ANALISIS RISIKO PRODUKSI DAN PERILAKU PENAWARAN CABAI MERAH DI DESA PERBAWATI, KECAMATAN SUKABUMI, KABUPATEN SUKABUMI PROVINSI JAWA BARAT SKRIPSI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS RISIKO PRODUKSI DAN PERILAKU PENAWARAN CABAI MERAH DI DESA PERBAWATI, KECAMATAN SUKABUMI, KABUPATEN SUKABUMI PROVINSI JAWA BARAT SKRIPSI"

Transkripsi

1 ANALISIS RISIKO PRODUKSI DAN PERILAKU PENAWARAN CABAI MERAH DI DESA PERBAWATI, KECAMATAN SUKABUMI, KABUPATEN SUKABUMI PROVINSI JAWA BARAT SKRIPSI IRIANA WAHYUNINGSIH H DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

2 RINGKASAN IRIANA WAHYUNINGSIH. Analisis Risiko Produksi dan Perilaku Penawaran Cabai Merah di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan NARNI FARMAYANTI). Dukungan pemerintah terhadap pengembangan sektor pertanian sangat besar. Pemerintah terus berupaya untuk meningkatkan produksi dan produktivitas produk pertanian agar Produk Domestik Bruto (PDB) pertanian setiap tahun dapat meningkat. Salah satu subsektor pertanian yang telah memberikan kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto adalah subsektor hortikultura. Subsektor hortikultura di Indonesia sangat beragam, yang terdiri atas berbagai jenis kelompok komoditas, yaitu buah-buahan, sayuran, biofarmaka, dan tanaman hias. Cabai merah merupakan salah satu kelompok komoditas sayuran buah yang banyak dibudidayakan oleh petani baik secara tradisional maupun intensif di lahan sawah dataran rendah atau dataran tinggi. Komoditas cabai merah termasuk ke dalam kelompok rempah tidak bersubtitusi yang berfungsi sebagai bumbu penyedap makanan yang kaya akan vitamin dan mineral serta sebagai bahan obat tradisional. Oleh karena itu, permintaan cabai merah terus meningkat, tetapi hal ini berbanding terbalik dengan tingkat produksi cabai merah di Indonesia yang cenderung menurun. Kabupaten Sukabumi merupakan salah satu sentra sayuran di Jawa Barat, salah satunya adalah cabai merah. Seperti halnya tingkat produktivitas cabai merah nasional, tingkat produktivitas cabai merah di Kabupaten Sukabumi juga cenderung berfluktuatif dari tahun ke tahun. Salah satu daerah di Kabupaten Sukabumi yang menghasilkan cabai terbesar adalah Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi. Berbagai permasalahan pada aspek produksi dapat memberikan gambaran terhadap kemungkinan adanya faktor risiko produksi cabai merah. Sebagaimana teori penawaran, tingkat penawaran suatu komoditas akan dipengaruhi oleh jumlah komoditas yang diproduksi. Oleh karena itu, perlu diketahui sejauh mana tingkat risiko produksi dan perilaku penawaran cabai merah. Berdasarkan permasalahan tersebut, penelitian ini bertujuan untuk 1) Menganalisis tingkat risiko dan sumber risiko produksi cabai merah di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, 2) Menganalisis perilaku penawaran cabai merah di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, dan 3) Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku penawaran cabai merah di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi. Waktu penelitian dilaksanakan selama tiga bulan yaitu bulan 24 Desember 2011 hingga 10 Februari Data yang digunakan merupakan data primer dan data sekunder. Jumlah responden yang diteliti sebanyak 23 responden dengan metode pengambilan responden secara sensus. Metode analisis data yang digunakan adalah analisis risiko dengan perhitungan Variance, Standard Deviation, dan Coefficient Variation, serta regresi linier berganda untuk menganalisis perilaku penawaran. 2

3 Berdasarkan hasil perhitungan, nilai expected value dari produktivitas cabai merah adalah sebesar 92,32 kwintal per hektar. Nilai ini menggambarkan bahwa tingkat produktivitas rata-rata yang diharapkan oleh petani cabai merah di Desa Perbawati adalah sebesar 92,32 kwintal per hektar (cateris paribus). Sementara, nilai standar deviasi dari produktivitas cabai merah adalah sebesar 63,60 kwintal per hektar dengan nilai coefficient variation sebesar 0,68. Nilai ini berarti bahwa risiko produksi yang dihadapi petani cabai merah di Desa Perbawati adalah sebesar 63,60 kwintal per hektar atau sebesar 68 persen dari nilai produktivitas yang diperoleh petani (cateris paribus). Dilihat dari pendapatan bersih usahatani, diperoleh nilai expected return sebesar Rp ,00 per hektar. Sementara risiko yang diterima oleh petani cabai merah di Desa Perbawati adalah sebesar 65 persen dari nilai return yang diperoleh petani dengan standar deviasi rata-rata sebesar Rp ,63 per hektar. Dari nilai tersebut, maka jika dibandingkan dengan perhitungan risiko dari sisi produktivitas, nilai risiko yang dihitung dari sisi pendapatan atau retun ternyata lebih rendah. Perilaku penawaran cabai merah di Desa Perbawati dalam penelitian ini dirumuskan ke dalam sebuah model regresi linier berganda sebagai berikut: ln Y = - 16,2 + 0,091 ln X1 0,092 ln X2 + 0,642 ln X3 0,085 ln X4 + 0,658 ln X5 + 0,240 ln X6 + 0,121 ln X7 + e Nilai R-sq dari model yang diperoleh adalah sebesar 0,618. Artinya bahwa model atau variabel dependen (Y) dapat dijelaskan oleh variabel independen (X) sebesar 61,8 persen dan sisanya 38,2 persen dijelaskan oleh faktor penyebab lain di luar model. Berdasarkan hasil regresi linier berganda, diketahui bahwa terdapat dua variabel yang berpengaruh nyata terhadap perilaku penawaran cabai merah di Desa Perbawati yaitu variabel biaya obat-obatan dan variabel nilai variasi produksi cabai merah. Sementara, variabel biaya benih, harga cabai merah, biaya pupuk ponska, biaya pupuk kompos, dan biaya kapur tidak berpengaruh signifikan pada taraf nyata lima persen. 3

4 ANALISIS RISIKO PRODUKSI DAN PERILAKU PENAWARAN CABAI MERAH DI DESA PERBAWATI, KECAMATAN SUKABUMI, KABUPATEN SUKABUMI, PROVINSI JAWA BARAT IRIANA WAHYUNINGSIH H Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

5 Judul Skripsi Nama NIM : Analisis Risiko Produksi dan Perilaku Penawaran Cabai Merah di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat : Iriana Wahyuningsih : H Menyetujui, Dosen Pembimbing, Ir. Narni Farmayanti, M.Sc NIP Mengetahui, Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP Tanggal Lulus: 5

6 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... Halaman I. PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Kegunaan Penelitian II. TINJAUAN PUSTAKA Kajian Risiko Bisnis Kajian Perilaku Penawaran III. KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Konsep Risiko Sumber-sumber Risiko Teori Penawaran Kerangka Pemikiran Operasional IV. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Metode Penentuan Responden Data dan Instrumentasi Metode Pengolahan Data Analisis Risiko Produksi Expected Value Standart Deviation Coefficient Variation Analisis Regresi Linier Berganda Model Double Log Pengujian terhadap Model Penduga Pengujian terhadap Koefisien Regresi Pengujian terhadap Asumsi V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Letak dan Keadaan Geografi Daerah Penelitian Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Karakteristik Petani Responden Usia Responden xiii xiv xv 6

7 5.3.2 Tingkat Pendidikan Responden Jumlah Tanggungan Keluarga Pengalaman Bertani Status Usahatani Cabai Merah Luas Lahan Status Kepemilikan Lahan Pola Tanam Cabai Merah VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Penggunaan Input Usahatani Struktur Pendapatan Usahatani Cabai Merah Biaya Produksi Cabai Merah Penerimaan dan Pendapatan Usahatani Cabai Merah Analisis Risiko Produksi Cabai Merah Sumber-sumber Risiko pada Kegiatan Produksi Faktor Iklim dan Cuaca Faktor Hama dan Penyakit Tanaman Tingkat Kesuburan Lahan Efektivitas Penggunaan Input Produksi Manajemen Risiko yang Dilakukan Petani Analisis Perilaku penawaran Cabai Merah Analisis Model Perilaku Penawaran Pengujian terhadap Model Penduga Pengujian terhdap Koefisien Regresi Pengujian terhadap Asumsi Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Penawaran Cabai Merah di Desa Perbawati VII. KESIMPULA DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

8 DAFTAR TABEL Halaman 1. Laju Pertumbuhan Sektor Perekonomian di Indonesia Tahun Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Konsumsi Cabai Merah di Indonesia (Kg/Kapita/Tahun) Tahun Perkembangan Produksi Cabai Merah di Indonesia Tahun Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Cabai Merah di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur Tahun Produksi Cabai Merah di Empat Kabupaten di Jawa Barat Tahun Produksi Cabai Merah di Kecamatan Sukabumi Tahun Produktivitas Cabai Merah di Desa Perbawati (Kwintal/Tahun) Tahun Luas Potensi Usahatani di Kecamatan Sukabumi Tahun Potensi Usahatani Berdasarkan Komoditas Unggulan di Enam Desa Kecamatan Sukabumi Tahun Persamaan dan Perbedaan Penelitian dengan Studi Terdahulu Komposisi Sebaran Penduduk Berdasarkan Usia di Desa Perbawati Tahun Mata Pencaharian Penduduk di Desa Perbawati Tahun Karakteristik Petani Cabai Berdasarkan Usia di Desa Perbawati Tahun Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Desa Perbawati Tahun Jumlah Tanggungan Keluarga Responden Petani Cabai di Desa Perbawati Tahun Pengalaman Bertani Cabai Merah oleh Responden Petani Cabai Merah di Desa Perbawati Tahun Status Usahatani Responden di Desa Perbawati Tahun

9 19. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Luas Lahan yang Digunakan untuk Usahatani Cabai Merah Tahun Karakteristik Petani Berdasarkan Status Kepemilikan Lahan Tahun Rata-rata Penggunaan Input dan Produktivitas pada Usahatani Cabai Merah per Musim Tanam di Desa Perbawati Tahun Rata-rata Produktivitas dan Penerimaan dalam Kondisi Tertinggi, Normal, Terendah Usahatani Cabai Merah di Desa Perbawati Tahun Nilai Expected Value, Standard Deviation, dan Coefficient Variation dari Produktivitas Cabai Merah di Desa Perbawati Tahun Tingkat Risiko Cabai Merah Keriting di Beberapa Wilayah Nilai Expected Value, Standard Deviation, dan Coefficient Variation dari Penerimaan Cabai Merah di Desa Perbawati Tahun Jenis-jenis Penyakit yang Menyerang Tanaman Cabai Merah Jenis-jenis Hama yang Menyerang Tanaman Cabai Merah Jenis Serangan Hama dan Penyakit serta Dampak Kerugiannya Cara Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman Cabai Merah yang Dilakukan oleh Petani di Desa Perbawati Deskripsi Statistik dari Setiap Variabel Koefisien Regresi pada Variabel Independen Perbandingan Hasil Analisis Regresi dengan Hipotesis

10 DAFTAR GAMBAR Halaman 33. Harga Eceran Cabai Merah Januari 2010 Januari Hubungan Risiko dan Return Kurva Penawaran Pergerakan Kurva Penawaran Kurva Pergeseran Penawaran Kerangka Pemikiran Operasional Data curah hujan di Kecamatan Sukabumi per Bulan Tahun Pola Tanam Petani Cabai Merah di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi Tahun Biaya Produksi, Pendapatan Kotor, Pendapatan atas Biaya Tunai, dan Biaya atas Biaya Total Usahatanai Cabai Merah di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi Tahun 2009/ Rata-rata Produktivitas Cabai Merah per Musim Tanam Tahun

11 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 43. Data Produksi Cabai Merah di masing-masing kecamatan di Kabupaten Sukabumi Tahun Rata-rata Produksi Usahatani Cabai Merah Per Musim Tanam di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi Tahun Produktivitas Cabai Merah di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi Tahun Penerimaan Cabai Merah di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi Tahun Analisis Risiko Produksi Cabai Merah di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi Tahun Analisis Regresi Linier Model Perilaku Penawaran Cabai Merah Tabel Penggunaan Faktor Produksi Usahatani Cabai Merah di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi Tabel Penggunaan Faktor Produksi Usahatani Cabai Merah di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi (Natural Log) Gambar Tanaman Cabai Merah di Desa Perbawati yang Terserang Hama dan Penyakit Tanaman

12 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dukungan pemerintah terhadap pengembangan sektor pertanian sangat besar. Pemerintah terus melakukan upaya agar produksi dan kualitas pertanian serta Produk Domestik Bruto (PDB) pertanian mengalami peningkatan. Pertanian merupakan salah satu sektor yang memiliki kontribusi besar terhadap total PDB nasional. Data BPS tahun , menunjukkan bahwa rata-rata laju pertumbuhan sektor pertanian adalah sebesar 5 persen. Namun demikian, sektor pertanian memiliki kontribusi yang besar terhadap perekonomian Indonesia. Data laju pertumbuhan sembilan sektor perekonomian nasional dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Laju Pertumbuhan Sektor Perekonomian di Indonesia (%) Tahun Lapangan Usaha Laju Pertumbuhan (%) Pertanian 3,5 4, Pertambangan 1,9 0,7 4,5 3,6 1,4 Industri 4,7 3,7 2,2 4,7 6,2 Listrik, Gas, dan Air 10,3 10,9 14,3 5,3 4,8 Konstruksi 8,5 7,6 7,1 7 6,7 Perdagangan 8,9 6,9 1,3 8,7 9,2 Pengangkutan 14 16,6 15,8 13,4 10,7 Keuangan 8 8,2 5,2 5,7 6,8 Jasa 6,4 6,2 6,4 6 6,7 Sumber: BPS 2011 Salah satu subsektor pertanian yang telah memberikan kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto adalah subsektor hortikultura. Saat ini, di dalam sektor pertanian, PDB hortikultura menempati urutan ke dua setelah subsektor tanamana pangan. Data Ditjen Hortikultura 2010, kontribusi hortikultura adalah sebesar 21,17 persen terhadap total PDB pertanian diatas peternakan dan perkebunan. Sementara, subsektor tanaman pangan memberikan kontribusi sebesar 40,75 persen. Subsektor hortikultura di Indonesia sangat beragam, yang terdiri atas berbagai jenis kelompok komoditas, yaitu buah-buahan, sayuran, biofarmaka, dan tanaman hias. Secara umum jika dilihat dari sisi kontribusi terhadap total PDB hortikultura, maka buah-buahan merupakan kelompok komoditas yang memiliki 12

13 kontribusi terbesar diikuti dengan kelompok sayuran, biofarmaka, dan tanaman hias. Kontribusi PDB kelompok komoditas hortikultura dari tahun dapat dilihat pada Tabel 2. Selain sebagai kontributor PDB pertanian yang penting, hortikultura juga merupakan salah satu produk pertanian yang berperan dalam pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat. Hal ini terkait dengan fungsinya sebagai sumber gizi berupa vitamin dan mineral. Aneka ragam vitamin dan mineral tersebut diperoleh dari berbagai macam produk hortikultura yang terdiri dari buah-buahan dan sayur-sayuran. Table 2. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas Nilai PDB (Milyar Rp) Buah-buahan Sayuran Tanaman Hias Biofarmaka Hortikultura Sumber: Direktorat Jenderal Hortikultura 2010 Cabai merah merupakan kelompok komoditas sayuran buah yang banyak dibudidayakan oleh petani baik secara tradisional maupun intensif di lahan sawah dataran rendah. Komoditi cabai merah termasuk ke dalam kelompok rempah tidak bersubtitusi yang berfungsi sebagai bumbu penyedap makanan yang kaya akan vitamin dan mineral serta sebagai bahan obat tradisional. Komoditi cabai merah dalam bentuk segar antara lain mengandung kalori 31 kal, protein 1 gram, lemak 0,3 gram, karbohidrat 7,3 gram, kalsium 29 mg, fosfor 24 mg, besi 0,5 mg, vitamin A 470 SI, vitamin B1 0,05 mg, vitamin C 18 mg, Niacin, Capsaicin, Pektin, Pentosan, dan air (Setiadi 2008). Kebutuhan cabai merah di Indonesia sangat berfluktuatif dari tahun ke tahun. Jumlah konsumsi cabai tersebut akan terus mengalami peningkatan seiring dengan pertambahan jumlah penduduk Indonesia setiap tahunnya, serta sebagian besar penduduk Indonesia merupakan penggemar masakan pedas. 13

14 Jika kebutuhan perkapita cabai merah Indonesia adalah 1,38 kg dengan jumlah penduduk tahun 2008 sekitar 220 juta orang, maka kebutuhan cabai merah Indonesia adalah kg per tahun. Kebutuhan cabai yang sangat besar ini juga harus diimbangi dengan produksi cabai yang tinggi agar tidak terdapat lag, sehingga kebutuhan cabai lokal juga dapat dipenuhi oleh petani lokal tidak oleh impor, seperti pada akhir tahun 2010, dimana impor cabai dilakukan oleh pemerintah untuk memenuhi kebutuhan cabai dalam negeri. Pada Tabel 3 dapat dilihat kebutuhan masyarakat dalam mengkonsumsi cabai terutama sebagai bumbu masakan atau dalam bentuk segar untuk memberikan rasa pedas, aroma, warna maupun untuk memenuhi kebutuhan gizi. Tabel 3. Konsumsi Cabai Merah di Indonesia (Kg/Kapita/Tahun) Tahun Konsumsi Per Kapita Pertumbuhan Tahun (Kg/Tahun) (%) , ,43 5, ,40-1,68 Sumber : Dirjen Hortikultura 2008 Sebagai bumbu masakan, konsumsi cabai merah mengalami perubahan yang cenderung meningkat. Konsumsi tertinggi per kapita tercapai pada tahun 2008 yaitu sebesar 1,43 kg per kapita per tahun, sedangkan terendah terjadi pada tahun 2007 sebesar 1,35 kg per kapita per tahun sehingga mengakibatkan penurunan dari tahun , yaitu sebesar 1,68 persen. Konsumsi yang tinggi ini mengindikasikan permintaan akan cabai merah juga cukup tinggi. Tanaman cabai merah dijumpai di seluruh Indonesia, dengan daerah produksi utama adalah di Provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Sumatera Utara, dan Sulawesi Selatan. Bila pada tahun 1997 produksi cabai merah di Indonesia sebanyak ton, maka pada tahun 2003 produksi tersebut meningkat 75 persen. Produksi cabai merah ini terus meningkat seperti terlihat pada Tabel 4 dimana untuk tahun 2010 produksi telah mencapai ton. Akan tetapi angka tertinggi yang pernah dicapai adalah pada tahun 2009

15 sebesar ton. Meskipun demikian belum merupakan produksi maksimal yang bisa dicapai. Tabel 4. Perkembangan Produksi Cabai Merah di Indonesia Tahun Tahun Cabai Tahun Cabai (Ton) (Ton) Sumber : BPS 2011 Dari bebapa provinsi di Indonesia, provinsi Jawa Barat merupakan daerah yang menghasilkan cabai merah terbesar disusul Jawa Timur dan Jawa Tengah. Berikut ini Tabel 4 data luas panen, produksi, dan produktivitas cabai merah di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Kelangkaan cabai yang menyebabkan harga cabai tinggi di dalam negeri pada akhir tahun 2010 disebabkan oleh produksi cabai yang berkurang. Produksi cabai yang terpusat di Jawa, banyak mengalami kegagalan sehingga produksi dan pasokan cabai berkurang, baik di pasar lokal maupun pasar nasional. Terjadinya variasi atau fluktuasi produksi ini mengindikasikan bahwa usahatani cabai merha di Indonesia menghadapi risiko produksi. Tabel 5. Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Cabai Merah di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur Tahun Provinsi Tahun 2009 Tahun 2010 Luas panen Produksi Produktivitas Luas panen Produksi Produktivitas (Ha) (Ton) (Ton/Ha) (Ha) (Ton) (Ton/Ha) Jawa Barat , ,41 Jawa Tengah , ,28 Jawa Timur , ,7 Sumber: BPS 2009

16 Data Tabel 5 menunjukkan bahwa, Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu sentra produksi cabai merah di Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan nilai perduktivitas tertinggi baik pada tahun 2009 ataupun Cabai merah merupakan komoditas sayuran yang menarik untuk diteliti, karena saat ini menjadi kebutuhan utama setelah beras. Hal ini terlihat dari nilai konsumsi cabai merah yang dari tahun ke tahun semakin meningkat, namun tidak diimbangi dengan tingginya nilai produksi cabai merah. Pada saat ini banyak wilayah di Provinsi Jawa Barat yang telah melakukan budidaya cabai merah, diantaranya adalah di Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Garut, Kabupaten Bandung, dan Kabupaten Bogor Perumusan Masalah Kabupaten Sukabumi merupakan salah satu sentra sayuran di Provinsi Jawa Barat, salah satunya adalah cabai merah. Secara umum iklim di wilayah Kabupaten Sukabumi dapat dikategorikan sebagai daerah beriklim basah (humid tropical climate), sehingga cocok untuk pembudidayaan cabai merah. Dari data produksi pada Tabel 6 menunjukkan bahwa, Kabupaten Sukabumi memiliki urutan keempat setelah Kabupaten Cianjur. Hal ini mengindikasikan bahwa cabai merah merupakan komoditas unggulan di Kabupaten Sukabumi. Selain itu, walaupun Kabupaten Sukabumi memiliki urutan keempat, namun pada Tabel 6 menunjukkan bahwa Kabupaten Sukabumi memiliki perubahan produksi per tahun yang positif. Perubahan terbesar yang bernilai positif ini mengindikasikan bahwa produksi cabai merah di Kabupaten Sukabumi terus mengalami peningkatan yang cukup signifikan serta penurunan yang relatif kecil. Berikut Tabel 6 yang menunjukkan produksi cabai merah di Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Bogor, Kabupaten Bandung, dan Kabupaten Garut. Tabel 6. Produksi Cabai Merah di Empat Kabupaten di Provinsi Jawa Barat Tahun Kabupaten Produksi (Tahun/Ton) Bogor Sukabumi Cianjur Bandung Garut Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat 2005, 2006, 2007

17 Salah satu daerah sentra sayuran di Kabupaten Sukabumi adalah di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi. Desa Perbawati merupakan salah satu Desa di Kecamatan Sukabumi yang memiliki luas lahan tanaman cabai terluas dan memiliki komoditas unggulan berupa cabai merah. Data Produksi cabai merah di Kecamatan Sukabumi Tahun dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Produksi Cabai Merah di Kecamatan Sukabumi Tahun Tahun Produksi (Kwintal) Sumber: BPS Kabupaten Sukabumi 2011 Pada Tabel 7 menunjukkan produksi cabai merah di Kecamatan Sukabumi yang mengalami fluktuasi. Pada tahun 2010 terjadi musim hujan yang berkepanjangan serta adanya bencana alam, sehingga terjadi gagal panen cabai merah di seluruh wilayah Indonesia. Data produksi cabai merah di Desa Perbawati dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Produktivitas Cabai Merah di Desa Perbawati (Kwintal/Tahun) Tahun Tahun Produktivitas (Kwintal/Tahun) , , , ,45 Sumber: Rata-rata Data Primer Olahan Tabel 8 menunjukkan produktivitas cabai merah di Desa Perbawati tahun yang mengalami fluktuasi. Data tersebut diperoleh melalui wawancara langsung dengan petani responden selama empat musim terakhir. Dari empat musim tersebut, menunjukkan bahwa produktivitas terendah terjadi pada tahun 2009 dan tertinggi pada tahun Fluktuasi produksi ini mengindikasikan adanya risiko produksi yang dihadapi petani di Desa Perbawati. Risiko ini disebabkan oleh faktor internal dan faktor eksternal dari petani. Berikut ini pada

18 Tabel 9 dan Tabel 10 data mengenai luas lahan sayuran dan komoditas unggulan di enam desa di Kecamatan Sukabumi. Tabel 9. Luas Potensi Usahatani di Kecamatan Sukabumi Tahun 2012 Komoditi Luas Potensi Komoditi (Ha) Karawang Parungseah Perbawati Sudajayagirang Sukajaya Warnasari Jumlah Lahan Kering: Sayuran Palawija Buahbuahan Bunga Teh (rakyat) Kopi Bambu Jumlah Sumber: BP3K Kecamatan Sukabumi 2012 Data pada Tabel 9 menunjukkan bahwa Desa Perbawati merupakan Desa yang memiliki komoditas unggulan sayuran di Kecamatan Sukabumi. Hal ini terlihat dari luas lahan kering untuk komoditas sayuran terbesar yaitu 100 hektar. Salah satu sayuran unggulan di Desa Perbawati adalah cabai merah. Hal ini ditunjukkan pada Tabel 8. Oleh karena itu, Desa Perbaawati merupakan salah satu sentra pemasok cabai merah terbesar di Kabupaten Sukabumi dan nasional. Tabel 8. Potensi Usahatani Berdasarkan Komodias Unggulan di enam Desa Kecamatan Sukabumi Tahun 2012 Desa Komoditas Unggulan Sayuran Tanaman Hias Buah-buahan Karawang - Sedap Malam - Parungseah Perbawati Tomat,Cabai Suji & Sedap Malam Pisang Ambon Sudajayagirang - Garbera, Krisan Pisang Ambon Sukaaya - Krisan & sedap malam - Warnasari Sumber: BP3K Kecamatan Sukabumi 2012 Dalam menjalankan usahataninya, petani cabai merah di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi menghadapi masalah-masalah yang komplek, baik masalah yang sifatnya internal maupun eksternal. Pada umumnya masalah internal yang dihadapi para petani cabai merah di Desa Perbawati,

19 Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi adalah masalah yang dapat dikontrol oleh petani, seperti masalah sempitnya penguasaan lahan, rendahnya penguasaan teknologi, serta lemahnya permodalan. Sedangkan masalah eksternal adalah masalah masalah yang berada di luar kontrol petani yang mencakup masalah perubahan iklim atau cuaca, serangan hama penyakit, dan harga input. Dari kondisi tersebut, pengembangan bisnis komoditi cabai merah memiliki potensi risiko yang dapat menimbulkan kerugian. Sebagaimana teori penawaran, besarnya penawaran suatu komoditi ditentukan oleh jumlah yang diproduksi. Selain aspek produksi, tingkat penawaran suatu komoditi juga dipengaruhi oleh tingkat harga (Nicholson 1991). Seperti terlihat pada Gambar 1, harga cabai merah menunjukkan peningkatan terus menerus sejak minggu ketiga Oktober 2010 dan mencapai puncaknya pada bulan juli Pada Januari 2010 harga cabai merah sebesar Rp ,00 per kilogram dan harga terendah terjadi pada bulan Maret 2010 yaitu sebesar Rp ,00 per kilogram. Sementara harga cabai merah tertinggi mencapai Rp ,00 per kilogram, yaitu pada Juli Namun, mulai awal tahun 2011 harga cabai merah mulai berangsur naik, yaitu sebesar Rp ,00 per kilogram. Peningkatan harga mulai Januari 2010 hingga Januari 2011 mencapai 95 persen. Kenaikan harga cabai merah ini disebabkan kurangnya pasokan akibat cuaca buruk, dimana sepanjang tahun 2010 terjadi musim hujan yang berkepanjangan, sehingga cabai merah rentan terhadap serangan hama dan penyakit tanaman. Beberapa faktor lain yang juga mempengaruhi penawaran suatu komoditi adalah seperti harga dan ketersediaan faktor produksi yang meliputi benih, pupuk, obatobatan, dan tenaga kerja, ketersediaan infrastruktur pertanian seperti pengairan, pengaruh hama dan penyakit tanaman, serta faktor iklim dan cuaca.

20 Sumber: Kementerian Bidang Perekonomian 2011 Gambar 1. Harga Eceran Cabai Merah Januari Januari 2011 Berbagai permasalahan pada aspek produksi dapat memberikan gambaran terhadap kemungkinan adanya faktor risiko produksi cabai merah. Sebagaimana teori penawaran, tingkat penawaran suatu komoditas akan dipengaruhi oleh jumlah komoditas yang diproduksi (Nicholson 1991). Oleh karena itu, perlu diketahui sejauh mana tingkat risiko produksi dan perilaku penawaran cabai merah di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi. Berdasarkan uraian di atas maka permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah: 1. Berapa tingkat risiko produksi dan sumber risiko cabai merah di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi? 2. Bagaimana perilaku penawaran cabai merah di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi? 3. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perilaku penawaran cabai merah di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi? 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan pokok di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Menganalisis tingkat risiko produksi dan sumber risiko cabai merah di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi.

21 2. Menganalisis perilaku penawaran cabai merah di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi. 3. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku penawaran cabai merah di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi Kegunaan Penelitian Kegunaan penelitian ini adalah: 1. Bagi petani cabai merah di Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam manajemen risiko yang terjadi dalam pengembangan usaha cabai merah. 2. Bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Sukabumi, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam menetapkan kebijakan yang berkaitan dengan pengembangan agribisnis cabai merah. 3. Bagi penulis, penelitian ini berguna untuk mengembangkan daya analisis mengenai risiko agribisnis.

22 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Risiko Produksi Usaha pertanian adalah usaha yang rawan akan risiko dan ketidakpastian baik itu risiko harga, risiko pasar dan risiko produksi. Produsen dibidang pertanian perlu mempelajari sumber-sumber yang menyebabkan risiko terjadi pada usahanya, kemudian melakukan pengukuran risiko untuk mengetahui dampak dan akibat dan terakhir menentukan strategi atau solusi yang sesuai untuk mengatasi risiko. Risiko produksi adalah risiko yang terkait dengan fluktuasi produksi yang mempengaruhi penerimaan produsen pertanian, disebabkan faktorfaktor seperti perubahan suhu, hama dan penyakit, penggunaan input serta kesalahan teknis (human error) dari tenaga kerja. Pada umumnya risiko tersebut dapat dihindari maupun dikurangi dengan melakukan berbagai cara seperti penggunaan teknologi terbaru, penanganan yang intensif, dan pengadaan input yang berkualitas seperti benih, pupuk dan obat-obatan. Terdapat beberapa penelitian yang menganalisis risiko produksi pada komoditi hortikultura seperti Fariyanti (2009), Safitri (2009), Wisdya (2009), Tarigan (2009), Utami (2009), Sembiring (2010), dan Situmpang (2011). Dimana masing-masing penelitian menemukan bahwa sumber risiko pada perilaku ekonomi rumah tangga petani sayuran dalam menghadapi risiko produksi dan harga produk di Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung, usaha daun potong, anggrek Phalaeonopsis, sayuran organik, cabai merah keriting, dan bawang merah adalah risiko produksi. Risiko produksi tersebut umumnya meliputi teknik budidaya, human error, penyakit, serangan hama dan cuaca atau iklim yang tidak pasti. Dari penelitian terdahulu diperoleh variabel yang menjadi sumber risiko pada produk-produk hortikultura meliputi faktor cuaca, hama dan penyakit, harga input, harga jual dan human error. Selain itu, strategi pengalolaan biasanya yang banyak dilakukan adalah spesialisasi, diversifikasi, dan portofolio. Dari ketiga strategi tersebut, portofolio merupakan strategi yang paling tepat dalam strategi penanganan risiko produksi. Dari variabel sumber risiko tersebut diduga menjadi sumber risiko pada usahatani cabai merah dalam penelitian ini.

23 Pengukuran risiko dilakukan untuk mengukur pengaruh sumber-sumber risiko terhadap suatu kegiatan bisnis melalui penggunaan suatu alat analisis tertentu. Salah satu alat analisis yang digunakan dalam pengukuran risiko adalah koefisien variasi (coefficient variation), ragam (variance) dan simpangan baku (standard deviation). Ketiga ukuran tersebut berkaitan satu sama lain, jika nilai ketiga indikator tersebut semakin kecil maka risiko yang dihadapi kecil. Ketiga alat analisis ini digunakan oleh Safitri (2009), Wisdya (2009) dan Ginting (2009), Tarigan (2009), Situmpang (2011) dalam penelitiannya masingmasing yang berjudul Analisis Risiko Produksi Daun Potong di PT Pesona Daun Mas Asri Bogor, Analisis Risiko Anggrek Phalaenopsis pada PT Ekakarya Graha Flora di Cikampek, Jawa Barat, Risiko Produksi Jamur Tiram Putih pada Usaha Cempaka Baru di Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor, Risiko Produksi Sayuran Organik pada Permata Hati Organic Farm di Bogor, dan Risiko Produksi Cabai Merah Keriting pada Kelompok Tani Pondok Menteng Desa Citapen Bogor. Pada penelitian Utami (2009) juga menggunakan alat analisis koefisien variasi, ragam dan simpangan baku yang ditambah dengan analisis regresi berganda. Berbeda dengan Fariyanti (2009) yang menggunakan alat analisis GARCH Kajian Perilaku Penawaran dan Faktor yang Mempengaruhi Penawaran adalah jumlah barang yang produsen ingin tawarkan (jual) pada berbagai tingkat harga selama satu periode tertentu.. Sebagaimana teori penawaran, besarnya penawaran suatu komoditi ditentukan oleh jumlah yang diproduksi. Selain aspek produksi, tingkat penawaran suatu komoditi juga dipengaruhi oleh tingkat harga (Nicholson 1991). Selain faktor harga, faktorfaktor yang mempengaruhi penawaran lainnya adalah harga harga barang lain yang terkait, harga faktor produksi, biaya produksi, teknologi produksi, jumlah produsen/penjual, dan harapan produsen di masa yang akan datang (Rahardja 2006). Terdapat beberapa penelitian yang meneliti mengenai perilaku penawaran dan faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran atau produksi, seperti Rifqi (2008), Utami (2009), Fauzia (2006), dan (2009). Dimana dari beberapa penelitian tersebut, perilaku penawaran atau produksi usaha bawang merah, usaha kubis, dan

24 kacang tanah berbeda-beda. Perilaku penawaran usaha bawang merah pada penelitian Utami (2009) dipengaruhi oleh faktor seperti harga output, harga input, biaya obat, ekapektasi produksi, dan variasi produksi. Sementara, pada penelitian Rifqi (2008) perilaku produksi dipengaruhi oleh faktor pupuk kandang, benih, pupuk kimia, tenaga kerja, dan pestisida padat. Sementara Fauzia (2006) faktor yang mempengaruhi produksi kacang tanah adalah harga output, harga benih, harga pupuk, dan tenaga kerja. Alat analisis yang digunakan dari penelitian tersebut adalah regrasi linier dan Cobb-Douglas. Dari beberapa penelitian terdahulu mengenai risiko dan perilaku penawaran, terdapat persamaan dan perbedaan antara peneliti dengan studi terdahulu. Berikut ini disajikan dalam Tabel 7. Tabel 11. Persamaan dan Perbedaan Penelitian dengan Studi Terdahulu Nama Penulis Persamaan Perbedaan Fariyanti (2008) Situmpang (2011) Tarigan (2009) Wisdya (2009) Utami (2009) Fauzia (2006) Menganalisis risiko produksi. Alat analisis risiko produksi Alat analisis risiko produksi yang digunakan. Menganalisis risiko produksi. Menganalisis risiko produksi dengan alat analisis yang sama, yaitu analisis risiko dan regesi. Menganalisis penawaran. Perbedaannya terdapat pada alat analisis (peneliti dengan analisis risiko dan regresi, Fariyanti dengan Model GARCH) dan komoditi yang diteliti. Komoditi yang diteliti Komoditi yang diteliti. Alat analisis risiko yang digunakan dan komoditi yang diteliti. Komoditi yang diteliti. Alat analisis dan komoditi yang diteliti. Safitri (2009) Menganalisis risiko produksi Komoditi yang diteliti Sembiring (2010) Menganalisis risiko produksi Komoditi yang diteliti Rifqi (2009) Menganalisis faktor yang mempengaruhi produksi kubis Komoditi dan alat analisis

25 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Konsep Risiko Risiko menunjukkan peluang terhadap suatu kejadian yang dapat diukur oleh pembuat keputusan. Pada umumnya peluang terhadap suatu kejadian dapat ditentukan oleh pembuat keputusan berdasarkan pengalaman mengelola kegiatan usaha. Ketidakpastian adalah suatu kejadian dimana seseorang tidak mengetahui secara pasti keajdian yang akan terjadi (Harwood et al 1999). Risiko adalah kemungkinan kejadian yang menimbulkan kerugian (Harwood et al 1999). Setiap bisnis yang dijalankan pasti memiliki risiko dan ketidakpastian. Hal ini bertentangan dengan perilaku individu yang menginginkan kepastian dalam berusaha. Indikasi adanya risiko dalam kegiatan bisnis dapat dilihat dengan adanya variasi atau fluktuasi, seperti fluktuasi produksi, harga atau pendapatan. Untuk meminimalkan risiko yang mungkin dihadapi, dibutuhkan penilaian atau analisis risiko yang akan mempengaruhi pengambilan keputusan. Beberapa konsep lainnya yang penting untuk mengukur risiko yaitu variance, standar deviation dan coeffition variation (Elton dan Gruber 1995). Ketiga ukuran tersebut berkaitan satu sama lain. Kebanyakan ukuran acak yang digunakan adalah ukuran simpangan baku (standar deviation) yang menggambarkan rata-rata perbedaan penyimpangan atau kecenderungan. Semakin bervariasi hasil atau return semakin besar risiko. Coeffition variation merupakan ukuran yang sangat tepat bagi pengambil keputusan khususnya dalam memilih salah satu alternatif dari beberapa kegiatan usaha dengan mempertimbangkan risiko yang dihadapi dari setiap kegiatan usaha untuk setiap return yang diperoleh. Hubungan antara risiko dan return dapat dilihat pada Gambar 2. Pada Gambar 2 menunjukkan bahwa semakin besar risiko maka semakin besar pendapatan (return) yang diterima. Begitu pula sebaliknya semakin kecil risiko maka semakin kecil return yang diterima.

26 Return Ekspected Return Risiko Gambar 2. Hubungan Risiko dan Return Sumber : Barrons Sumber-Sumber Risiko Beberapa jenis-jenis risiko yang dapat dihadapi petani diantaranya adalah: (1) Risiko produksi, (2) Risiko pasar atau harga, (3) Risiko Kelembagaan, (4) Risiko Kebijakan, (5) Risiko Finansial (Harwood et al 1999). (1) Jenis risiko yang berasal dari risiko produksi diantaranya adalah gagal panen, rendahnya produktivitas, kerusakan barang (mutu tidak sesuai) yang ditimbulkan oleh serangan hama penyakit, perbedaan iklim, kesalahan sumberdaya manusia, dan lain-lain. (2) Risiko yang ditimbulkan oleh pasar diantaranya adalah barang yang tidak dapat dijual yang diakibatkan ketidakpastian mutu, permintaan rendah, ketidakpastian harga output, inflasi, daya beli masyarakat, persaingan dan lainlain. Sedangkan risiko yang ditimbulkan oleh harga antara lain, harga yang naik karena inflasi. (3) Risiko yang ditimbulkan dari kelembagaan antara lain adanya aturan tertentu yang membuat anggota suatu organisasi menjadi kesulitan untuk memasarkan ataupun meningkatkan hasil produksinya. (4) Risiko yang ditimbulkan oleh kebijakan antara lain adanya suatu kebijakan tertentu yang dapat menghambat kemajuan suatu usaha, misalnya kebijakan tarif ekspor. (5) Risiko yang ditimbulkan oleh risiko finansial antara lain, adanya piutang tak tertagih, likuiditas yang rendah sehingga perputaran usaha terhmbat, putaran barang rendah, laba yang menurun karena krisis ekonomi dan lain-lain.

27 Teori Penawaran Penawaran adalah jumlah barang yang produsen ingin tawarkan (jual) pada berbagai tingkat harga selama satu periode tertentu. Penawaran menurut Firdaus (2008) berarti keseluruhan dari kurva penawaran. Kurva penawaran adalah kurva yang menggambarkan kurva antara jumlah barang yang ditawarkan oleh produsen dengan harga barang yang ditawarkan. Besar kecilnya barang yang ditawarkan erat hubungannya dengan besaran variabel harga. Untuk jenis barang normal, semakin tinggi barang yang ditawarkan (Q) akan menyebabkna harga barang (P) yang semakin menurun. Jadi rumus penawaran ini dapat dirumuskan dalam sebuah fungsi yaitu (Nicholson 1991): P = f (Q) Dengan adanya perubahan Q yang menyebabkan perubahan P, hal ini akan menyebabkan pergesaran kurva penawaran ke sebelah kanan atau kiri. Apabila perubahan Q menyebabkan P penurunan, maka kurva penawaran akan bergeser ke sebelah kanan. Sebaliknya, perubahan Q yang menyebabkan P semakin tinggi, maka kurva penawaran akan bergeser ke sebalah kiri. Hal ini dapat dilihat seperti pada Gambar 3. P S S 1 D Q Gambar 3. Kurva Penawaran (Nicholson 1991) Hukum penawaran menyatakan bahwa dengan menganggap hal lainnya sama, kuantitas suatu barang yang ditawarkan akan meningkat ketika harga barang tersebut juga meningkat. Jadi, berdasarkan hukum penawaran tersebut, kuantitas barang yang ditawarkan juga merupakan fungsi dari harga barang tersebut. Hal ini dapat dirumuskan kedalam persamaan berikut :

28 S = f (P) Pengaruh perubahana harga terhadap kuantitas barang yang ditawarkan ini menggambarkan pergerakan di sepanjang kurva penawaran (Mankiw 2002). Hal ini dapat dilihat pada Gambar 4. P P2 S P1 Q1 Q2 q(q) Gambar 4. Pergerakan Kurva Penawaran (Mankiw 2002) Selain faktor harga, faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran lainnya adalah harga barang itu sendiri, harga barang lain yang terkait, harga faktor produksi, biaya produksi, teknologi produksi, jumlah produsen/penjual, dan harapan produsen di masa yang akan datang (Rahardja 2006). a. Harga barang itu sendiri Jika harga suatu barang naik, maka produsen cenderung akan menambah jumlah barang yang dihasilkan. Hal ini dijelaskan pada hukum penawaran yang menjelaskan sifat hubungan antara harga suatu barang dengan jumlah barang tersebut yang ditawarkan penjual. Hukum penawaran menyatakan Semakin tinggi harga suatu barang, cateris paribus, semakin banyak jumlah barang tersebut yang ingin ditawarkan oleh produsen, dan sebaliknya. b. Harga barang lain yang terkait Yang dimaksud sebagai harga produk yang lain ini adalah adanya harga produksi alternatif. Pengaruh perubahan harga produk alternatif ini, akan menyebabkan terjadinya produksi yang semakin meningkat atau sebaliknya semakin menurun. c. Harga faktor produksi Besar kecilnya harga input akan mempengaruhi besar kecilnya input yang akan digunakan. Bila harga faktor produksi (input) turun, maka petani akan

29 cenderung membelinya pada jumlah yang relatif lebih besar. Dengan adanya tambahan input, maka produksi akan meningkat. d. Biaya produksi Kenaikan harga input sebenarnya juga menyebabkan kenaikan biaya produksi. Dengan demikian, bila biaya produksi meningkat (apakah dikarenakan kenaikan harga faktor produksi atau penyebab lainnya), maka produsen akan mengurangi hasil produksinya, berarti penawaran barang itu berkurang. e. Teknologi Adanya perbaikan teknologi akan menyebabkan produksinya semakin meningkat. Akan tetapi penggunaan teknologi yang baru memungkinkan adanya tambahan biaya produksi, beban risiko, dan ketidakpastian, keterampilan khusus, dan lainnya. Apabila permasalahan-permasalahan ini dapat diatasi, maka produksi akan semakin besar. f. Jumlah produsen Sering kali dengan adanya rangsangan harga komoditi pertanian tertentu, petani cenderung untuk mengusahakan tanaman tersebut. Akibatnya, produksi atau barang yang ditawarkan menjadi bertambah. g. Harapan produsen di masa yang akan datang Pengaruh keempat faktor diatas terhadap kuantitas barang yang ditawarkan digambarkan dalam pergeseran kurva penawaran. Setiap perubahan yang menaikkan kuantitas yang bersedia diproduksi oleh penjual pada tingkat harga tertentu akan menggeser kurva penawaran ke kanan. Sementara, setiap perubahan yang menurunkan kuantitas yang beredia ditawarkan oleh penjual pada tingkat harga tertentu akan menggeser kurva penawaran ke kiri. Hal ini seperti dijelaskan pada Gambar 5. Gambar 5. Kurva Pergeseran Penawaran (Mankiw 2002)

30 3.2. Kerangka Pemikiran Operasional Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi merupakan salah satu sentra komoditi cabai merah di Jawa Barat. Pada penelitian ini akan diambil komoditas cabai merah karena komoditas ini merupakan komoditas unggulan. Dalam menjalankan usahatani, para petani cabai merah di Kecamatan Sukabumi menghadapi risiko produksi. Risiko produksi terjadi karena fakrot iklim dan cuaca, pengaruh hama dan penyakit, tingkat kesuburan tanah, efektivitas penggunaan input, keterampilan sumberdaya manusia yang kurang. Faktor-faktor risiko pada kegiatan produksi cabai merah tersebut berpotensi menimbulkan kerugian. Sebagaimana teori penawaran, perilaku penawaran suatu komoditas dipengaruhi oleh tingkat produksinya. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi penawaran suatu komoditas, yaitu harga output, harga input produksi, teknologi, harga produk lain, jumlah produsen, dan harapan produsen dimasa yang akan datang. Sebagai salah satu daerah sentra cabai di Sukabumi, Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi menjadi salah satu pemasok di Kabupaten Sukabumi dan nasional. Oleh karena itu, perlu diketahui sejauh mana tingkat risiko produksi di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi. Berdasarkan permasalahan tersebut, maka perlu dilakukan analisis mengenai tingkat risiko produksi dan perilaku penawaran cabai merah di Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi. Dengan mengetahui besarnya tingkat risiko produksi, maka petani dapat mengetahui seberapa besar potensi keuntungan dan kerugian yang mungkin diperoleh dari usahatani cabai merah. Dalam penelitian ini, faktor faktor yang mempengaruhi penawaran cabai merah yang akan dianalisis meliputi variabel harga, biaya input produksi, dan harapan produsen di masa yang akan datang, serta aspek risiko produksi. Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan mengkaji faktor-faktor yang menyebabkan risiko produksi seperti harga faktor produksi, pengaruh hama dan penyakit tanaman, serta faktor iklim dan cuaca. Kemudian melihat bagaimana perilaku penawaran cabai merah dengan mengkaitkan faktor-faktor yang mempengaruhinya termasuk aspek risiko, yaitu nilai variasi harga dan produksi cabai merah. Alur kerangka pemikiran operasional dapat dilihat pada Gambar 6.

31 Fluktuasi Produksi, harga faktor produksi dan pengaruh hama dan penyakit tanaman cabai merah di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi Risiko Produksi Analisis sumbersumber risiko cabai merah di Desa Perbawati Analisis deskriptif Analisis Risiko Produksi Cabai Merah Tingkat Risiko Produksi Cabai Merah di Desa Perbawati Expected value Standart deviation Coefficient variation Perilaku penawaran cabai merah di pasar Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran: Biaya Ponska Biaya Kompos Biaya Kapur Biaya Benih Biaya Obat Nilai variasi produksi Harga Cabai Merah Regresi Linier Berganda dengan double log Analisis perilaku penawaran cabai merah di Desa Perbawati Kecamatan Sukabumi Gambar 6. Kerangka Pemikiran Operasional

32 IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai risiko produksi cabai merah ini dilakukan di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Lokasi tersebut dipilih secara purposive karena Kabupaten Sukabumi merupakan salah satu sentra cabai merah di Jawa Barat dan Kecamatan Sukabumi merupakan salah satu daerah penghasil cabai merah yang cukup besar pasokannya di pasaran, sedangkan desa dipilih karena salah satu penghasil cabai terbesar di Kecamatan Sukabumi. Pengambilan data dilakukan dalam waktu tiga bulan, yaitu 24 Desember 2011 hingga 10 Februari Waktu tersebut digunakan untuk memperoleh data dan wawancara dengan petani dan data-data lain dari instansi terkait Metode Penentuan Responden Metode pengambilan responden yang digunakan dalam penelitian ini adalah sensus (meneliti segala komponen yang ada pada populasi). Populasi adalah semua individu yang menjadi sumber pengambilan sampel. Responden yang menjadi objek penelitian ini adalah 23 petani cabai merah yang merupakan populasi petani cabai merah di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi. Penentuan responden dengan menggunakan metode sensus ini digunakan karena petani cabai yang ada di Desa Perbawati jumlahnya terbatas Data dan Instrumentasi Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui penyebaran kuisioner dan wawancara dengan petani cabai merah di lokasi penelitian. Sementara itu, data sekunder diperoleh dari Direktorat Jenderal Hortikultura, BPS (kontribusi komoditi hortikultura terhadap PDB; Luas Panen, produktivitas, dan produksi cabai merah di Jawa Barat), BP3K, internet, dan buku.

33 4.4. Metode Pengolahan Data Metode pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan software Minitab 14 dan Microsoft Excel. Adapun metode analisis yang digunakan meliputi analisis risiko dan analisis regresi linier berganda dengan natural log. Dalam penelitian ini data yang digunakan bersifat determinan atau non-stokastik dan merupakan data rasio Analisis Risiko Produksi Analisis risiko dilakukan dengan melihat penyimpangan yang terjadi antara nilai yang diharapkan dengan nilai yang terjadi. Untuk menilai tingkat risiko tersebut, beberapa ukuran yang digunakan yaitu nilai variance, standar deviation, dan coefficient variation. Nilai variance menunjukkan adanya penyimpangan, standar deviation diperoleh dari nilai kuadrat nilai variance, dan coefficient variance diperoleh dari rasio standar deviation dengan nilai yang diukur (Elton dan Gruber 1995). Dalam menganalisis risiko produksi dilakukkan analisis mengenai faktorfaktor eksternal yang tidak dapat dikendalikan oleh petani. Dalam hal ini, faktor eksternal yang dimaksud adalah faktor iklim dan cuaca, tingkat kesuburan lahan dan serangan hama penyakit. Analisis terhadap faktor eksternal ini dilakukan dengan melihat dari beberapa besar kemungkinan terjadinya (probabilitas keadian) dari faktor-faktor eksternal yang dianalisis dan seberapa besar kerugian yang disebabkannya. Semakin besar probabilitas kejadian eksternal yang merugikan maka semakin besar pula tingkat risiko yang mungkin dihadapi petani. Pengukuran probabilitas pada setiap kejadian diperoleh dari frekuensi setiap kejadian yang dibagi dengan jumlah periode musim tanam. Secara matematis, pengukuran probabilitas tersebut dapat dituliskan sebagai berikut: P = f/t Keterangan: f = frekuensi kejadian T = periode waktu proses produksi

34 Expected Value Produksi Dalam menentukan seberapa besar output produksi yang diharapkan, maka dapat dilakukan denngan penjumlahan dari setiap probabilitas dikalikan dengan tingkat output produksinya. Penentuan estimasi produksi tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut: E (Q) = dimana : E (Q) = output produksi yang diharapkan Pi = probabilitas ke-i Qi = output produksi I = kondisi (tertinggi, normal, terendah) Standart Deviation Standard deviation dari output produksi menggambarkan perbedaan atau selisih antara output produksi dengan output yang diharapkan. Semakin besar nilai standard deviation maka semakin besar pula tingkat risiko yang dihadapi dalam kegiatan produksi. Secara matematis, standard deviation dari output produksi dapat dituliskan sebagai berikut : Q = dimana : Q : Standard deviation σi 2 : Variance Coefficient Variation Coefficient variation dari output diukur dari rasio standard deviation dari output dengan output yang diharapkan. Semakin kecil coefficient variation maka semakin rendah risiko yang dihadapi. Secara matematis, coefficient variation dapat dituliskan sebagai berikut : CV = E(Q ) dimana CV : Coefficient variation :Standard deviation

35 E(Q) : Expected value Analisis Regresi Linier Berganda Analisis regresi linier berganda dalam penelitian ini digunakan untuk menganalisis perilaku penawaran cabai merah di Kecamatan Sukabumi. Sebagaimana teori penawaran bahwa suplai atau penawaran suatu komoditas dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu teknologi, harga input, harga produk yang lain, jumlah produsen, dan harapan produsen terhadap harga produksi di masa mendatang. Maka faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran cabai merah yang digunakan sebagai variabel independen dalam penelitian ini meliputi: X1 = Biaya pupuk ponska X2 = Biaya pupuk kompos X3 = Biaya kapur X4 = Biaya benih cabai merah X5 = Biaya obat-obatan X6 = Harga Cabai Merah X7 = Nilai Variasi produksi Selanjutnya setelah ditentukan variabel independen kemudian disusun suatu model untuk menduga hubungan antara variabel independen dengan variable dependen yang akan dianalisis. Dalam penelitian ini digunakan dengan analisis regresi linier. Secara matematis model tersebut dapat ditulis seperti berikut: Y = f (X1, X2,..., Xn) Y = a0 + a1x1+a2x anxn+e dimana: Y = produksi/penawaran cabai merah di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi a 0 = koefisien intersep a n = parameter peubah ke-n, dimana n=1,2,...,11, dengan hipotesis : a 1,a 12 > 0 a 2,a 3,a 4,a 5,a 6,a 7,a 8,a 9,a 10,a 11 < 0 X1 = Biaya pupuk ponska

36 X2 = Biaya pupuk kompos X3 = Biaya kapur X4 = Biaya benih cabai merah X5 = Biaya obat-obatan X6 = Harga Cabai Merah X7 = Nilai Variasi produksi e = unsur galat (eror) Model regresi yang digunakan diduga dengan menggunakan metode kuadrat terkecil atau Ordinary Least Square (OLS) yang didasarkan pada asumsi - asumsi berikut (Juanda 2008). 1. Nilai rata-rata kesalahan pengganggu sama dengan nol, yaitu E (ei) = 0, untuk i = 1,2,...n 2. Varian (ej) = E (ej) = σ, sama untuk semua kesalahan pengganggu (asumsi homoskedasititas) 3. Tidak ada autokorelasi antara kesalahan pengganggu berarti covarian (ei,ej) = 0, i j 4. Variabel bebas X1, X2,..., Xn konstan dalam sampling yang terulang dan bebas terhadap kesalahan pengganggu, E (Xi, ei) = 0 5. Tidak ada kolinearitas ganda diantara variabel bebas X 6. Ei N (0 ; σ 2 ), artinya kesalahan pengganggu mengikuti distribusi normal dengan rata-rata nol dengan varian σ Model Double Log Model double log adalah suatu model yang mentransformasikan variabel dependen dan variabel independen ke dalam ln atau natural log sebelum dilakukan pengolahan ke dalam regresi linier berganda. Penggunaan model ini digunakan untuk mengetahui persentase perubahan variabel dependen terhadap variabel dependen (Harmini 2009).

37 Pengujian terhadap Model Penduga Pengujian terhadap model penduga ini digunakan untuk mengetahui apakah model penduga tersebut sudah tepat dalam menduga parameter dan fungsi. Adapun hipotesis yang digunakan adalah: H0 : a 1 = a 2 =... = a 5 = 0 H1 : minimal ada satu an 0 dan uji statistik yang digunakan adalah uji F, dimana F-hitung secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut: F hitung dimana: R 2 K N = koefisien determinasi = jumlah parameter = jumlah pengamatan (contoh) dengan kriteria uji yang digunakan adalah: - Apabila F-hitung > F-tabel (k-1, n-k) maka tolak H 0 - Apabila F-hitung < F-Tabel (k-1, n-k) maka terima H 0 Apabila H 0 ditolak maka berarti paling sedikit terdapat satu variabel independen (X) yang digunakan berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen, sehingga model yang digunakan tersebut dapat digunakan untuk memperkirakan variabel dependen (Y). Sebaliknya, apabila H 0 diterima, maka tidak ada variable independen yang digunakan berpengaruh terhadap variabel dependen secara signifikan dan model yang digunakan tidak dapat digunakan untuk memperkirakan variabel dependen (Y). Untuk melihat sejauh mana variasi variabel dependen (Y) dijelaskan oleh variable independen (X) dapat dilihat dari besarnya nilai koefisein determinasi (R2). Secara matematis, koefisien determinasi dapat dirumuskan sebagai berikut: R 2 = 1 R 2 = dimana: SST = jumlah kuadrat total SSE = jumlah kuadrat galat/eror

38 SSR = jumlah kuadrat regresi Nilai R 2 bergerak antara nol sampai dengan satu (0 R 2 1). Apabila R 2 sama dengan satu berarti bahwa sumbangan variabel independen secara bersamasama terhadap variasi variabel dependen adalah seratus persen. Hal ini berarti bahwa seluruh variasi variabel dependen dapat dijelaskan oleh model (Gujarati 2003) Pengujian terhadap Koefisien Regresi Tujuan pengujian terhadap koefisien regresi adalah untuk mengetahui apakah setiap variabel independen berpengaruh nyata terhadap variabel dependen. Secara statistik, pengujian terhadap koefisien regresi ini dilakukan dengan melihat nilai t-hitung. Apabila t-hitung lebih besar dari t-tabel atau P-value lebih kecil dari α (P-value<α), berarti variabel independen yang diuji berpengaruh nyata terhadap variabel dependen. Begitu pula sebaliknya (Gujarati 2003). Adapaun hipotesis yang digunakan adalah: H 0 : bn = 0 H 1 : bn > 0 ; n = 1,2,...,5 dan uji statistik yang digunakan adalah uji t, dimana t-hitung secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut: t hitung = dengan kriteria uji yang digunakan adalah: - Apabila t-hitung > t-tabel (α, n-k) maka tolak H 0 - Apabila t-hitung < t-tabel (α, n-k) maka terima H 0 Jika H 0 ditolak, artinya variabel Xn berpengaruh signifikan terhadap variable dependen Y. Sebaliknya, jika H 0 diterima maka variabel independen Xn tidak berpengaruh nyata terhadap variabel dependen Y Pengujian terhadap asumsi Untuk mendapatkan model regresi linier yang baik maka perlu dilakukan pengujian terhadap asumsi-asumsi yang diperlukan, yaitu meliputi nonmulticollienearity, homoscedasticity, dan non-autocorrelation. Nonmulticollineraity didekati dari nilai VIF dari masing-maing variabel. Secara

39 praktis, adanya indikasi multicollinearity terjadi apabila nilai VIF 10 (Kleinbaum et al 1988 dalam Modul Harmini 2009). Sementara autocorrelation dapat dilihat dari nilai statistik dari uji Durbin Watson. Nilai statistik Durbin Watson berada pada kisaran 0-4, dan jika nilainya mendekati dua maka menunjukkan tidak ada autokorelasi pada orde kesatu. Adapun homoscedasticity dapat dilihat dengan Grafik, uji Goldfeld-Quandt, uji Breusch-Pagan, dan uji White (Juanda 2009).

40 V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Letak dan Keadaan Geografi Daerah Penelitian Desa Perbawati merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Batas-batas wilayah Desa Perbawati secara administrative adalah sebagai berikut: Sebelah Utara : Taman Nasional Gede Pangrango Sebelah Selatan : Desa Karawang, Kecamatan Sukabumi Sebelah Barat : Desa Unrur Binangun, Kecamatan Kadudampit Sebelah Timur : Desa Sudajaya Girang, Kecamatan Sukabumi Luas wilayah Desa Perbawati sebesar 503,6125 Ha dengan ketinggian 900 Mdpl di atas permukaan laut. Jarak dari Pusat Pemerintahan Kecamatan Sukabumi adalah 3 Km, sedangkan jarak dari Kabupaten Sukabumi adalah 60 Km. Jumlah dusun yang dimiliki oleh Desa Perbawati sebanyak empat dusun, yaitu Dusun Babakan Situ, Dusun Nagrok, Dusun Bobojong, dan Dusun Tenjolaya. Keadaan alam Desa Perbawati adalah dingin dan basah, serta lembab. Desa Perbawati memiliki beberapa jenis tanah, yaitu tanah sawah, tanah basah, tanah kering, tanah tandus, dan tanah pasir. Tanah sawah terdiri dari lima kategori, yaitu irigasi teknis seluas 52 Ha, irigasi sederhana seluas 22 Ha, sawah tadah hujan seluas 30 Ha, dan tegalan atau kebun seluas 136 Ha. Tanah kering terbagi menjadi dua kategori, yaitu pekarangan seluas 64,7 Ha, hutan primer seluas 201,23 Ha, hutan sekunder seluas 90,21 Ha, tanah perkebunan Negara seluas 224 Ha, dan perkebunan swasta 5 Ha. Tanah basah yaitu balong/ empang/ kolam seluas 3 Ha. Tanah tandus dan pasir seluas 9,9 Ha. Penggunaan lahan terbesar di Desa Perbawati adalah persawahan yang digunakan untuk menanam tanaman pangan, buah-buahan, dan kebun seluas 241 Ha. Luas wilayah yang dipergunakan untuk pemukiman seluas 64,7 Ha dan untuk prasaran umum lainnya seluas 9 Ha. Iklim di Desa Perbawati terbagi atas dua musim, yaitu musim hujan dan musim kemarau. Jumlah bulan hujan di Desa Perbawati adalah enam bulan dengan curah hujan 208 Mm/bulan. Suhu udara rata-rata desa yaitu C. Sementara, rata-rata curah hujan di Kecamatan Sukabumi mm per bulan.

41 Gambaran mengenai curah hujan di Kecamatan Sukabumi dapat dilihat pada Gambar 7. Gambar 7: Curah Hujan di Kecamatan Sukabumi per Bulan Tahun Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Jumlah penduduk Desa Perbawati sebesar jiwa dengan jumlah penduduk laki-laki jiwa dan penduduk perempuan sebanyak jiwa. Jumlah kepala keluarga di Desa Perbawati sebanyak kepala keluarga. Faktor usia mempengaruhi tingkat produktivitas seseorang karena termasuk kedalam golongan usia angkatan kerja. Komposisi sebaran penduduk berdasarkan usia di Desa Perbawati dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Komposisi Sebaran Penduduk Berdasarkan Usia di Desa Perbawati Tahun Usia (tahun) Jumlah Penduduk (jiwa) Persentase (%) < , , , ,55 > ,52 Jumlah ,00 Sumber: Desa Perbawati Berdasarkan Tabel 12 terlihat bahwa sebesar 56,96 persen jumlah penduduk di Desa Perbawati termasuk ke dalam golongan angkatan kerja produktif. Sementara golongan dibawah umur hanya sebesar 20,13 persen. Mata pencaharian penduduk Desa Perbawati beragam mulai dari petani, pengusaha, perajin industri, buruh bangunan, buruh perkebunan, buruh tani, buruh tambang, pedagang, jasa angkutan, Pegawai Negeri Sipil (PNS), TNI/ POLRI,

42 pensiunan, dan peternak. Mayoritas penduduk bekerja sebagai petani. Hal ini yang menjadi salah satu pertimbangan pemilihan lokasi penelitian. Tabel 13 menunjukkan keberagaman mata pencaharian di Desa Perbawati. Berdasarkan data potensi Desa Perbawati tahun 2011, matapencaharian terbesar penduduk adalah sebagai petani. Petani di Desa Perbawati dibagi menjadi tiga, yaitu petani tanaman hias, petani sayuran, dan padi. Tanaman sayuran memiliki luas panen terbesar dibandingkan luas panen padi dan tanaman hias, yaitu 52 Ha dan 9,9 Ha. Hal ini yang membuat banyak penduduk memillih menjadi petani. Tabel 13. Mata Pencaharian Penduduk di Desa Perbawati Tahun No Jenis Pekerjaan Jumlah (Orang) 1 Petani Pengusaha 1 3 Perajin Industri Buruh Bangunan Buruh Perkebunan Pedagang Jasa Angkutan PNS 45 9 POLRI 5 10 Pensiunan Peternak 61 Jumlah 1897 Sumber: Desa Perbawati 5.3. Karakteristik Petani Responden Petani yang menjadi responden dalam penelitian ini sebanyak 23 orang. Responden dalam penelitian ini adalah petani cabai di Desa Perbawati yang merupakan populasi petani cabai. Walaupun tanaman sayuran memiliki luas panen terbesar, namun petani yang membudidayakan tanaman cabai hanya 4,28 persen dari jumlah petani di Desa Perbawati. Petani cabai di Desa Perbawati memiliki berbagai karakteristik yang berbeda-beda. Beberapa karakteristik yang dinilai penting mencakup usia, pendidikan, luas lahan, dan kepemilikan lahan Usia Usia responden berkisar antara 20 hingga 60+ tahun. Presentase usia tertinggi berada pada kelompok usia tahun sebesar 26,09 persen. Kelompok

43 usia dapat mempengaruhi kinerja usahatani dan kelompok usia dengan presentase tertinggi termasuk kedalam angkatan kerja. Hal ini dikarenakan dengan usia muda dan produktif maka seseorang akan dan masih kuat untuk melakukan pekerjaan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14. Karakteristik Petani Cabai Berdasarkan Usia di Desa Perbawati Tahun Kelompok Umur Jumlah Responde Persentase (Orang) (%) Total Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan petani responden di Desa Perbawati tergolong rendah, yaitu rata-rata mereka berpendidikan Sekolah Dasar (SD). Awalnya mereka adalah seorang buruh perkebunan teh, kemudian setelah pensiun menjadi petani cabai. Meskipun tingkat pendidikan petani rendah, namun petani telah memiliki teknik budidaya cabai yang baik. Hal ini petani peroleh dari pengalaman dan penyuluhan-penyuluhan yang dilakukan penyuluh lapang dari Badan Penyuluh Pertanian Perikanan dan Kehutanan (BP3K) ataupun dari Dinas Pertanian. Tabel 15 menunjukkan karakteristik petani berdasarkan tingkat pendidikannya. Tabel 15. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Desa Perbawati Tahun Tingkat Pendidikan Petani (Orang) Presentase (%) Tamat SD 13 56,52 Tamat SMP 1 4,35 Tamat SMA 8 34,78 Tamat PT 1 4,35 Total ,00

44 Jumlah Tanggungan Keluarga Dilihat dari jumlah tanggungan keluarga, rata-rata responden memiliki tanggungan keluarga nol hingga tiga anggota keluarga. Jumlah tanggungan keluarga terbesar mencapai delapan orang. Besarnya jumlah tanggungan keluarga petani responden ini menunjukkan beban ekonomi yang harus ditanggung oleh petani responden. Maka dapat terlihat bahwa beban ekonomi yang harus ditanggunng oleh petani responden tidak besar. Adapun jumlah tanggungan keluarga petani responden dijelaskan pada Tabel 16. Tabel 16. Jumlah Tanggungan Keluarga Responden Petani Cabai di Desa Perbawati Tahun Jumlah tanggungan Jumlah responden (orang) Presentase (%) , , ,3 Total , Pengalaman Bertani Sebagian besar petani cabai yang menjadi responden dalam penelitian ini memiliki pengalaman bertani yang belum lama. Petani ini pada mulanya adalah seorang buruh tani, kemudian setelah mempunyai cukup modal akhirnya petani ini mengusahakan sendiri, sehingga pengalaman mereka belum cukup lama. Namun, 21 persen dari petni cabai ini telah memiliki pengalaman bertani selama lebih dari 20 tahun. Presentase terbesar adalah petani responden dengan pengalaman bertani cabai lebih dari 30 tahun, namun mereka awalnya adalah buruh tani yang saat ini telah menggarap sendiri. Adapun lama pengalaman bertani petani cabai merah dijelaskan pada Tabel 17. Tabel 17. Pengalaman Bertani Cabai Merah oleh Responden Petani Cabai Merah di Desa Perbawati Tahun Pengalam bertani (tahun) Jumlah Responden Persentase (%) <5 1 4, , , , ,17 Total ,00

45 Status Usahatani Cabai Pekerjaan petani yang menganggap usahatani cabai sebai pekerjaan sampingan umumnya memiliki pekerjaan lain, yaitu sebagai pengusaha, buruh perkebunan teh, pedagang, dan buruh bangunan. Hal ini dikarenakan hasil dari pekerjaan utama tidak mencukupi dan usahatani cabai memberikan tambahan pendapatan yang baik. Namun, sebagian besar petani cabai di Desa Perbawati menjadikan usahatani cabai sebagai pekerjaan utama. Pengelompokan pekerjaan ini didasarkan pada lamanya waktu bekerja dalam satu minggu. BPS menyatakan bahwa, apabila dalam satu minggu bekerja lebih dari 35 jam maka dapat dikatakan fulltime atau kegiatan yang dilakukan menjadi pekerjaan utama. Sementara, ika kurang dari 35 jam per minggu maka dikatakan kegiatan yang dilakukan adalah pekerjaan sampingan. Hal ini terlihat pada Tabel 18, presentase terbesar yang menjadikan usahatani cabai sebagai pekerjaan utama, yaitu sebesar 69,57 persen. Tabel 18. Status Usahatani Petani Responden di Desa Perbawati Tahun Status Usahatani Petani (Orang) Presentase (%) Pekerjaan Utama 16 69,57 Pekerjaan Sampingan 7 30,43 Total , Luas Lahan Penguasaan lahan di Desa Perbawati untuk usahatani cabai merupakan salah satu terbesar di Kabupaten Sukabumi dibandingkan dengan daerah penghasil cabai lainnya, seperti di Goalpara dan Sukaraja. Hal ini menjadi salah satu alasan pemilihan lokasi penelitian. Semakin besar lahan yang digunakan atau dimiliki untuk usahatani cabai, maka hasil yang akan diperoleh juga akan semakin besar. Petani yang memiliki lahan yang luas akan mendapatkan hasil cabai yang besar, jika petani cabai menjalankan budidaya cabai dengan baik dan benar. Selain itu, cuaca juga mempengaruhi hasil yang didapatkan oleh petani. Saat musim hujan maka hasil yang diperoleh lebih rendah dibandingkan musim kemarau, sedangkan musim yang paling baik untuk memperoleh hasil panen yang tinggi adalah saat musim kemarau.

46 Tabel 19. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Luas Lahan yang Digunakan untuk Usahatani Cabai Tahun Luas Lahan (Ha) Petani (Orang) Persentase (%) < 0, ,78 0,25-0,5 8 34,78 0,6-1,0 3 13,04 > 1,0 4 17,39 Total , Status Kepemilikan Lahan Status kepemilikan lahan di Desa Perbawati terbagi atas tiga kategori, yaitu milik sendiri, menyewa, dan milik sendiri dan menyewa. Namun, sebagian besar petani menyewa lahan untuk melakukan usahatani cabai. Hal ini terjadi karena tingginya harga lahan, sehingga petani memillih untuk menyewa, dengan menyewa sisa modal dapat digunakan untuk musim tanam berikutnya. Tabel 20. Karakteritik Petani Berdasarkan Status Kepemilikan Lahan Tahun Status Kepemilikan Lahan Petani (Orang) Persentase (%) Milik sendiri 1 4,35 Menyewa 21 91,30 Milik sendiri dan menyewa 1 4,35 Total ,00 Karakteristik petani cabai di Desa Perbawati yang dijadikan responden sebagian besar berada pada usia produktif dengan tingkat pendidikan yang rendah. Petani cabai ini menjadikan usahatani cabai sebagai pekerjaan utama. Luas lahan yang digunakan untuk usahatani cabai dapat dikatakan relatif besar dan sebagian besar lahan tersebut adalah menyewa Pola Tanam Berdasarkan hasil penelitian, di Desa Perbawati,, Kecamatan Sukabumi terdapat empat musim tanam cabai merah. Empat musim tanam tersebut, yaitu pertama pada bulan September-Februari (2010), kedua April-Oktober (2010), ketiga Desember-Juni (2011), dan keempat September-Februari (2012). Tingkat produktivitas keempat musim tanam tersebut berbeda-beda. Hal ini dipengaruhi oleh faktor iklim dan cuaca. Hasil tertinggi diperoleh pada musim ketiga, yaitu pada rentang waktu antara bulan Desember hingga Juni Pada rentang bulan

47 tersebut merupakan musim panas, dimana musim yang sangat tepat untuk penanaman cabai. Selain itu, pada waktu tersebut jumlah hama dan penyakit tanaman pada cabai merah relatif sedikit. Sementara hasil terendah biasanya diperoleh pada musim pertama dan keempat, yaitu pada rentang waktu antara bulan September hingga Februari. Hal ini dikarenakan pada waktu tersebut merupakan musim hujan, sehingga terdapat banyak hama dan penyakit. Adapun pola tanam yang dilakukan oleh petani cabai di Desa Perbawati adalah monokultur dengan luasan lahan rata-rata satu hektar setiap musim tanam. Hal ini dikarenakan karakteristik tanaman cabai yang rentan terhadap serangan hama dan penyakit, serta banyak menyerap unsur hara. Selama dua bulan masa bera, maka diselangi dengan tanaman lainnya yaitu tanaman yang memiliki umur pendek dan yang dapat mengembalikan unsur hara tanah, seperti kacang panjang, kubis, pakcoy atau bawang daun. Pola tanam pada Gambar 8 merupakan pola tanam petani responden secara umum. Pada praktiknya, tidak seluruh petani menanam cabai merah secara serentak dalam satu waktu. Berdasarkan wawancara yang dilakukan kepada responden, keputusan petani dalam menanam sangat dipengaruhi oleh ketersediaan modal. Selain faktor tersebut, faktor alam seperti iklim dan cuaca, serta harga benih dan obat juga sangat mempengaruhi keputusan petani dalam menanam cabai merah. Pola tanam cabai merah yang dominan dilakukan oleh petani cabai merah di Desa Perbawati, yaitu sebagai berikut: Pola tanam cabai merah kacang panjang+kubis+bawang daun cabai merah - kacang panjang+kubis+bawang daun cabai merah (Gambar 8) Luas lahan Cabai merah Kubis Cabai merah Kacang panjang Cabai merah pakcoy Cabai merah September Februari April Oktober Desember Juni September Februari Bulan Gambar 8. Pola Tanam Petani Cabai Merah di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi Tahun

48 VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Penggunaan Input Usahatani Cabai Merah Penggunaan input pada usahatani cabai merah cukup berbeda antar musim tanam. Adapun yang dimaksud dengan input usahatani dalam penelitian ini adalah meliputi pupuk, kapur, benih, obat-obatan, tenaga kerja, dan mulsa. Perbedaan penggunaan input setiap musim terdapat pada obat-obatan, yaitu insektisida, fungisida, perekat, dan perangsang tumbuh. Hal ini terjadi karena penggunaan obat-obatan ini tergantung dengan kondisi lingkungan (iklim dan cuaca). Sementara penggunaan untuk input lainnya setiap musimnya tetap, untuk pupuk kandang dan kapur digunakan hanya saat pembukaan lahan, yaitu satu kali dalam dua musim tanam cabai merah. Rata-rata penggunaan input pada usahatani cabai merah menurut musim tanam dapat dilihat pada Tabel 21. Tabel 21. Rata-rata Penggunaan Input dan Produktivitas pada Usahatani Cabai Merah per Musim Tanam di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi Tahun 2009/2012 Musim Musim Musim Musim Uraian Tanam 1 Tanam 2 Tanam 3 Tanam 4 Pupuk ponska (kg) Pupuk kandang (krng) Kapur (kg) Benih (pack) Obat insek (cc) 22, , , , Obat fungi (gr) 13, , , , Obat perekat (cc) 8,904 13, , ,130 Obat perangsang (cc) 4, , , , TK luar keluarga (HOK) Mulsa (roll) Produktivitas (kwintal/ha) Tabel 21 menunjukkan bahwa penggunaan obat-obatan tertinggi saat musim tanam kedua dan ketiga karena pada musim kedua merupakan musim dengan curah hujan yang tinggi, dimana hama yang sering muncul yaitu layu bakteri, bercak buah dan daun (patek), serta busuk buah dan daun, sehingga penyemprotan lebih sering dilakukan dan dosis obatnya pun lebih tinggi. Namun, penggunaan obat pada musim ketiga pun juga sama tingginya, meskipun pada

49 musim ketiga adalah musim kemarau. Hal ini disebabkan adanya hama dan penyakit yang menyerang cabai merah, yaitu Trips, lalat buah, dan Tungau, sehingga dosis dan periode penyemprotan pun lebih sering dilakukan. Penggunaan pupuk pada usahatani cabai merah ini tetap pada setiap musimnya, karena berdasarkan hasil wawancara di lapangan bahwa penggunaan pupuk kimia dan kompos tidak begitu berpengaruh. Para petani hanya memupuk tanaman satu hingga dua kali setiap musimnya. Pemupukan biasanya dilakukan bersamaan dengan pembukaan lahan, yaitu pupuk kompos dicampurkan dengan pupuk ponska, atau pada saat tanaman berumur dua minggu setelah tanam dan saat tanaman berumur dua bulan. Adapun dosis pada saat pemupukan pertama dan kedua tidak berbeda jauh, begitu pula untuk setiap petani, yaitu berkisar tiga kwintal. Jenis pupuk yang digunakan pun relatif sama antara satu petani dengan petani lainnya, yaitu pupuk ponska. Sementara petani cabai di Desa Perbawati juga menggunakan kapur (dolomit) dalam kegiatan usahataninya. Penggunaan kapur ini dimaksudkan untuk mengembalikan ph tanah sehingga tidak terlalu asam. Penggunaan kapur ini biasanya dilakukan saat pembukaan lahan, yaitu satu kali dalam dua musim tanam dan rata-rata penggunaannya sebanyak hingga kg per hektar. Penggunaan obat-obatan oleh petani cabai merah di Desa Perbawati banyak jenisnya dan relatif sama untuk setiap petani cabai. Jenis obat-obatan tersebut diantaranya fungisida, insektisida, perekat obat, perangsang tumbuh daun, perangsang tumbuh bunga dan lainnya. Intensitas rata-rata penyemprotan obatobatan ini dilakukan dua hingga tiga hari sekali bahkan saat musim hujan dilakukan setiap hari. Rata-rata untuk penyemprotan satu hektar lahan digunakan dua drum, dimana setiap drumnya berisi 200 liter dengan biaya rata-rata Rp ,00 Rp ,00 per drum. Oleh karena itu, dengan keterbatasan modal yang dimiliki petani maka mereka meminjam kepada pengumpul untuk membeli obat-obatan tersebut. Hal ini membuat petani secara psikologis akan menjual hasil panen cabai kepada para pengumpul. Input usahatani cabai merah yang penting lainnya adalah benih cabai. Kualitas benih ini menentukkan produktivitas cabai merah. Pada umumnya, petani cabai di Desa Perbawati menggunakan 12 pack benih cabai merah per hektar.

50 Petani cabai di Desa Perbawati ini tidak ada yang membuat benih sendiri karena menurut hasil wawancara di lapangan, bahwa benih cabai yang dibuat oleh petani hasilnya akan berbeda dengan benih yang dibeli. Jenis benih yang biasa digunakan petani adalah Hibrida, dimana benih cabai ini merupakan benih lokal. Petani cabai di Desa Perbawati sering mendapatkan penyuluhan untuk jenis-jenis benih cabai yang unggul dan penyuluhan yang lainnya, sehingga meskipun pendidikan petani rendah namun pengetahuan petani mengenai budidaya cabai yang baik dan benar cukup luas. Kegiatan usahatani cabai merah di Desa Perbawati masih tergolong tradisional, hal ini dapat dilihat belum adanya teknologi yang moderen yang digunakan dalam usahatani. Kegiatan usahatani cabai merah masih menggunakan tenaga kerja manusia, dimana rata-rata tenaga kerja tetap yang digunakan petani sebanyak lima hingga tujuh orang per hektar. Namun, untuk musim panen atau musim tanam tenaga kerja yang digunakan biasanya lebih banyak dan didominasi oleh perempuan. Adapun biaya tenaga kerja di Desa Perbawati berkisar Rp ,00 per HOK untuk perempuan dan Rp ,00 per HOK untuk tenaga kerja laki-laki dengan waktu kerja lima jam per hari. Kegiatan usahatani cabai merah di Desa Perbawati ini menggunakan mulsa untuk mengurangi waktu tenaga kerja dalam bekerja. Penggunaan mulsa ini dapat mengurangi gulma-gulma atau tanaman pengganggu pada tanaman cabai, sehingga waktu tenaga kerja dapat dilakukan untuk hal lainnya. Rata-rata untuk satu hektar lahan digunakan 12 roll mulsa dengan 800 m 2 per roll. Biaya untuk mulsa berkisar Rp ,00 Rp ,00 per roll dan biasanya mulsa yang berkualitas yaitu yang memiliki tekstur tebal dan tidak mudah robek akan dapat digunakan dua kali musim Struktur Pendapatan Usahatani Cabai Merah Biaya Produksi Pada kegiatan usahatani cabai merah di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi, komponen biaya produksi terdiri dari biaya benih, biaya pupuk, biaya obat-obatan, biaya kapur, biaya tenaga kerja, sewa lahan, dan mulsa. Dari komponen biaya tersebut, biaya pupuk kompos, kapur, sewa lahan, dan mulsa

51 tidak setiap musim dikeluarkan petani. Biaya kapur dan pupuk kompos dikeluarkan petani cabai hanya saat pembukaan lahan, sedangkan untuk sewa lahan dan mulsa dikeluarkan setiap dua musim sekali. Adapun rata-rata biaya produksi pada usahatani cabai merah per hektar lahan di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi dijelaskan pada Lampiran 4. Besarnya biaya yang ditanggung oleh petani cabai berbeda satu dengan lainnya. Dari analisis usahatani yang dilakukan, rata-rata total biaya tunai yang dikeluarkan oleh petani cabai adalah sebesar Rp ,09 pada musim pertama (bulan September-Februari), Rp ,09 pada musim kedua (bulan April-Oktober), Rp ,75 pada musim ketiga (bulan Desember-Juni), dan Rp ,75 pada musim keempat (bulan September-Februari). Sementara rata-rata biaya total yang ditanggung oleh petani cabai yaitu sebesar Rp ,76 pada musim pertama, Rp ,76 pada musim kedua, Rp ,42 pada musim ketiga, dan Rp ,42 pada musim keempat. Diantara komponen biaya produksi secara keseluruhan, komponen biaya produksi tertinggi adalah biaya tenaga kerja dan biaya obat-obatan. Rata-rata biaya tenaga kerja yang dikeluarkan oleh petani cabai setiap musim tanam adalah sebesar Rp ,00 dan obat sebesar Rp ,00. Sementara komponen biaya produksi terendah adalah biaya kapur (dolomit) dan pupuk ponska. Biaya rata-rata yang dikeluarkan petani cabai untuk kapur sebesar Rp ,43 dan pupuk ponska sebesar Rp ,09 setiap musim tanam Penerimaan dan Pendapatan Bersih Usahatani Cabai Merah Berdasarkan analisis usahatani yang dilakukan, rata-rata penerimaan usahatani cabai merah di Desa Perbawati dalam empat musim terakhir dalam kurun waktu kurang lebih tiga tahun adalah Rp ,62. Namun, penerimaan usahatani cabai merah berbeda-beda setiap musimnya. Pada musim pertama, rata-rata penerimaan yang diperoleh petani cabai merah adalah sebesar Rp ,00, sedangkan musim kedua sebesar Rp ,00, musim ketiga Rp ,00 dan rata-rata penerimaan pada musim keempat adalah sebesar Rp ,65. Dari hasil analisis usahatani, penerimaan tertinggi diperoleh saat musim ketiga dan terendah pada musim keempat dan pertama. Hal

52 ini disebabkan karena pada musim ketiga adalah musim kemarau sehingga hasil panen cabai lebih optimal meskipun harga cabai di tingkat petani tidak cukup tinggi, yaitu rata-rata sebesar Rp ,00 per kilogram. Sementara, pada musim pertama meskipun harga cabai sangat tinggi yaitu rata-rata sebesar Rp ,00 per kilogram, namun hasil panen cabai kurang baik karena musim penghujan, begitu pula pada musim keempat. Dari perhitungan usahatani yang dilakukan, diketahui bahwa rata-rata pendapatan bersih atas biaya total usahatani cabai merah di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi dalam empat musim terakhir adalah sebesar Rp ,32. Seperti dengan penerimaan yang diperoleh petani, pendapatan bersih dari kegiatan usahatani cabai merah ini juga bervariasi setiap musimnya. Pendapatan bersih atas biaya total tertinggi diperoleh pada saat musim ketiga (Desember-Juni) yaitu sebesar Rp ,58. Sementara pendapatan bersih atas biaya total terendah diperoleh saat musim keempat (September-Februari 2011/2012) yaitu sebesar Rp ,24. Adapun pada musim pertama (September-Februari 2009/2010) yaitu sebesar Rp ,24 dan pada musim kedua (April-Oktober) sebesar Rp ,24. Jika diperhitungkan dari seluruh biaya tunai, diketahui bahwa rata-rata pendapatan bersih atas biaya tunai usahatani cabai merah di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi dalam empat musim terakhir mencapai Rp ,99. Pada musim pertama, rata-rata pendapatan bersih atas biaya tunai yang diperoleh petani cabai merah sebesar Rp ,91, sedangkan pada musim kedua sebesar Rp ,91, dan pada musim ketiga sebesar Rp ,25. Pada musim keempat, rata-rata pendapatan bersih atas biaya tunai cabai merah merupakan nilai terendah yaitu mencapai Rp ,91. Dari Gambar 9 terlihat bahwa pendapatan yang diperoleh petani cabai merah di Desa Perbawati berfluktuasi setiap musim tanamnya. Hal ini dapat mengindikasikan adanya faktor risiko pada kegiatan usahatani cabai merah. Namun begitu, investasi pada kegiatan usahatani cabai merah cukup menguntungkan dan menjanjikan hasilnya.

53 Gambar 9. Biaya Produksi, Pendapatan Kotor, Pendapatan atas Biaya Tunai, dan Biaya atas Biaya Total Usahatanai Cabai Merah di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi Tahun 2009/ Analisis Risiko Produksi Cabai Merah Petani cabai merah di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi menghadapi beberapa macam risiko dalam menjalankan usahanya. Oleh karenanya, agar kerugian dapat diminimalisir, pelaku usaha cabai merah harus mengetahui seberapa besar risiko yang dihadapinya. Pada dasarnya tidak terdapat ukuran yang pasti untuk menilai seberapa besar tingkat risiko suatu usaha. Akan tetapi, hal ini dapat dilakukan melalui beberapa pendekatan. Dalam penelitian ini, risiko cabai merah dianalisis dengan melihat nilai variance, standar deviasi, dan koefisien variasi dari nilai produktivitas cabai merah per hektar. Selain itu, aspek risiko juga diukur dengan melihat nilai pendapatan bersih usahatani. Dalam menganalisis tingkat risiko suatu usaha, perlu diketahui tingkat frekuensi kejadian dalam periode waktu tertentu. Hal ini dibutuhkan untuk mengetahui seberapa besar peluang nilai keuntungan ataupun kerugian yang mungkin diterima. Dalam penelitian ini, banyaknya kejadian dijelaskan ke dalam tiga kondisi, yaitu kondisi terendah, normal, dan tertinggi. Sementara penentuan nilai peluang tersebut berdasarkan kemungkinan produktivitas cabai merah per hektar dalam empat musim. Nilai peluang setiap kejadian berbeda-beda antara satu petani dengan petani yang lain. Adapun nilai rata-rata peluang dapat dilihat pada Tabel 22. Setelah diketahui tingkat peluang dari masing-masing kejadian, maka nilai risiko dapat dianalisis dengan melihat expected value, standard deviation, dan coefficient variance, seperti yang terlihat pada Tabel 23. Nilai expected value menggambarkan bahwa tingkat produktivitas rata-rata yang diharapkan oleh

54 petani cabai merah di Desa Perbawati adalah sebesar 92,32 kwintal per hektar (cateris paribus). Tabel 22. Rata-rata Produktivitas dan Penerimaan dalam Kondisi Tertinggi, Normal, dan Terendah Usahatani Cabai Merah di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi Tahun Produktivitas Kondisi Peluang (Kwintal/Ha) Return (Rp) Tinggi 0,25 185, ,00 Normal 0,25 116, ,91 Rendah 0,5 33, ,91 Sementara nilai standard deviation mengandung arti bahwa risiko produksi yang dihadapi petani cabai merah, dimana semakin kecil nilai standard deviation maka semakin rendah risiko yang dihadapi dalam kegiatan usaha. Standard deviation pada usaha cabai merah di Desa Perbawati adalah sebesar 63,60 kwintal per hektar atau 68 persen dari nilai produktivitas yang diperoleh petani (cateris paribus). Tabel 23. Nilai Expected Value, Standard Deviation, dan Coefficient Variation dari Produktivitas Cabai Merah di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi Tahun Uraian Nilai Expected Value 92,32 Standar Deviation 63,60 Coefficient variation 0,68 Tingkat risiko produksi yang dihadapi petani cabai merah di Desa Perbawati tersebut relatif tinggi jika dibandingkan dengan tingkat risiko produksi cabai merah di beberapa tempat lainnya. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 24. Pada Tabel 24 menunjukkan bahwa tingkat risiko cabai merah di Desa Perbawati, menghadapi risiko produksi tertinggi jika dibandingkan dengan dua tempat lainnya, yaitu di Desa Citapen Bogor dan di Permata Hati Organic Farm Bogor. Perbedaan tingkat risiko ini disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu diantaranya: 1. Tingkat risiko produksi cabai merah di Kelompok Tani Pondok Menteng lebih rendah karena pengelolaan usahatani cabai merah dilakukan dalam Kelompok Tani yang aktif, sehingga sistem agribisnis cabai merah telah berjalan dengan

55 optimal. Selain itu, pola tanam yang dilakukan oleh Kelompok Tani Pondok Menteng hanya satu kali dalam satu tahun dan sisanya tiga bulan untuk penanaman tanaman sawi dan tiga bulan untuk masa bera, serta penggunaan obat-obatan kimia pun cukup terkendali, sehingga kesuburan tanah masih cukup terjaga. 2. Tingkat risiko di Permata Hati Organic Farm merupakan paling rendah hal ini disebabkan pengelolaan usahatani lebih intensif dan optimal karena merupakan suatu perusahaan sehingga memiliki sumberdaya manusia yang lebih ahli dan sumberdaya teknologi yang lebih canggih dan moderen. Tabel 24. Tingkat Risiko Cabai Merah Keriting di Beberapa Tempat Lokasi Penelitian Tingkat Risiko Poktan Desa Citapen 0,5 Permata Hati Organic Farm 0,048 Dilihat dari sisi pendapatan usahatani seperti terlihat pada Tabel 25, tingkat pendapatan yang diharapkan oleh petani cabai merah di Desa Perbawati sebesar Rp ,00 per hektar. Sementara risiko yang diterima oleh petani cabai merah di Desa Perbawati adalah sebesar 65 persen dari nilai penerimaan yang diperoleh petani dengan rata-rata standar deviasi sebesar Rp ,63 per hektar. Dari nilai tersebut, maka jika dibandingkan dengan perhitungan risiko dari sisi produktivitas, nilai risiko yang dihitung dari sisi penerimaan ternyata lebih rendah. Hal ini mengindikasikan bahwa besarnya risiko yang dihadapi oleh petani cabai merah hanya dipengaruhi oleh aspek teknis, namun tidak menutup kemungkinan bahwa pendapatan juga berpengaruh terhadap risiko yang dihadapi petani cabai merah. Tabel 25. Nilai Expected Value, Standard Deviation, dan Coefficient Variation dari Penerimaan Cabai Merah di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi Tahun Uraian Nilai Expected Value ,00 Standar Deviation ,63 Coefficient variation 0,65

56 6.4. Sumber-sumber Risiko pada Kegiatan Produksi Pada dasarnya risiko pada kegiatan agribisnis disebabkan oleh berbagai macam kondisi ketidakpastian yang dihadapi. Dalam kegiatan produksi pertanian atau usahatani, ketidakpastian tersebut berasal dari faktor alam dan lingkungan. Selain itu, risiko dalam kegiatan produksi pertanian juga dipengaruhi oleh ketidakpastian pada harga output dan input produksi. Terlebih sebagian besar komoditas pertanian mempunyai karakteristik perishable, voluminious, dan bulky Faktor iklim dan cuaca Faktor iklim dan cuaca merupakan salah satu faktor yang mendorong adanya risiko pada kegiatan usahatani cabai merah. Hal ini disebabkan karena perubahan cuaca sulit diprediksi secara pasti. Berdasarkan hasil wawancara dengan responden, saat ini kondisi sering berubah-ubah dan tidak sesuai dengan siklus normalnya. Sementara, kondisi cuaca sangat mempengaruhi pertumbuhan cabai merah. Selain itu, cuaca juga sangat terkait dengan munculnya hama dan penyakit tanaman. Normalnya, cabai merah merupakan tanaman yang cukup rentan terhadap keadaan basah karena buah akan mudah busuk dan rentan terhadap penyakit tanaman. Sementara itu, saat musim kering atau kemarau juga masa yang tidak baik untuk penanaman cabai, hal ini terkait dengan munculnya hama tanaman. Disisi lain, tanaman cabai merupakan tanamn yang cocok ditanam pada daerah beriklim basah dengan suhu dingin atau sejuk. Jika dilihat dari perkembangan produktivitas selama empat musim terakhir, secara umum produktivitas cabai merah di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi sangat bervariasi setiap musimnya. Hal ini mengindikasikan bahwa kondisi cuaca mempengaruhi tingkat produktivitas cabai merah di Desa Perbawati. Selain itu, sesuai dengan status usahatani responden sebesar 30,43 persen merupakan pekerjaan sampingan. Oleh karena itu, hal ini berpengaruh terhadap produktivitas yang dihasilkan yaitu rata-rata lebih rendah. Informasi mengenai tingkat produktivitas cabai merah setiap musim tanam dapat dilihat pada Gambar 10.

57 Gambar 10. Rata-rata Produktivitas Cabai Merah per Musim Tanam Tahun 2009/2012 Pada Gambar 10 terlihat bahwa, produktivitas tertinggi terjadi pada rentang waktu antara bulan Desember hingga Juni. Pada rentang waktu tersebut, kondisi cuaca sangat mendukung untuk pertumbuhan cabai merah, yaitu saat penanaman cabai sedang terjadi musim hujan sedangkan saat panen tiba terjadi kemarau panjang. Oleh karena itu, cabai merah yanag dihasilkan petani cukup memuaskan. Pada rentang waktu bulan April Oktober 2010 sedang terjadi musim hujan berkepanjangan, sehingga tanaman cabai merah tidak tumbuh normal. Banyak hama dan penyakit tanaman yang menyerang tanaman cabai merah. Sementara itu, seperti terlihat pada Gambar 9, tingkat produktvitas cabai merah pada musim September-Februari baik musim pertama maupun keempat lebih rendah dengan perbedaan yang cukup tinggi Faktor Hama dan Penyakit Tanaman Hama dan penyakit tanaman merupakan salah satu masalah yang terpenting yang dihadapi dalam kegiatan budidaya cabai merah. Hama dan penyakit dapat menyerang mulai dari akar, batang, daun, bunga, hingga buah. Kemunculan hama dan penyakit ini sering kali tidak dapat diprediksi sebelumnya. Hal ini dikarenakan munculnya hama dan penyakit tersebut dipengaruhi oleh faktor cuaca dan iklim yang juga tidak dapat diprediksi secara tepat. Oleh karena itu, hama dan penyakit tanaman dapat menjadi faktor risiko usahatani cabai merah. Terdapat banyak penyakit yang menyerang tanaman cabai merah, mulai dari cendawan, bakteri hingga virus. Diantara ketiga kelompok tersebut, yang paling sering menyeranng tanaman cabai merah adalah bakteri dan cendawan.

58 Penyakit yang disebabkan oleh cendawan umumnya menampilkan warna-warna sesuai dengan warna sporanya pada bagian tanaman yang diserang. Sementara penyakit yang disebabkan oleh bakteri biasanya menyebabkan busuk, baik pada daun, buah, dan akar. Berbeda dengan bakteri, pembusukan yang disebabkan oleh cendawan biasanya kering. Jenis-jenis penyakit yang biasa menyerang tanaman cabai merah diantaranya dapat dilihat pada Tabel 26. Tabel 26. Jenis-jenis Penyakit yang Menyerang Tanaman Cabai Merah Jenis Penyeakit Sifat Penyerangan Layu bakteri (Pseudomonas solanacearum Penyebaran penyakit ini dapat melalui benih, E.F Smith) bibit, tanaman yang sakit, air irigasi, dan alat pertanian Penyakit ini menyerang sistem perakaran tanaman cabai merah Serangan dimulai dengan kelayuan pucuk, kemudian menjalar keseluruh bagian tanaman yang akhirnya daun menguning dan rontok Layu fusarium Disebabkan oleh organism cendawan bersifat tular tanah Biasanya muncul pada tanah dengan ph yang rendah atau asam Gejalanya yaitu pemucatan bagian tulang daun, kemudian tangkai daun mulai merunduk, sehingga seluruh tanaman layu dan mati Bercak daun dan buah Penyakit ini sering disebut antraknose atau patek Biasanya penyakit ini terjadi pada musim hujan yang disebabkan oleh cendawan Gejalanya ditunjukkan dengan bintik-bintik kecil kehitaman dan berlekuk yang akan menyebabkan buah cabai membusuk Bercak daun Gejala penyakit ini yaitu bercak bulat kcil kebasah-basahan Bercak alternaria Busuk daun dan buah Serangan berat penyakit ini akan menyebabkan daun menguning dan gugur Gejalanya ditandai dengan timbulnya bercakbercak coklat tua hingga kehitaman Serangan bercak penyakit ini dimulai dari daun paling baawah hingga batang Gejalanya dapat nampak pada daun yaitu bercakbercak dibagian tepinya dan kemudian menyerang seluruh batang hingga buah cbai merah akan terlepas Sumber: [BP4K] Badan Pelaksana Penyuluh Pertanian Perikanan dan Kehutanan Kabupaten Sukabumi 2012 Selain penyakit, terdapat berbagai macam jenis hama yang dapat menyebabkan gagalnya panen cabai merah, mulai dari jenis gurem, kutu, ulat, tungu, dan sebagainya. Bagian tanaman cabai merah yang diserang pun bervariasi.

59 Hama menyukai daun yang masih muda, pucuk daun, bunga, pangkal batang, sampai ke akarnya. Semua bagian tanaman dapat menjadi sasaran serangan hama. Gambaran mengenai jenis-jenis hama dijelaskan pada Tabel 27. Tabel 27. Jenis-jenis Hama yang Menyerang Tanaman Cabai Merah Jenis Hama Ciri-ciri Serangan Ulat grayak (Spodoptera litura) Serangga dewasa dari hama ini adalah kupu-kupu dengan warna Serangan dimulai dengan memakan bagian daun, gelap dan garis putih sehingga menyebabkna Serangan teradi pada malam hari daun berlubang dan dan saat musim kemarau mengahambat proses fotosintesis, akibatnya produksi buah cabai menurun. Kutu daun (Myzus persicae Daur hidup dari hama ini berkisar Serangan dilakukan Sulz.) 7-10 hari dengan cara menghisap cairan daun, pucuk, dan Lalat buah (Dacus ferrugineus) Kutu ini berkembangbiak dengan 2 cara, yaitu dengan pembuahan dan tanpa pembuahan Berupa serangga dengan panjang 0,5 cm dan berwarna coklat tua Thrips (Thrips sp) Serangga Thrips sangat kecil dengan panjang 1 mm Tungau translucens) (Tarsonemus Sumber: (BP4K) Kabupaten Sukabumi 2012 Siklus hidupnya berlangsung selama 7-12 hari Terjadi pada saat musim kemarau Tungau berukuran sangat keci, dimana serangga dewasa berukuran 1 mm dan berbentuk seperti labalaba tangkai bunga Serangan berat dapat menyebabkan daun keriting, belang-belang dn akhirnya rontok, serta dapat menyebarkan penyakit virus Serangan dilakukan dengan meletakkan telurnya di dalam buah cabai, sehingga setelah menetas akan merusak buah cabai, yang akhirnya buah cabai akan membusuk dan rontok Menyerang pada bagian daun sehingga muncul strip-strip yang menjadikan daun berwarna keperakan Serangan berat akan membuat daun kering dan mati serta menularkan penyakit virus Tungau menyerang tanaman cabai dengan cara menghisap cairan sel daun akibatnya menimbulkan bintik kuning dan daun kering

60 Baik hama maupun penyakit, keduanya dapat menimbulkan kerugian dalam kegiatan usahatani cabai merah. Masing-masing memberikan dampak kerugian yang berbeda-beda. Hal ini apabila tidak ditangani dengan tepat, maka serangan hama dan penyakit dapat menyebabkan gagal panen. Meskipun beberapa jenis hama dan penyakit pada tanaman cabai merah muncul secara musiman, namun terkadang kemunculan hama dan penyakit tertentu tidak dapat diprediksi sebelumnya. Adapun jenis hama dan penyakit yang sering dialami oleh petani cabai merah di Desa Perbawati berikut kerugian yang ditimbulkan dapat dilihat pada Tabel 28. Tabel 28. Jenis Serangan Hama dan Penyakit serta Dampak Kerugiannya Jenis hama dan penyakit Waktu serangan Kerugian yang ditimbulkan Lalat buah (Dacus ferrugineus) Musim kemarau persen Thrips (Thrips sp) Musim kemarau persen Tungau Musim kemarau Layu bakteri Musim hujan 40 persen Bercak daun dan buah Musim hujan 5-30 persen Busuk daun dan buah Musim hujan 5-30 persen Sumber: BP4K Kabupaten Sukabumi Tingkat Kesuburan Lahan Lahan merupakan salah satu faktor produksi yang cukup penting. Saat ini, lahan merupakan faktor produksi yang langka, sehingga pemanfaatanya harus seefisien mungkin. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam usahatani berkaitan dengan lahan yang digunakan adalah kesesuaian dan daya dukung lahan tersebut adalah tingkat kesuburan tanah. Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara dengan responden bahwa lahan yang berada di Desa Perbawati ini kurang subur karena penggunaan obat-obat kimia pembasmi hama dan penyakit yang tidak terkendali. Hal ini disebabkan oleh sumberdaya manusia yang tidak memperhatikan kelestarian lingkungan untuk jangka panjang. Pemakaian obat pembasmi hama yang tidak terkendali akan menyebabkan residu, sehingga tanpa disadari petani dalam jangka panjang akan menyebabkan lahan menjadi kurang subur. Lahan cabai yang saat ini menjadi tempat budidaya, semula merupakan

61 lahan perkebunan teh milik Negara yang kemudian disewakan kepada penduduk setempat. Kesuburan lahan merupakan salah satu faktor yang menentukan produktivitas tanaman. Lahan yang subur akan menghasilkan produktivitas yang tinggi dibandingkan lahan yang kurang subur. Kesuburan lahan biasanya berkaitan dengan struktur dan tekstur tanah. Selain itu, kesuburan tanah juga terkait dengan penggunaan pupuk dan obat-obatan. Hal ini berhubungan dengan unsur hara yang terkandung di dalam tanah. Penggunaan bahan-bahan kimia yang diluar batas dapat mengurangi bahkan merusak unsur organik di dalam tanah. Begitu pula yang ada di Desa Perbawati ini, kondisi lahan yang telah digunakan untuk usahatani cabai merah kesuburannya telah berkurang karena penggunaan obat-obatan kimia oleh petani cabai yang cukup tinggi. Selain itu, penggunaan lahan yang terus menerus tanpa adanya masa peniduran lahan akan membuat lahan menjadi jenuh, sehingga unsur hara tanah semakin menipis. Namun, dengan adanya pengolahan lahan saat pembukaan serta masa selang dalam penanaman cabai oleh petani, maka hal ini sedikit dapat mengurangi masalah tersebut untuk waktu jangka pendek Efektifitas Pengunaan Input Dalam usahatani cabai merah, komponen terpenting dari variabel input adalah benih, pupuk, obat-obatan, mulsa, dan tenaga kerja. Efektivitas penggunaan input tersebut dapat menjadi sumber risiko produksi pada kegiatan usahatani cabai merah. Hal ini dikarenakan penggunaan setiap input akan mempengaruhi tingkat produktivitas usahatani cabai merah. Semakin efektif dan efisien penggunaan input, maka semakin kecil risiko produksi yang dihadapi. Masing-masing variabel input memberikan pengaruh yang berbeda-beda terhadap tingkat produktivitas usahatani cabai merah. Kualitas benih sangat menentukan tingkat produktivitas usahatani. Oleh karena itu, petani cabai merah di Desa Perbawati belum cukup berani untuk membuat bibit sendiri. Para petani cabai merah ini masih menggunakan benih yang dibeli dari toko pertanian. Kualitas benih ini dapat ditunjukkan dari ketahanan benih cabai merah terhadap hama dan penyakit.

62 Cabai merah merupakan salah satu tanaman yang sangat rentan terhadap hama dan penyakit tanaman. Alokasi obat-obatan untuk tanaman cabai merah ini relatif lebih banyak. Akan tetapi, meskipun demikian terkadang tidak dapat dipastikan penggunaan obat-obatan tertentu dapat menanggulangi hama dan penyakit yang menyerang, apalagi saat musim hujan. Terlebih, dengan penggunaan obatan-obatan, pupuk kimia atau zat zat kimia lainnya yang berlebih saat ini oleh petani akan membuat kondisi tanah menjadi jenuh. Namun, dilain sisi masih adanya kesadaran petani cabai merah di Desa Perbawati akan kesuburan tanah ini. Hal ini ditunjukkan dengan pemakaian pupuk-pupuk organik baik padat maupun cair oleh petani cabai merah dan masih adanya sistem bera, yaitu pemulihan unsur hara lahan dengan cara penanaman lahan dengan kacangkacangan Manajemen Risiko yang dilakukan Petani Petani sebagai pelaku utama dalam kegiatan usahatani, pada dasarnya telah melakukan beberapa tindakan dalam menghadapi adanya risiko usaha. Berdasarkan observasi di lapangan bahwa rata-rata petani telah memiliki pengalaman berusahatani cabai merah selama bertahun-tahun. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun tingkat risiko usahatani cabai merah cukup tinggi, namun usahatani tersebut masih dianggap menguntungkan. Berdasarkan hasil wawancara dengan petani cabai merah di lapangan, terdapat beberapa hal yang biasa dilakukan oleh petani dalam mengahadapi risiko pada kegiatan usahatani cabai merah, yaitu sebagai berikut: 1. Pengaturan pola tanam Pada dasarnya setiap tanaman memiliki kriteria ekologis masing-masing. Begitu pula dengan tanaman cabai merah. Kesesuaian kondisi lingkungan dengan kriteria ekologis yang dibutuhkan sangat dipengaruhi oleh penentuan waktu dan pola penanaman. Selain aspek teknis, pengaturan pola tanam juga berhubungan dengan aspek ekonomis, seperti faktor harga dan efisiensi usahatani. Oleh karena itu, pengaturan pola tanam ini dapat digunakan sebagai upaya dalam menghadapi risiko usahatani.

63 Pada petani cabai merah di Desa Perbawati, pola tanam cabai merah yang dilakukan cenderung sama untuk setiap musimnya, yaitu secara monokultur. Hal ini dilakukan oleh petani cabai merah karena apabila penanaman cabai merah ditumpangsarikan dengan tanaman lain, maka pertumbuhan tanaman cabai kurang optimal karena cabai merupakan tanaman yang banyak memakan unsur hara tanah. Biasanya petani melakukan masa bera dalam pola tanamnya, yaitu berkisar dua bulan. Masa bera ini biasanya digunakan petani cabai merah untuk menanam tanaman yang dapat mengembalikan unsur hara tanah dan yang memiliki umur tanam tidak lama, seperti kacang panjang, kubis, dan bawang daun. Pola tanam yang dijelaskan seperti pada Gambar 8 merupakan pola tanam petani responden secara umum. Pada praktiknya, tidak seluruh petani menanam cabai merah secara serentak dalam satu waktu. Berdasarkan wawancara yang dilakukakn kepada responden, keputusan petani dalam menanam sangat dipengaruhi oleh ketersediaan modal, terutama bagi petani kecil. selain itu, penanaman yang tidak serentak ini juga dilakukan petani karena apabila seluruh petani menanam cabai, maka pasokan cabai akan berlebih sehingga harga cabai akan rendah. Namun, penanaman cabai merah yang tidak serentak ini akan dapat menyebabkan siklus hama menjadi tidak terputus. Oleh karena itu, diperlukan adanya pengaturan pola tanam untuk seluruh petani cabai merah secara serentak. Akan tetapi, untuk mengatasi over supply maka pengaturan pola tanam secara serentak harus dilakukan di setiap wilayah sentra. 2. Pengendalian hama dan penyakit Cabai merah merupakan tanaman yang cukup rentan terhadap serangan hama dan penyakit. Hama dan penyakit tersebut dapat menyerang mulai dari akar, batang, daun, bunga, dan buah. Oleh karena itu, hama dan penyakit tanaman merupakan faktor risiko pada kegiatan usahatani. Untuk menghadapi permasalahan hama dan penyakit tanaman tersebut, maka petani melakukan beberapa hal seperti penyemprotan secara rutin, penggunan obat-obatan tertentu, dan sebagainya.

64 Berdasarkan hasil observasi di lapangan, rata-rata frekuensi penyemprotan tanaman berkisar dua hingga tiga hari sekali. Namun, jika musim hujan penyemprotan dapat dilakukan satu hari sekali. Sementara saat kemarau panjang penyemprotan dapat dilakukan 6 hari sekali. Perlakuan penyemprotan ini juga disesuaikan dengan jenis hama dan penyakit yang dihadapi. Selain itu, perlakukan dalam pengendalan hama dan penyakit tanaman cabai merah, juga disesuaikan dengan waktu dan tingkat kerusakan yang ditimbulkan. Penjelasan mengenai pengendalian hama dan penyakit tanaman cabai merah dapat dilihat pada Tabel 29. Meskipun petani cabai merah sudah melakukan beberapa cara untuk mengendalikan hama dan penyakit tanaman, namun upaya-upaya tersebut belum bersifat terpadu. Petani cabai merah di Desa Perbawati cenderung menggunakan obat-obatan melebihi dosis yang ditentukan. Dalam menggunakan obat-obatan tersebut, petani cabai merah di Desa Perbawati belum memperhatikan aspek lingkungan dan kesehatan. Akibatnya, beberapa jenis hama maupun penyakit justru menjadi resisten terhadap obat-obatan tersebut. Belum dilakukannya pengendalian hama dan penyakit secara terpadu bukan karena pengetahuan petani yang terbatas, namun karena petani tidak ingin hasil usahatani cabainya rusak dan produksi rendah. Berdasarkan hasil wawancara di lapangan, bahwa petani telah sering mendapatkan penyuluhan mengenai budidaya cabai merah yang baik dan benar, bahkan petani juga telah mendapatkan pelatihan dalam penggunaan bahan organik. Namun, sampai saat ini petani masih sulit untuk mendapatkan bahan oraganik tetsebut serta harganya yang cukup tinggi. Sementara harga cabai masih berfluktuatif. Oleh karena itu, petani cabai merah lebih baik menghindari risiko dengan cara masih menggunakan obat-obatan kimia.

65 Tabel 29. Cara Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman Cabai Merah yang Dilakukan oleh Petani di Desa Perbawati Jenis hama dan penyakit Perlakuan Lalat buah (Dacus ferrugineus) Mengumpulkan buah cabai yang diserang kemudian dimusnahkan Penyemprotan secara rutin dengan insektisida Thrips (Thrips sp) Penyemprotan rutin dengan insektisida Tungau (Tarsonemus translucens) Penyemprotan secara rutin dengan insektiseda Layu bakteri (Pseudomonas solana-cearum E.F Smith) Perlakuan benih sebelum ditanam dengan direndam dalam bakterisida Perbaikan drainase Pencabutan tanaman yang sakit Bercak daun dan buah Perlakuan benih yaitu direndam dalam fungisida Pembersihan lingkungan dan membuang tanaman yang terserang Penyemprotan dengan fungisida Busuk daun dan buah Pengaturan jarak tanam Memusnahkan buah cabai yang busuk Penyemprotan dengan fingisida Sumber: BP4K Kabupaten Sukabumi Pengelolaan pascapanen Pengelolaan pascapanen pada kegiatan produksi cabai merah merupakan hal yang snagat penting. Hal ini dikarenakan sifat dari cabai merah yang tidak tahan lama. Pengelolaan pascapanen yang dilakukan oleh petani cabai merah di Desa Perbawati hanya proses sortasi, yaitu proses pemisahan antara cabai merah, cabai yang masih hijau, dan cabai yang busuk. Kemudian setelah proses sortasi, dilakukan pengepakan di dalam kardus. Proses grading dan penyimpanan tidak dilakukan petani cabai karena hasil panen petani akan langsung dibawa oleh pengumpul ke Pasar Induk Kramat Jati. Rata-rata hampir seluruh petani di Desa Perbawati melakukan hal yang sama. Namun, ada beberapa petani yang tidak langsung menjual kepada pengumpul. Beberapa petani cabai merah ini menjual atau penyuplai restoran-restoran padang dan supermarket, lalu cabai yang berkualitas rendah akan dijual ke pasaran. Biasanya petani cabai merah yang melakukan hal ini adalah petani yang memiliki modal sendiri atau tidak bergantung dengan pengumpul.

66 Meskipun risiko ketidakpastian harga sangat tinggi, namun petani cabai merah di Desa Perbawati tetap mengusahakan cabai merah. Petani akan langsung menjual cabai merah hasil panen karena petani tidak memiliki gudang penyimpanan. Oleh karena itu, meskipun harga cabai merah sangat rendah petani tetap akan langsung menjual tanpa harus menunggu harga cabai merah tinggi Analisis Perilaku Penawaran Cabai Merah di Desa Perbawati Perilaku penawaran cabai merah dalam penelitian ini dijelaskan dengan melihat produksi cabai merah ditingkat petani. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa cabai merah yang diproduksi adalah cabai merah yang akan dipasok ke pasaran (penawaran sama dengan produksi). Asumsi ini digunakan untuk memudahkan peneliti dalam menganalisis perilaku penawaran cabai merah di Desa Perbawati. Selain itu, asumsi ini juga didasari oleh teori penawaran produksi pertanian. Perilaku penawaran cabai merah ini dirumuskan dalam sebuah model regresi linier berganda dan double log. Selain didasarkan pada teori penawaran, penggunaan model regresi linier berganda ini dikarenakan model tersebut merupakan model yang cukup sederhana untuk menggambarkan suatu keadaan. Sementara, double log digunakan untuk mengetaui seberapa besar pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen dalam satuan persen. Adapun variabel yang digunakan meliputi variabel biaya benih cabai merah (X1), variabel harga output cabai merah (X2), variabel biaya obat (X3), variabel biaya pupuk ponska (X4), variabel pupuk kompos (X5), variabel biaya kapur (X6), variabel variasi produksi cabai merah (X7). Adapun gambaran deskriptif secara statistik dari seluruh variabel dapat dilihat seperti pada Tabel 30. Tabel 30. Deskripsi Statistik dari Setiap Variabel Variabel Mean Std. Deviation N (Y) Penawaran cabai merah 40, , (X4) Biaya Benih , (X7) Harga Cabai Merah , , (X5) Biaya Obat , , (X1) Biaya Ponska , , (X2) Biaya Kompos , , (X3) Biaya Kapur , , (X6) Nilai Variasi Produksi 18, ,

67 Dalam penelitian ini, faktor penawaran yang lain seperti harga input dan teknologi tidak digunakan. Faktor tersebut tidak digunakan karena tidak memiliki nilai variasi. Jika suatu variabel tidak memiliki nilai variasi maka variabel tersebut tidak dapat dilakukan analisis regresi Analisis Model Perilaku Penawaran Cabai Merah Pengujian terhadap Model Penduga Pengujian terhadap model penduga ini digunakan untuk mengetahui apakah model penduga tersebut sudah tepat dalam menduga parameter dan fungsi. Adapun hipotesis yang digunakan adalah: H 0 : a 1 = a 2 =. = a 5 = 0 H 1 : minimal ada satu a n 0 Dan uji statistic yang digunakan adalah uji F. Berdasarkan hasil output SPSS 19 diperoleh nilai F-hitung sebesar 35,20 dengan nilai signifikansinya (angka probabilitas) sebesar 0,000. Berdasarkan nilai tersebut, karena nilai probabilitas 0,000 < 0,05, maka tolak H 0. Hal ini berarti model regresi ini layak untuk digunakan dalam memprediksi variabel independen atau paling sedikit terdapat satu variabel independen (X) yang digunakan berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen (Y). Sementara itu, nilai R-sq dari model yang diperoleh adalah sebesar 0,618 atau sama dengan 61,8 persen. Artinya bahwa sebesar 61,8 persen penawaran cabai merah (Y) dapat dijelaskan dengan menggunakan variabel independen (X). sedangkan sisanya yaitu 38,2 persen dapat dijelaskan oleh faktor-faktor penyebab lainnya di luar model. Besarnya Standar Error of the Estimate (SEE) adalah sebesar 1,3845. Jika dibandingkan dengan Standar Deviasi (STD) sebesar 37,05, maka angka SEE lebih kecil. Hal ini berarti angka SEE baik untuk dijadikan angka predictor dalam menentukan produksi cabai merah Pengujian terhadap Koefisien Regresi Tujuan pengujian terhadap koefisien regresi adalah untuk mengetahui apakah setiap variabel independen berpengaruh nyata terhadap variabel dependen. Secara statistik, pengujian terhadap koefisien regresi ini dilakukan dengan melihat

68 nilai t-hitung. Apabila t-hitung lebih besar dari t-tabel atau P-value lebih kecil dari α (P-value<α), berarti variabel independen yang diuji berpengaruh nyata terhadap variabel dependen. Adapun hasil pengujian terhadap koefisien regresi dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 31. Berdasarkan hasil output Minitab yang tercantum pada Tabel 31 tersebut, diketahui bahwa hanya terdapat dua variabel yang berpengaruh nyata pada taraf nyata lima persen. Hal ini dikarenakan jenis data yang digunakan merupakan data cross section sehingga terdapat kemungkinan data yang diperoleh tidak jauh berbeda (hampir sama) antara satu responden dengan responden lainnya. Tabel 31. Koefisien Regresi pada Variabel Independen Predictor Coef SE Coef T P VIF Constant -16,239 6,970 2,33 0,034 Ln X1 0,0914 0,1621 0,56 0,581 2,6 Ln X2-0,0919 0,1561-0,59 0,565 1,2 Ln X3 0,6419 0,4235 1,52 0,150 1,5 Ln X4-0,0851 0,3677-0,23 0,820 1,7 Ln X5 0,6578 0,1350 4,87 0,000 3,3 Ln X6 0, , ,06 0,000 2,5 Ln X7 0,1207 0,3080 0,39 0,701 2,2 Dari hasil analisis regresi linier, diketahui bahwa tidak seluruh pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen sesuai dengan hipotesis penelitian ini. Hal ini dapat dillihat pada Tabel 32. Tabel 32. Perbandingan Hasil Analisis Regresi dengan Hipotesis Variabel Hipotesis Hasil analisis regresi Biaya Pupuk Ponsca - + Biaya Pupuk Kompos - - Biaya Kapur - + Biaya Benih - - Biaya Obat - + Variance Produksi - + Harga Cabai Herah Pengujian terhadap Asumsi Terdapat beberapa asumsi yang harus dipenuhi dalam menduga sebuah model regresi linier berganda dengan menggunakan metode OLS, yaitu meliputi

69 asumsi non-multicollinearity, homoscedasticity, dan non-autocorrelation. Multocollinearity artinya adalah adanya suatu hubungan linear antar variabel independen. Salah satu aturan praktis yang biasa digunakan untuk mengetahui adanya indikasi multicollinearity adalah dengan melihat nilai VIF pada output SPSS yaitu apabila nilai VIF 10 (Kleinbaum et al 1988 dalam Modul Harmini 2009). Maka berdasarkan hal tersebut, sesuai dengan nilai output Minitab maka model yang diperoleh pada penelitian ini telah terbebas dari adanya multicollinearity. Selain itu, model regresi yang diperoleh juga telah memenuhi asumsi non-autocorrelation yaitu dengan melihat nilai statistik dari uji Durbin Watson yaitu sebesar 2,017. Adapun homoskedastisity dapat dilihat pada grafik (lampiran 6). Dari nilai residual ini, dapat dipertimbangkan apakah suatu data membentuk pola atau tidak. Dari hasil output menunjukkan bahwa data tidak membentuk pola sehingga dapat dikatakan bebas dari heteroskedastisity Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Penawaran Cabai Merah di Desa Perbawati Berdasarkan hasil regresi linier berganda diketahui bahwa tidak seluruh variabel berpengaruh nyata terhadap tingkat penawaran cabai merah di Desa Perbawati pada selang kepercayaan 95 persen. Hanya terdapat dua variabel yang berpengaruh nyata terhadap perilaku penawaran cabai merah di Desa Perbawati. Variabel tersebut yaitu variabel biaya obat (X5) dan variabel variasi produksi (X6). Selain itu, model dari hasil output Minitab dapat dituliskan sebagai berikut: ln Y = - 16,2 + 0,091 ln X1 0,092 ln X2 + 0,642 ln X3 0,085 ln X4 + 0,658 ln X5 + 0,240 ln X6 + 0,121 ln X7 1. Biaya Pupuk Ponska (X1) Variabel biaya pupuk ponska (X1) mempunyai nilai koefisien positif yaitu sebesar 0,091. Nilai ini artinya bahwa jika biaya pupuk ponska meningkat sebesar 1 persen maka penawaran terhadap cabai merah meningkat sebesar 9,1 persen. Hal ini berarti bahwa terdapat hubungan positif antara variabel biaya pupuk ponska dengan jumlah cabai merah yang diproduksi. Hal ini tidak sesuai dengan teori penawaran yaitu semakin tinggi biaya untuk input produksi maka kecenderungan produsen untuk meningkatkan penawaran akan berkurang.

70 Tanaman cabai merah merupakan tanaman yang membutuhkan banyak pupuk. Penggunaan pupuk yang intensif dapat meyuburkan tanaman, sehingga hasil produksinya dapat semakin ditingkatkan. Dilihat dari nilai t-hitungnya (P-value) sebesar 0,581 maka variabel biaya pupuk ponska ini tidak berpengaruh terhadap jumlah cabai merah yang diproduksi dengan taraf nyata lima persen. Adapun biaya pupuk ponska tidak berpengaruh nyata terhadap produksi cabai merah di Desa Perbawati karena kecenderungan petani cabai merah di Desa Perbawati dosis dalam penggunaan pupuk tidak tinggi. Selain itu, periode penggunaan pupuk oleh petani cabai merah pun relatif hanya satu hingga dua kali dalam satu musim tanam dengan total dosis sebesar 605 kg. Sementara, pemberian pupuk pada tanaman cabai pada normalnya yaitu pada saat pembukaan lahan kemudian diberi tambahan pada saat cabai merah berumur 2,4,6,8 minggu setelah tanam dengan total dosis sebesar 1036 kg (Susila 2006). 2. Biaya Pupuk Kompos (X2) Variabel biaya pupuk kompos (X2) mempunyai koefisien yang bernilai negatif. Hal ini sesuai dengan teori penawaran yang menyatakan bahwa biaya input berkorelasi negatif terhadap besarnya penawaran. Semakin rendah biaya input, maka kecenderungan produsen untuk meningkatkan penawaran akan meningkat. Dari nilai koefisien veriabel tersebut sebesar (-0,092), menunjukkan bahwa jika biaya pupuk kompos meningkat sebesar 1 persen maka tingkat penawaran cabai merah turun sebesar 9,2 persen. Hal ini dikarenakan kecenderungan harga pupuk yang terus meningkat, meskipun penggunaan pupuk oleh petani tidak tinggi. Dilihat dari nilai t-hitung dari variabel biaya pupuk kompos, diketahui bahwa variabel tersebut tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah cabai merah yang ditawarkan pada taraf nyata lima persen. Hal ini dikarenakan penggunaan pupuk kompos oleh petani cabai hanya pada saat pembukaan lahan yaitu satu kali dalam dua musim. Oleh karena itu, meskipun biaya untuk pupuk kompos tinggi namun hal ini tidak mempengaruhi jumlah cabai merah yang diproduksi oleh petani. Selain itu, biaya pupuk kompos yang tinggi mengindikasikan bahwa penggunaan pupuk kompos ini cukup tinggi. Namun, penggunaan dosis pupuk

71 kompos di Desa Perbawati di bawah penggunaan normal yaitu sebesar 20 ton per ha per musim tanam (Susila 2006), sedangkan di Desa Perbawati hanya 15,6 ton per ha per musim tanam. Oleh karena itu, tingginya biaya kompos ini disebabkan selain dari penggunaan juga dari harga pupuk kompos sendiri yang cenderung meningkat setiap musim tanam. Lahan usahatani cabai merah yang semakin rendah kesuburannya sehingga diperlukan pupuk kompos yang mampu membantu mengembalikan unsur hara tanah. 3. Biaya Kapur (X3) Variabel biaya kapur (X3) memiliki nilai koefisien yang positif. Artinya, adanya hubungan yang positif antara biaya kapur dengan jumlah cabai merah yang ditawarkan atau diproduksi. Hal ini tidak sesuai dengan teori penawaran, yaitu semakin rendah biaya kapur, maka kecenderungan produsen dalam meningkatkan penawaran semakin meningkat. Nilai koefisien variabel sebesar 0,642 menunjukkan bahwa, jika biaya kapur meningkat sebesar 1 persen maka tingkat penawaran cabai merah akan meningkat sebesar 64,2 persen. Jika dilihat dari nilai t-hitung (P-value), variabel biaya kapur tidak berpengaruh secara nyata terhadap jumlah cabai merah yang ditawarkan pada taraf nyata lima persen. Biaya kapur ini tidak berpengaruh nyata karena penggunaan kapur yang rendah oleh petani di Desa Perbawati yaitu sebesar 888 kg per ha per musim tanam dengan harga yang rendah pula, semakin menyebabkan biaya kapur ini tidak berpengaruh terhadap jumlah cabai merah yang ditawarkan. Sementara, dosis normal kapur yang seharusnya diberikan pada lahan ( ph normal 6-6,5) adalah sebanyak kg per ha per musim tanam (Susila 2006). Oleh karena itu, dosis yang diberikan oleh petani cabai merah di Desa Perbawati masih di bawah normal. 4. Biaya Benih (X4) Variabel biaya benih (X4) memiliki koefisien yang bernilai negatif. Hal ini sesuai dengan teori penawaran, dimana semakin rendah biaya benih maka jumlah cabai merah yang ditawarkan semakin meningkat. Dari model regresi linier berganda yang telah di natural log, dimana biaya benih bernilai (-0,085), artinya

72 jika biaya benih meningkat sebesar 1 persen maka penawaran cabai merah akan turun sebesar 8,5 persen. Dilihat dari nilai t-hitung (P-value) dari variabel biaya benih, maka variabel ini tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat penawaran cabai merah di Desa Perbawati. Sebagian besar petani cabai merah di Desa Perbawati tidak membuat benih sendiri, sehingga saat harga benih tinggi maka petani pun harus tetap membeli benih tersebut. Tingginya biaya benih ini mengindikasikan bahwa penggunakan benih oleh petani yang tinggi karena petani tidak berani berspekulasi dalam membuat sendiri benih cabai merah. Peningkatan harga benih saat musim tanam tiba ini sangat menyulitkan petani yang memiliki modal sangat kecil, sehingga harus menjual hasil panennya untuk mendapatkan modal usahatani selanjutnya. Oleh karena itu, diperlukan bantuan permodalan bagi petani kecil agar tetap dapat menjalankan usahataninya. Berdasarkan informasi di lapangan, bantuan permodalan berupa pinjaman dari pihak perbankan telah ada. Bantuan ini diberikan melalui kelompok tani. Namun, kelompok tani di Desa Perbawati ini tidak lagi aktif, sehingga bantuan pinjaman tersebut tidak diterima oleh anggota kelompok. Hal tersebut dapat berjalan apabila setiap petani menyadari pentingnya sebuah wadah seperti kelompok tani serta pengorganisiran yang tepat pada kelompok tani. 5. Biaya Obat (X5) Variabel biaya obat (X5) memiliki koefisien yang bernilai positif. Artinya, terdapat hubungan yang positif antara biaya obat dengan jumlah cabai merah yang diproduksi (dipasok). Hal ini tidak sesuai dengan teori penawaran yaitu biaya input berpengaruh negatif terhadap tingkat penawaran. Semakin tinggi biaya input, maka kecenderungan produsen atau petani untuk meningkatkan penawaran akan menurun. Dari model regresi menunjukkan nilai biaya obat sebesar 0,658, artinya jika biaya obat meningkat sebesat 1 persen maka penawaran terhadap cabai merah akan meningkat sebesar 65,8 persen. Dilihat dari t-hitungnya (P-value), maka variabel biaya obat-obatan ini berpengaruh nyata terhadap jumlah cabai merah yang diproduksi pada taraf nyata lima persen. Tanaman cabai merah merupakan tanaman yang sangat rentan

73 terhadap berbagai jenis hama dan penyakit tanaman. Pada waktu tertentu, intensitas pengobatan dapat sangat tinggi yaitu sampai satu hari sekali. Meskipun harga yang tinggi tidak menjamin kualitas obat-obatan yang digunakan, tetapi semakin tinggi biaya obat-obatan mengindikasikan semakin intensifnya pengendalian hama dan penyakit pada tanaman cabai merah. Penggunaan obatobatan yang intensif ini dapat mencegah tanaman cabai merah dari serangan hama dan penyakit tanaman, sehingga hasil produksinya dapat semakin ditingkatkan. Oleh karena itu, variabel biaya obat ini berpengaruh positif terhadap jumlah cabai merah yang diproduksi secara nyata pada taraf nyata lima persen. Meskipun variabel biaya obat-obatan berpengaruh positif terhadap tingkat penawaran cabai merah, tetapi baik pemerintah maupun petani perlu melihat dengan lebih jeli. Koefisien variabel biaya obat-obatan yang bernilai positif tersebut dapat mengindikasikan bahwa pengendalian hama dan penyakit yang selama ini dilakukan belum efektif. Selain itu, hal ini menunjukkan bahwa permasalahan utama yang dihadapi oleh petani cabai merah di Desa Perbawati adalah serangan hama dan penyakit tanaman. Sebagaimana diketahui, bahwa serangan hama dan penyakit tersebut dapat menurunkan produksi hingga 50 persen. Oleh karena itu, diperlukan pengembangan pengendalian hama dan penyakit secara terpadu. 6. Variasi Hasil Produksi Cabai Merah (X6) Variabel variasi hasil (X6) mempunyai koefisien yang bernilai positif yaitu sebesar 0,240, artinya jika variasi produksi meningkat sebesar 1 persen maka tingkat penawaran terhadap cabai merah juga akan meningkat sebesar 24 persen. Variabel variasi produksi ini merupakan gambaran dari tingkat risiko produksi yang dihadapi petani cabai merah di Desa Perbawati. Semakin besar nilai variasinya, maka semakin besar pula tingkat risiko produksi yang harus ditanggung oleh petani cabai merah. Oleh karena itu, koefisien variabel variasi produksi cabai merah bernilai positif ini mengindikasikan bahwa tingkat risiko cabai merah di Desa Perbawati relatif tinggi. Dilihat dari nilai t-hitungnya, variabel variasi produksi ini berpengaruh nyata terhadap jumlah produksi cabai merah di Desa Perbawati. Oleh karena itu,

74 meskipun risiko produksi yang dihadapi petani cabai merah relatif tinggi, tetapi tidak mempengaruhi keputusan petani untuk menanam cabai merah. Selain itu, hasil yang sangat menjanjikan membuat motivasi petani untuk menanam cabai merah cukup tinggi. 7. Harga Output Cabai Merah (X7) Variabel harga cabai merah (X7) memiliki nilai koefisien positif. Hal ini berarti bahwa terdapat hubungan positif antara variabel harga cabai merah dengan jumlah yang diproduksi. dalam teori penawaran diketahui bahwa antara harga dan jumlah penawaran terdapat hubungan yang saling mempengaruhi. Apabila harga meningkat maka jumlah produk yang ditawarkan akan cenderung meningkat, begitu pula sebaliknya. Hal ini dikarenakan harga yang tinggi akan memberikan insentif kepada produsen untuk meningkatkan kuantitas penawarannya. Dari model hasil output regresi linier berganda yang telah di natural log yaitu sebesar 0,121, artinya jika harga cabai merah meningkat sebesar 1 persen maka penawaran terhadap cabaii merah meningkat sebesar 12,1 persen. Berdasarkan nilai t-hitung dari variabel harga, maka diketahui bahwa variabel harga tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perilaku penawaran cabai merah di Desa Perbawati pada taraf nyata lima persen. Hal ini dikarenakan pada dasarnya petani pada saat memutuskan untuk menanam cabai merah tidak begitu memperhatikan harga yang terjadi. Terlebih harga cabai merah cenderung berfluktuatif dan relatif sulit untuk diprediksi oleh petani. dalam menentukan waktu tanam cabai merah, petani lebih cenderung memperhatikan aspek teknis seperti iklim dan cuaca dibandingkan aspek pasar terutama harga. Oleh karena itu, dalam hal ini variabel harga tidak berpengaruh terhadap besarnya penawaran cabai merah di Desa Perbawati.

75 VII. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan Risiko produksi yang dihadapi petani cabai merah di Desa Perbawati adalah sebesar 63,60 kwintal per hektar atau sebesar 68 persen dari produktivitas yang diperoleh petani (cateris paribus). Sementara, dilihat dari sisi pendapatan usahatani, risiko yang diterima oleh petani cabai merah di Desa Perbawati adalah sebesar 65 persen dari nilai return yang diperoleh petani dengan standar deviasi rata-rata sebesar Rp ,63 per hektar. Risiko yang dihadapi petani cabai merah di Desa Perbawati bersumber dari faktor iklim dan cuaca, faktor hama dan penyakit tanaman yaitu lalat buah, Trips, Tungau, bercak buah dan daun, busuk buah dan daun, serta tingkat kesuburan lahan. Perilaku penawaran cabai merah di Desa Perbawati dalam penelitian ini dijelaskan oleh pengaruh beberapa variabel yaitu harga cabai merah, biaya pupuk ponska, biaya pupuk kompos, biaya kapur, biaya benih cabai merah, biaya obat, dan nilai variasi produksi cabai merah. Model yang diperoleh mampu menggambarkan sebesar 61,8 persen dan sisanya 38,2 persen dijelaskan oleh faktor penyebab lain di luar model. Berdasarkan hasil regresi linier berganda diketahui bahwa terdapat dua variabel yang berpengaruh nyata terhadap perilaku penawaran cabai merah di Desa Perbawati yaitu variabel biaya obat-obatan dan variabel nilai variasi produksi cabai merah. Sementara, variabel biaya pupuk ponska, biaya pupuk kompos, biaya kapur, biaya benih cabai merah, dan harga cabai merah tidak berpengaruh signifikan pada taraf nyata lima persen Saran a. Berdasarkan hasil analisis risiko produksi cabai merah, diketahui bahwa faktor utama yang menjadi sumber risiko produksi adalah adanya serangan hama dan penyakit tanaman. Oleh karena itu, diperlukan upaya-upaya untuk mengendalikan hama dan penyakit tanaman secara terpadu, yaitu dengan mengaktifkan kelompok-kelompok tani yang ada agar lebih mudah dalam melakukan kegiatan penyuluhan dan pengelolaan manajemen usahatani cabai merah di Desa Perbawati. Selain itu, dengan mengaktifkan kembali kelompok

76 tani yang ada, maka dapat mengurangi ketergantungan petani cabai merah di Desa Perbawati terhadap pengumpul yang ada, sehingga pemasaran cabai merah dapat dilakukan oleh kelompok tani. b. Variasi produksi yang berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat penawaran cabai merah menunjukkan bahwa tingkat risiko cabai merah di Desa Perbawati cukup tinggi. Namun, hal ini tidak akan mempengaruhi keputusan petani untuk menanam cabai merah. Oleh karena itu, untuk menangani agar tidak terjadi over supply maka pemerintah perlu mengatur waktu tanam cabai merah setiap wilayah atau kecamatan.

77 DAFTAR PUSTAKA [BP4K] Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian Perikanan dan Kehutanan Kabupaten Sukabumi Profil BP3K Kecamatan Sukabumi. [diakses tanggal 27 Februari 2012] [BP3K] Badan Pentuluh Pertanian Perikanan dan Kehutanan Kecamatan Sukabumi Curah Hujan per Bulan Kecamatan Sukabumi Tahun [BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Sukabumi Produksi Cabai Merah per Kecamatan di Kabupaten Sukabumi dalam Angka [BPS] Badan Pusat Statistik Laporan Bulanan Data Sosial Ekonomi. [diakses tanggal 27 April 2012] [BPS] Badan Pusat Statistik Produksi Sayuran di Indonesia. notab=20 [diakses tanggal 11 November 2011] [BPS] Badan Pusat Statistik Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Cabai Merah di Masing-Masing Provinsi di Indonesia. notab=19 [diakses tanggal 11 November 2011] Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat Luas Tanam, Luas Panen, Produksi Cabai Merah di Jawa Barat Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Konsumsi Perkapita Sayuran di indonesia Periode [diakses tanggal 6 Maret 2012] Elton dan Gruber Modern Portofolio Theory and Invesment Analysis. Edisi Kelima. New York: John Wiley and Sona, Inc. Fariyanti A Perilaku Rumah Tangga Petani Sayuran dalam Menghadapi Risiko Produksi dan Harga Produk di Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung. [disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertannian Bogor. Fauzia Pendugaan Elastisitas Permintaan Input dan Penawaran Output Usahatani Kacang Tanah di Jawa [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Intitut Pertanian Bogor. Firdaus M Manajemen Agribisnis. Jakarta: Bumi Aksara.

78 Ginting Risiko Produksi Jamur Tiram Putih pada Usaha Cempaka Baru di Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor [skripsi]. Bogor : Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB. Gujarati DN Basic Econometrics. New York: McGrow Hill. Harmini Metode Kuantitatif Bisnis I. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB. Harwood et all Managing Risk in Farming: Concepts, Reasearch and Analysis. Agricultural Economic Report No.774. US Department od Agriculture. Hendrawanto E Analisis Pendapatan dan Produksi Cabang Usahatani Cabai Merah. [skripsi] Jurusan Ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, IPB. Jalil A Metode Penelitian, Buku 2: Modul 3-5. Jakarta: Universitas Terbuka. Juanda B Ekonometrika: Pemodelan dan Pendugaan. Bogor: IPB Press Mankiw NG Teori Makroekonomi Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga Mardalis Metode Penelitian (Suatu Pendekatan Proposal). Jakarta: Bumi Aksara Nazliana L Perubahan Penawaran dan Pergeseran Kurva Penawaran. (dalam Mankiw 2000) [diakses tanggal 15 Oktober 2011] Nicholson W Teori Mikroekonomi I Jilid I: Prinsip Dasar dan Perluasan. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Rahardja P, Manurung M Teori Ekonomi Mikro; Suatu Pengantar, edisi ketiga. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Rifqi Faktor-faktor yyang Mempengaruhi Produksi Kubis [skripsi]. Bogor : Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Safitri Analisis Risiko Produksi Daun Potong di PT Pesona Daun Mas Asri Bogor [skripsi. Bogor : Fakultas Ekonomi dan manajemen, Institut Pertanian Bogor. Sarwono J Statistik Itu Mudah: Panduan Lengkap untuk Belajar Komputasi Statistik Menggunakan SPSS 16. Yogyakarta: ANDI Setiadi Manfaat dan Khasiat Tanaman Cabai. [diakses tanggal 27 Februari 2012]

79 Situmpang H Analisis Risiko Produksi Cabai Merah Keriting pada Kelompok Tani Pondok Menteng Desa Citapen Kecamatan Ciawi Bogor [skripsi]. Bogor : Fakultas Ekonomi dan manajemen, Institut Pertanian Bogor. Susila AD Panduan Budidaya Tanaman Sayuran. Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB. Tarigan Analisis Risiko Produksi Sayuran Organik pada Permata Hati Organik Farm di Bogor Jawa barat [skripsi]. Bogor : Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Utami AD Risiko Produksi dan Perilaku Penawaran Cabai merah di Kabupaten Brebes [skripsi]. Bogor: Jurusan Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, IPB. Wisdya S Analisis Risiko Produksi Anggrek Phalaenopsis pada PT Ekakarya Graha Flora di Cikampek, Jawa Barat [skripsi]. Bogor : Jurusan Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, IPB.

80 LAMPIRAN

81 Lampiran 1. Data Produksi Cabai Merah di masing-masing kecamatan di Kabupaten Sukabumi Tahun Kecamatan Cabe Merah Cabe Merah Cabe Merah (Kwintal) (Kwintal) (Kwintal) Ciemas Ciracap Waluran Surade Cibitung Jampang kulon Cimanggu Kalibunder Tegalbuleud Cidolong Sagaranten Cidadap 5,280 7,751 1,872 Curug Kembar Pabuaran Lengkong 310 1,040 5,250 Pelabuhan ratu Simpenan Warungkiara Bantargadung Jampang Tengah 3, ,481 Purabaya 1, ,870 Cikembar Nyalindung 1,330 1,565 2,291 Gegerbitung 5,994 8,222 4,877 Sukaraja 6,765 5,899 9,951 Kebon Pedes Cireunghas Sukalarang 2,570 2,415 13,409 Sukabumi 4,660 3,950 4,720 Kadudampit 6,470 7,150 8,610 Cisaat Gunung Guruh Cibadak Cicantayan Caringin 10,132 3,634 4,432 Nagrak Ciambar Cicurug 17,400 2,177 1,252 Cidahu 1,761 1,331 1,760 Parankan Salak Parung Kuda 2,461 9,950 7,400 Bojong Genteng Kalapa Nunggul 1,995 3,844 4,951 Cikidang Cisolok 2, ,668 Cikakak Kabandungan 1,392 1,393 2,057 Jumlah 82,921 69,625 87,157

82 Lampiran 2. Rata-rata Biaya Produksi Usahatani Cabai Merah Per Musim Tanam di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi Tahun Musim Musim Musim Musim Uraian Tanam 1 Tanam 2 Tanam 3 Tanam 4 Biaya pupuk ponsca Biaya pupuk kandang , , , , , , , ,57 Biaya kapur , , , ,22 Biaya obat perekat , , , ,00 Biaya obat perangsang , , , ,00 Biaya obat insec , , , ,00 Biaya obat fungi , , , ,00 Biaya benih Biaya TK Biaya sewa lahan Biaya mulsa Total biaya tunai Penyusutan TK Keluarga , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,00 Total biaya , , , ,42 Penerimaan , , , ,65 Pendapatan bersih atas biaya total , , , ,24 Pendapatan bersih atas biaya tunai , , , ,91

83 Lampiran 3. Produktivitas Cabai Merah di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi Tahun 2009/2012 Produktivitas (kg/ha) No musim tanam 1 musim tanam 2 musim tanam 3 musim tanam , , , , , , Total , , ,33 Rata-rata 2090, , , , 93

84 Lampiran 4. Penerimaan Cabai Merah di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi Tahun 2009/2012 PENERIMAAN No musim tanam 1 musim tanam 2 musim tanam 3 musim tanam Total Ratarata ,65

85 Lampiran 5. Analisis Risiko Produksi Cabai Merah di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi Tahun 2009/2012 a. Berdasarkan Produktivitas Cabai Merah Kondisi Peluang Produktivitas (Kwintal/Ha) Tinggi 0,25 185,8 46,45 Normal 0,25 116,12 29,03 Rendah 0,5 33,68 16,84 Expected Value 92,32 Variance 0, , ,6276 0,25 566,44 141,61 0,5 3438, , ,5624 Standar Deviation 63, Coefficient variation 0, b. Berdasarkan Penerimaan Cabai Merah Kondisi Peluang Return (Rp) Tinggi 0, , ,56 Normal 0, , ,48 Rendah 0, , ,96 Expected Value ,00 Variance 0, E E+15 0, E E+12 0, E E E+15 Standar Deviation ,63 Coefficient variation 0,

86 Residual Lampiran 6. Analisis Regresi Linier Model Perilaku Penawaran Cabai Merah Regression Analysis: Ln Y versus Ln x1, Ln x2,... The regression equation is ln y = ln x ln x ln x ln x ln x ln x ln x7 Predictor Coef SE Coef T P VIF Constant ln x ln x ln x ln x ln x ln x ln x S = R-Sq = 61.8% R-Sq(adj) = 47.4% Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression Residual Error Total Source DF Seq SS Ln x ln x Ln x Ln x Ln x Ln x Ln x Durbin-Watson statistic = Residuals Versus the Order of the Data (response is Ln Y) Observation Order

87 Lampiran 7. Tabel Penggunaan Faktor Produksi Usahatani Cabai Merah di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi Responden Y X1 X2 X3 X4 X5 X6 X

88 Lampiran 8. Tabel Penggunaan Faktor Produksi Usahatani Cabai Merah di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi (Natural Log) Responden ln y ln x1 ln x2 ln x3 ln x4 ln x5 ln x6 ln x

89 Lampiran 9. Gambar Tanaman Cabai Merah di Desa Perbawati yang Terserang Hama dan Penyakit Tanaman Kebun cabai merah di Desa Perbawati Hama Lalat Buah Penyakit Bercak Daun Penyakit Bercak Bakteri Penyakit Antraknosa (Patek) Penyakit Busuk Buah dan Daun

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Risiko Risiko menunjukkan peluang terhadap suatu kejadian yang dapat diukur oleh pembuat keputusan. Pada umumnya peluang terhadap suatu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Agribisnis Cabai Merah

II. TINJAUAN PUSTAKA Agribisnis Cabai Merah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Agribisnis Cabai Merah Cabai merah (Capsicum annuum) merupakan tanaman hortikultura sayursayuran buah semusim untuk rempah-rempah, yang di perlukan oleh seluruh lapisan masyarakat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang memiliki peranan penting karena selain sebagai penghasil komoditi untuk memenuhi kebutuhan pangan, sektor pertanian juga

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai risiko produksi cabai merah ini dilakukan di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Lokasi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN Sektor pertanian terdiri dari beberapa sub sektor, yaitu tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan, dimana keempat sub sektor tersebut mempunyai peranan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009)

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang memiliki peranan penting bagi perekonomian Negara Indonesia. Sebagian besar masyarakat Indonesia menggantungkan kehidupan mereka pada sektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB.

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB. I. PENDAHULUAN 1.1. Latarbelakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang mempunyai peranan penting dalam meningkatkan perkembangan ekonomi Indonesia. Hal ini dikarenakan sektor pertanian adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha Triwulan-I Tahun

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha Triwulan-I Tahun I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris menunjukkan bahwa sektor pertanian mempunyai peranan yang penting dalam mendukung perekonomian nasional, terutama sebagai sumber bahan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik 2009

I PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik 2009 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat strategis dalam pembangunan perekonomian negara Indonesia. Hal tersebut dikarenakan sebagian besar penduduk Indonesia yaitu sekitar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan penting dalam perekonomian Indonesia terutama dalam pembentukan PDB (Produk Domestik Bruto). Distribusi PDB menurut sektor ekonomi atau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Subsektor hortikultura merupakan salah satu subsektor pertanian yang memberikan kontribusi strategis dalam menyumbang nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia dan berperan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 4 Pengertian Manajemen Risiko [26 Juli 2011]

TINJAUAN PUSTAKA. 4  Pengertian Manajemen Risiko [26 Juli 2011] II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sumber-sumber Risiko Risiko dapat dihubungkan dengan kemungkinan terjadinya akibat buruk (kerugian) yang tidak diinginkan, atau tidak terduga. Risiko dapat terjadi pada pelayanan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penting bagi perkembangan perekonomian nasional di Indonesia. Hal ini

I. PENDAHULUAN. penting bagi perkembangan perekonomian nasional di Indonesia. Hal ini 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sampai saat ini masih memegang peranan penting bagi perkembangan perekonomian nasional di Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program

BAB I PENDAHULUAN. Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program pengembangan agribisnis. Program ini bertujuan untuk memfasilitasi berkembangnya usaha agribisnis

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor hortikultura berperan penting dalam mendukung perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat melalui nilai Produk Domestik Bruto (PDB). Produk Domestik Bruto (PDB)

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian Indonesia memiliki potensi yang besar dalam segi sumberdaya dan kualitas, sehingga dapat menjadi sektor unggulan dalam meningkatkan pendapatan negara. Saat ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Komoditas hortikultura tergolong komoditas yang bernilai ekonomi tinggi

BAB I PENDAHULUAN. Komoditas hortikultura tergolong komoditas yang bernilai ekonomi tinggi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Komoditas hortikultura tergolong komoditas yang bernilai ekonomi tinggi dan menjadi salah satu sumber pertumbuhan ekonomi wilayah (Badan Litbang Pertanian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tabel 1. Hortikultura

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tabel 1. Hortikultura I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang luas dan kaya akan komoditas pertanian serta sebagian besar penduduknya adalah petani. Sektor pertanian sangat tepat untuk dijadikan sebagai

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan alur berfikir dalam melakukan penelitian berdasarkan tujuan penelitian. Tujuan dari penelitian yang akan dilakukan

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Tomat Cherry 2.2 Penelitian Terdahulu

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Tomat Cherry 2.2 Penelitian Terdahulu II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Tomat Cherry Tomat (Lycopersicon esculentum) termasuk dalam famili Solanaceae. Tomat varietas cerasiforme (Dun) Alef sering disebut tomat cherry yang didapati tumbuh

Lebih terperinci

Lapangan Usaha. Sumber : Badan Pusat Statistik (2012) 1

Lapangan Usaha. Sumber : Badan Pusat Statistik (2012) 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor strategis yang memberikan kontribusi dalam pembangunan perekonomian Indonesia. Hal ini dikarenakan sebagian besar masyarakat Indonesia

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai risiko produksi wortel dan bawang daun dilakukan di Kawasan Agropolitan Cianjur Jawa Barat. Lokasi tersebut dipilih karena merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komoditas hortikultura merupakan komoditas potensial yang mempunyai nilai ekonomi dan permintaan pasar yang tinggi. Luas wilayah Indonesia dengan keragaman agroklimatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang menjadi pusat perhatian dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di perusahaan Anisa Adenium, yang berada di Bekasi Timur, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilaksanakan secara sengaja

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Subsektor hortikultura merupakan bagian dari sektor pertanian yang mempunyai peran penting dalam menunjang peningkatan perekonomian nasional dewasa ini. Subsektor ini

Lebih terperinci

Gambar 2. Rangkaian Kejadian Risiko-Ketidakpastian

Gambar 2. Rangkaian Kejadian Risiko-Ketidakpastian III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Konsep Risiko Suatu bisnis yang dilakukan oleh para pelaku usaha pasti dihadapkan pada risiko dalam usahanya. Selain risiko, pebisnis dalam melakukan aktivitas bisnisnya dihadapkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sumber-Sumber Risiko Produksi pada Pertanian

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sumber-Sumber Risiko Produksi pada Pertanian II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sumber-Sumber Risiko Produksi pada Pertanian Pada dasarnya kegiatan produksi pada pertanian mengandung berbagai risiko dan ketidakpastian dalam pengusahaannya. Dalam kegiatan

Lebih terperinci

Bab 5 H O R T I K U L T U R A

Bab 5 H O R T I K U L T U R A Bab 5 H O R T I K U L T U R A Komoditas hortikultura yang terdiri dari buah-buahan, sayuran, tanaman hias, dan tanaman obat mempunyai potensi besar untuk dikembangkan sebagai usaha agribisnis. Pengelolaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang beriklim tropis dan relatif subur. Atas alasan demikian Indonesia memiliki kekayaan flora yang melimpah juga beraneka ragam.

Lebih terperinci

Tahun Bawang

Tahun Bawang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Komoditas hortikultura merupakan komoditas yang sangat prospektif untuk dikembangkan melalui usaha agribisnis, mengingat potensi serapan pasar di dalam negeri dan pasar

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Teoritis 3.1.1 Konsep Risiko Istilah risiko (risk) dan ketidakpastian (uncertainty) sering digunakan secara bersamaan atau bahwa risiko sama dengan ketidakpastian.

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki berbagai macam potensi sumber daya alam yang melimpah serta didukung dengan kondisi lingkungan, iklim, dan cuaca yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Penduduk Indonesia usia 15 tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama, (juta orang) No.

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Penduduk Indonesia usia 15 tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama, (juta orang) No. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yaitu negara pertanian dengan daratannya yang subur dan didukung oleh iklim yang menguntungkan. Usaha pertanian, budidaya tanaman dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor yang berkembang pesat dalam pertanian Indonesia. Jenis tanaman yang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor yang berkembang pesat dalam pertanian Indonesia. Jenis tanaman yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor yang berkembang pesat dalam pertanian Indonesia. Jenis tanaman yang dibudidayakan dalam hortikultura meliputi buah-buahan, sayur-sayuran,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2011)

I. PENDAHULUAN. Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2011) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang memiliki peluang besar dalam memanfaatkan sumberdaya alam yang melimpah untuk memajukan sektor pertanian. Salah satu subsektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. potensi besar dalam pengembangan di sektor pertanian. Sektor pertanian di

I. PENDAHULUAN. potensi besar dalam pengembangan di sektor pertanian. Sektor pertanian di 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan ribuan pulau yang mempunyai potensi besar dalam pengembangan di sektor pertanian. Sektor pertanian di Indonesia telah memberikan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada kelompoktani Pondok Menteng yang terletak di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu subsektor pertanian yang potensial dalam memberikan kontribusi yang besar terhadap pembangunan ekonomi dan memegang peranan penting

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Komoditi Melon

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Komoditi Melon II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Komoditi Melon Melon (Cucumis melo L.) berasal dari daerah Mediterania kemudian menyebar luas ke Timur Tengah dan Asia. Akhirnya, tanaman melon menyebar ke segala

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 41,91 (42,43) 42,01 (41,60) 1,07 (1,06) 12,49 (12,37) 0,21 (0,21) 5,07 (5,02) 20,93 (20,73) 6,10 (6,04) 0,15 (0,15) (5,84) 1,33 (1,35)

I. PENDAHULUAN 41,91 (42,43) 42,01 (41,60) 1,07 (1,06) 12,49 (12,37) 0,21 (0,21) 5,07 (5,02) 20,93 (20,73) 6,10 (6,04) 0,15 (0,15) (5,84) 1,33 (1,35) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu bidang produksi dan lapangan usaha yang paling tua di dunia yang pernah dan sedang dilakukan oleh masyarakat. Sektor pertanian adalah sektor

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN

IV METODE PENELITIAN IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi risiko produksi jagung manis dilakukan di Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor.

Lebih terperinci

ANALISIS RISIKO PRODUKSI TANAMAN HIAS ADENIUM DI PERUSAHAAN ANISA ADENIUM, BEKASI TIMUR PROVINSI JAWA BARAT

ANALISIS RISIKO PRODUKSI TANAMAN HIAS ADENIUM DI PERUSAHAAN ANISA ADENIUM, BEKASI TIMUR PROVINSI JAWA BARAT ANALISIS RISIKO PRODUKSI TANAMAN HIAS ADENIUM DI PERUSAHAAN ANISA ADENIUM, BEKASI TIMUR PROVINSI JAWA BARAT SKRIPSI YUNITA ARIANI ZEBUA H34096127 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melalui nilai tambah, lapangan kerja dan devisa, tetapi juga mampu

I. PENDAHULUAN. melalui nilai tambah, lapangan kerja dan devisa, tetapi juga mampu 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sektor industri merupakan komponen utama dalam pembangunan ekonomi nasional. Sektor industri mampu memberikan kontribusi ekonomi yang besar melalui nilai tambah,

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkembangan Kajian Risiko Harga Komoditas Pertanian

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkembangan Kajian Risiko Harga Komoditas Pertanian II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkembangan Kajian Risiko Harga Komoditas Pertanian Risiko harga suatu komoditas dapat bersumber dari fluktuasi harga output maupun harga input pertanian. Umumnya kegiatan produksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bruto (PDB) Indonesia, dan berperan penting dalam perekonomian nasional

BAB I PENDAHULUAN. Bruto (PDB) Indonesia, dan berperan penting dalam perekonomian nasional 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor hortikultura merupakan salah satu subsektor pertanian yang memberikan kontribusi strategis dalam menyumbang nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia,

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Komoditas Caisin ( Brassica rapa cv. caisin)

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Komoditas Caisin ( Brassica rapa cv. caisin) II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Komoditas Caisin (Brassica rapa cv. caisin) Caisin (Brassica rapa cv. caisin) merupakan tanaman yang termasuk ke dalam suku kubis-kubisan atau sawi-sawian (Brassicaceae/Cruciferae).

Lebih terperinci

ANALISIS RISIKO PRODUKSI TOMAT DAN CABAI MERAH DI DESA PERBAWATI, KECAMATAN SUKABUMI, KABUPATEN SUKABUMI, PROVINSI JAWA BARAT

ANALISIS RISIKO PRODUKSI TOMAT DAN CABAI MERAH DI DESA PERBAWATI, KECAMATAN SUKABUMI, KABUPATEN SUKABUMI, PROVINSI JAWA BARAT ANALISIS RISIKO PRODUKSI TOMAT DAN CABAI MERAH DI DESA PERBAWATI, KECAMATAN SUKABUMI, KABUPATEN SUKABUMI, PROVINSI JAWA BARAT SKRIPSI JAYANTI MANDASARI H34080077 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI

Lebih terperinci

ANALISIS RISIKO PRODUKSI DAUN POTONG Di PT PESONA DAUN MAS ASRI, CIAWI KABUPATEN BOGOR, JAWABARAT

ANALISIS RISIKO PRODUKSI DAUN POTONG Di PT PESONA DAUN MAS ASRI, CIAWI KABUPATEN BOGOR, JAWABARAT ANALISIS RISIKO PRODUKSI DAUN POTONG Di PT PESONA DAUN MAS ASRI, CIAWI KABUPATEN BOGOR, JAWABARAT SKRIPSI NUR AMALIA SAFITRI H 34066094 PROGRAM SARJANA PENYELENGGARAAN KHUSUS DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

ANALISIS RISIKO PRODUKSI CABAI MERAH KERITING PADA KELOMPOKTANI PONDOK MENTENG DESA CITAPEN KECAMATAN CIAWI BOGOR

ANALISIS RISIKO PRODUKSI CABAI MERAH KERITING PADA KELOMPOKTANI PONDOK MENTENG DESA CITAPEN KECAMATAN CIAWI BOGOR ANALISIS RISIKO PRODUKSI CABAI MERAH KERITING PADA KELOMPOKTANI PONDOK MENTENG DESA CITAPEN KECAMATAN CIAWI BOGOR SKRIPSI HELENTINA SITUMEANG H34096040 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian masih merupakan prioritas pembangunan secara nasional maupun regional. Sektor pertanian memiliki peran penting untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor dalam perekonomian nasional dinilai strategis dan mampu menjadi mesin penggerak pembangunan suatu negara. Pada tahun 2009 sektor

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Letak dan Keadaan Geografi Daerah Penelitian Desa Perbawati merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Batas-batas

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BPS. 2012

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BPS. 2012 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cabai merupakan salah satu komoditas hortikultura yang dibutuhkan dan dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Menurut Direktorat Jenderal Hortikultura (2008) 1 komoditi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. kenyataan yang terjadi yakni

BAB I PENDAHULUAN. penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. kenyataan yang terjadi yakni BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu Negara berkembang dengan sektor pertanian sebagai sumber mata pencaharian dari mayoritas penduduknya. Dengan demikian, sebagian

Lebih terperinci

VI RISIKO PRODUKSI SAYURAN ORGANIK

VI RISIKO PRODUKSI SAYURAN ORGANIK VI RISIKO PRODUKSI SAYURAN ORGANIK 6.1. Analisis Risiko Produksi Risiko produksi menyebabkan tingkat produktivitas tanaman sayuran organik mengalami fluktuasi. Hal tersebut menunjukkan bahwa perusahaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber vitamin, mineral, penyegar, pemenuhan kebutuhan akan serat dan kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. sumber vitamin, mineral, penyegar, pemenuhan kebutuhan akan serat dan kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang mempunyai peranan penting dalam meningkatkan perkembangan ekonomi Indonesia. Hal ini dikarenakan sektor pertanian

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peran Kemitraan Dalam Pengelolaan Risiko

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peran Kemitraan Dalam Pengelolaan Risiko II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peran Kemitraan Dalam Pengelolaan Risiko Sutawi (2008) mengemukakan bahwa kemitraan merupakan salah satu upaya untuk menekan risiko yang dihadapi petani. Dengan cara mengalihkan

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep dan Definisi Risiko Menurut Frank Knight, risiko menunjukkan peluang terhadap suatu kejadian yang dapat diketahui oleh pelaku bisnis

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Komoditas hortikultura merupakan komoditas potensial yang mempunyai nilai ekonomi dan permintaan pasar yang tinggi. Komoditas hortikultura dapat menjadi sumber pendapatan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang kaya akan hasil pertanian, kehutanan, perkebunan, peternakan, dan perikanan yang artinya masyarakat banyak yang bermata pencaharian

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Tujuan dari penelitian yang akan dilakukan adalah untuk mengetahui tingkat pendapatan usahatani tomat dan faktor-faktor produksi yang mempengaruhi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Persentase Produk Domestik Bruto Pertanian (%) * 2009** Lapangan Usaha

I. PENDAHULUAN. Persentase Produk Domestik Bruto Pertanian (%) * 2009** Lapangan Usaha I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumber pertumbuhan ekonomi yang sangat potensial dalam pembangunan sektor pertanian adalah hortikultura. Seperti yang tersaji pada Tabel 1, dimana hortikultura yang termasuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam meningkatkan perkembangan ekonomi Indonesia. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam meningkatkan perkembangan ekonomi Indonesia. Hal ini BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang mempunyai peranan penting dalam meningkatkan perkembangan ekonomi Indonesia. Hal ini dikarenakan sektor pertanian

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Tipe Data dan Sumber Data 4.3. Metode Pengumpulan Data

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Tipe Data dan Sumber Data 4.3. Metode Pengumpulan Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di perusahaan Natalia Nursery. Perusahaan ini merupakan perusahaan pribadi yang memiliki dua lahan budidaya yaitu di Desa Tapos,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya alam yang beraneka ragam dan memiliki wilayah yang cukup luas. Hal ini yang membuat Indonesia menjadi

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Langkah awal dalam menganalisis suatu risiko adalah dengan melakukan identifikasi pada risiko dan sumber risiko yang dihadapi oleh suatu perusahaan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. datang adalah hortikultura. Hortikultura merupakan komoditas pertanian yang

I. PENDAHULUAN. datang adalah hortikultura. Hortikultura merupakan komoditas pertanian yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai negara tropis, Indonesia memiliki kekayaan sumber daya alam yang melimpah. Salah satu komoditas pertanian khas tropis yang potensial untuk dikembangkan di Indonesia

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. 1.1 Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... 8

DAFTAR ISI. 1.1 Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... 8 DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DALAM... i PERNYATAAN KEASLIAN KARYA SKRIPSI... ii ABSTRACT... iii ABSTRAK... iv RINGKASAN... v HALAMAN PERSETUJUAN... ix HALAMAN PENGESAHAN... x RIWAYAT HIDUP... xi KATA PENGANTAR...

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Tahun (Milyar rupiah)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Tahun (Milyar rupiah) 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan sektor pertanian sebagai sumber mata pencaharian dari mayoritas penduduknya. Sektor pertanian adalah salah satu

Lebih terperinci

VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI CAISIN

VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI CAISIN VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI CAISIN Penilaian risiko produksi pada caisin dianalisis melalui penggunaan input atau faktor-faktor produksi terhadap produktivitas caisin. Analisis risiko produksi menggunakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional. Pembangunan pertanian memberikan sumbangsih yang cukup besar

I. PENDAHULUAN. nasional. Pembangunan pertanian memberikan sumbangsih yang cukup besar 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan pertanian merupakan bagian integral dari pembangunan ekonomi nasional. Pembangunan pertanian memberikan sumbangsih yang cukup besar bagi perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan masyarakat. Sektor pertanian di Indonesia terdiri dari beberapa sub

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan masyarakat. Sektor pertanian di Indonesia terdiri dari beberapa sub BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor andalan dalam pembangunan perekonomian nasional. Peranannya sebagai menyumbang pembentukan PDB penyediaan sumber devisa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang merupakan salah satu indikator keberhasilan suatu negara dapat dicapai melalui suatu sistem yang bersinergi untuk mengembangkan potensi yang dimiliki

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Teori Produksi Penelitian ini akan mengukur bagaimana dampak penggunaan faktorfaktor produksi terhadap risiko produksi yang ditunjukkan dengan adanya variasi hasil produksi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Cabai merupakan komoditas hortikultura penting di Indonesia yang

BAB I PENDAHULUAN. Cabai merupakan komoditas hortikultura penting di Indonesia yang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Cabai merupakan komoditas hortikultura penting di Indonesia yang dikonsumsi oleh sebagian besar penduduk tanpa memperhatikan tingkat sosial. Komoditas ini berprospek

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Ayam Broiler

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Ayam Broiler II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Ayam Broiler Ayam ras pedaging disebut juga broiler, yang merupakan jenis ras unggulan hasil persilangan dari bangsa-bangsa ayam yang memiliki daya produktivitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap manusia untuk dapat melakukan aktivitas sehari-hari guna mempertahankan hidup. Pangan juga merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pertanian merupakan kegiatan pengelolaan sumber daya untuk menghasilkan bahan pangan, bahan baku untuk industri, obat ataupun menghasilkan sumber energi. Pertanian merupakan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Indonesia sebagai negara agraris memiliki hasil pertanian yang sangat berlimpah. Pertanian merupakan sektor ekonomi yang memiliki posisi penting di Indonesia. Data Product

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor penting di Indonesia. Pembangunan pertanian

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor penting di Indonesia. Pembangunan pertanian I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pertanian merupakan sektor penting di Indonesia. Pembangunan pertanian diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan petani, memperluas lapangan pekerjaan di

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang cukup berpengaruh

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang cukup berpengaruh I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang cukup berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Sektor ini memiliki share sebesar 14,9 % pada

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia

V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia 58 V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH 5.1. Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia Bawang merah sebagai sayuran dataran rendah telah banyak diusahakan hampir di sebagian besar wilayah Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang) 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Meningkatnya jumlah penduduk dan adanya perubahan pola konsumsi serta selera masyarakat telah menyebabkan konsumsi daging ayam ras (broiler) secara nasional cenderung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara agraris yang subur tanahnya dan berada di

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara agraris yang subur tanahnya dan berada di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara agraris yang subur tanahnya dan berada di daerah tropis karena dilalui garis khatulistiwa. Tanah yang subur dan beriklim tropis

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Agribisnis Tanaman Hias dan Tanaman Buah

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Agribisnis Tanaman Hias dan Tanaman Buah II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Agribisnis Tanaman Hias dan Tanaman Buah Indonesia memiliki iklim dan wilayah tropis yang menyebabkan banyak tanaman dapat tumbuh dengan baik di Indonesia, sehingga wilayah dan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Atas Dasar Harga Berlaku di Indonesia Tahun Kelompok

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Atas Dasar Harga Berlaku di Indonesia Tahun Kelompok I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor pertanian unggulan yang memiliki beberapa peranan penting yaitu dalam pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat, peningkatan pendapatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang mempunyai iklim tropis, berpeluang besar bagi pengembangan budidaya tanaman buah-buahan, terutama buah-buahan tropika.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian. Tidak dapat dipungkiri bahwa sektor pertanian memegang peranan

I. PENDAHULUAN. pertanian. Tidak dapat dipungkiri bahwa sektor pertanian memegang peranan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara pertanian (agraris) yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani atau bergerak di bidang pertanian. Tidak dapat dipungkiri

Lebih terperinci

ANALISIS RISIKO PENGUSAHAAN BUNGA PADA PT SAUNG MIRWAN KABUPATEN BOGOR, PROVINSI JAWA BARAT

ANALISIS RISIKO PENGUSAHAAN BUNGA PADA PT SAUNG MIRWAN KABUPATEN BOGOR, PROVINSI JAWA BARAT ANALISIS RISIKO PENGUSAHAAN BUNGA PADA PT SAUNG MIRWAN KABUPATEN BOGOR, PROVINSI JAWA BARAT SKRIPSI NATALINA SIANTURI H34086062 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

gizi mayarakat sebagai sumber vitamin, mineral, protein, dan karbohidrat. Produksi hortikultura yaitu sayuran dan buah-buahan menyumbang pertumbuhan

gizi mayarakat sebagai sumber vitamin, mineral, protein, dan karbohidrat. Produksi hortikultura yaitu sayuran dan buah-buahan menyumbang pertumbuhan PENDAHULUAN Latar belakang Tanaman hortikultura merupakan salah satu tanaman yang menunjang pemenuhan gizi mayarakat sebagai sumber vitamin, mineral, protein, dan karbohidrat. Produksi hortikultura yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah jamur konsumsi (edible mushroom). Jamur konsumsi saat ini menjadi salah

BAB I PENDAHULUAN. adalah jamur konsumsi (edible mushroom). Jamur konsumsi saat ini menjadi salah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu komoditas sayuran yang memiliki potensi untuk dikembangkan adalah jamur konsumsi (edible mushroom). Jamur konsumsi saat ini menjadi salah satu sayuran yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (b) Mewujudkan suatu keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.

I. PENDAHULUAN. (b) Mewujudkan suatu keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara tradisional Indonesia adalah negara agraris yang banyak bergantung pada aktivitas dan hasil pertanian, dapat diartikan juga sebagai negara yang mengandalkan sektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Tanaman hortikultura merupakan salah satu tanaman yang menunjang pemenuhan gizi masyarakat sebagai sumber vitamin, mineral, protein, dan karbohidrat (Sugiarti, 2003).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan salah satu komoditas sayuran

BAB I PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan salah satu komoditas sayuran BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan salah satu komoditas sayuran yang memiliki nilai ekonomis tinggi ditinjau dari sisi pemenuhan konsumsi nasional, sumber

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Produksi Tanaman Sayuran di Indonesia Tahun Produksi (Ton)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Produksi Tanaman Sayuran di Indonesia Tahun Produksi (Ton) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wortel merupakan salah satu tanaman sayuran yang digemari masyarakat. Komoditas ini terkenal karena rasanya yang manis dan aromanya yang khas 1. Selain itu wortel juga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian berperan penting dalam pembangunan ekonomi nasional.

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian berperan penting dalam pembangunan ekonomi nasional. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian berperan penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Paling tidak ada lima peran penting yaitu: berperan secara langsung dalam menyediakan kebutuhan pangan

Lebih terperinci

PENGARUH SISTEM PENGELOLAAN USAHATANI CABAI MERAH TERHADAP JUMLAH PRODUKSI DAN TINGKAT PENDAPATAN

PENGARUH SISTEM PENGELOLAAN USAHATANI CABAI MERAH TERHADAP JUMLAH PRODUKSI DAN TINGKAT PENDAPATAN PENGARUH SISTEM PENGELOLAAN USAHATANI CABAI MERAH TERHADAP JUMLAH PRODUKSI DAN TINGKAT PENDAPATAN David Hismanta Depari *), Salmiah **) dan Sinar Indra Kesuma **) *) Alumni Program Studi Agribisnis Fakultas

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN. terhitung sejak pembuatan proposal penelitian. Pengambilan data dilakukan pada bulan April hingga Mei 2011.

IV METODE PENELITIAN. terhitung sejak pembuatan proposal penelitian. Pengambilan data dilakukan pada bulan April hingga Mei 2011. IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai risiko produksi sayuran organik ini dilaksanakan di PT Masada Organik Indonesia, Desa Ciburial, Cisarua, Bogor, Jawa Barat. Pemilihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan sektor potensial yang memiliki peranan

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan sektor potensial yang memiliki peranan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor potensial yang memiliki peranan penting di dalam pembangunan ekonomi suatu negara, khususnya di negaranegara sedang berkembang yang

Lebih terperinci