BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan, baik orang perorangan (natural person) maupun suatu badan hukum (legal entity) adakalanya tidak memiliki uang yang cukup untuk membiayai keperluan atau kegiatannya. Dalam hal terjadi kekurangan tersebut, orang atau badan hukum dapat melakukan pinjaman dari pihak lain yang memiliki sumber dana (borrowing, atau loan, atau credit). Dari sumber dana itulah kekurangan uang dapat diperoleh. Apabila seseorang atau badan hukum memperoleh pinjaman dari pihak lain (orang lain atau badan hukum lain), maka pihak yang memperoleh pinjaman itu disebut Debitor sedangkan yang memberikan pinjaman itu disebut Kreditor. 1 Apabila debitor tidak mampu untuk melakukan pembayaranpembayaran terhadap pinjaman atau utang-utang dari para kreditornya, keadaan tersebut dapat disebut pailit. Keadaan tidak mampu membayar lazimnya disebabkan karena kesulitan kondisi keuangan (financial distress) dari usaha debitor yang telah mengalami kemunduran. Sedangkan kepailitan merupakan putusan pengadilan yang mengakibatkan sita umum atas seluruh kekayaan debitor pailit, baik yang telah ada maupun yang aka nada di 1 Sutan Remy Sjahdeini, Hukum Kepailitan, Memahami Faillissementsverordening Juncto Undang-undang No. 4 Tahun 1998, Jakarta: PT Kreatama, 2002 (Sutan Remy Sjahdeini 1), hlm. 5-6 1
kemudian hari. Pengurusan dan pemberesan kepailitan dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan hakim pengawas dengan tujuan utama menggunakan hasil penjualan harta kekayaan tersebut untuk membayar seluruh utang debitor pailit tersebut secara proporsional (prorate parte) dan sesuai dengan struktur kreditor. 2 Struktur kreditor menurut Kitab Undangundang Hukum Perdata (KUH Perdata) terbagi atas 3 (tiga) macam, yaitu kreditor separatis yaitu kreditor pemegang hak kebendaan berdasarkan Pasal 1134 ayat 2 KUH Perdata yaitu gadai dan hipotik, namun jaminan-jaminan kebendaan yang saat ini diatur di Indonesia adalah gadai, fidusia, hak tanggungan, hipotik kapal, dan resi gudang. Selanjutnya adalah kreditor preferen yaitu kreditor yang mempunyai hak mendahului karena sifat piutangnya oleh Undang-undang diberi kedudukan istimewa. Kreditor preferen terdiri dari kreditor preferen khusus yang diatur dalam Pasal 1139 KUH Perdata dan kreditor preferen umum yang diatur dalam Pasal 1149 KUH Perdata. Terakhir adalah kreditor konkuren yaitu kreditor yang tidak termasuk dalam kreditor separatis dan kreditor preferen sebagaimana diatur dalam Pasal 1131 jo Pasal 1132 KUH Perdata. Menurut Henry Campbell Black dalam Black s Law Dictionary, disebutkan bahwa Bankrupt is the state or condition of one who is unable 2 M Hadi Subhan, Hukum Kepailitan: Prinsip, Norma, Dan Praktik di Peradilan, Jakarta: Kencana, 2014, hlm. 1 2
to pay his debts as they are, or become, due. 3 Selanjutnya secara lebih komprehensif Jerry Hoff menyebutkan: Bankruptcy is a general statutory attachment encompass-ing all the assets of the debtor. The bankruptcy only covers the assets. The personal status of an individual will not be affected by the bankruptcy; he is not placed under guardianship. A company also continues to exist after he declaration of bankruptcy. During the bankruptcy proceedings, act with regard to bankruptcy estate can only be performed by the receiver, but other acts remain part of the domain of the debtor s corporate organs. 4 Menurut Kartini Mulyadi, kepailitan adalah merupakan pelaksanaan lebih lanjut dari prinsip paritas creditorium dan prinsip pari passu prorate parte dalam rezim hukum harta kekayaan (vermogensrects). Prinsip paritas creditorium berarti bahwa semua kekayaan debitor baik yang berupa barang bergerak ataupun barang tidak bergerak maupun harta yang sekarang telah dipunyai debitor dan barang-barang di kemudian hari akan dimiliki debitor terikat kepada penyelesaian kewajiban debitor. 5 Sedangkan prinsip pari passu prorate parte berarti bahwa harta kekayaan tersebut merupakan jaminan bersama untuk para kreditor dan hasilnya harus dibagikan secara proporsional antara mereka, kecuali apabila antara para kreditor itu ada yang menurut undang-undang harus didahulukan dalam menerima pembayaran tagihannya. 6 3 Henry Campbell Black, Black s Law Dictionary, West, 2009, hlm. 134 4 Jerry Hoff, Indonesian Bankruptcy Law, Jakarta: Tatanusa, 1999, hlm. 11 5 Kartini Mulyadi, Kepailitan dan Penyelesaian Utang Piutang, Dalam: Rudhy A. Lontoh (ed.), Penyelesaian Utang Piutang Melalui Pailit atau Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Bandung: Alumni, 2001, hlm. 168 6 Ibid, hlm. 168 3
Undang-undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UU Kepailitan dan PKPU) mengartikan kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan debitor pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini. 7 Namun demikian, UU Kepailitan dan PKPU memberikan dua cara agar debitor dapat terhindar dari pelaksanaan likuidasi terhadap harta kekayaan dalam hal debitor telah atau akan berada dalam keadaan insolven. Cara pertama ialah dengan mengajukan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) atau Sureance Van Betaling atau Suspension of Payment. Pengajukan PKPU dapat dilakukan sebelum terhadap debitor diajukan permohonan pernyataan pailit atau pada waktu permohonan pernyataan pailit sedang diperiksa oleh Pengadilan Niaga. Apabila PKPU diajukan sebelum terhadap debitor diajukan permohonan pernyataan pailit, maka dengan pengajuan PKPU tersebut terhadap debitor tidak dapat diajukan permohonan pernyataan pailit. Sedangkan apabila PKPU diajukan di tengah-tengah permohonan pernyataan pailit sedang diperiksa oleh Pengadilan Niaga, maka pemeriksaan terhadap permohonan pernyataan pailit itu harus dihentikan. 8 Cara yang kedua adalah mengadakan perdamaian antara debitor dan para kreditornya setelah debitor dinyatakan pailit oleh pengadilan. 7 Pasal 1 ayat 1 UU Kepailitan dan PKPU 8 Sutan Remy Sjahdeini 1, Op.cit., hlm. 321 4
Perdamaian ini memang tidak dapat menghindarkan kepailitan, karena kepailitan itu sudah terjadi, tetapi apabila perdamaian itu tercapai maka kepailitan debitor yang telah diputus oleh pengadilan itu menjadi berakhir. Dengan kata lain, dengan cara ini pula debitor dapat menghindarkan dilakukannya likuidasi terhadap harta kekayaan sekalipun kepailitan sudah diputus oleh pengadilan. Perdamaian tersebut dapat mengakhiri kepailitan debitor hanya apabila perdamaian itu dibicarakan dan melibatkan semua kreditor. Apabila perdamaian hanya diajukan dan dirundingkan dengan hanya satu atau beberapa kreditor saja, maka perdamaian itu tidak dapat mengakhiri kepailitan debitor. 9 Dalam PKPU berdasarkan Undang-undang No. 4 Tahun 1998 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No. 1 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-undang tentang Kepailitan menjadi Undang-undang (UU Kepailitan 1998) dan Faillissement Verordening (Fv) pihak yang harus berinisiatif untuk mengajukan permohonan penundaan pembayaran utang adalah pihak debitor, yaitu debitor yang sudah tidak dapat atau diperkirakan tidak akan dapat melanjutkan pembayaran utangutangnya, di mana permohonan itu sendiri mesti ditandatangani oleh debitor bersama-sama dengan advokatnya. Sedangkan ketentuan kreditor dapat mengajukan PKPU merupakan ketentuan baru dalam UU Kepailitan dan PKPU. 9 Ibid, hlm. 321-322 5
Dalam hal permohonan diajukan oleh debitor, pengadilan dalam waktu paling lambat 3 (tiga) hari sejak tanggal didaftarkannya surat permohonan harus mengabulkan penundaan kewajiban pembayaran utang sementara dan harus menunjuk seorang hakim pengawas dari hakim pengadilan serta mengangkat 1 (satu) atau lebih pengurus yang bersama dengan debitor mengurus harta debitor. Sedangkan dalam hal permohonan diajukan oleh kreditor, pengadilan dalam waktu paling lambat 20 (dua puluh) hari sejak tanggal didaftarkannya surat permohonan, harus mengabulkan permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang sementara dan harus menunjuk hakim pengawas dari hakim pengadilan serta mengangkat 1 (satu) atau lebih pengurus yang bersama dengan debitor mengurus harta debitor. 10 Akibat hukum dari putusan PKPU sementara bagi para kreditor adalah bahwa kreditor tersebut tidak dapat menagih utangutangnya selama PKPU sementara tersebut karena debitor tidak diwajibkan untuk membayar utang-utangnya. Sedangkan akibat hukum bagi debitor adalah bahwa dengan adanya PKPU tersebut, maka seluruh kekayaan debitor berada di bawah pengawasan pengurus, sehingga debitor tidak lagi berwenang terhadap harta kekayaannya untuk melakukan tindakan pengurusan tanpa persetujuan pengurus. Tindakan debitor terhadap kekayaannya tanpa persetujuan pengurus pada dasarnya tidak megikat kekayaannya. 11 10 M Hadi Subhan, Op.cit., hlm. 148 11 Ibid, hlm. 149 6
Pada hari yang telah ditentukan, majelis hakim menggelar persidangan permohonan PKPU tetap. Dalam sidang tersebut akan diputuskan apakah dapat diberikan PKPU secara tetap ataukah sebaliknya akan ditolak. Terhadap putusan PKPU tidak dapat diajukan upaya hukum apa pun. Jika PKPU tetap disetujui oleh majelis, maka jangka waktu PKPU tetap adalah maksimal 270 hari. Ketentuan ini merupakan pembaharuan dari Fv yang menentukan jangka waktu PKPU sampai satu setengah tahun dan dapat diperpanjang satu setengah tahun berikutnya. 12 Perdamaian (akkoord) dalam tahapan PKPU merupakan tahapan yang paling penting, karena dalam perdamaian tersebut debitor akan menawarkan rencana perdamaiannya kepada kreditor. Dalam perdamaian tersebut dimungkinkan adanya restrukturisasi utang-utang debitor. Jika perdamaian disetujui oleh para kreditor, maka PKPU demi hukum akan berakhir. 13 Perdamaian yang telah disetujui oleh para kreditor, harus dihomologasikan di pengadilan. Pengadilan dalam memeriksa permohonan homologasi bisa menerima bisa pula menolaknya. Penetapan pengadilan niaga mengenai pemberian atau penolakan atas rencana perdamaian harus diberikan pada saat diselenggarakan sidang pengesahan (homologasi) atau paling lambat 7 (tujuh) hari setelah homologasi tersebut. Perdamaian yang telah disahkan berlaku bagi semua kreditor konkuren (yang bukan kreditor separatis atau preferen), tanpa ada pengecualian, baik yang telah mengajukan diri dalam 12 Ibid, hlm. 149 13 Ibid, hlm. 150 7
kepailitan atau tidak. 14 Dalam perdamaian dalam PKPU, pemungutan suara dilakukan pada saat sidang untuk pemberian PKPU tetap atau pada sidang berikutnya apabila rencana perdamaian belum dapat disetujui oleh rapat kreditor. Keputusan rapat kreditor adalah sah apabila suara telah dikeluarkan oleh lebih dari: 15 1. ½ jumlah kreditor yang hadir dan haknya diakui atau sementara diakui, termasuk kreditor yang tagihannya dibantah; dan 2. ½ dari jumlah kreditor separatis yang hadir. Kreditor separatis yang menolak rencana perdamaian, diberikan kompensasi sebesar nilai terendah diantara nilai jaminan atau nilai actual pinjaman yang secara langsung dijamin dengan hak agunan. Apabila rencana perdamaian ditolak, menurut Pasal 289 UU Kepailitan dan PKPU, maka hakim pengawas wajib segera memberitahukan penolakan itu kepada pengadilan niaga dengan cara menyerahkan kepada pengadilan tersebut salinan rencana perdamaian serta berita acara rapat, dan dalam hal demikian pengadilan niaga harus menyatakan debitor pailit setelah pengadilan niaga menerima pemberitahuan penolakan dari hakim pengawas. Dalam kasus PKPU antara PT Bank Mandiri, Tbk (Bank Mandiri) sebagai pemohon PKPU terhadap PT Berlian Laju Tanker, Tbk (Berlian Laju Tanker) sebagai termohon PKPU, dimana Bank Mandiri mengajukan 14 Lilik Mulyadi, Perkara Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) Teori dan Praktik, Jakarta: Alumni, 2013 hlm. 241-242 15 Ibid, hlm. 241 8
permohonan PKPU ke Pengadilan Niaga pada tanggal 14 Juni 2012 dan pada tanggal 14 Maret 2013 dilaksanakan rapat kreditor dan hasil pemungutan suara sebagai berikut: 16 1. 6 (enam) kreditor separatis: a. Bank Mandiri; b. PT Bank Central Asia, Tbk c. Bank Deutsche AG; d. Bank Mizuho; e. Merrill Lynch Credit; f. Orchard Centrar Master Limited. yang hadir dan memberikan suara, dengan hasil 6 (enam) kreditor separatis atau sama dengan 100% (seratus persen) dari jumlah total kreditor separatis yang hadir telah menyetujui perdamaian, dengan jumlah suara sebesar 90.320 atau sama dengan 100% (seratus persen) dari seluruh tagihan dari kreditor tersebut atau kuasanya yang hadir dalam rapat tersebut. 2. Kreditor Konkuren 216 (dua ratus enam belas) kreditor yang hadir dan memberikan suara, dengan hasil 151 (seratus lima puluh satu) kreditor konkuren atau 16 Putusan PKPU No. 26/PKPU/2012/PN.NIAGA.JKT.PST tertanggal 11 Maret 2013 antara Bank Mandiri dan Berlian Laju Tanker 9
sama dengan 70% (tujuh puluh persen) dari jumlah total kreditor konkuren yang hadir telah menyetujui perdamaian dengan jumlah suara sebesar 699.968 (enam ratus Sembilan puluh Sembilan ribu Sembilan ratus enam puluh delapan) atau sama dengan 82% (delapan puluh dua persen) dari seluruh tagihan dari kreditor tersebut atau kuasanya yang hadir dalam rapat tersebut. Dengan disetujuinya perjanjian perdamaian yang diajukan oleh Berlian Laju Tanker sebagaimana diuraikan diatas dan mempertimbangkan bahwa pada kenyataannya Berlian Laju Tanker masih beroperasi sehingga perjanjian perdamaian dapat terjamin pelaksanaannya, maka hakim pengawas merekomendasikan kepada hakim pemutus untuk mengesahkan perjanjian perdamaian. Hakim pemutus dalam pertimbangan hukumnya berdasarkan Pasal 281 ayat (1) huruf a UU Kepailitan dan PKPU menentukan bahwa rencana perdamaian dapat diterima berdasarkan persetujuan lebih dari ½ jumlah kreditor konkuren yang haknya diakui atau sementara diakui yang hadir pada rapat kreditor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 268 UU Kepailitan dan PKPU termasuk kreditor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 280 UU Kepailitan dan PKPU, yang bersama-sama mewakili paling sedikit 2/3 bagian dari seluruh tagihan yang diakui atau sementara diakui dari kreditor konkuren atau kuasanya yang hadir dalam rapat tersebut. 10
Selanjutnya hakim pemutus menyatakan sah dan megikat secara hukum, perjanjian perdamaian tertanggal 13 Maret 2013, menghukum debitor dalam hal ini Berlian Laju Tanker dan seluruh kreditor-kreditornya tunduk dan mematuhi serta melaksanakan isi perjanjian perdamaian, dan menyatakan PKPU No.27/PKPU/2012/PN. Niaga Jakarta Pusat demi hukum berakhir. Dalam pelaksanaan perjanjian perdamaian, Berlian Laju Tanker melaksanakan seluruh kewajibannya kepada para krediturnya berdasarkan perjanjian perdamaian dengan baik. Dalam perjalanan pembayaran utang atau kewajibannya, Berlian Laju Tanker mengajukan rencana untuk melakukan perubahan atau amandemen terhadap perjanjian perdamaian yang telah diputus atau dihomologasi pada tanggal 13 Maret 2013. Rencana amandemen tersebut diatur dalam ketentuan huruf I ayat 4 perjanjian perdamaian tentang amandemen, ketentuan tersebut berbunyi sebagai berikut: Setelah rencana perdamaian disetujui oleh kreditor perdamaian dan pengadilan niaga Jakarta, amandemen lebih lanjut terhadap rencana perdamaian akan tergantung dari persetujuan dari setidaknya 50% jumlah kreditor dan 66,67% nilai tagihan yang tertunggak dari kedua kelas kreditor (separatis dan konkuren) dari, kreditor perdamaian, pada saat tersebut, dimana kreditor perdamaian separatis dan konkuren melakukan voting, namun dengan memperhatikan bahwa: (i) setiap amandemen yang menyangkut para kreditor MLA, ING Bank N.V sebagai kreditor perdamaian (kecuali dengan alasan dari para kreditor MLA, ING Bank NV) membutuhkan persetujuan tertulis dari para kreditor MLA atau ING Bank NV; (ii) selama terdapat jumlah tertunggak yang masih belum dibayarkan kepada para kreditor MLA, setiap perubahan pada bagian F membutuhkan persetujuan tertulis dari para kreditor MLA; (iii) amandemen atau pengesampingan atas bagian F atas hak atau kewajiban Bank SBLC, rekening-rekening penerimaan dari Gas Bangka, penerimaan dari Gas Bangka atau setiap jaminan yang dimiliki oleh ING 11
Bank N.V untuk menjamin fasilitas SBLC tidak dapat, selama masih ada kewajiban actual atau kontinjen berdasarkan fasilitas SBLC, dapat diberlakukan tanpa persetujuan dari ING Bank N.V; dan (v) tidak ada amandemen yang dilakukan terhadap ketentuan yang dijelaskan sehubungan dengan pemegang obligasi USD atau terhadap ketentuan lainnya yang dapat mempengaruhi perjanjian-perjanjian dan dokumentasi lainnya yang telah disetujui Berlian Laju Tanker dan pemegang obligasi USD tanpa persetujuan tertulis yang spesifik dari pemegang obligasi USD. Berdasarkan klausul dalam perjanjian perdamaian ini Berlian Laju Tanker selanjutnya mengundang para kreditor untuk melaksanakan rapat kreditor untuk melakukan amandemen terhadap perjanjian perdamaian. Pelaksanaan amandemen ini menjadi menarik, karena ketentuan mengenai amandemen dan pengaturannya sebagaimana yang ada dalam perjanjian perdamaian, tidak diatur dalam UU Kepailitan dan PKPU, termasuk pelaksanaan amandemen perjanjian perdamaian, rapat kreditor, restrukturisasi utang debitor, serta pengawasan terhadap proses amandemen perjanjian perdamaian tersebut. Hal-hal tersebut dikhawatirkan dapat menimbulkan kerugian bagi kreditor terutama kreditor konkuren. Berdasarkan latar belakang penulisan di atas, maka penulis tertarik untuk membuat penelitian dengan judul Keabsahan Perubahan Perjanjian Perdamaian Dan Dampaknya Terhadap Pemenuhan Hak Kreditor Dalam Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) (Studi Kasus: Perkara Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang PT Berlian Laju Tanker, Tbk). B. Perumusan Masalah 12
Berdasarkan latar belakang yang telah peneliti bahas diatas, maka peneliti merumuskan permasalahan untuk melakukan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimana keabsahan dari klausul amandemen dalam perjanjian perdamaian pada putusan homologasi perkara PKPU Berlian Laju Tanker ditinjau dari aspek hukum perjanjian dan kepailitan? 2. Bagaimana dampak amandemen dari perjanjian perdamaian Berlian Laju Tanker terhadap pemenuhan hak kreditur? C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk dapat mengetahui dan menganalisa keabsahan dari klausul amandemen yang ada dalam perjanjian perdamaian pada putusan homologasi Berlian Laju Tanker ditinjau dari aspek hukum perjanjian dan kepailitan serta mengidentifikasi dampaknya terhadap pemenuhan hak kreditur. D. Manfaat Penelitian Berdasarkan latar belakang, permasalahan dan tujuan penelitian diatas, maka Penulis sampaikan manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Kegunaan Praktis a. Secara Teoritis, hasil penelitian tesis ini dapat memberikan 13
kegunaan sebagai bahan untuk kajian bagi ilmu hukum itu sendiri pada umumnya dan bagi hukum dagang mengenai kepailitan dan pengetahuan secara mendalam perihal pelaksanaan perjanjian perdamaian yang telah diputus homologasi oleh Pengadilan Niaga yang selanjutnya dilakukan amandemen dengan melihat pada Putusan kasus PKPU PT Berlian Laju Tanker, Tbk Perkara Nomor: 27/PKPU/2012/PN.NIAGA.JKT.PST, sebagai bahan kajian analisis. b. Diharapkan pula hasil penilitian ini dapat digunakan sebagai referensi bagi kepentingan akademisi dan sebagai tambahan bahan kepustakaan bagi yang memerlukannya, khususnya bagi yang berminat meneliti permasalahan konsekuensi hukum atas amandemen perjanjian perdamaian yang telah diputus homologasi oleh Pengadilan Niaga. 2. Kegunaan Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai informasi penelitian serta menambah khasanah ilmu pengetahuan mengenai perihal amandemen perjanjian perdamaian yang telah diputus homologasi oleh Pengadilan Niaga. Selain itu juga, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai suatu masukan 14
atau pendapat kepada pihak-pihak yang bersengketa di Pengadilan Niaga sehubungan dengan PKPU. E. Keaslian Penelitian Penulis tidak mendapatkan penelitian terdahulu di bidang hukum yang membahas atau mengulas mengenai Tinjauan Yuridis Terhadap Perubahan Perjanjian Perdamaian Pada Putusan Homologasi Dalam Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Penulis hanya menemukan beberapa penelitian dalam bidang ilmu lain antara lain adalah: 1. Evi Purwaningsih, mahasiswa Universitas Gadjah Mada, Program Pascasarjana, Universitas Gadjah Mada, dengan judul Kewenangan Kreditur dalam Kepailitan Debitur. Penelitian ini membahas mengenai kewenangan hukum kreditur jika debiturnya pailit dan kedudukan kreditur separatis berdasarkan ketentuan Pasal 56 UU Kepailitan dan PKPU, setelah adanya Keputusan Mahkamah Agung Nomor: 124 K/Pdt.Sus/2009. Hasil dari penelitian ini adalah kreditor yang mempunyai fasilitas dalam hal terjadinya kepailitan maka pembagiannya adalah kreditor pemegang hak tanggungan, buruh serta Negara yang dalam hal ini Menteri Keuangan/pajak, dimana mereka adalah kreditur preferen. Terdapat permasalahan hukum dalam menginterpretasikan dan mengaplikasikan ketentuan Pasal 56 UU Kepailitan dan PKPU, diluar amandemen ketentuan Pasal 56 UU Kepailitan dan PKPU tersebut hal yang paling logis yang dapat 15
dilakukan saat ini adalah memperjelas kedudukan Pasal 56 UU Kepailitan dan PKPU terhadap ketentuan hukum lain yang terkait, sehingga sekurang-kurangnya perbedaan interpretasi dari pihak-pihak yang berkepentingan dalam menggunakan pasal-pasal tersebut dapat diminimalisir. 2. Marx Andryan, mahasiswa Universitas Gadjah Mada, Program Pascasarjana, Universitas Gadjah Mada, dengan judul Tinjauan Yuridis Terhadap Efektifitas Proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) Sebagai Alternatif Penyelesaian Utang- Piutang Perusahaan. Penelitian ini membahas mengenai apakah proses perdamaian dapat menghindarkan proses pailit terhadap debitur, pengalihan tagihan kepada pihak lain (pihak ketiga) dalam proses PKPU dan efektifitas penyelesaian utang-piutang suatu perusahaan melalui proses PKPU di Pengadilan Niaga. Hasil dari penelitian ini adalah proses perdamaian dapat menghindarkan proses pailit terhadap debitor, apabila debitor melaksanakan isi dari perdamaian sebagaimana telah disepakati antara kreditor dan debitor yang dituangkan dalam suatu Berita Acara Perdamaian. Kreditor dapat mengalihkan/menyerahkan tagihannya kepada pihak lain (pihak ketiga) dalam proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, dengan adanya suatu penetapan dari Pengadilan Niaga. Apabila dibandingkan dengan melalui permohonan kepailitan, geizeling maupun gugatan/tuntutan secara perdata di pengadilan perdata, maka 16
penyelesaian utang-piutang suatu perusahaan melalui proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang terhadap Kreditor maupun Debitor di Pengadilan Niaga relatif lebih efektif. 17