BAB II KAJIAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan seluruh aspek pribadi siswa secara utuh. Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 1 Ayat (1) yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. a. Pengertian Tanggung Jawab

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 KAJIAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas berasal dari kata efektif yang berarti dapat membawa hasil atau

BAB II KAJIAN PUSTAKA

METODE PEMBELAJARAN JIGSAW MENGGUNAKAN PETA KONSEP UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA

BAB I PENDAHULUAN. ini semakin berkembanng dengan sangat pesat. integratif, produktif, kreatif dan memiliki sikap-sikap kepemimpinan dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. perubahan tingkah laku pada diri sendiri berkat pengalaman dan latihan.

BAB I PENDAHULUAN. belajar untuk mengamati, menentukan subkompetensi, menggunakan alat dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. suatu proses terjadinya peristiwa. Menurut Rusminiati (2007: 2) metode

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS. baik dari segi kognitif, psikomotorik maupun afektif.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi kehidupan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsipprinsip

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru.

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian teori Pengertian Belajar Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebagai tindakan, maka belajar hanya dialami oleh siswa sendiri. siswa

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Metode pembelajaran adalah suatu pengetahuan tentang cara-cara mengajar

LANDASAN TEORI. A. Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama lainnya

BAB I PENDAHULUAN. perubahan. Pada era globalisasi, dituntut suatu mutu lulusan yang disiapkan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR IPA MATERI GAYA MAGNET MELALUI METODE INKUIRI TERBIMBING

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Pembelajaran Kooperatif a. Pengertian Pembelajaran Kooperatif Model pembelajaran kooperatif adalah suatu

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdiknas, 2007:17) menjelaskan bahwa belajar

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Eva Agustina,2013

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perilakunya karena hasil dari pengalaman.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. proaktif (urun rembuk) dalam memecahkan masalah-masalah yang diberikan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Kajian Teori Hakikat Ilmu Pengetahuan Alam Ruang Lingkup IPA SD/MI

BAB I PENDAHULUAN. Sistem Pendidikan Nasional yang saat ini diberlakukan mempunyai tuntutan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. Arthur T. Jersild menyatakan bahwa belajar adalah modification of behavior through experience

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dengan siswa pada saat proses pembelajaran berlangsung. Dalam Kamus

PENERAPAN METODE OUTDOOR STUDY UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR IPA SISWA KELAS IV SD NEGERI 01 TAJI TAHUN AJARAN 2014/2015

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II STUDI PUSTAKA 2.1 Belajar dan Hasil Belajar Hakikat Belajar Hasil Belajar

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Aktivitas siswa dalam proses belajar mengajar tidak hanya sekedar

BAB I PENDAHULUAN. dirinya melalui proses pembelajaran dan atau cara lain yang dikenal dan diakui

II. TINJAUAN PUSTAKA. berarti mempunyai efek, pengaruh atau akibat, selain itu kata efektif juga dapat

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang bertujuan agar siswa mendapat kesempatan untuk menguji dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Pendidikan adalah suatu proses dalam rangka memengaruhi peserta didik agar

BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBACA INDAH GEGURITAN MELALUI MODEL PEMBELAJARAN JIGSAW. Sunandar

BAB II KAJIAN PUSTAKA

UPAYA MENINGKATKAN PARTISIPASI DAN HASIL BELAJAR SAINS PADA MATERI SIFAT DAN PERUBAHAN WUJUD SUATU BENDA MELALUI PENERAPAN METODE DISCOVERY LEARNING

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan, keterampilan maupun sikap, bahkan meliputi segenap aspek

Bab II Landasan Teori

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPS PADA MATERI PERKEMBANGAN TEKNOLOGI MELALUI MODEL STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISIONS (STAD)

BAB II KAJIAN TEORI Pengertian Belajar Menurut Beberapa Ahli. memperoleh pengetahuan, ketrampilan, dan nilai-nilai positif dengan

BAB I PENDAHULUAN. yang terpenting dalam meningkatkan kualitas maupun kompetensi manusia, agar

BAB II KAJIAN PUSTAKA. a. Pengertian Matematika

ARTIKEL ILMIAH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PICTURE AND PICTURE

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Transkripsi:

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1. Model Pembelajaran Jigsaw 2.1.1.1. Pengertian Model Pembelajaran Jigsaw Menurut Arends (2008: 13), pembelajaran kooperatif tipe jigsaw adalah suatu tipe pembelajaran kooperatif yang terdiri dari beberapa anggota dalam suatu kelompok yang bertanggung jawab atas penguasaan bagian materi belajar dan mampu mengajarkan bagian tersebut anggota kelompok lainnya. Model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw merupakan model pembelajaran kooperatif dengan siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4-6 orang. Anggota kelompok berkomposisi heterogen dan bekerjasama saling ketergantungan yang positif dan bertanggung jawab atas ketuntasan bagian materi pelajaran yang harus dipelajari. Bagian materi yang sudah tuntas dipelajari siswa kemudian disajikan kepada kelompok asal. Menurut Lie (dalam Rusman, 2010 : 218), pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw merupakan model belajar kooperatif dengan cara siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari empat sampai enam orang secara heterogen. Siswa bekerja sama saling ketergantungan positif dan bertanggung jawab secara mandiri. Siswa memiliki banyak kesempatan untuk mengemukakan pendapat dan mengolah informasi yang didapat dan dapat meningkatkan keterampilan berkomunikasi. Menurut Hamdani (2011, 92), pembelajaran kooperatif tipe jigsaw adalah suatu pembelajaran kooperatif yang membagi satuan informasi yang besar menjadi komponen-komponen lebih kecil. Siswa dibagi ke dalam kelompok belajar kooperatif, yang terdiri atas empat orang siswa sehingga setiap anggota bertanggung jawab terhadap penguasaan setiap komponen atau subtopik yang 7

8 ditugaskan oleh guru dengan sebaik-baiknya. Seluruh siswa bertanggung jawab untuk menunjukkan penguasaannya terhadap seluruh materi yang ditugaskan oleh guru. Oleh karena itu, setiap siswa dalam kelompok harus menguasai topik secara keseluruhan. Berdasarkan pendapat-pendapat yang dikemukakan diatas, model pembelajaran Jigsaw adalah sebuah pembelajaran yang menitik beratkan kepada kerja kelompok siswa dalam kelompok kecil dan bertanggung jawab atas penguasaan bagian materi belajar dan mampu mengajarkan bagian tersebut ke anggota kelompok lainnya. 2.1.1.2. Langkah-Langkah Model Pembelajaran Jigsaw Menurut Arends (2008: 14), langkah-langkah penerapan model pembelajaran Jigsaw, yaitu: 1. Membentuk kelompok heterogen yang beranggotakan 4 6 orang. 2. Masing-masing kelompok mengirimkan satu orang wakil mereka untuk membahas topik, wakil ini disebut dengan kelompok ahli. 3. Kelompok ahli berdiskusi untuk membahas topik yang diberikan dan saling membantu untuk menguasai topik tersebut. 4. Setelah memahami materi, kelompok ahli menyebar dan kembali ke kelompok masing-masing, kemudian menjelaskan materi kepada rekan kelompoknya. 5. Guru memberikan tes individual pada akhir pembelajaran tentang materi yang telah didiskusikan. Menurut Agus Suprijono (2011, 89), langkah-langkah model pembelajaran Jigsaw yang dilakukan sebagai berikut: 1. Guru mengenalkan topik yang akan dibahas. 2. Selanjutnya guru membagi kelas menjadi kelompok-kelompok kecil. Jumlah kelompok tergantung pada jumlah konsep yang terdapat pada topik yang dipelajari. Kelompok-kelompok ini disebut kelompok asal.

9 3. Setelah kelompok asal terbentuk, guru membagikan materi tekstual kepada tiap-tiap kelompok. Setiap kelompok bertanggung jawab mempelajari materi tekstual yang diterimanya dari guru. 4. Sesi berikutnya, guru membuat kelompok ahli. 5. Setelah terbentuk kelompok ahli, berikan kesempatan kepada mereka untuk berdiskusi. 6. Setelah itu mereka kembali ke tim asal untuk menyampaikan hasil diskusi dengan tim ahli. 7. Sebelum pembelajaran diakhiri, diskusi dengan seluruh siswa perlu dilakukan. Selanjutnya guru menutup pembelajaran dengan memberikan kesimpulan. Sedangkan menurut Robert Slavin (dalam Hamdani, 2011: 284), mengemukakan langkah-langkah model pembelajaran jigsaw sebagai berikut: 1. Kelas dibagi menjadi beberapa tim yang anggotanya terdiri dari 4 atau 5 siswa dengan karakteristik yang heterogen. 2. Bahan akademik berupa bentuk teks, setiap siswa bertanggung jawab untuk mempelajari bagian dari bahan akademik tersebut. 3. Anggota tim berbeda bertanggung jawab mempelajari bagian akademik yang sama kemudian berkumpul untuk mengkaji bagian bahan tersebut di dalam kelompok pakar (expert group). 4. Kelompok pakar kembali ke kelompok semula untuk mengajarkan materi yang telah dipelajari dalam kelompok pakar. 5. Siswa melakukan evaluasi mengenai bahan yang telah dipelajari. Berdasarkan pendapat-pendapat yang dikemukakan diatas, dapat disimpulkan bahwa langkah-langkah model pembelajaran Jigsaw sebagai berikut: 1. Kegiatan Awal a) Guru melakukan apersepsi b) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran 2. Kegiatan Inti a) Pembagian kelompok

10 Siswa dibagi atas beberapa kelompok (tiap kelompok anggotanya 4-5 orang) dan diberi materi dalam bentuk teks yang telah dibagi-bagikan menjadi beberapa sub bab. Setiap anggota kelompok membaca sub bab yang ditugaskan dan bertangggung jawab untuk mempelajarinya. b) Diskusi kelompok ahli Tiap anggota kelompok yang mempelajari sub bab yang sama agar bertemu dalam kelompok ahli untuk mendiskusikannya. c) Penjelasan ke kelompok asal Setiap kelompok ahli kembali ke kelompoknya bertugas mengajar temannya. d) Presentasi kelompok Tiap kelompok menpresentasikan hasil diskusinya. 3. Kegiatan Akhir a) Evaluasi Guru melaksanakan evaluasi 2.1.1.3. Kelebihan Dan Kelemahan Model Pembelajaran Jigsaw Menurut Danang (2012), kelebihan dan kekurangan pembelajaran Jigsaw adalah sebagai berikut: Kelebihan pembelajaran kooperatif Jigsaw : 1. Memacu siswa untuk lebih aktif, kreatif serta bertanggungjawab terhadap proses belajarnya. 2. Mendorong siswa untuk berfikir kritis. 3. Memberi kesempatan setiap siswa untuk menerapkan ide yang dimiliki untuk menjelaskan materi yang dipelajari kepada siswa lain dalam kelompok tersebut. 4. Diskusi tidak didominasi oleh siswa tertentu saja tetapi semua siswa dituntut untuk menjadi aktif dalam diskusi tersebut. Disamping kelebihan dari pembelajaran kooperatif Jigsaw ada juga kekurangannya yaitu:

11 1. Kegiatan belajar-mengajar membutuhkan lebih banyak waktu dibanding metode yang lain. 2. Bagi guru metode ini memerlukan kemampuan lebih karena setiap kelompok membutuhkan penanganan yang berbeda. Berdasarkan teori diatas dapat disimpulkan bahwa masing-masing meode mempunyai kelebihan dan kelemahan. Begitu juga dengan pembelajaran Jigsaw juga memiliki kelebihan dan kelemahan. Salah satu kelemahan Jigsaw adalah membutuhkan waktu yang lama selain itu guru dituntut mempunyai kemampuan yang lebih. Tetapi disisi lain Jigsaw memiliki kelebihan siswa menjadi aktif dan tanggung jawab terhadap orang lain. 2.1.2 Minat 2.1.2.1 Pengertian Minat Getzel (dalam Mardapi, 2007 : 106) mengemukakan minat adalah suatu disposisi yang terorganisir melalui pengalaman yang mendorong seseorang untuk memperoleh objek khusus, aktivitas, pemahaman dan keterampilan untuk rujukan perhatian atau pencapaian. Menurut Slameto (2010 : 180) minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa keterikatan pada suatu hal atau aktivitas, tanpa ada yang menyuruh. Minat pada dasarnya adalah penerimaan akan suatu hubungan antara diri sendiri dengan sesuatu yang diluar. Menurut Heri (dalam Yasin, 2012) menyatakan Minat adalah suatu fungsi jiwa untuk dapat mencapai sesuatu yang merupakan kekuatan di dalam dan tampak di luar sebagai gerak gerik. Dalam menjalankan fungsinya minat berhubungan erat dengan pikiran dan perasaan. Manusia memberi corak dan menentukan sesudah memilih dan mengambil keputusan. Perubahan minat memilih dan mengambil keputusan disebut keputusan kata hati. Berdasarkan beberapa pengertian minat menurut para ahli di atas, peneliti simpulkan bahwa minat adalah suatu rasa lebih suka untuk memperoleh objek khusus, aktivitas dan pemahaman yang merupakan kekuatan di dalam dan tampak di luar sebagai gerak - gerik.

12 2.1.2.2 Pentingnya Minat Belajar Proses belajar yang maksimal terjadi apabila seseorang siswa mempunyai minat terhadap pelajaran tertentu maka siswa tersebut akan merasakan senang dan dapat memberi perhatian pada mata pelajaran sehingga menimbulkan sikap keterlibatan ingin belajar. Menurut Djamarah (2002: 81) Sesuatu yang menarik minat dan dibutuhkan anak, akan menarik perhatiannya, dengan demikian mereka akan bersungguh-sungguh dalam belajar. Senada dengan hal ini Crow and Crow (dalam Yasin, 2012) berpendapat bahwa individu yang mempunyai minat terhadap belajar, maka akan terdorong untuk memberikan perhatian terhadap belajar tersebut. Dengan demikian proses belajar akan berjalan lancar bila disertai dengan minat belajar sehingga mempengaruhi kualitas pencapaian hasil belajar siswa dalam bidang-bidang tertentu. Menurut Rachman (1997: 151), minat besar pengaruhnya terhadap belajar anak. Bila bahan pelajaran yang dipelajari tidak sesuai dengan minat siswa, siswa tidak dapat belajar dengan sebaik-baiknya. Jika ada siswa kurang atau tidak berminat terhadap belajar perlu diusahakan cara membengkitkan minat tersebut. Minat dapat ditumbuhkan dengan berbagai cara. Cara tersebut antara lain ialah memvariasikan media pembelajaran, mengembangkan metode pembelajaran, menjelaskan hal-hal yang menarik dan berguna bagi kehidupan siswa, dan mengkaitkan dengan hal-hal yang berhubungan dengan cita-cita. Dari uraian di atas, dapat diambil suatu kesimpulan bahwa minat sangat penting dalam kegiatan belajar, karena tanpa adanya minat terhadap suatu pelajaran, maka kegiatan proses belajar tidak akan berjalan dengan baik dan pada akhirnya keberhasilan dalam belajar tidak akan tercapai dengan baik pula. 2.1.2.3 Aspek Minat Belajar Pada umumnya minat seseorang terhadap sesuatu akan diekspresikan melalui kegiatan atau aktivitas yang berkaitan dengan minatnya. Sehingga untuk mengetahui aspek minat dapat dilihat dengan cara menganalisis kegiatan-kegiatan yang dilakukan individu atau objek yang disenangi, karena minat meruakan motif

13 yang dipelajari yang mendorong individu untuk aktif dalam kegiatan tertentu. Dengan demikian untuk menganalisis minat belajar dapat digunakan beberapa aspek minat sebagai berikut: Menurut Sukartini (dalam Suhartini, 2001: 26) analisis minat dapat dilakukan terhadap hal-hal sebagai berikut: 1. Keinginan untuk mengetahui/ memiliki sesuatu. 2. Objek-objek kegiatan yang disenangi. 3. Jenis kegiatan untuk mencapai hal yang disenangi. 4. Usaha untuk merealisasikan keinginan atau rasa senang terhadap sesuatu. Pendapat tersebut sesuai dengan apa yang dikemukakan Slameto (2010: 180), bahwa: Suatu minat dapat diekspresikan melalui pernyataan yang menunjukkan bahwa anak didik lebih menyukai suatu hal daripada hal lainnya, dapat pula dimanifestasikan melalui partisipasi dalam suatu aktivitas. Anak didik yang memiliki minat terhadap subjek tertentu cenderung untuk memberi perhatian yang lebih besar terhadap subjek tersebut. Selain itu menurut Djamarah (2002: 132) mengungkapkan bahwa minat dapat diekspresikan anak didik melalui: 1. Pernyataan lebih menyukai sesuatu daripada yang lainnya. 2. Partisipasi aktif dalam suatu kegiatan. 3. Memberikan perhatian yang lebih besar terhadap sesuatu yang diminatinya tanpa menghiraukan yang lain (fokus) Dari beberapa pendapat ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa minat belajar siswa dapat dilihat dari perhatian yang lebih besar dalam melakukan aktivitas yang mereka senangi dan ikut terlibat atau berpartisipasi dalam proses pembelajaran. Dari pendapat ahli yang pertama dapat disimpulkan bahwa aspeknya meliputi aspek ketertarikan dan aspek rasa senang. Dari pendapat ahli yang kedua dapat disimpulkan bahwa aspeknya meliputi aspek ketertarikan, aspek partisipasi, dan aspek perhatian. Sedangkan dari ahli yang ketiga dapat

14 disimpulkan bahwa aspeknya meliputi aspek ketertarikan, aspek partisipasi, dan aspek perhatian. Dari uraian ini peneliti membuat aspek minat yakni: 1. Aspek perhatian 2. Aspek partisipasi 3. Aspek ketertarikan 4. Aspek rasa senang Minat yang diungkap melalui penelitian ini adalah minat belajar siswa terhadap mata pelajaran IPA kelas V SD N Samban 02 Kecamatan Bawen Kabupaten Semarang khususnya pada kompetensi tanah dan struktur bumi. 2.1.3 Belajar 2.1.3.1 Pengertian Belajar Djamarah (2002: 2), menjelaskan bahwa belajar adalah aktivitas yang dilakukan individu secara sadar untuk mendapatkan sejumlah kesan dari apa yang telah dipelajari dan sebagai hasil dari interaksinya dengan lingkungan sekitar. Slameto (2010: 2), belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam berinteraksi dengan lingkungan. Dari beberapa teori yang dikemukakan di atas, dapat dirangkum bahwa belajar merupakan suatu pengalaman yang diperoleh berkat adanya interaksi individu dengan lingkungannya. Belajar menunjukkan suatu proses perubahan perilaku atau pribadi seseorang berdasarkan praktik atau pengalaman tertentu dan bersifat permanen. 2.1.3.2 Hasil Belajar Kemampuan intelektual siswa sangat menentukan keberhasilan siswa dalam memperoleh prestasi. Untuk mengetahui berhasil tidaknya seseorang dalam belajar maka perlu dilakukan suatu evaluasi, tujuannya untuk mengetahui hasil yang diperoleh siswa setelah proses belajar mengajar berlangsung. Hasil belajar merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan belajar, karena kegiatan belajar merupakan proses, sedangkan prestasi merupakan

15 hasil dari proses belajar. Memahami pengertian hasil belajar secara garis besar harus bertitik tolak kepada pengertian belajar itu sendiri. Untuk itu para ahli mengemukakan pendapatnya yang berbeda-beda sesuai dengan pandangan yang mereka anut. Namun dari pendapat yang berbeda itu dapat kita temukan satu titik persamaan. Sehubungan dengan hasil belajar, Agus Suprijono (2011: 7), menyatakan bahwa hasil belajar adalah perubahan perilaku secara keseluruhan bukan hanya salah satu aspek potensi kemanusiaan saja. Hasil pembelajaran tidak dilihat secara fragmentaris atau terpisah melainkan komprehensif. Oemar Hamalik (2006, 30), hasil belajar adalah bila seseorang telah belajar akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti. Menurut Dimyati dan Mudjiono (dalam Indra, 2009), hasil belajar merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan dari sisi guru. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum belajar. Tingkat perkembangan mental tersebut terwujud pada jenisjenis ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Sedangkan dari sisi guru, hasil belajar merupakan saat terselesikannya bahan pelajaran. Dari beberapa pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar dalam penelitian ini adalah perubahan tingkah laku mencakup bidang kognitif, afektif dan psikomotorik dan perkembangan mental seseorang dari belum mengerti menjadi mengerti. 2.1.3.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar Menurut Muhibbin Syah (2002: 132), faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar dibedakan menjadi tiga yaitu: 1. Faktor internal (dari dalam diri peserta didik), diantaranya: a) Aspek fisiologis (yang bersifat jasmaniah) diantaranya kondisi kesehatan, daya pendengaran dan penglihatan, dan sebagainya. b) Aspek psikologis yang mempengaruhi kuantitas dan kualitas perolehan pembelajaran peserta didik, diantaranya yaitu kondisi rohani peserta

16 didik, tingkat kecerdasan/intelegensi, sikap, bakat, minat, dan motivasi peserta didik. 2. Faktor eksternal (dari luar diri peserta didik), diantaranya: a) Lingkungan sosial, seperti para guru, staff administrasi, dan teman-teman sekelas, masyarakat, tetangga, teman bermain, orang tua dan keluarga peserta didik itu sendiri. b) Lingkungan non sosial, seperti gedung sekolah dan letaknya, rumah tempat keluarga peserta didik dan letaknya, alat-alat belajar, keadaan cuaca dan waktu belajar yang digunakan peserta didik. 3. Faktor Pendekatan Belajar, dapat dipahami sebagai cara atau strategi yang digunakan peserta didik dalam menunjang efektivitas dan efisiensi proses pembelajaran materi tertentu. 2.1.4 Hakekat IPA 2.1.4.1 Pengertian IPA Ilmu pengetahuan alam atau sains (science) diambil dari kata latin Scientia yang arti harfiahnya adalah pengetahuan, tetapi kemudian berkembang menjadi khusus Ilmu Pengetahuan Alam atau Sains. Ilmu Pengetahuan Alam, biasa disingkat IPA, adalah sebuah mata pelajaran yang mempelajari ilmu alam untuk siswa sekolah dasar (SD), dan sekolah menengah tingkat pertama (SMP/SLTP). Namun berbeda pada istilah yang terdapat di sekolah menengah tingkat atas (SMA/SMU) dan perguruan tinggi, kata IPA lebih dikenal sebagai salah satu penjurusan kelas yang secara khusus lebih memfokuskan untuk membahas ilmuilmu eksakta. Menurut Sri Wahyu Widyaningsih (2012), IPA merupakan ilmu yang mempelajari tentang segala sesuatu yang terdapat di alam, baik itu zat yang terkandung atau gejala yang terdapat di alam. IPA merupakan pengetahuan mempunyai kebenaran melalui metode ilmiah baik secara induktif ataupun deduktif, dengan ciri: objektif, metodik, sistimatis, universal, dan tentatif. Beberapa definisi IPA menurut pendapat beberapa ahli, yaitu:

17 a. Carin (dalam Sri Wahyu Widyaningsih, 2012), science adalah suatu kumpulan pengetahuan yang tersusun secara sistematik,yang di dalam penggunaannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam. Perkembangan science tidak hanya ditunjukkan oleh kumpulan fakta saja, tetapi juga oleh timbulnya metode ilmiah dan sikap ilmiah. b. Sund (dalam Sri Wahyu Widyaningsih, 2012) mendefinisikan science sebagai berikut : 1. Scientific attitudes (sikap ilmiah), yaitu kepercayaan/ keyakinan, nilainilai, gagasan/ pendapat, objektif. 2. Scientific methods (metode ilmiah), yaitu cara-cara khusus dalam menyelidiki/ memecahkan masalah. 3. Scientific products (produk ilmiah), berupa fakta, prinsip, hukum, teori dan sebagainya. c. Subiyanto (dalam Sri Wahyu Widyaningsih, 2012), IPA adalah suatu cabang pengetahuan yang mengangkat fakta-fakta yang tersusun secara sistematis dan menunjukkan berlakunya hukum-hukum umum. IPA merupakan pengetahuan yang didapat dengan jalan study dan praktik. IPA juga dapat diartikan sebagai suatu cabang study yang bersangkut-paut dengan observasi dan klasifikasi fakta-fakta terutama dengan disusunnya hukum umum dengan induksi dan hipotesis. Berdasarkan uraian di atas dapat penulis simpulkan IPA adalah ilmu yang berhubungan dengan cara mempelajari peristiwa-peristiwa alam secara sistematis. Dalam IPA terkandung metode ilmiah, sikap ilmiah dan produk ilmiah. IPA merupakan pengetahuan yang didapat dengan jalan study dan praktik. Dalam ilmu pengetahuan, istilah ilmu pengetahuan alam merujuk kepada pendekatan logis untuk mempelajari alam semesta. Ilmu pengetahuan alam mempelajari alam dengan menggunakan metode-metode sains. 2.1.4.2 Tujuan Pembelajaran IPA Pembelajaran IPA di SD/MI bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut (BSNP, 2006) :

18 1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-nya. 2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. 3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat. 4. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah, dan membuat keputusan. 5. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam. 6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan. 7. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTS. Maksud dan tujuan tersebut adalah agar siswa memiliki pengetahuan tentang gejala alam, berbagai jenis dan perangai lingkungan melalui pengamatan agar siswa tidak buta akan pengetahuan dasar mengenai IPA 2.1.4.3 Pembelajaran IPA Di Sekolah Dasar Kegiatan pembelajaran IPA mencakup pengembangan kemampuan dalam mengajukan pertanyaan, mencari jawaban, memahami jawaban, menyempurnakan jawaban tentang apa, mengapa, dan bagaimana tentang gejala alam maupun karakteristik alam sekitar melalui cara-cara sistematis yang akan diterapkan dalam lingkungan dan teknologi. Pendidikan IPA di sekolah diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitarnya, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari, yang didasarkan pada metode ilmiah. Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) menekankan pada pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar peserta didik mampu memahami alam sekitar melalui proses mencari tahu dan berbuat, hal ini akan

19 membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam. Keterampilan dalam mencari tahu atau berbuat tersebut dinamakan dengan keterampilan proses penyelidikan atau enquiry skills yang meliputi mengamati, mengukur, menggolongkan, mengajukan pertanyaan, menyusun hipotesis, merencanakan eksperimen untuk menjawab pertanyaan, mengklasifikasikan, mengolah, dan menganalisis data, menerapkan ide pada situasi baru, menggunakan peralatan sederhana serta mengkomunikasikan informasi dalam berbagai cara, yaitu dengan gambar, lisan, tulisan, dan sebagainya. Oleh karena itu pembelajaran IPA di sekolah sebaiknya; memberikan pengalaman pada peserta didik sehingga mereka kompeten melakukan pengukuran berbagai besaran fisis, menanamkan pada peserta didik pentingnya pengamatan empiris dalam menguji suatu pernyataan ilmiah (hipotesis) yang berasal dari pengamatan terhadap kejadian sehari-hari yang memerlukan pembuktian secara ilmiah, latihan berpikir kuantitatif yang mendukung kegiatan belajar IPA, yaitu sebagai penerapan IPA pada masalah-masalah nyata yang berkaitan dengan peristiwa alam. 2.2 Kajian Hasil Penelitian Yang Relevan Lutfi Rahmawati dalam penelitiannya Penerapan model pembelajaran jigsaw untuk meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPS kelas III B SDN Karangsari 3 Kota Blitar. Dalam penerapannya model pembelajaran kooperatif jigsaw dapat meningkatkan proses pembelajaran IPS di kelas III SDN Karangsari 3 Kota Blitar yaitu sebesar 61% kemudian siklus I 77% dan siklus II sebesar 88%. Penerapan model pembelajaran kooperatif jigsaw yang sesuai dengan prosedur, dapat meningkatkan hasil belajar siswa baik itu secara kelompok maupun individu. Hal ini terbukti dengan meningkatnya persentase ketuntasan belajar dari masing-masing siklus pembelajaran yang telah dilakukan yaitu 40% kemudian meningkat pada siklus I 64% dan pada siklus II menjadi 100%. Nur Fadlilatus Shiyam dalam penelitiannya Penerapan model pembelajaran jigsaw untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa SDN Gondang III Bojonegoro pada mata pelajaran matematika kelas V semester 2. Hasil

20 penelitian ini adalah penerapan model pembelajaran Jigsaw melalui Penelitian Tindakan Kelas dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa kelas V SDN Gondang III Bojonegoro pada mata pelajaran Matematika pokok bahasan pecahan. Hal tersebut didukung oleh hasil penelitian menunjukkan bahwa: aktivitas belajar siswa dari pembelajaran pada siklus I sebesar 72% dan meningkat menjadi 88% pada Siklus II. Hasil belajar siswa terjadi peningkatan yang cukup signifikan dari rata-rata pada pra tindakan sebesar 45, pada siklus I sebesar 60,6 dan menigkat menjadi 74 pada Siklus II. Mujiati dalam penelitiannya Implementasi model pembelajaran jigsaw untuk meningkatkan prestasi belajar IPS materi peninggalan sejarah Indonesia pada siswa kelas IV SDN Waung I Nganjuk. Penelitian ini dilaksanakan dalam dua siklus yang diawali dengan perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi. Indikator keberhasilan penelitian ini adalah minimal 75% siswa memenuhi Kriteria Ketuntasan Minimal yaitu mendapatkan nilai 70, dan Peran serta siswa yang aktif dalam pembelajaran mencapai 80 %, baik itu aktif bertanya, berpendapat ataupun menjawab pertanyaan telah tercapai. Berdasarkan hasil penelitian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa model pembelajaran jigsaw telah dapat meningkatkan prestasi belajar siswa kelas IV SDN Waung I Kecamatan Baron Kabupaten Nganjuk pada materi peninggalan bersejarah Indonesia. Peningkatan nilai dari nilai rata-rata 58,75 meningkat menjadi 81,75. Dari kajian teori- teori yang sudah di teliti oleh peneliti mengenai pembelajaran cooperative dengan model Jigsaw sangat baik untuk dilaksanakan karena akan memacu siswa untuk mencari informasi dari temannya sendiri, mengubah pola fikir siswa bahwa IPA itu sangat menyenangkan. Dari uraian diatas model pembelajaran Jigsaw ini sangat baik digunakan untuk menekankan kepada siswa bahwa matematika itu menyenangkan dan minat serta ketuntasan belajar pun akan tercapai sesuai dengan kriterian ketuntasan minimal. 2.3 Kerangka Berfikir Kerangka berfikir merupakan model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah

21 yang penting. Salah satu faktor yang berpengaruh dalam minat dan hasil belajar adalah dari faktor model pembelajaran, karena model pembelajaran sangat penting dalam keberhasilan seseorang dalam belajar. Dari uraian kajian teori dan kajian yang relevan dapat dirumuskan kerangka berfikir sebagai berikut : Kepekaan sosial Kesadaran akan perbedaan Bekerja kelompok Bertanggung jawab Jigsaw Kebergantungan positif Kerja dalam kelompok membangkitkan perhatian, ketertarikan, partisipasi dan rasa senang dalam belajar. Pembagian kelompok, setiap anak dalam kelompok ahli menggali informasi selengkap mungkin untuk diajarkan ke kelompok asal, presentasi dan Minat Hasil Gambar 2.1. Bagan Kerangka Berfikir 2.4 Hipotesis Penelitian Dari refleksi kajian teori, penelitian yang relevan dan kerangka pemikiran masalah maka dapat dirumuskan hipotesis tindakan sebagai berikut : 1. Model pembelajaran Jigsaw dapat meningkatkan minat belajar IPA siswa kelas 5 SD Negeri Samban 02 Kecamatan Bawen Kabupaten Semarang Semester II Tahun Ajaran 2012/2013. 2. Model pembelajaran Jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas 5 SD Negeri Samban 02 Kecamatan Bawen Kabupaten Semarang Semester II Tahun Ajaran 2012/2013.