Konferensi Nasional Teknik Sipil 3 (KoNTekS 3) Jakarta, 6 7 Mei 2009 STUDI BENTUK PENAMPANG YANG EFISIEN PADA BALOK PRATEGANG TERKAIT DENGAN BENTANG PADA FLYOVER Frisky Ridwan Aldila Melania Care 1, Aswandy 2, Bernardinus Herbudiman 3 1 Alumni Jurusan Teknik Sipil Institut Teknologi Nasional, Jl. PHH. Mustopha No.23 - Bandung Email : friskyramc@rocketmail.com 2 Dosen Jurusan Teknik Sipil Institut Teknologi Nasional, Jl. PHH. Mustopha No.23 Bandung Email : aswandy@itenas.ac.id 3 Dosen Jurusan Teknik Sipil Institut Teknologi Nasional, Jl. PHH. Mustopha No.23 Bandung Email : herbudiman@itenas.ac.id ABSTRAK Dalam mendesain flyover atau jalan layang, terdapat beberapa macam pilihan bentuk penampang balok beton prategang. memberikan 6 jenis tipe penampang untuk balok prategang. Dalam penelitian ini dilakukan studi terhadap keenam jenis tipe penampang tersebut dengan bentang 10 m, 15 m, 20 m, 25 m, 30 m, 35 m, 40 m. Desain pada daerah pengangkuran tidak ditinjau dan diafragma diasumsikan terpasang dalam jumlah yang cukup untuk menjamin tidak terjadinya tekuk lateral. Balok dimodelkan sebagai simple beam dan didesain dengan metode yang diberikan oleh RSNI T-12-2004 dengan menggunakan sistem pasca-tarik. Kemudian dilakukan observasi kecenderungan desain terhadap lentur (melalui pemeriksaan tegangan, pengecekan kapasitas momen dan pengecekan kapasitas retak), kecenderungan desain terhadap geser (melalui pengecekan geser vertikal dan geser horizontal), kecenderungan desain terhadap lendutan (melalui pengecekan defleksi), kecenderungan desain secara keseluruhan dan pengaruh eksentrisitas terhadap gaya efektif prategang sehingga dapat terlihat kecenderungan pemilihan tipe balok prategang terhadap pengaruh bentang yang ada.dari hasil analisis diperoleh penampang tipe I efektif digunakan pada bentang 10 m, penampang tipe II efektif digunakan pada bentang 10 m dan 15 m, penampang tipe III efektif digunakan pada bentang 15 m dan 20 m, penampang tipe IV efektif digunakan pada bentang 20 m s.d. 30 m, penampang tipe V efektif digunakan pada bentang 25 m s.d. 35 m, penampang tipe VI efektif digunakan pada bentang 25 m s.d. 40 m. Kata Kunci : Balok Prategang, Penampang, Bentang Balok 1. PENDAHULUAN Indonesia adalah negara berkembang yang membutuhkan prasarana penunjang transportasi seperti flyover. Flyover adalah jalan yang terdiri dari lapisan perkerasan pada permukaannya dan balok beton prategang yang ditumpu oleh tiang-tiang beton dengan panjang bentang tertentu. Pada jenis penampang diberikan 6 tipe balok prategang dengan bentuk dan ukuran dimensi yang berbeda. Untuk itulah perlu dilakukan studi untuk mengetahui penampang yang efisien jika dikaitkankan dengan pengaruh bentang pada flyover. Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan penampang balok prategang yang paling efisien sesuai dengan peraturan SNI untuk berbagai macam bentang pada flyover atau jalan layang. Ruang lingkup kajian dibatasi pada perhitungan yang dilakukan menggunakan metode yang diberikan RSNI T-12-2004 dengan jenis penampang balok prategang tipe I hingga tipe VI (Gambar 1) untuk bentang 10 m, 15 m, 20 m, 25 m, 30 m, 35 m, 40 m. Struktur yang dianalisis diasumsikan sebagai simple beam. Desain pada daerah pengangkuran dianggap telah cukup ekonomis (tidak masuk dalam perhitungan) sehingga diabaikan dan mengasumsikan diafragma dipasang dalam jumlah yang cukup untuk menjamin tidak terjadinya tekuk lateral. Hasil perhitungan yang telah didapat kemudian dilakukan observasi kecendrungan desain terhadap lentur, kecendrungan desain terhadap geser, kecendrungan desain terhadap lendutan, kecendrungan desain secara keseluruhan dan pengaruh eksentrisitas terhadap gaya efektif prategang, sehingga dari hasil perhitungan ini dapat terlihat kecenderungan pemilihan tipe balok prategang terhadap pengaruh bentang yang ada. Universitas Pelita Harapan Universitas Atma Jaya Yogyakarta S - 107
Frisky Ridwan Aldila Melania Care, Aswandy, Bernardinus Herbudiman a) tipe I s.d. IV b) tipe V s.d. VI Gambar 1 Bentuk Penampang 2. PERATURAN DESAIN Peraturan desain beton prategang pada penelitian ini mengacu pada metode yang diberikan RSNI T-12-2004 tentang Perencanaan Struktur Beton untuk Jembatan. Standar perencanaan yang digunakan pada struktur beton prategang untuk jembatan, material beton normalnya harus memiliki kuat tekan antara 30 MPa s.d. 60 MPa. Untuk kekuatan batas nominal pada penampang beton prategang terhadap lentur M n dihitung berdasarkan kekuatan batas dengan rumus : (1) dengan M n adalah momen nominal, T ps adalah momen nominal yang dipikul kabel prategang, T s adalah momen nominal yang dipikul tulangan tarik,d p adalah lengan momen kabel prategang, d adalah lengan momen tulangan tarik, a adalah jarak blok tegangan ekivalen pada penampang beton. Besarnya nilai momen nominal yang didapat berdasarkan rumus harus lebih besar dari besarnya nilai momen akibat kombinasi pembebanan. Untuk besarnya tegangan batas baja prategang untuk tendon terlekat diambil sebesar : dengan f ps adalah tegangan batas baja prategang, f pu adalah tegangan tarik putus baja prategang, γ p adalah rasio sifat mekanis strand, β 1 adalah blok tegangan ekivalen efektif pada penampang beton, ρ p adalah rasio tulangan prategang, f c adalah kuat tekan beton, ω t adalah batas leleh tulangan tarik, ω c adalah batas leleh beton. Kekuatan batas nominal lentur M n pada penampang kritis tidak boleh kurang dari 1,2 kali momen retak M cr. Ф.M n / M cr < 1,2 (3) dengan M cr adalah momen retak tepi bawah penampang beton. Pada pengecekan geser, besar gaya geser yang bekerja tidak boleh melebihi besarnya gaya geser nominal baik pada saat beban layan belum bekerja maupun pada saat beban layan telah bekerja. V u1 < Ф.V n (4) dengan V u1 adalah gaya geser yang bekerja, Ф adalah faktor reduksi kekuatan,v n adalah gaya geser nominal. Sedangkan untuk pemeriksaan geser horizontal besarnya gaya geser yang bekerja tidak boleh melebihi besarnya gaya geser horizontal nominal dan besarnya gaya geser nominal tidak boleh melebihi besarnya gaya geser horizontal nominal maksimal. V u1 < Ф.V nh (5) Ф.V nh < Ф.V nhmax (6) dengan V nh adalah gaya geser nominal horizontal, V nhmax adalah gaya geser nominal horizontal maksimal. Untuk lendutan besarnya defleksi total yang terjadi tidak boleh melebihi syarat defleksi maksimum. L sl / 240 > tot (7) dengan L sl adalah panjang total jembatan, tot adalah lendutan total yang terjadi. (2) S - 108 Universitas Pelita Harapan Universitas Atma Jaya Yogyakarta
Studi Bentuk Penampang yang Efisien pada Balok Prategang Terkait dengan Bentang pada Flyover 3. TEORI DESAIN BETON PRATEGANG Konsep dasar yang dijadikan acuan pada penelitian ini (Hadipratomo, 1984) adalah : Sistem prategang untuk mengubah beton menjadi bahan yang elastis Sistem prategang untuk kombinasi baja mutu tinggi dengan beton Sedangkan sistem prategang yang digunakan adalah sistem prategang penuh dengan metode pasca-tarik dimana pada beban kerja tidak diijinkan terjadi tegangan tarik. Pada metode pasca-tarik beton dicor dahulu dan dibiarkan mengeras sebelum diberi gaya prategang. Bila kekuatan beton yang diperlukan telah tercapai, maka baja ditegangkan diujung-ujungnya dan dijangkar. Gaya prategang ditransfer ke beton melalui jangkar pada saat baja ditegangkan sehingga beton menjadi tertekan. Selain itu di sistem pasca-tarik ini biasa digunakan profil baja lengkung untuk memungkinkan pendistribusian yang efektif dari gaya prategang dalam penampang. Baja tegangan dapat berupa kawat atau strand, kabel yang terdiri dari kawat terpisah atau strength yang ditempatkan dalam pipa saluran yang tertanam (Raina, 1993). 4. DATA DAN PROSEDUR ANALISIS Untuk mempermudah sebelum memulai perhitungan diperlukan beberapa data teknis, yaitu : Kuat tekan beton (f c ) untuk balok girder : 50 MPa Kuat tekan beton (f c ) untuk pelat : 50 MPa Kuat tarik putus (f pu ) kabel prategang : 1860 MPa Modulus Elastisitas (E ps ) kabel prategang : 1,95 x 10 5 MPa Diameter 1 buah tendon prategang (Ф s ) : 12,7 mm Luas efektif 1 buah tendon prategang (A p1 ) : 99 mm 2 Kemudian dilanjutkan dengan perhitungan gaya dalam dengan mempertimbangkan beban-beban yang bekerja yang terdiri dari beban aspal, pelat topping, pelat pracetak, pelat balok, diafragma, garis, tersebar merata, pejalan kaki dan parapets. Setelah itu dilakukan perhitungan perkiraan kebutuhan tulangan prategang dan nilai eksentrisitas yang diperlukan. Untuk proses pemeriksaan dilakukan dalam beberapa tahap yaitu : pemeriksaan tegangan, cek kapasitas momen, kapasitas retak, pemeriksaan geser, pengecekan geser horizontal dan cek terhadap defleksi. Pemeriksaan tegangan dilakukan pada saat transfer prategang, setelah kehilangan prategang dan pada saat beban layan bekerja ditengah bentang. Sedangkan tahap-tahap pemeriksaan yang lain dilakukan sesuai dengan ketentuan yang tercantum pada peraturan desain (Imran). 5. ANALISIS PERHITUNGAN Dari Hasil Perhitungan yang didapat dilakukan observasi kecenderungan kesain terhadap momen, kecenderungan desain terhadap geser, kecenderungan desain terhadap defleksi kecenderungan desain secara keseluruhan dan pengaruh eksentrisitas terhadap gaya efektif prategang. Berdasarkan observasi kecendrungan desain terhadap momen seperti yang terlihat pada Gambar 2, memperlihatkan bahwa nilai perbandingan momennya mempunyai nilai maksimum pada bentang tertentu untuk tiap jenis penampang. Berdasarkan observasi kecendrungan desain terhadap geser seperti yang terlihat pada Gambar 4 memperlihatkan bahwa semakin panjang bentang maka semakin besar pula nilai gaya geser yang bekerja. Pada penampang tipe I s.d. IV, gaya geser yang bekerja terlihat sebagian berada diantara kapasitas geser vertikal & horizontal. Hal ini menunjukkan bahwa gaya geser yang terjadi ada yang melebihi kapasitas, sedangkan pada penampang tipe V s.d. VI, gaya geser yang bekerja tidak ada yang melebihi kapasitas untuk seluruh bentang. Berdasarkan observasi kecendrungan desain terhadap defleksi seperti yang terlihat pada Gambar 3, memperlihatkan bahwa semakin panjang bentang maka semakin besar pula nilai lendutan yang terjadi.. Selain itu dapat dilihat juga bahwa semakin kecil bentuk penampang maka bentuk kurva lendutan yang terjadi akan menjadi meningkat secara ekstrim. Berdasarkan observasi kecendrungan desain secara keseluruhan seperti yang terlihat pada Tabel 2, Penampang tipe I hanya efektif digunakan pada bentang 10 m. Penampang tipe II hanya efektif digunakan Universitas Pelita Harapan Universitas Atma Jaya Yogyakarta S - 109
Frisky Ridwan Aldila Melania Care, Aswandy, Bernardinus Herbudiman pada bentang 10 m dan 15 m. Penampang tipe III hanya efektif digunakan pada bentang 15 m dan 20 m. Penampang tipe IV hanya efektif digunakan pada bentang 20 m s.d. 30 m. Penampang tipe V hanya efektif digunakan pada bentang 25 m s.d. 35 m. Penampang tipe VI hanya efektif digunakan pada bentang 25 m s.d. 40 m. Pada pengaruh eksentrisitas terhadap gaya efektif prategang seperti yang terlihat pada Tabel 3, semakin panjang bentang semakin besar gaya efektif prategang yang dibutuhkan pada tiap jenis penampangnya, semakin panjang bentang nilai eksentrisitas yang ada besarnya hampir sama untuk tiap jenis penampang, semakin besar jenis penampang yang digunakan maka semakin kecil gaya efektif prategang yang diperlukan, tetapi sebaliknya nilai eksentrisitas yang diperlukan menjadi semakin besar, besarnya gaya efektif prategang mempengaruhi jumlah strand dan luas total prestress yang dibutuhkan, khusus untuk penampang tipe V dan VI pada bentang 10 m tidak memerlukan gaya prategang efektif. Gambar 2 Perbandingan Nilai Momen Tiap Bentang Gambar 3 Perbandingan Nilai Defleksi Tiap Bentang Tabel 1 Batas Bentang tiap Penampang Tipe Penampang Batas Bentang yang Diusulkan (m) I 9,1-13,7 II 12,2-18,3 III 16,8-24,4 IV 21,3-30,5 V 27,4-36,6 VI 33,5-42,7 * ) Lin (1993) S - 110 Universitas Pelita Harapan Universitas Atma Jaya Yogyakarta
Studi Bentuk Penampang yang Efisien pada Balok Prategang Terkait dengan Bentang pada Flyover Gambar 4 Perbandingan Nilai Gaya Geser Kondisi Batas Layan, Gaya Geser Nominal Vertikal dan Gaya Geser Nominal Horizontal tiap Bentang pada Penampang Universitas Pelita Harapan Universitas Atma Jaya Yogyakarta S - 111
Frisky Ridwan Aldila Melania Care, Aswandy, Bernardinus Herbudiman Tabel 2 Nilai Perbandingan Momen, Gaya Geser dan Lendutan Tiap Bentang satuan Bentang 10 m 15 m 20 m 25 m 30 m 35 m 40 m Ф.M n / M cr - 1,562 1,732 1,76 1,73 1,654 1,565 1,456 I V u1 kn 435,225 588,135 741,046 893,957 1047 1200 1353 total mm 16,766 82,85 259,188 630,61 1301 2411 4133 Ф.M n / M cr - 1,292 1,585 1,692 1,713 1,695 1,653 1,587 II V u1 kn 444,78 602,565 760,351 918,137 1076 1234 1391 total mm 8,165 39,005 121,476 293,091 605,222 1120 1910 Ф.M n / M cr - 1,022 1,36 1,546 1,633 1,663 1.661 1.637 III V u1 kn 464,399 632,195 799,991 967,786 1136 1303 1471 total mm 3,606 17,414 53,195 127,707 262,286 483,189 822,559 Ф.M n / M cr - 0,849 1,097 1,361 1,514 1,594 1,616 1,624 IV V u1 kn 487,921 667,717 847,513 1027 1207 1387 1567 total mm 1,864 9,206 27,736 65,769 134,858 246,15 417,775 Ф.M n / M cr - 0,804 1,012 1,184 1,349 1,454 1,509 1,538 V V u1 kn 510,932 702,469 894,006 1086 1277 1469 1660 total mm 0,994 4,91 15,356 36,26 73,052 133,015 225,197 Ф.M n / M cr - 0,74 0,952 1,128 1,275 1,4 1,47 1,513 VI V u1 kn 518,337 713,652 908,967 1104 1300 1465 1690 total mm 0,731 3,546 10,996 26,334 53,259 97,041 163,499 izin = L sl / 240 mm 41,667 62,5 83,333 104,167 125 145,833 166,667 Ф.M n / M cr > 1,2 V u1 < φ.v n Tabel 3 Hubungan Nilai Eksentrisitas dengan Gaya Efektif Prategang Penampang Bentang 10 m 15 m 20 m 25 m 30 m 35 m 40 m I P eff (kn) 1242 2694 4563 6931 9618 12859 17050 e (mm) 160 165 170 170 175 175 165 II P eff (kn) 800 1977 3480 5374 7637 10269 13412 e (mm) 240 235 240 240 240 240 235 III P eff (kn) 408 1360 2613 4172 6037 8274 10856 e (mm) 370 360 360 360 360 355 350 IV P eff (kn) 110 849 1934 3349 5050 6882 9146 e (mm) 525 590 545 515 500 510 500 V P eff (kn) 0 544 1360 2474 3872 5488 7369 e (mm) 730 810 860 825 790 775 760 VI P eff (kn) 0 343 1080 1993 3245 4629 6272 e (mm) 900 950 995 1010 945 935 915 Berdasarkan keterangan dari Tabel 2, penampang tipe I hanya efektif digunakan pada bentang 10 m saja dan hal ini sesuai dengan rujukan yang ditetapkan oleh T.Y.Lin (1993) yang ada pada Tabel 1. Sedangkan untuk bentang yang lain tidak efektif untuk digunakan karena besarnya nilai tegangan geser yang bekerja dan lendutan yang terjadi melampaui batas ijin. S - 112 Universitas Pelita Harapan Universitas Atma Jaya Yogyakarta
Studi Bentuk Penampang yang Efisien pada Balok Prategang Terkait dengan Bentang pada Flyover Penampang tipe II hanya efektif digunakan pada bentang 10 m dan 15 m, tetapi menurut T.Y Lin tipe II lebih efektif digunakan pada bentang 15 m karena besarnya lendutan yang terjadi hampir mendekati nilai lendutan ijinnya sehingga lebih ekonomis. Untuk tipe III hanya efektif digunakan pada bentang 15 m dan 20 m. Sama seperti pada tipe II, pada tipe III ini T.Y Lin menyarankan untuk digunakan pada bentang 20 m karena keekonomisannya dari segi lendutan. Pada tipe IV bentang 20 m dan 25 m menjadi bentang yang paling efektif untuk digunakan dan hal ini sesuai dengan rujukan dari T.Y. Lin. Di tipe V bentang 25 m s.d. 35 m adalah bentang yang efektif untuk digunakan. Tapi T.Y. Lin lebih menyarankan untuk digunakan pada bentang 30 m dan 35 m karena keekonomisannya dari segi lendutan. Dan untuk penampang tipe VI bentang 25 m s.d. 40 m menjadi pilihan yang paling efektif. Tapi lagi-lagi T.Y. Lin lebih menyarankan digunakan pada bentang 35 m dan 40 m juga karena keekonomisannya dari segi lendutan. 6. KESIMPULAN 1. Penampang tipe I hanya efektif digunakan pada bentang 10 m. 2. Penampang tipe II hanya efektif digunakan pada bentang 10 m dan 15 m. 3. Penampang tipe III hanya efektif digunakan pada bentang 15 m dan 20 m. 4. Penampang tipe IV hanya efektif digunakan pada bentang 20 m s.d. 30 m. 5. Penampang tipe V hanya efektif digunakan pada bentang 25 m s.d. 35 m. 6. Penampang tipe VI hanya efektif digunakan pada bentang 25 m s.d. 40 m KESIMPULAN Imran, I. Perilaku Struktur Beton Prategang. Bandung : Institut Teknologi Bandung. Hadipratomo, W. 1984. Struktur Beton Prategang. Bandung : Nova. Lin, T. Y. and Burns, H. 1993. Desain Struktur Beton Prategang. terjemahan Daniel Indrawan. Jakarta : Erlangga. Puslitbang Jalan dan Jembatan Balitbang Dep. PU. Perencanaan Struktur Beton Untuk Jembatan. RSNI T 12 2004. Puslitbang Jalan dan Jembatan Balitbang Dep. PU. Pembebanan Untuk Jembatan. RSNI T 02 2005. Raina, V. K. 1993. Concrete Bridge Practice. New Delhi : Tata McGraw-Hill Publishing Company United Universitas Pelita Harapan Universitas Atma Jaya Yogyakarta S - 113
Frisky Ridwan Aldila Melania Care, Aswandy, Bernardinus Herbudiman KoNTekS 3, UPH UAJY Jakarta, 6 7 Mei 2009 S - 114 Universitas Pelita Harapan Universitas Atma Jaya Yogyakarta