perbawati tersebut relatif tinggi jika dibandingkan dengan tingkat risiko produksi cabai merah di beberapa tempat lainnya. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 24. Pada Tabel 24 menunjukkan bahwa tingkat risiko cabai merah di Desa Perbawati, menghadapi risiko produksi tertinggi jika dibandingkan dengan dua tempat lainnya, yaitu di Desa Citapen Bogor dan di Permata Hati Organic Farm Bogor. Perbedaan tingkat risiko ini disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu diantaranya: 1. Tingkat risiko produksi cabai merah di Kelompok Tani Pondok Menteng lebih rendah karena pengelolaan usahatani cabai merah dilakukan dalam Kelompok Tani yang aktif, sehingga sistem agribisnis cabai merah telah berjalan dengan

optimal. Selain itu, pola tanam yang dilakukan oleh Kelompok Tani Pondok Menteng hanya satu kali dalam satu tahun dan sisanya tiga bulan untuk penanaman tanaman sawi dan tiga bulan untuk masa bera, serta penggunaan obat-obatan kimia pun cukup terkendali, sehingga kesuburan tanah masih cukup terjaga. 2. Tingkat risiko di Permata Hati Organic Farm merupakan paling rendah hal ini disebabkan pengelolaan usahatani lebih intensif dan optimal karena merupakan suatu perusahaan sehingga memiliki sumberdaya manusia yang lebih ahli dan sumberdaya teknologi yang lebih canggih dan moderen. Tabel 24. Tingkat Risiko Cabai Merah Keriting di Beberapa Tempat Lokasi Penelitian Tingkat Risiko Poktan Desa Citapen 0,5 Permata Hati Organic Farm 0,048 Dilihat dari sisi pendapatan usahatani seperti terlihat pada Tabel 25, tingkat pendapatan yang diharapkan oleh petani cabai merah di Desa Perbawati sebesar Rp 66.688.330,00 per hektar. Sementara risiko yang diterima oleh petani cabai merah di Desa Perbawati adalah sebesar 65 persen dari nilai penerimaan yang diperoleh petani dengan rata-rata standar deviasi sebesar Rp 43.507.042,63 per hektar. Dari nilai tersebut, maka jika dibandingkan dengan perhitungan risiko dari sisi produktivitas, nilai risiko yang dihitung dari sisi penerimaan ternyata lebih rendah. Hal ini mengindikasikan bahwa besarnya risiko yang dihadapi oleh petani cabai merah hanya dipengaruhi oleh aspek teknis, namun tidak menutup kemungkinan bahwa pendapatan juga berpengaruh terhadap risiko yang dihadapi petani cabai merah. Tabel 25. Nilai Expected Value, Standard Deviation, dan Coefficient Variation dari Penerimaan Cabai Merah di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi Tahun 2009-2012 Uraian Nilai Expected Value 66.688.330,00 Standar Deviation 43.507.042,63 Coefficient variation 0,65

6.4. Sumber-sumber Risiko pada Kegiatan Produksi Pada dasarnya risiko pada kegiatan agribisnis disebabkan oleh berbagai macam kondisi ketidakpastian yang dihadapi. Dalam kegiatan produksi pertanian atau usahatani, ketidakpastian tersebut berasal dari faktor alam dan lingkungan. Selain itu, risiko dalam kegiatan produksi pertanian juga dipengaruhi oleh ketidakpastian pada harga output dan input produksi. Terlebih sebagian besar komoditas pertanian mempunyai karakteristik perishable, voluminious, dan bulky. 6.4.1. Faktor iklim dan cuaca Faktor iklim dan cuaca merupakan salah satu faktor yang mendorong adanya risiko pada kegiatan usahatani cabai merah. Hal ini disebabkan karena perubahan cuaca sulit diprediksi secara pasti. Berdasarkan hasil wawancara dengan responden, saat ini kondisi sering berubah-ubah dan tidak sesuai dengan siklus normalnya. Sementara, kondisi cuaca sangat mempengaruhi pertumbuhan cabai merah. Selain itu, cuaca juga sangat terkait dengan munculnya hama dan penyakit tanaman. Normalnya, cabai merah merupakan tanaman yang cukup rentan terhadap keadaan basah karena buah akan mudah busuk dan rentan terhadap penyakit tanaman. Sementara itu, saat musim kering atau kemarau juga masa yang tidak baik untuk penanaman cabai, hal ini terkait dengan munculnya hama tanaman. Disisi lain, tanaman cabai merupakan tanamn yang cocok ditanam pada daerah beriklim basah dengan suhu dingin atau sejuk. Jika dilihat dari perkembangan produktivitas selama empat musim terakhir, secara umum produktivitas cabai merah di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi sangat bervariasi setiap musimnya. Hal ini mengindikasikan bahwa kondisi cuaca mempengaruhi tingkat produktivitas cabai merah di Desa Perbawati. Selain itu, sesuai dengan status usahatani responden sebesar 30,43 persen merupakan pekerjaan sampingan. Oleh karena itu, hal ini berpengaruh terhadap produktivitas yang dihasilkan yaitu rata-rata lebih rendah. Informasi mengenai tingkat produktivitas cabai merah setiap musim tanam dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10. Rata-rata Produktivitas Cabai Merah per Musim Tanam Tahun 2009/2012 Pada Gambar 10 terlihat bahwa, produktivitas tertinggi terjadi pada rentang waktu antara bulan Desember hingga Juni. Pada rentang waktu tersebut, kondisi cuaca sangat mendukung untuk pertumbuhan cabai merah, yaitu saat penanaman cabai sedang terjadi musim hujan sedangkan saat panen tiba terjadi kemarau panjang. Oleh karena itu, cabai merah yanag dihasilkan petani cukup memuaskan. Pada rentang waktu bulan April Oktober 2010 sedang terjadi musim hujan berkepanjangan, sehingga tanaman cabai merah tidak tumbuh normal. Banyak hama dan penyakit tanaman yang menyerang tanaman cabai merah. Sementara itu, seperti terlihat pada Gambar 9, tingkat produktvitas cabai merah pada musim September-Februari baik musim pertama maupun keempat lebih rendah dengan perbedaan yang cukup tinggi. 6.4.2. Faktor Hama dan Penyakit Tanaman Hama dan penyakit tanaman merupakan salah satu masalah yang terpenting yang dihadapi dalam kegiatan budidaya cabai merah. Hama dan penyakit dapat menyerang mulai dari akar, batang, daun, bunga, hingga buah. Kemunculan hama dan penyakit ini sering kali tidak dapat diprediksi sebelumnya. Hal ini dikarenakan munculnya hama dan penyakit tersebut dipengaruhi oleh faktor cuaca dan iklim yang juga tidak dapat diprediksi secara tepat. Oleh karena itu, hama dan penyakit tanaman dapat menjadi faktor risiko usahatani cabai merah. Terdapat banyak penyakit yang menyerang tanaman cabai merah, mulai dari cendawan, bakteri hingga virus. Diantara ketiga kelompok tersebut, yang paling sering menyeranng tanaman cabai merah adalah bakteri dan cendawan.

Penyakit yang disebabkan oleh cendawan umumnya menampilkan warna-warna sesuai dengan warna sporanya pada bagian tanaman yang diserang. Sementara penyakit yang disebabkan oleh bakteri biasanya menyebabkan busuk, baik pada daun, buah, dan akar. Berbeda dengan bakteri, pembusukan yang disebabkan oleh cendawan biasanya kering. Jenis-jenis penyakit yang biasa menyerang tanaman cabai merah diantaranya dapat dilihat pada Tabel 26. Tabel 26. Jenis-jenis Penyakit yang Menyerang Tanaman Cabai Merah Jenis Penyeakit Sifat Penyerangan Layu bakteri (Pseudomonas solanacearum Penyebaran penyakit ini dapat melalui benih, E.F Smith) bibit, tanaman yang sakit, air irigasi, dan alat pertanian Penyakit ini menyerang sistem perakaran tanaman cabai merah Serangan dimulai dengan kelayuan pucuk, kemudian menjalar keseluruh bagian tanaman yang akhirnya daun menguning dan rontok Layu fusarium Disebabkan oleh organism cendawan bersifat tular tanah Biasanya muncul pada tanah dengan ph yang rendah atau asam Gejalanya yaitu pemucatan bagian tulang daun, kemudian tangkai daun mulai merunduk, sehingga seluruh tanaman layu dan mati Bercak daun dan buah Penyakit ini sering disebut antraknose atau patek Biasanya penyakit ini terjadi pada musim hujan yang disebabkan oleh cendawan Gejalanya ditunjukkan dengan bintik-bintik kecil kehitaman dan berlekuk yang akan menyebabkan buah cabai membusuk Bercak daun Gejala penyakit ini yaitu bercak bulat kcil kebasah-basahan Bercak alternaria Busuk daun dan buah Serangan berat penyakit ini akan menyebabkan daun menguning dan gugur Gejalanya ditandai dengan timbulnya bercakbercak coklat tua hingga kehitaman Serangan bercak penyakit ini dimulai dari daun paling baawah hingga batang Gejalanya dapat nampak pada daun yaitu bercakbercak dibagian tepinya dan kemudian menyerang seluruh batang hingga buah cbai merah akan terlepas Sumber: [BP4K] Badan Pelaksana Penyuluh Pertanian Perikanan dan Kehutanan Kabupaten Sukabumi 2012 Selain penyakit, terdapat berbagai macam jenis hama yang dapat menyebabkan gagalnya panen cabai merah, mulai dari jenis gurem, kutu, ulat, tungu, dan sebagainya. Bagian tanaman cabai merah yang diserang pun bervariasi.

Hama menyukai daun yang masih muda, pucuk daun, bunga, pangkal batang, sampai ke akarnya. Semua bagian tanaman dapat menjadi sasaran serangan hama. Gambaran mengenai jenis-jenis hama dijelaskan pada Tabel 27. Tabel 27. Jenis-jenis Hama yang Menyerang Tanaman Cabai Merah Jenis Hama Ciri-ciri Serangan Ulat grayak (Spodoptera litura) Serangga dewasa dari hama ini adalah kupu-kupu dengan warna Serangan dimulai dengan memakan bagian daun, gelap dan garis putih sehingga menyebabkna Serangan teradi pada malam hari daun berlubang dan dan saat musim kemarau mengahambat proses fotosintesis, akibatnya produksi buah cabai menurun. Kutu daun (Myzus persicae Daur hidup dari hama ini berkisar Serangan dilakukan Sulz.) 7-10 hari dengan cara menghisap cairan daun, pucuk, dan Lalat buah (Dacus ferrugineus) Kutu ini berkembangbiak dengan 2 cara, yaitu dengan pembuahan dan tanpa pembuahan Berupa serangga dengan panjang 0,5 cm dan berwarna coklat tua Thrips (Thrips sp) Serangga Thrips sangat kecil dengan panjang 1 mm Tungau translucens) (Tarsonemus Sumber: (BP4K) Kabupaten Sukabumi 2012 Siklus hidupnya berlangsung selama 7-12 hari Terjadi pada saat musim kemarau Tungau berukuran sangat keci, dimana serangga dewasa berukuran 1 mm dan berbentuk seperti labalaba tangkai bunga Serangan berat dapat menyebabkan daun keriting, belang-belang dn akhirnya rontok, serta dapat menyebarkan penyakit virus Serangan dilakukan dengan meletakkan telurnya di dalam buah cabai, sehingga setelah menetas akan merusak buah cabai, yang akhirnya buah cabai akan membusuk dan rontok Menyerang pada bagian daun sehingga muncul strip-strip yang menjadikan daun berwarna keperakan Serangan berat akan membuat daun kering dan mati serta menularkan penyakit virus Tungau menyerang tanaman cabai dengan cara menghisap cairan sel daun akibatnya menimbulkan bintik kuning dan daun kering

Baik hama maupun penyakit, keduanya dapat menimbulkan kerugian dalam kegiatan usahatani cabai merah. Masing-masing memberikan dampak kerugian yang berbeda-beda. Hal ini apabila tidak ditangani dengan tepat, maka serangan hama dan penyakit dapat menyebabkan gagal panen. Meskipun beberapa jenis hama dan penyakit pada tanaman cabai merah muncul secara musiman, namun terkadang kemunculan hama dan penyakit tertentu tidak dapat diprediksi sebelumnya. Adapun jenis hama dan penyakit yang sering dialami oleh petani cabai merah di Desa Perbawati berikut kerugian yang ditimbulkan dapat dilihat pada Tabel 28. Tabel 28. Jenis Serangan Hama dan Penyakit serta Dampak Kerugiannya Jenis hama dan penyakit Waktu serangan Kerugian yang ditimbulkan Lalat buah (Dacus ferrugineus) Musim kemarau 10-15 persen Thrips (Thrips sp) Musim kemarau 40-50 persen Tungau Musim kemarau Layu bakteri Musim hujan 40 persen Bercak daun dan buah Musim hujan 5-30 persen Busuk daun dan buah Musim hujan 5-30 persen Sumber: BP4K Kabupaten Sukabumi 6.4.3. Tingkat Kesuburan Lahan Lahan merupakan salah satu faktor produksi yang cukup penting. Saat ini, lahan merupakan faktor produksi yang langka, sehingga pemanfaatanya harus seefisien mungkin. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam usahatani berkaitan dengan lahan yang digunakan adalah kesesuaian dan daya dukung lahan tersebut adalah tingkat kesuburan tanah. Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara dengan responden bahwa lahan yang berada di Desa Perbawati ini kurang subur karena penggunaan obat-obat kimia pembasmi hama dan penyakit yang tidak terkendali. Hal ini disebabkan oleh sumberdaya manusia yang tidak memperhatikan kelestarian lingkungan untuk jangka panjang. Pemakaian obat pembasmi hama yang tidak terkendali akan menyebabkan residu, sehingga tanpa disadari petani dalam jangka panjang akan menyebabkan lahan menjadi kurang subur. Lahan cabai yang saat ini menjadi tempat budidaya, semula merupakan

lahan perkebunan teh milik Negara yang kemudian disewakan kepada penduduk setempat. Kesuburan lahan merupakan salah satu faktor yang menentukan produktivitas tanaman. Lahan yang subur akan menghasilkan produktivitas yang tinggi dibandingkan lahan yang kurang subur. Kesuburan lahan biasanya berkaitan dengan struktur dan tekstur tanah. Selain itu, kesuburan tanah juga terkait dengan penggunaan pupuk dan obat-obatan. Hal ini berhubungan dengan unsur hara yang terkandung di dalam tanah. Penggunaan bahan-bahan kimia yang diluar batas dapat mengurangi bahkan merusak unsur organik di dalam tanah. Begitu pula yang ada di Desa Perbawati ini, kondisi lahan yang telah digunakan untuk usahatani cabai merah kesuburannya telah berkurang karena penggunaan obat-obatan kimia oleh petani cabai yang cukup tinggi. Selain itu, penggunaan lahan yang terus menerus tanpa adanya masa peniduran lahan akan membuat lahan menjadi jenuh, sehingga unsur hara tanah semakin menipis. Namun, dengan adanya pengolahan lahan saat pembukaan serta masa selang dalam penanaman cabai oleh petani, maka hal ini sedikit dapat mengurangi masalah tersebut untuk waktu jangka pendek 6.4.4. Efektifitas Pengunaan Input Dalam usahatani cabai merah, komponen terpenting dari variabel input adalah benih, pupuk, obat-obatan, mulsa, dan tenaga kerja. Efektivitas penggunaan input tersebut dapat menjadi sumber risiko produksi pada kegiatan usahatani cabai merah. Hal ini dikarenakan penggunaan setiap input akan mempengaruhi tingkat produktivitas usahatani cabai merah. Semakin efektif dan efisien penggunaan input, maka semakin kecil risiko produksi yang dihadapi. Masing-masing variabel input memberikan pengaruh yang berbeda-beda terhadap tingkat produktivitas usahatani cabai merah. Kualitas benih sangat menentukan tingkat produktivitas usahatani. Oleh karena itu, petani cabai merah di Desa Perbawati belum cukup berani untuk membuat bibit sendiri. Para petani cabai merah ini masih menggunakan benih yang dibeli dari toko pertanian. Kualitas benih ini dapat ditunjukkan dari ketahanan benih cabai merah terhadap hama dan penyakit.

Cabai merah merupakan salah satu tanaman yang sangat rentan terhadap hama dan penyakit tanaman. Alokasi obat-obatan untuk tanaman cabai merah ini relatif lebih banyak. Akan tetapi, meskipun demikian terkadang tidak dapat dipastikan penggunaan obat-obatan tertentu dapat menanggulangi hama dan penyakit yang menyerang, apalagi saat musim hujan. Terlebih, dengan penggunaan obatan-obatan, pupuk kimia atau zat zat kimia lainnya yang berlebih saat ini oleh petani akan membuat kondisi tanah menjadi jenuh. Namun, dilain sisi masih adanya kesadaran petani cabai merah di Desa Perbawati akan kesuburan tanah ini. Hal ini ditunjukkan dengan pemakaian pupuk-pupuk organik baik padat maupun cair oleh petani cabai merah dan masih adanya sistem bera, yaitu pemulihan unsur hara lahan dengan cara penanaman lahan dengan kacangkacangan. 6.5. Manajemen Risiko yang dilakukan Petani Petani sebagai pelaku utama dalam kegiatan usahatani, pada dasarnya telah melakukan beberapa tindakan dalam menghadapi adanya risiko usaha. Berdasarkan observasi di lapangan bahwa rata-rata petani telah memiliki pengalaman berusahatani cabai merah selama bertahun-tahun. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun tingkat risiko usahatani cabai merah cukup tinggi, namun usahatani tersebut masih dianggap menguntungkan. Berdasarkan hasil wawancara dengan petani cabai merah di lapangan, terdapat beberapa hal yang biasa dilakukan oleh petani dalam mengahadapi risiko pada kegiatan usahatani cabai merah, yaitu sebagai berikut: 1. Pengaturan pola tanam Pada dasarnya setiap tanaman memiliki kriteria ekologis masing-masing. Begitu pula dengan tanaman cabai merah. Kesesuaian kondisi lingkungan dengan kriteria ekologis yang dibutuhkan sangat dipengaruhi oleh penentuan waktu dan pola penanaman. Selain aspek teknis, pengaturan pola tanam juga berhubungan dengan aspek ekonomis, seperti faktor harga dan efisiensi usahatani. Oleh karena itu, pengaturan pola tanam ini dapat digunakan sebagai upaya dalam menghadapi risiko usahatani.

Pada petani cabai merah di Desa Perbawati, pola tanam cabai merah yang dilakukan cenderung sama untuk setiap musimnya, yaitu secara monokultur. Hal ini dilakukan oleh petani cabai merah karena apabila penanaman cabai merah ditumpangsarikan dengan tanaman lain, maka pertumbuhan tanaman cabai kurang optimal karena cabai merupakan tanaman yang banyak memakan unsur hara tanah. Biasanya petani melakukan masa bera dalam pola tanamnya, yaitu berkisar dua bulan. Masa bera ini biasanya digunakan petani cabai merah untuk menanam tanaman yang dapat mengembalikan unsur hara tanah dan yang memiliki umur tanam tidak lama, seperti kacang panjang, kubis, dan bawang daun. Pola tanam yang dijelaskan seperti pada Gambar 8 merupakan pola tanam petani responden secara umum. Pada praktiknya, tidak seluruh petani menanam cabai merah secara serentak dalam satu waktu. Berdasarkan wawancara yang dilakukakn kepada responden, keputusan petani dalam menanam sangat dipengaruhi oleh ketersediaan modal, terutama bagi petani kecil. selain itu, penanaman yang tidak serentak ini juga dilakukan petani karena apabila seluruh petani menanam cabai, maka pasokan cabai akan berlebih sehingga harga cabai akan rendah. Namun, penanaman cabai merah yang tidak serentak ini akan dapat menyebabkan siklus hama menjadi tidak terputus. Oleh karena itu, diperlukan adanya pengaturan pola tanam untuk seluruh petani cabai merah secara serentak. Akan tetapi, untuk mengatasi over supply maka pengaturan pola tanam secara serentak harus dilakukan di setiap wilayah sentra. 2. Pengendalian hama dan penyakit Cabai merah merupakan tanaman yang cukup rentan terhadap serangan hama dan penyakit. Hama dan penyakit tersebut dapat menyerang mulai dari akar, batang, daun, bunga, dan buah. Oleh karena itu, hama dan penyakit tanaman merupakan faktor risiko pada kegiatan usahatani. Untuk menghadapi permasalahan hama dan penyakit tanaman tersebut, maka petani melakukan beberapa hal seperti penyemprotan secara rutin, penggunan obat-obatan tertentu, dan sebagainya.

Berdasarkan hasil observasi di lapangan, rata-rata frekuensi penyemprotan tanaman berkisar dua hingga tiga hari sekali. Namun, jika musim hujan penyemprotan dapat dilakukan satu hari sekali. Sementara saat kemarau panjang penyemprotan dapat dilakukan 6 hari sekali. Perlakuan penyemprotan ini juga disesuaikan dengan jenis hama dan penyakit yang dihadapi. Selain itu, perlakukan dalam pengendalan hama dan penyakit tanaman cabai merah, juga disesuaikan dengan waktu dan tingkat kerusakan yang ditimbulkan. Penjelasan mengenai pengendalian hama dan penyakit tanaman cabai merah dapat dilihat pada Tabel 29. Meskipun petani cabai merah sudah melakukan beberapa cara untuk mengendalikan hama dan penyakit tanaman, namun upaya-upaya tersebut belum bersifat terpadu. Petani cabai merah di Desa Perbawati cenderung menggunakan obat-obatan melebihi dosis yang ditentukan. Dalam menggunakan obat-obatan tersebut, petani cabai merah di Desa Perbawati belum memperhatikan aspek lingkungan dan kesehatan. Akibatnya, beberapa jenis hama maupun penyakit justru menjadi resisten terhadap obat-obatan tersebut. Belum dilakukannya pengendalian hama dan penyakit secara terpadu bukan karena pengetahuan petani yang terbatas, namun karena petani tidak ingin hasil usahatani cabainya rusak dan produksi rendah. Berdasarkan hasil wawancara di lapangan, bahwa petani telah sering mendapatkan penyuluhan mengenai budidaya cabai merah yang baik dan benar, bahkan petani juga telah mendapatkan pelatihan dalam penggunaan bahan organik. Namun, sampai saat ini petani masih sulit untuk mendapatkan bahan oraganik tetsebut serta harganya yang cukup tinggi. Sementara harga cabai masih berfluktuatif. Oleh karena itu, petani cabai merah lebih baik menghindari risiko dengan cara masih menggunakan obat-obatan kimia.

Tabel 29. Cara Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman Cabai Merah yang Dilakukan oleh Petani di Desa Perbawati Jenis hama dan penyakit Perlakuan Lalat buah (Dacus ferrugineus) Mengumpulkan buah cabai yang diserang kemudian dimusnahkan Penyemprotan secara rutin dengan insektisida Thrips (Thrips sp) Penyemprotan rutin dengan insektisida Tungau (Tarsonemus translucens) Penyemprotan secara rutin dengan insektiseda Layu bakteri (Pseudomonas solana-cearum E.F Smith) Perlakuan benih sebelum ditanam dengan direndam dalam bakterisida Perbaikan drainase Pencabutan tanaman yang sakit Bercak daun dan buah Perlakuan benih yaitu direndam dalam fungisida Pembersihan lingkungan dan membuang tanaman yang terserang Penyemprotan dengan fungisida Busuk daun dan buah Pengaturan jarak tanam Memusnahkan buah cabai yang busuk Penyemprotan dengan fingisida Sumber: BP4K Kabupaten Sukabumi 2012 3. Pengelolaan pascapanen Pengelolaan pascapanen pada kegiatan produksi cabai merah merupakan hal yang snagat penting. Hal ini dikarenakan sifat dari cabai merah yang tidak tahan lama. Pengelolaan pascapanen yang dilakukan oleh petani cabai merah di Desa Perbawati hanya proses sortasi, yaitu proses pemisahan antara cabai merah, cabai yang masih hijau, dan cabai yang busuk. Kemudian setelah proses sortasi, dilakukan pengepakan di dalam kardus. Proses grading dan penyimpanan tidak dilakukan petani cabai karena hasil panen petani akan langsung dibawa oleh pengumpul ke Pasar Induk Kramat Jati. Rata-rata hampir seluruh petani di Desa Perbawati melakukan hal yang sama. Namun, ada beberapa petani yang tidak langsung menjual kepada pengumpul. Beberapa petani cabai merah ini menjual atau penyuplai restoran-restoran padang dan supermarket, lalu cabai yang berkualitas rendah akan dijual ke pasaran. Biasanya petani cabai merah yang melakukan hal ini adalah petani yang memiliki modal sendiri atau tidak bergantung dengan pengumpul.

Meskipun risiko ketidakpastian harga sangat tinggi, namun petani cabai merah di Desa Perbawati tetap mengusahakan cabai merah. Petani akan langsung menjual cabai merah hasil panen karena petani tidak memiliki gudang penyimpanan. Oleh karena itu, meskipun harga cabai merah sangat rendah petani tetap akan langsung menjual tanpa harus menunggu harga cabai merah tinggi. 6.6. Analisis Perilaku Penawaran Cabai Merah di Desa Perbawati Perilaku penawaran cabai merah dalam penelitian ini dijelaskan dengan melihat produksi cabai merah ditingkat petani. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa cabai merah yang diproduksi adalah cabai merah yang akan dipasok ke pasaran (penawaran sama dengan produksi). Asumsi ini digunakan untuk memudahkan peneliti dalam menganalisis perilaku penawaran cabai merah di Desa Perbawati. Selain itu, asumsi ini juga didasari oleh teori penawaran produksi pertanian. Perilaku penawaran cabai merah ini dirumuskan dalam sebuah model regresi linier berganda dan double log. Selain didasarkan pada teori penawaran, penggunaan model regresi linier berganda ini dikarenakan model tersebut merupakan model yang cukup sederhana untuk menggambarkan suatu keadaan. Sementara, double log digunakan untuk mengetaui seberapa besar pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen dalam satuan persen. Adapun variabel yang digunakan meliputi variabel biaya benih cabai merah (X1), variabel harga output cabai merah (X2), variabel biaya obat (X3), variabel biaya pupuk ponska (X4), variabel pupuk kompos (X5), variabel biaya kapur (X6), variabel variasi produksi cabai merah (X7). Adapun gambaran deskriptif secara statistik dari seluruh variabel dapat dilihat seperti pada Tabel 30. Tabel 30. Deskripsi Statistik dari Setiap Variabel Variabel Mean Std. Deviation N (Y) Penawaran cabai merah 40,3376 37,05402 23 (X4) Biaya Benih 1.431.304.3478 336.604,76348 23 (X7) Harga Cabai Merah 13.978,2609 4.140,92178 23 (X5) Biaya Obat 15.958.356,5217 10.951.199,02496 23 (X1) Biaya Ponska 1.551.086,9565 834.855,67142 23 (X2) Biaya Kompos 8.555.652,1739 2.813.667,65836 23 (X3) Biaya Kapur 739.478,2609 123.130,70275 23 (X6) Nilai Variasi Produksi 18,6861 28,92887 23

Dalam penelitian ini, faktor penawaran yang lain seperti harga input dan teknologi tidak digunakan. Faktor tersebut tidak digunakan karena tidak memiliki nilai variasi. Jika suatu variabel tidak memiliki nilai variasi maka variabel tersebut tidak dapat dilakukan analisis regresi. 6.7. Analisis Model Perilaku Penawaran Cabai Merah 6.7.1. Pengujian terhadap Model Penduga Pengujian terhadap model penduga ini digunakan untuk mengetahui apakah model penduga tersebut sudah tepat dalam menduga parameter dan fungsi. Adapun hipotesis yang digunakan adalah: H 0 : a 1 = a 2 =. = a 5 = 0 H 1 : minimal ada satu a n 0 Dan uji statistic yang digunakan adalah uji F. Berdasarkan hasil output SPSS 19 diperoleh nilai F-hitung sebesar 35,20 dengan nilai signifikansinya (angka probabilitas) sebesar 0,000. Berdasarkan nilai tersebut, karena nilai probabilitas 0,000 < 0,05, maka tolak H 0. Hal ini berarti model regresi ini layak untuk digunakan dalam memprediksi variabel independen atau paling sedikit terdapat satu variabel independen (X) yang digunakan berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen (Y). Sementara itu, nilai R-sq dari model yang diperoleh adalah sebesar 0,618 atau sama dengan 61,8 persen. Artinya bahwa sebesar 61,8 persen penawaran cabai merah (Y) dapat dijelaskan dengan menggunakan variabel independen (X). sedangkan sisanya yaitu 38,2 persen dapat dijelaskan oleh faktor-faktor penyebab lainnya di luar model. Besarnya Standar Error of the Estimate (SEE) adalah sebesar 1,3845. Jika dibandingkan dengan Standar Deviasi (STD) sebesar 37,05, maka angka SEE lebih kecil. Hal ini berarti angka SEE baik untuk dijadikan angka predictor dalam menentukan produksi cabai merah. 6.7.2. Pengujian terhadap Koefisien Regresi Tujuan pengujian terhadap koefisien regresi adalah untuk mengetahui apakah setiap variabel independen berpengaruh nyata terhadap variabel dependen. Secara statistik, pengujian terhadap koefisien regresi ini dilakukan dengan melihat

nilai t-hitung. Apabila t-hitung lebih besar dari t-tabel atau P-value lebih kecil dari α (P-value<α), berarti variabel independen yang diuji berpengaruh nyata terhadap variabel dependen. Adapun hasil pengujian terhadap koefisien regresi dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 31. Berdasarkan hasil output Minitab yang tercantum pada Tabel 31 tersebut, diketahui bahwa hanya terdapat dua variabel yang berpengaruh nyata pada taraf nyata lima persen. Hal ini dikarenakan jenis data yang digunakan merupakan data cross section sehingga terdapat kemungkinan data yang diperoleh tidak jauh berbeda (hampir sama) antara satu responden dengan responden lainnya. Tabel 31. Koefisien Regresi pada Variabel Independen Predictor Coef SE Coef T P VIF Constant -16,239 6,970 2,33 0,034 Ln X1 0,0914 0,1621 0,56 0,581 2,6 Ln X2-0,0919 0,1561-0,59 0,565 1,2 Ln X3 0,6419 0,4235 1,52 0,150 1,5 Ln X4-0,0851 0,3677-0,23 0,820 1,7 Ln X5 0,6578 0,1350 4,87 0,000 3,3 Ln X6 0,24006 0,04743 5,06 0,000 2,5 Ln X7 0,1207 0,3080 0,39 0,701 2,2 Dari hasil analisis regresi linier, diketahui bahwa tidak seluruh pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen sesuai dengan hipotesis penelitian ini. Hal ini dapat dillihat pada Tabel 32. Tabel 32. Perbandingan Hasil Analisis Regresi dengan Hipotesis Variabel Hipotesis Hasil analisis regresi Biaya Pupuk Ponsca - + Biaya Pupuk Kompos - - Biaya Kapur - + Biaya Benih - - Biaya Obat - + Variance Produksi - + Harga Cabai Herah + + 6.7.3. Pengujian terhadap Asumsi Terdapat beberapa asumsi yang harus dipenuhi dalam menduga sebuah model regresi linier berganda dengan menggunakan metode OLS, yaitu meliputi

asumsi non-multicollinearity, homoscedasticity, dan non-autocorrelation. Multocollinearity artinya adalah adanya suatu hubungan linear antar variabel independen. Salah satu aturan praktis yang biasa digunakan untuk mengetahui adanya indikasi multicollinearity adalah dengan melihat nilai VIF pada output SPSS yaitu apabila nilai VIF 10 (Kleinbaum et al 1988 dalam Modul Harmini 2009). Maka berdasarkan hal tersebut, sesuai dengan nilai output Minitab maka model yang diperoleh pada penelitian ini telah terbebas dari adanya multicollinearity. Selain itu, model regresi yang diperoleh juga telah memenuhi asumsi non-autocorrelation yaitu dengan melihat nilai statistik dari uji Durbin Watson yaitu sebesar 2,017. Adapun homoskedastisity dapat dilihat pada grafik (lampiran 6). Dari nilai residual ini, dapat dipertimbangkan apakah suatu data membentuk pola atau tidak. Dari hasil output menunjukkan bahwa data tidak membentuk pola sehingga dapat dikatakan bebas dari heteroskedastisity. 6.7. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Penawaran Cabai Merah di Desa Perbawati Berdasarkan hasil regresi linier berganda diketahui bahwa tidak seluruh variabel berpengaruh nyata terhadap tingkat penawaran cabai merah di Desa Perbawati pada selang kepercayaan 95 persen. Hanya terdapat dua variabel yang berpengaruh nyata terhadap perilaku penawaran cabai merah di Desa Perbawati. Variabel tersebut yaitu variabel biaya obat (X5) dan variabel variasi produksi (X6). Selain itu, model dari hasil output Minitab dapat dituliskan sebagai berikut: ln Y = - 16,2 + 0,091 ln X1 0,092 ln X2 + 0,642 ln X3 0,085 ln X4 + 0,658 ln X5 + 0,240 ln X6 + 0,121 ln X7 1. Biaya Pupuk Ponska (X1) Variabel biaya pupuk ponska (X1) mempunyai nilai koefisien positif yaitu sebesar 0,091. Nilai ini artinya bahwa jika biaya pupuk ponska meningkat sebesar 1 persen maka penawaran terhadap cabai merah meningkat sebesar 9,1 persen. Hal ini berarti bahwa terdapat hubungan positif antara variabel biaya pupuk ponska dengan jumlah cabai merah yang diproduksi. Hal ini tidak sesuai dengan teori penawaran yaitu semakin tinggi biaya untuk input produksi maka kecenderungan produsen untuk meningkatkan penawaran akan berkurang.

Tanaman cabai merah merupakan tanaman yang membutuhkan banyak pupuk. Penggunaan pupuk yang intensif dapat meyuburkan tanaman, sehingga hasil produksinya dapat semakin ditingkatkan. Dilihat dari nilai t-hitungnya (P-value) sebesar 0,581 maka variabel biaya pupuk ponska ini tidak berpengaruh terhadap jumlah cabai merah yang diproduksi dengan taraf nyata lima persen. Adapun biaya pupuk ponska tidak berpengaruh nyata terhadap produksi cabai merah di Desa Perbawati karena kecenderungan petani cabai merah di Desa Perbawati dosis dalam penggunaan pupuk tidak tinggi. Selain itu, periode penggunaan pupuk oleh petani cabai merah pun relatif hanya satu hingga dua kali dalam satu musim tanam dengan total dosis sebesar 605 kg. Sementara, pemberian pupuk pada tanaman cabai pada normalnya yaitu pada saat pembukaan lahan kemudian diberi tambahan pada saat cabai merah berumur 2,4,6,8 minggu setelah tanam dengan total dosis sebesar 1036 kg (Susila 2006). 2. Biaya Pupuk Kompos (X2) Variabel biaya pupuk kompos (X2) mempunyai koefisien yang bernilai negatif. Hal ini sesuai dengan teori penawaran yang menyatakan bahwa biaya input berkorelasi negatif terhadap besarnya penawaran. Semakin rendah biaya input, maka kecenderungan produsen untuk meningkatkan penawaran akan meningkat. Dari nilai koefisien veriabel tersebut sebesar (-0,092), menunjukkan bahwa jika biaya pupuk kompos meningkat sebesar 1 persen maka tingkat penawaran cabai merah turun sebesar 9,2 persen. Hal ini dikarenakan kecenderungan harga pupuk yang terus meningkat, meskipun penggunaan pupuk oleh petani tidak tinggi. Dilihat dari nilai t-hitung dari variabel biaya pupuk kompos, diketahui bahwa variabel tersebut tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah cabai merah yang ditawarkan pada taraf nyata lima persen. Hal ini dikarenakan penggunaan pupuk kompos oleh petani cabai hanya pada saat pembukaan lahan yaitu satu kali dalam dua musim. Oleh karena itu, meskipun biaya untuk pupuk kompos tinggi namun hal ini tidak mempengaruhi jumlah cabai merah yang diproduksi oleh petani. Selain itu, biaya pupuk kompos yang tinggi mengindikasikan bahwa penggunaan pupuk kompos ini cukup tinggi. Namun, penggunaan dosis pupuk

kompos di Desa Perbawati di bawah penggunaan normal yaitu sebesar 20 ton per ha per musim tanam (Susila 2006), sedangkan di Desa Perbawati hanya 15,6 ton per ha per musim tanam. Oleh karena itu, tingginya biaya kompos ini disebabkan selain dari penggunaan juga dari harga pupuk kompos sendiri yang cenderung meningkat setiap musim tanam. Lahan usahatani cabai merah yang semakin rendah kesuburannya sehingga diperlukan pupuk kompos yang mampu membantu mengembalikan unsur hara tanah. 3. Biaya Kapur (X3) Variabel biaya kapur (X3) memiliki nilai koefisien yang positif. Artinya, adanya hubungan yang positif antara biaya kapur dengan jumlah cabai merah yang ditawarkan atau diproduksi. Hal ini tidak sesuai dengan teori penawaran, yaitu semakin rendah biaya kapur, maka kecenderungan produsen dalam meningkatkan penawaran semakin meningkat. Nilai koefisien variabel sebesar 0,642 menunjukkan bahwa, jika biaya kapur meningkat sebesar 1 persen maka tingkat penawaran cabai merah akan meningkat sebesar 64,2 persen. Jika dilihat dari nilai t-hitung (P-value), variabel biaya kapur tidak berpengaruh secara nyata terhadap jumlah cabai merah yang ditawarkan pada taraf nyata lima persen. Biaya kapur ini tidak berpengaruh nyata karena penggunaan kapur yang rendah oleh petani di Desa Perbawati yaitu sebesar 888 kg per ha per musim tanam dengan harga yang rendah pula, semakin menyebabkan biaya kapur ini tidak berpengaruh terhadap jumlah cabai merah yang ditawarkan. Sementara, dosis normal kapur yang seharusnya diberikan pada lahan ( ph normal 6-6,5) adalah sebanyak 1000-1200 kg per ha per musim tanam (Susila 2006). Oleh karena itu, dosis yang diberikan oleh petani cabai merah di Desa Perbawati masih di bawah normal. 4. Biaya Benih (X4) Variabel biaya benih (X4) memiliki koefisien yang bernilai negatif. Hal ini sesuai dengan teori penawaran, dimana semakin rendah biaya benih maka jumlah cabai merah yang ditawarkan semakin meningkat. Dari model regresi linier berganda yang telah di natural log, dimana biaya benih bernilai (-0,085), artinya

jika biaya benih meningkat sebesar 1 persen maka penawaran cabai merah akan turun sebesar 8,5 persen. Dilihat dari nilai t-hitung (P-value) dari variabel biaya benih, maka variabel ini tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat penawaran cabai merah di Desa Perbawati. Sebagian besar petani cabai merah di Desa Perbawati tidak membuat benih sendiri, sehingga saat harga benih tinggi maka petani pun harus tetap membeli benih tersebut. Tingginya biaya benih ini mengindikasikan bahwa penggunakan benih oleh petani yang tinggi karena petani tidak berani berspekulasi dalam membuat sendiri benih cabai merah. Peningkatan harga benih saat musim tanam tiba ini sangat menyulitkan petani yang memiliki modal sangat kecil, sehingga harus menjual hasil panennya untuk mendapatkan modal usahatani selanjutnya. Oleh karena itu, diperlukan bantuan permodalan bagi petani kecil agar tetap dapat menjalankan usahataninya. Berdasarkan informasi di lapangan, bantuan permodalan berupa pinjaman dari pihak perbankan telah ada. Bantuan ini diberikan melalui kelompok tani. Namun, kelompok tani di Desa Perbawati ini tidak lagi aktif, sehingga bantuan pinjaman tersebut tidak diterima oleh anggota kelompok. Hal tersebut dapat berjalan apabila setiap petani menyadari pentingnya sebuah wadah seperti kelompok tani serta pengorganisiran yang tepat pada kelompok tani. 5. Biaya Obat (X5) Variabel biaya obat (X5) memiliki koefisien yang bernilai positif. Artinya, terdapat hubungan yang positif antara biaya obat dengan jumlah cabai merah yang diproduksi (dipasok). Hal ini tidak sesuai dengan teori penawaran yaitu biaya input berpengaruh negatif terhadap tingkat penawaran. Semakin tinggi biaya input, maka kecenderungan produsen atau petani untuk meningkatkan penawaran akan menurun. Dari model regresi menunjukkan nilai biaya obat sebesar 0,658, artinya jika biaya obat meningkat sebesat 1 persen maka penawaran terhadap cabai merah akan meningkat sebesar 65,8 persen. Dilihat dari t-hitungnya (P-value), maka variabel biaya obat-obatan ini berpengaruh nyata terhadap jumlah cabai merah yang diproduksi pada taraf nyata lima persen. Tanaman cabai merah merupakan tanaman yang sangat rentan