BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karsinoma Nasofarings (KNF) merupakan subtipe yang berbeda dari

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. kompleks, mencakup faktor genetik, infeksi Epstein-Barr Virus (EBV) dan

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. keganasan yang berasal dari sel epitel yang melapisi daerah nasofaring (bagian. atas tenggorok di belakang hidung) (KPKN, 2015).

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kepala leher dan paling sering ditemukan di Indonesia dan sampai saat ini belum

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang berasal dari epitel

BAB 1 PENDAHULUAN. lebih dari setengahnya terdapat di negara berkembang, sebagian besar dari

BAB I PENDAHULUAN. keganasan epitel tersebut berupa Karsinoma Sel Skuamosa Kepala dan Leher (KSSKL)

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) adalah suatu karsinoma epitel skuamosa yang timbul

BAB 1 PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) adalah tumor ganas yang berasal dari sel

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Paradigma mengenai kanker bagi masyarakat umum. merupakan penyakit yang mengerikan.

PERAN EKSPRESI E-CADHERIN PADA METASTASIS KARSINOMA NASOFARINGS. Karya Tulis Akhir

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Karsinoma laring adalah keganasan pada laring yang berasal dari sel epitel laring.

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia dan di Bali khususnya insiden karsinoma tiroid sangat tinggi sejalan

BAB I PENDAHULUAN. Kanker payudara merupakan kanker tersering pada wanita di seluruh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karsinoma larings merupakan keganasan yang cukup sering dan bahkan

BAB I PENDAHULUAN. jutaan wanita di seluruh dunia terkena kanker payudara tiap tahunnya. Walaupun

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Karsinoma payudara merupakan karsinoma terbanyak. pada wanita di dunia. Menurut World Health Organization

BAB 1 PENDAHULUAN. Karsinoma servik merupakan penyakit kedua terbanyak pada perempuan

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Epstein-Barr Virus (EBV) menginfeksi lebih dari. 90% populasi dunia. Di negara berkembang, infeksi

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma kolorektal (KKR) merupakan masalah kesehatan serius yang

BAB I PENDAHULUAN. berbeda memiliki jenis histopatologi berbeda dan karsinoma sel skuamosa paling

BAB I PENDAHULUAN. dikalangan wanita sedunia, meliputi 16% dari semua jenis kanker yang diderita

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyebab kematian pada wanita setelah kanker payudara. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penyebab yang kompleks. Angka kejadian KNF tidak sering ditemukan di dunia barat

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar belakang. Karsinoma nasofarings (KNF) merupakan keganasan. yang jarang ditemukan di sebagian besar negara, namun

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Karsinoma sel basal merupakan keganasan kulit. tersering, menempati kira-kira 70% dari semua keganasan

Kata kunci: kanker kolorektal, jenis kelamin, usia, lokasi kanker kolorektal, gejala klinis, tipe histopatologi, RSUP Sanglah.

BAB I PENDAHULUAN. kematiannya. Karsinoma kolorektal merupakan penyebab kematian nomor 4 dari

BAB I PENDAHULUAN. dunia, dimana saat ini merupakan peringkat kedua penyakit kanker setelah kanker

BAB I PENDAHULUAN. ganas hidung dan sinus paranasal (18 %), laring (16%), dan tumor ganas. rongga mulut, tonsil, hipofaring dalam persentase rendah.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Regina Lorinda, 2014

BAB 1 PENDAHULUAN. kasus diantaranya menyebabkan kematian (Li et al., 2012; Hamdi and Saleem,

ABSTRAK. Etiopatogenesis Karsinoma Nasofaring (KNF) Rabbinu Rangga Pribadi, Pembimbing: dr. Freddy Tumewu A., M.S.

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Karsinoma nasofarings (KNF) merupakan salah satu. kasus keganasan yang tergolong jarang ditemukan di

BAB 1 PENDAHULUAN. mencapai stadium lanjut dan mempunyai prognosis yang jelek. 1,2

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma payudara merupakan penyakit keganasan yang paling sering

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kanker kulit terbagi 2 kelompok yaitu melanoma dan kelompok non

BAB I PENDAHULUAN. dibanding kasus). Kematian akibat kanker payudara menduduki peringkat

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan keganasan. yang berasal dari lapisan epitel nasofaring. Karsinoma

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. maju maupun di negara berkembang. Di Indonesia, karsinoma payudara

2.3.2 Faktor Risiko Prognosis...16 BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN Kerangka Berpikir

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Virus Epstein-Barr (EBV) adalah virus yang. menginfeksi lebih dari 90% populasi di dunia, baik yang

BAB 1 PENDAHULUAN. menyebabkan kematian. Lebih dari satu juta orang per tahun di dunia meninggal

BAB III METODE PENELITIAN. sectional untuk menilai hubungan ekspresi HER-2/neu dengan ukuran tumor pada

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. kardiovaskular dan infeksi (Hauptman, et.al., 2013). Berdasarkan Global Health

BAB 1 : PENDAHULUAN. perubahan. Masalah kesehatan utama masyarakat telah bergeser dari penyakit infeksi ke

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. siklus sel yang khas yang menimbulkan kemampuan sel untuk tumbuh tidak

(PR), serta human epidermal growth factor receptor 2 (HER2) kanker payudara tersebut. (Shenkier, 2004) Keberhasilan dalam penatalaksanaan kanker

BAB I PENDAHULUAN. Kanker payudara merupakan salah satu masalah kesehatan penting di dunia,

ABSTRAK GAMBARAN KOMPLIKASI PASIEN KANKER KEPALA DAN LEHER PASCA RADIOTERAPI/KEMOTERAPI DI RSUP SANGLAH TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN. Selama tiga dasawarsa terakhir, kanker ovarium masih merupakan masalah

I. BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) adalah suatu karsinoma sel skuamosa. yang berasal dari sel epitel nasofaring (Brennan, 2006; Wei, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Karsinoma ovarium adalah keganasan yang berasal. dari jaringan ovarium. Ovarian Cancer Report mencatat

I. PENDAHULUAN. saat ini menjadi permasalahan dunia, tidak hanya di negara berkembang

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. morbiditas dan mortalitas. Di negara-negara barat, kanker merupakan penyebab

ABSTRAK. Angka Kejadian Karsinoma Mammae di Rumah Sakit Immanuel Bandung Periode Januari 2007 Desember 2009

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 4 HASIL. Korelasi stadium..., Nurul Nadia H.W.L., FK UI., Universitas Indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Staging tumor, nodus, metastasis (TNM) Semakin dini semakin baik. di bandingkan dengan karsinoma yang sudah invasif.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman modern ini angka kejadian kanker di. masyarakat semakin meningkat.hal ini menuntut kita agar

" The validity of the CT scan examination on Therapy Response Evaluation of Primary Carcinoma Tumor Nasofarings "

BAB I PENDAHULUAN. Kanker Ovarium Epitel (KEO) merupakan kanker ginekologi yang. mematikan. Dari seluruh kanker ovarium, secara histopatologi dijumpai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. dari saluran pencernaan yang berfungsi menyerap sari makanan untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kanker kepala dan leher adalah penyebab kematian akibat kanker tersering

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian Pada penelitian ini digunakan desain cross sectional. Cross

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karsinoma sel skuamosa di laring (KSSL) menempati. urutan kedua dariseluruhkarsinomadi saluran

BAB 1 PENDAHULUAN. dari semua kanker pada organ reproduksi. Diantara kanker yang ditemukan pada

BAB I PENDAHULUAN. di negara maju terlebih lagi bagi negara berkembang. Angka kematian akibat

BAB I PENDAHULUAN. pada perempuan. Menurut riset yang dilakukan oleh International Agency for

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Di Indonesia, diantara berbagai jenis kanker, karsinoma paru

TUMOR KEPALA LEHER DI POLIKLINIK THT-KL RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO PERIODE JANUARI 2010 DESEMBER 2012

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Kanker kolorektal merupakan kanker ketiga terbanyak dan penyebab

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kanker ovarium berada pada urutan keempat dari seluruh kanker yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Papilloma sinonasal diperkenalkan oleh Ward sejak tahun 1854, hanya mewakili

BAB I PENDAHULUAN. Kanker serviks adalah kanker pembunuh perempuan nomor satu. maka pengobatan yang diberikan adalah kemoterapi (Baradero,2007).

BAB 1 PENDAHULUAN. Massa regio colli atau massa pada leher merupakan temuan klinis yang

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma payudara merupakan kanker yang paling. sering pada wanita di negara maju dan berkembang, dan

BAB I PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang Penelitian. Karsinoma payudara merupakan keganasan paling banyak

BAB I PENDAHULUAN. Kanker merupakan masalah kesehatan utama masyarakat di dunia dan. penyebab kematian nomor dua di Amerika Serikat.

BAB I PENDAHULUAN. Diperkirakan terdapat kasus baru kanker ovarium dan kasus meninggal

2.8 Diagnosis Kanker Nasofaring Penggolongan Stadium pada Kanker Nasofaring...17

LAPORAN PENDAHULUAN Soft Tissue Tumor

BAB I PENDAHULUAN. paling umum terjadi dan paling banyak menyebabkan. kematian pada perempuan setelah karsinoma paru-paru

ABSTRAK PREVALENSI DAN GAMBARAN PASIEN KARSINOMA NASOFARING DI RSUP DR. HASAN SADIKIN BANDUNG PERIODE JANUARI DESEMBER 2014

BAB 1 PENDAHULUAN. negara agraris yang sedang berkembang menjadi negara industri membawa

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... 4

ABSTRAK GAMBARAN SKOR OHIP-14 PASIEN KANKER KEPALA DAN LEHER YANG MENDAPATKAN RADIOTERAPI DAN KEMOTERAPI DI RSUP SANGLAH TAHUN 2016

BAB 1 PENDAHULUAN. wanita dan merupakan kanker kelima paling sering pada wanita di seluruh dunia

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian Pada penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan desain cross

DAFTAR ISI. LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii PENETAPAN PANITIA PENGUJI... iii

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Kanker kolorektal merupakan salah satu penyebab utama

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karsinoma Nasofarings (KNF) merupakan subtipe yang berbeda dari Kanker Kepala Leher (KKL) dalam hal epidemiologi, karakteristik klinis, etiologi, dan histopatologi (Ruiz et al., 2011). Etiologi KNF sangat kompleks, mencakup faktor genetik, infeksi Epstein-Barr Virus (EBV), dan lingkungan (Razak et al., 2010; Yu et al., 2013). Ras Mongoloid merupakan faktor dominan timbulnya KNF sehingga kekerapan cukup tinggi terjadi pada penduduk Cina bagian selatan, Hongkong, Vietnam, Thailand, Malaysia, Singapura dan Indonesia (Roezin dan Adham, 2011). Secara global, KNF menyumbang sekitar 80.000 kasus baru dan 50.000 kematian setiap tahunnya (Razak et al., 2010). Karsinoma nasofaring merupakan salah satu kanker yang paling sering terjadi di Cina Selatan dan Asia Tenggara (Xu et al., 2013), dengan jenis histologi yang paling sering ditemukan adalah karsinoma tak terdiferensiasi (World Health Organization (WHO) tipe III) (Cao et al., 2011). Insiden yang cukup tinggi terjadi di beberapa daerah di Cina Selatan, terutama di provinsi Guangzhou, dengan insiden sekitar 30-80/100.000 per tahun (Spano et al., 2003; Zhao et al., 2012), sehingga menimbulkan masalah kesehatan yang serius (Xu et al., 2013). Insiden intermediate terjadi di Asia Tenggara, termasuk Singapura (15/100.000), Malaysia (9.7/100.000), Vietnam (7.5/100.000), Taiwan (7/100.000), dan Filipina (6,4/100.000). Kecenderungan ini juga berlaku di Afrika, termasuk Kenya 1

2 (5.4/100.000) dan Aljazair, Maroko, dan Tunisia (5.1/100.00) (Adham et al., 2012). Di luar negara-negara tersebut di atas, insiden KNF masih sangat rendah, terutama di Eropa Barat dan di Amerika Serikat (AS), di negara-negara tersebut, jenis histologi utama adalah WHO tipe I (differentiated type), yang berhubungan dengan penggunaan tembakau dengan insiden 0,5-2/100.000 per tahun (Spano et al., 2003). Spano et al (2003), melaporkan rasio KNF pada laki-laki : perempuan sekitar 2-3 : 1. Baru-baru ini dilaporkan insiden KNF di Hongkong pada laki-laki sebesar 20-30/100.000, sedangkan pada perempuan 15-20/100.000 (Wei dan Kwong, 2010). Distribusi usia pasien KNF tidak sama di Asia Tenggara dan Afrika Utara. Di Asia, sebagian besar kasus terjadi pada dekade kelima dan keenam kehidupan, sedangkan di Arika Utara ditemukan distribusi bimodal, dengan puncak utama kejadian sekitar usia 50 tahun, mirip dengan puncak usia kejadian KNF yang diamati di Asia, dan puncak kecil pada pasien berusia antara 10 dan 25 tahun. Insiden KNF pada remaja ini menyumbang sekitar 20% (Spano et al., 2003). Karsinoma nasofarings merupakan kanker yang sering terjadi di Indonesia, sebagai peringkat keempat setelah kanker leher rahim, kanker payudara, dan kanker kulit, dan merupakan kanker yang paling sering terjadi di bagian kepala leher. Penyakit ini 100% terkait dengan EBV, terutama tipe undifferentiated carcinoma (WHO tipe III). Insiden KNF di Indonesia diperkirakan 6.2/100.000 atau sekitar 12 000 kasus baru setiap tahunnya (Adham et al., 2012). Data

3 registrasi kanker di Indonesia berdasarkan histopatologi tahun 2003 menunjukkan bahwa KNF menempati urutan pertama dari semua tumor ganas primer pada laki laki dan urutan ke 8 pada perempuan (Ariwibowo, 2013). Dari data rekam medik poliklinik Telinga Hidung Tenggorok-Bedah Kepala Leher (THT-KL) Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) dr. Sardjito Yogyakarta, dalam 3 tahun terakhir didapatkan jumlah pasien yang terdiagnosis KNF pada tahun 2010 sebanyak 87 pasien, tahun 2011 ada 97 pasien, sedangkan pada tahun 2012 ada sebanyak 117 pasien. Dari data tersebut terlihat peningkatan jumlah pasien KNF dalam 3 tahun terakhir. Metastasis merupakan penyebab kematian (90%) dari semua kanker, dan menimbulkan gejala klinis yang berbeda (Yilmaz et al., 2007). Metastasis menunjukkan sebagai proses yang terkoordinasi, memiliki tahapan-tahapan, meliputi pemisahan sel dari tumor primer untuk untuk berkembang menjadi lesi baru di organ jauh (Beavon, 1999). Metastasis merupakan hasil dari pengaruh yang kompleks dari perubahan adhesi antar sel, motilitas dan migrasi sel, proteolisis Extracellular Matrix (ECM) dan membrana basalis (Howell dan Grandis, 2005) Berbeda dengan Karsinoma Sel Skuamosa (KSS) kepala leher lainnya (Cao et al., 2011), pertumbuhan tumor yang cepat menyebabkan KNF memiliki kecenderungan yang tinggi untuk menginvasi daerah yang berdekatan, bermetastasis ke limfonodi regional dan organ jauh. Lebih dari 60% pasien KNF yang datang didiagnosis dengan metastasis. Apabila telah terjadi metastasis maka prognosis penyakit menjadi jelek dan menyebabkan tinggat kegagalan terapi yang

4 tinggi. Oleh karena itu, pemahaman yang lebih baik tentang mekanisme molekuler metastasis KNF sangat penting untuk memeperbaiki prognosis pasien (Chen et al., 2012; Yu et al., 2013). Metastasis jauh sering terjadi pada pasien KNF (38-87%). Organ yang sering mengalami metastasis jauh adalah tulang (70-80%), liver (30%), paru-paru, dan sedikit pada limfonodi selain di regio leher (aksila, mediastinum, pelvis, dan inguinal). Prognosis penyakit tergantung pada lokasi metastasis, jika terjadi metastasis ke liver prognosis penyakit menjadi jelek, sedangkan bila metastasis ke tulang angka kelangsungan hidup lebih baik (Bensouda et al., 2011). Pada stadium awal penyakit, pasien sering tidak menyadari adanya gejala, sehingga pasien yang datang ke pelayanan kesehatan sudah dalam keadaan stadium lanjut (Wei dan Kwong, 2010), dan pada 30-60% pasien stadium lanjut akan terjadi metastasis jauh dan mati akibat penyebaran penyakit (Cao et al., 2011). Sekitar 90% kontrol lokal tumor primer dapat dicapai dengan terapi yang ada saat ini, seperti radioterapi dan kemoterapi. Namun demikian, sekitar 30-40% KNF pasca terapi masih akan dapat berkembang untuk terjadi metastasis jauh dan atau terjadi kekambuhan lokoregional yang pada akhirnya menyebabkan kegagalan terapi (Zhao et al., 2012). Kemajuan dalam diagnostik pencitraan, radioterapi, dan kemoterapi mungkin dapat mencapai kontrol lokoregional yang baik, namun hasil akhir terapi KNF tetap saja tidak memuaskan. Prognosis KNF terutama tergantung pada stadium klinis TNM. Namun, pasien KNF dengan stadium klinis yang sama sering kali memiliki prognosis yang berbeda, hal ini menunjukkan bahwa TNM

5 saja tidak cukup akurat untuk memprediksi prognosis penyakit. Dengan demikian, penting untuk mencari target terapi baru dan pemahaman yang lebih baik tentang mekanisme yang terlibat dalam penyebaran KNF (Chen et al., 2012). Sel KNF sangat sering menginvasi jaringan di sekitarnya dan bermetastasis ke limfonodi leher pada tahap awal perkembangan penyakit. Namun, mekanisme utama yang relevan masih belum diketahui. Banyak faktor yang mungkin terlibat dalam invasi dan metastasis seperti molekul adhesi antar sel, Matrix Metalloproteinase (MMP), dan sitokin yang dapat mendukung peningkatan mobilitas dan penyebaran sel kanker (Xu et al., 2013). Invasi dan metastasis sel tumor merupakan proses multi tahap, yang membutuhkan perubahan kompleks dalam interaksi adhesi antar sel. Adanya pelepasan sel tumor dari tumor primer adalah tahap awal yang penting dalam proses metastasis (Jones et al., 1996). Adhesi antar sel memainkan peran penting dalam pemeliharaan integritas sel dan jaringan (Kim et al., 2007). Beberapa molekul adhesi sel telah diakui sebagai penanda untuk potensi kejadian metastasis tumor padat (Tsao et al., 2003). E-cadherin adalah salah satu glikoprotein transmembran yang penting dalam adhesi sel, tumor suppression, diferensiasi sel, dan migrasi sel. Penelitian terbaru dari protein ini menunjukkan bahwa penurunan ekspresi E-cadherin memainkan peran dalam perkembangan dan metastasis tumor (Shnayder et al., 2001). Perubahan interaksi antar sel dan sel dengan matriks memberikan kemampuan sel kanker untuk melewati batas jaringan normal dan bermetastasis.

6 Adanya perubahan kualitatif dan kuantitatif dalam ekspresi dan fungsi molekul adhesi sel yang dimediasi oleh E-cadherin merupakan penanda penting adanya potensi metastasis beberapa kanker seperti kanker lambung, kanker kolorektal, KSS kulit, dan kanker payudara (Huang et al., 2001; Shnayder et al., 2001). Yip dan Seow (2012), menganalisis ekspresi E-cadherin pada 64 jaringan KNF dan 38 jaringan nasofarings bukan kanker dengan Imunohistokimia (IHK) dari tahun 2000 sampai 2004. Pada penilaian ekspresi E-cadherin, didapatkan bahwa semua jaringan nasofarings bukan kanker (> 95% sel-sel epitel mukosa) menunjukkan pewarnaan pada membran yang kuat dan seragam. Imunoreaktifitas terhadap E-cahderin secara signifikan lebih rendah pada jaringan KNF dibandingkan dengan jaringan nasofarings bukan kanker dengan P <0.001. Penelitian sebelumnya yang senada oleh Huang et al (2001), melakukan pemeriksaan mukosa nasofarings bukan kanker (20 kasus) dan KNF (80 kasus), menunjukkan bahwa tingkat ekspresi E-cadherin pada KNF secara signifikan lebih rendah dibandingkan pada sel epitel bukan KNF dengan p < 0.001. B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas dapat diidentifikasi beberapa hal penting sebagai berikut: 1. Karsinoma nasofarings merupakan suatu keganasan epitelial dengan frekuensi kejadian yang cukup tinggi. Di Indonesia termasuk 4 besar tumor ganas dengan frekuensi tertinggi, sedangkan di bagian THT-KL menduduki tempat pertama. Hal ini ditandai dengan peningkatan jumlah pasien KNF di RSUP dr. Sardjito setiap tahunnya.

7 2. Karsinoma nasofarings memiliki karakteristik yang berbeda KKL lainnya, berupa prilaku dengan pertumbuhan yang sangat cepat, dan kecenderungan yang tinggi untuk bermetastasis ke limfonodi regional dan organ jauh. Apabila telah terjadi metastasis maka prognosis penyakit menjadi jelek. 3. E-cadherin memainkan peran penting dalam pemeliharaan adhesi antar sel sel epitel. Perubahan molekul adhesi sel yang dimediasi oleh E-cadherin pada sel kanker berkontribusi pada peningkatan penyebaran sel tumor dan terbentuknya metastasis. C. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah tersebut di atas maka disusun pertanyaan penelitian: Apakah terdapat perbedaan ekspresi E-cadherin antara KNF yang sudah bermetastasis dengan KNF yang belum bermetastasis? D. Keaslian Penelitian Penelitian mengenai ekspresi E-cadherin pada pasien KNF sangat terbatas. Baru-baru ini Xu et al (2013), melakukan penelitian terhadap 148 dari jaringan KNF yang bertujuan untuk menentukan komponen jalur Wnt/β-catenin (βcatenin, cyclooxygenase 2, cyclin D1, c-myc, dan E-cadherin) yang berhubungan dengan prognosis penyakit di Cancer Research Institute, Xiangya School of Medicine, Central South University (Changsha, Hunan, China). Dari 148 pasien didapatkan, 100 pasien sudah bermetastasis ke limfonodi regional (78 pasien N1, dan 22 pasien N2), sedangkan yang belum terjadi metastasis ke limfonodi regional sebanyak 48 pasien. Keseluruhan pasien yang

8 masuk ke dalam sampel penelitian belum terjadi metastasis jauh, sehingga diklasifikasikan sebagai M0. Dari analisis multivariat didapatkan peningkatan ekspresi β-catenin dan penurunan ekspresi E-cadherin adalah faktor prognosis (P=0.002 dan P=0.011) terlepas dari stadium TNM dan status limfonodi leher, sehingga dapat disimpulkan bahwa peningkatan ekspresi β-catenin dan penurunan ekspresi E- cadherin berhubungan dengan prognosis yang jelek pada KNF (Xu et al., 2013). Penelitian lainnya pada KKL dilakukan oleh Kim et al. (2007), pada penelitian yang melibatkan sebanyak 66 pasien KSS hipofarings yang bertujuan untuk menilai pengaruh Hepatocyte Growth Factor (HGF) terhadap ekspresi dan distribusi E-cadherin di Ajou University Hospital dan Yonsei University Medical Center Korea dari tahun 1994 sampai 2000. Dari 66 pasien terdiri dari 7 pasien stadium I, 2 pasien stadium II, 19 pasien stadium III, dan 38 pasien stadium IV (berdasarkan sistem klasifikasi TNM American Joint Committee on Cancer (AJCC) tahun 2002). Pada pengecatan E-cadherin secara IHK, ekspresi E-cadherin ditemukan pada 87,9% dari jaringan KSS hipofarings, yang diklasifikasikan menjadi 2 tipe yaitu tipe membranosa (46,9% ) yaitu lokasi E-cadheri hanya berada di dalam membran sel (gambar 1.A), dan tipe nonmembranosa (53,1%) yaitu lokasi E- cadheri berada di dalam sitoplasma atau tidak terlihat sama sekali (negatif) (gambar 1.B). Ekspresi E-cadherin pada tipe nonmembranosa secara signifikan berkorelasi dengan metastasis ke limfonodi, metastasis jauh, dan kekambuhan penyakit (tabel 1) (Kim et al., 2007).

9 Gambar 1. Ekspresi E-cadherin pada KSS hipofaring. (A) tipe membranosa, (B) tipe nonmembranosa (Kim et al., 2007) Tabel 1. Korelasi ekspresi E-cadherin dengan gambaran klinis pasien KSS hipofaring Variabel Tipe ekspresi E-cadherin (%) Membranosa Nonmembranosa (46.9%) (53.1%) Nilai P Metastasis ke limfonodi Negatif (n=25) 22 (88) 3 (12) Positif (n=41) 9 (22) 32 (78) 0.006 Metastasis jauh Negatif (n = 45) 25 (55.6) 20 (44.4) Positive (n = 21) 6 (28.6) 15 (71.4) 0.041 Kekambuhan penyakit Tidak (n = 48) 28 (58.3) 20 (41.7) Ya (n = 18) 3 (16.7) 15 (83.3) 0.003 (Kim et al., 2007) Li et al (2012), melakukan penelitian yang bertujuan untuk menilai hubungan ekspresi E-cadherin dengan beberapa parameter klinikopatologi pasien KSS larings. Sebanyak 64 pasien KSS laring yang menjalani total atau parsial laringektomi berdasarkan ukuran tumor di bagian THT-KL di rumah sakit Xiangya II Central South University China periode Maret 2002 sampai Januari 2005. Sebagai kontrol adalah jaringan yang diperoleh dari jaringan laring non tumor yang positif E-cadherin yang dikonfirmasi oleh ahli patologi anatomi. Pada pengecatan E-cadherin secara IHK, didapatkan ekspresi E-cadherin menurun

10 secara statistik, dan memiliki korelasi yang signifikan dengan metastasis ke limfonodi dengan nilai P<0.001, seperti yang terlihat pada tabel 2. Tabel 2. Hubungan ekspresi E-cadherin dengan gambaran klinis KSS laring Variavbel Kasus (n) Rata-rata skor Nilai F Nilai P pengecatan Metastasis ke limfonodi N0 28 216 ±48 19.009 <0.001 N1 14 163 ±63 N2 17 128 ±46 N3 5 66 ±23 (Li et al., 2012) Pada penelitian kali ini, peneliti hendak mengetahui adanya berbedaan ekspresi E-cadherin antara KNF yang sudah bermetastasis, baik metastasis ke limfonodi leher maupun ke organ jauh dengan KNF yang belum bermetastasis. Subyek penelitian akan dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu KNF yang sudah bermetastasis sebagai kelompok kasus, sedangkan KNF yang belum bermetastasis sebagai kelompok kontrol, dengan masing-masing kelompok dengan jumlah yang sama. E. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menentukan perbedaan ekspresi E-cadherin antara KNF yang sudah bermetastasis dengan KNF yang belum bermetastasis. F. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat pada pengembangan ilmu pengetahuan kedokteran di bidang THT-KL khususnya onkologi, agar lebih memahami proses metastasis yang terjadi pada KNF, yaitu didapatkannya bukti medis peran E-cadherin pada metastasis KNF yang dibuktikan dengan adanya perbedaan ekspresi E-cadherin antara KNF yang sudah bermetastasis dengan KNF

11 yang belum bermetastasis. Perubahan tingkat ekspresi E-cahderin diharapkan juga dapat memberikan informasi tambahan dalam penentuan stadium penyakit, rencana terapi, dan prognosis penyakit pada pasien KNF.