PENDIDIKAN GRATIS DUNIA KETIGA, KENAPA TIDAK? Tri Harso Karyono Harian SinarHarapan, 10 Januari 2004 Peringatan 54 tahun Universitas Gajah Mada (UGM) Jumat, 19 Desember 2003 diwarnai aksi demonstrasi mahasiswa yang menuntut dihentikannya praktik komersialisasi mahasiswa, termasuk komersialisasi penerimaan mahasiswa baru. Sebagai perguruan tinggi (PT) yang memiliki 18 fakultas, menyelenggarakan pendidikan di hampir semua jenis bidang keilmuan, dan mendidik sekitar 60 ribu mahasiswa, tak disangkal lagi UGM merupakan universitas terlengkap dan terbesar di Indonesia. Meskipun demikian, sebagai PT negri terbesar dan memiliki otonomi mengelola dirinya sendiri, UGM tidak banyak berbeda dengan PT negri lain yang memiliki otonomi sama: UI dan ITB. Mereka cenderung mengalami kesulitan dana untuk penyelenggaraan program rutin pendidikan dan penelitian. Apalagi untuk pengembangan masa depan. Sehingga dana dari mahasiswa merupakan satu-satunya alternatif sumber penyelenggaran program pendidikan PT. Celakanya, tidak sedikit mahasiswa potensial yang sangat lemah dari sisi ekonomi. Haruskah mereka tersingkir? Pendidikan di negara dunia ketiga seperti Indonesia cenderung masih dianggap lahan bisnis. Bukan saja oleh pihak swasta, namun juga oleh lembaga pendidikan negri. Mahasiswa atau generasi muda tidak dipandang sebagai calon penerus generasi yang diharapkan harus unggul agar negara ini kelak mampu bersaing dengan negara lain, namun mereka dianggap sebagai customer, sebagai pembeli jasa pendidikan. Di negara dunia ketiga seprti Indonesia, hak memperoleh pendidikan seperti yang ditulis dalam UUD 45 tidak pernah dilihat oleh pemimpin negara. Pendidikan adalah komoditi yang dapat diperjual belikan. Sumber: Tri H. Karyono Gambar 9.1. Universitas Gajah Mada (UGM), Jogja: Universitas terbesar di Indonesia, perlu mempelopori pendidikan gratis di Indonesia 1
Alternatif Pembeayaan Pendidikan Meskipun belum jelas kebenarannya, langkah PT negri berotonomi yang menjaring mahasiswa baru melalui jalur khusus, menawarkan pembayaran tinggi bagi calon mahasiswa, banyak merisaukan masyarakat. Dikhawatirkan jumlah calon mahasiswa potensial (pandai) yang dapat duduk di bangku PT negri menyusut, karena kalah bersaing dengan mereka yang beruang. Jika hal ini benar terjadi, bagaimana nasib negara kita di kemudian hari, jika tidak banyak putra-putri terbaik kita nantinya berkesempatan tampil memimpin negara ini. Dalam pasal 28 ayat 1 UUD 45 disebutkan bahwa semua warga negara Indonesia 'berhak' atas pendidikan dan pengajaran. Bunyi pasal undang-undang ini jelas menekankan persamaan hak warga untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran, tanpa memandang apakah mereka secara ekonomi mampu atau tidak. Mungkinkah PT negri menjalankan amanat UUD 45 kita, memberikan pendidikan dan pengajaran kepada semua warga yang berpotensi tanpa memandang kemampuan ekonomi mereka? Dengan kata lain, mampukah PT menyediakan pendidikan gratis bagi warga yang secara ekonomi tidak mampu, sementara PT sendiri juga kesulitan dana? Untuk menjawab persoalan kontradiktif antara pendidikan gratis dan kebutuhan dana pendidikan bagi PT, kiranya perlu dilakukan beberapa terobosan. Tidak seharusnya beaya penyelenggrakan pendidikan dibebankan seluruhnya kepada mahasiswa melalui uang pangkal, uang SPP, uang praktikum, dan lainnya yang melonjak setiap waktu. Mungkin kita boleh menoleh ke beberapa negara lain, bagaimana PT-PT mereka dikelola. Negara-negara Arab yang kaya minyak membeyai pendidikan dengan uang negara. Semua mahasiswa gratis menempuh pendidikan di PT. Negara-negara tidak kaya seperti India, Bangladesh, Pakistan, Srilanka, menempatkan anggaran pendidikan sangat tinggi, cukup poporsional dengan kondisi ekonomi rakyatnya, sehingga sebagian besar rakyat mengenyam pendidikan gratis. Negara maju seperti Jerman, bahkan mampu menggratiskan siapapun yang belajar di negara itu termasuk warga asing. Lalu bagaimana dengan pembeayaan PT di Indonesia? Kerjasama PT dengan Pemda Salah satu cara untuk mewujudkan pendidikan gratis adalah melalui kerja sama antara PT dengan Pemerintahan Daerah (Pemda). Semua warga Indonesia pasti bertempat tinggal di wilayah propinsi tertentu.. Artinya semuanya berada di bawah naungan propinsi atau Pemda tertentu. Dengan mewajibkan seluruh propinsi di Indonesia menanggung beaya pendidikan dan beaya hidup mahasiswa yang berasal dari daerahnya, maka harapan menuju pendidikan gratis tidak mustahil terwujud di tanah air ini. Ide ini bukan sesuatu yang baru. Saya kira Inggris juga menerapkan cara semacam ini guna memfasilitasi warganya memperoleh pendidikan cuma-cuma. 2
Pemda dapat membuat suatu kontrak dengan mahasiswa tersebut, bahwa yang bersangkutan harus bekerja di daerahnya setelah lulus dari PT selama waktu yang ditentukan. Jika karena alasan tertentu yang bersangkutan bekerja di daerah lain atau di luar Indonesia, yang bersangkutan perlu mengganti beaya yang pernah diterima secara cicilan dan diatur dalam kontrak. Atau jika Pemda lain mempekerjakan, maka Pemda tersebut harus memberikan kompensasi yang disepakati bersama. Konsep ini akan menguntungkan baik bagi mahasiswa, PT maupun pihak Pemda. Dengan pemikiran semacam ini, semua warga yang berpotensi akan berkesempatan melanjutkan pendidikan di PT tanpa dirisaukan oleh keterbatasan ekonominya. Sementara PT dapat lebih fleksibel menentukan beaya pendidikan (SPP) tanpa harus merisaukan keterbatasan keuangan mahasiswa. Pemda akan diuntungkan, bahwa putra-putri terbaiknya dapat meningkatkan kemampuannya di PT dan dijamin dapat dimanfaatkan tenaganya untuk mempercepat pembangunan daerahnya. Isu kelangkaan sumber daya manusia (SDM) saat program Otonomi Daerah dilaksanakan dapat terjawab melalui konsep ini. Beberapa Pemda seperti Irian Jaya (Papua) tampaknya pernah merintis strategi semacam ini dengan memberikan beasiswa bagi putra-putri daerahnya yang menempuh pendidikan di PT negri ketika itu. Jika akselerasi pembangunan di daerah berjalan baik, maka pemerintah pusat akan diuntungkan karena beban pemusatan penduduk di Jakarta berkurang. Akan terjadi proses 'ruralisasi' di mana perpindahan penduduk justru terjadi dari kota ke desa, bukan sebaliknya, karena ladang pekerjaan mulai berpindah ke daerah. Seandainya suatu propinsi di Indonesia memiliki 1000 warganya mengikuti pendidikan di PT, maka diperkirakan propinsi akan mengeluarkan anggaran sekitar 1000 x 10 juta pertahun atau sekitar 10 milyar pertahun bagi pendanaan SDM warganya yang menempuh pendidkan di PT. Dengan asumsi rata-rata beaya pendidikan PT 6 juta rp/tahun/mahasiswa serta beaya hidup setiap mahasiswa sekitar 4 juta rp/tahun. Bandingkan dengan beaya pendidikan warga Indonesia di Inggris sekitar 250 juta rp/tahun termasuk beaya hidup. Anggaran yang dikeluarkan Pemda akan terkompensasi ketika putra-putri terbaik mereka kembali untuk membangun daerahnya. Ambil contoh Propinsi Riau, di mana suatu saat nantinya ladang minyak yang berada di wilayahnya akan dikelola oleh putra-putri Riau yang telah menyelesaikan studi dari Jurusan Teknik Perminyakan dari PT tertentu. Berapa keuntungan akan mereka peroleh dengan konsep yang ditawarkan ini?. Dalam kerja sama antara daerah dan PT juga dimungkinkan bagi Pemda menggunakan tenaga-tenaga akhli PT untuk program pembangunan daerah setempat, melalui kontrak kerja tertentu. Dengan sistem kontrak kerja, Pemda akan diuntungkan karena hanya membayar ongkos kerja saat ada pekerjaan, sehingga jumlah karyawan tetap Pemda pada saatnya dapat dibatasi yang berarti menghemat anggaran rutin Pemda. 3
Kerjasama dengan sektor industri Jika PT cukup profesional dengan membayar gaji cukup para pengajarnya, konsep yang ditawarkan ini hanya akan menopang sekitar 40% dari total kebutuhan dana PT. Untuk itu perlu sumber pemasok dana lain sehingga PT diharapkan mampu bersaing secara regional atau bahkan internasional di kemudian hari. Sumber dana lain yang tidak kalah menariknya adalah dari sektor industri, swasta, maupun lembaga pemerintah lain. Hal ini dapat diraih melalui kerjasama penelitian atau penanganan pekerjaan (proyek) antara institusi bersangkutan dengan PT. Tidak dapat diragukan, di negara manapun PT merupakan pusat atau ujung tombak penelitian. Di PT lah, peneliti dan penguasa ilmu terbaik di miliki oleh suatu negara. Demikian pula dengan peralatan dan laboratorium, PT lah yang memiliki semua peralatan terlengkap, dibanding institusi lain. Dengan kata lain, PT memiliki perpaduan antara peralatan-peralatan laboratorium modern dengan SDM yang paling handal di suatu negara. Untuk itu, kerjasama antara PT dengan sektor industri akan menguntungkan perusahaan. Mereka tidak perlu membeli peralatan laboratorium yang mahal dengan waktu operasional yang tidak kontinyu. Mereka juga tidak perlu membayar karyawan tetap sebagai peneliti, yang juga akan sulit mengembangkan pengetahuannya tanpa ada kontak dengan dunia akademik. Proyek-proyek pengembangan produk industri juga dapat dikerjakan di laboratorium milik PT. Hal ini juga akan menguntungkan PT, karena selain mendapatkan imbalan finansial, proyek semacam ini dapat mereka gunakan sebagai ajang praktek nyata bagi mahasiswa. Salah satu contoh kerja sama konkret yang dapat ditawarkan kepada pihak industri misalnya dengan pabrik semen. Peningkatan kualitas semen dapat dilakukan melalui penelitian dan pengujian - baik kimiawi maupun fisik pada laboratorium yang ada di PT, dengan kontrak imbal jasa. Pihak PT dapat memperoleh sampel bahan-bahan pembentuk semen secara gratis dari perusahaan untuk tujuan penelitian. Pekerjaan penelitian dilakukan staf pengajar dan dibantu para mahasiswa, sebagai bagian bagian praktikum nyata. Konsekuensinya, pabrik semen berhak atas copy seluruh hasil penelitian yang dilakukan PT untuk pengembangan prouk mereka. Dalam kondisi semacam ini akan tercipta iklim yang kondusif di mana mahasiswa dan staf pengajar PT tidak akan kesulitan mendapatkan material dalam proses pembelajaran dan penelitian mereka. Di lain pihak, industri dapat secara kontinyu meningkatkan kualitas produksinya melalui akses penelitian yang dilakukan di laboratorium milik PT. Pola semacam ini dapat diterapkan di berbagai macam industri di Indonesia, misalnya, industri minyak, industri baja, industri produk, otomotif, bahan makanan, kerajinan, seni, dan lainnya. 4
Kerjasama dengan mitra di negara lain Agar akselerasi perkembangan teknologi di Indonesia tidak ketinggalan dengan negara lain, PT bertanggung jawab mengakses teknologi baru dari negara industri maju dan secara simultan wajib mengembangkan teknologi baru untuk dimanfaatkan rakyat Indonesia, serta dapat dipasarkan di negara lain. Untuk itu perlu dibentuk kerja sama dengan institusi pendidikan maupun sektor industri di negara lain dalam skala besar dan berjangka panjang. Misalnya, penyetaraan kurikulum dengan perguruan tinggi di negara lain yang memungkinkan dilakukannya pertukaran mahasiswa jangka panjang antar negara (seperti dilakukan antara universitas-universitas di Inggris dan Amerika). Hal ini akan menguntungkan mahasiswa maupun pengajar dalam peningkatan pembelajaran dan transfer pengetahuan secara cepat. Kerja sama dalam hal penelitian juga akan membantu kedua pihak dalam meningkatkan penemuan-penemuan di bidang teknologi dan industri, serta kerja sama lain yang melibatkan industri di negara lain. Dengan konsep pengelolaan yang ditawarkan ini, peran PT sebagai institusi sentral pemacu proses pembangunan Indonesia akan terlihat jelas. Perannya sebagai institusi yang menyiapkan SDM handal dari seluruh pelosok Indonesia dapat dicapai. Proses penyiapan SDM di daerah sebagai tuntutan mutlak Otonomi Daerah dapat terjawab melalui konsep ini. Akselerasi pembangunan daerah dapat terwujud dengan dukungan SDM yang memadai, dan konsep ini sangat mendukung. Dengan konsep ini pula PT dapat menyediakan pendidikan gratis bagi warga yang potesial, dengan kualitas lulusan yang tidak diragukan. Di sisi lain, PT akan mampu merubah status para pengajar dari bekerja secara mengabdi menjadi bekerja secara profesional, yang mampu memberikan kehidupan mereka secara layak. Dalam sektor industri peran PT juga akan sangat jelas, di mana kemitraan dengan sektor industri akan mengefisiensikan perusahaan serta menaikkan kualitas produk industri dan meningkatkan daya jual, dilain pihak juga akan meningkatkan kualitas penelitian pengajar dan mahasiswa di PT. Dan terakhir, dengan kerja sama jangka panjang dan secara luas dengan insititusi pendidikan maupun industri di negara lain, maka daya saing PT di Indonesia secara internasional dapat ditingkatkan. 5