BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan Tambahan Makanan Bahan Tambahan Makanan (BTM) atau food additives adalah senyawa atau campuran berbagai senyawa yang sengaja ditambahkan ke dalam makanan dan terlibat dalam proses pengolahan, pengemasan dan penyimpanan, bukan merupakan bahan utama. Penambahan BTM secara umum bertujuan untuk meningkatkan nilai gizi makanan, memperbaiki nilai sensori makanan dan memperpanjang umur simpan makanan (Wisnu, 2002). Bahan tambahan makanan yang diizinkan sesuai dengan peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/MEN.KES/PER/IX/88 tentang bahan tambahan makanan : a. Antioksidan (Antioxidant) b. Antikempal (Anticaking Agent) c. Pengaturan Keasaman (Acidity Regulator) d. Pemanis Buatan (Artificial Sweetener) e. Pemutih dan Pematang tepung (Flour Treatment Agent) f. Pengemulsi, pemantap, pengental (Emulsifier, Stabilizer, Thickener) g. Pengawet (Preservative) h. Pengeras (Firming Agent) i. Pewarna (Colour) j. Penyedap rasa dan Aroma, penguat rasa (Flavour, Flafour Enhancer) k. Sekuestran (Sequestrant) 21
2.2 Bahan Pengawet Bahan pengawet adalah bahan tambahan pangan yang dapat mencegah atau menghambat proses fermentasi, pengasaman dan penguraian terhadap makanan yang disebabkan oleh mikroorganisme. Penggunaan pengawet dalam minuman dan makanan harus tepat, baik jenis maupun jumlahnya. Karena bagaimanapun juga bahan pengawet pada dasarnya adalah senyawa kimia yang merupakan bahan asing bagi tubuh bila masuk bersama makanan yang dikonsumsi. Apabila jumlah pemakaian pengawet pada bahan pangan tidak diatur dan diawasi, kemungkinan dapat menimbulkan kerugian bagi pemakainya, baik yang bersifat langsung misalnya keracunan ataupun yang tidak langsung (kumulatif) misalnya karsinogenik. 2.2.1 Tujuan Penggunaan Bahan Pengawet Menurut (Wisnu, 2002), tujuan penambahan bahan pengawet pada pangan secara umum adalah : 1. Menghambat pertumbuhan mikroba pembusuk pada pangan baik yang bersifat patogen maupun yang tidak patogen 2. Memperpanjang umur simpan pangan 3. Tidak menurunkan kualitas gizi, warna, cita rasa dan bau pangan yang diawetkan 4. Tidak menyembunyikan keadaan pangan yang berkualitas rendah 5. Tidak digunakan untuk menyembunyikan penggunaan bahan yang salah atau tidak memenuhi persyaratan 6. Tidak digunakan untuk menyembunyikan kerusakan bahan pangan 22
2.2.2 Jenis-Jenis Bahan Pengawet Bahan Pengawet yang diizinkan penggunaannya pada bahan pangan adalah asam benzoat, asam propionat, asam sorbat, sulfur dioksida, etil p-hidroksi benzoat, kalium benzoat, kalium sulfit, kalium bisulfit, kalium nitrat, kalium nitrit, kalium propionat, kalium sorbat, kalsium propionat, kalsium sorbat, kalsium benzoat, natrium benzoat, metil-p-hidroksi benzoat, natrium sulfit, natrium bisulfit, natrium metabisulfit, natrium nitrat, natrium nitrit, natrium propionat, nisin dan propil-p-hidroksi benzoat (Wisnu, 2002). Beberapa persyaratan yang umum untuk bahan pengawet kimia, antara lain : 1. Memberi arti ekonomis dari pengawetan 2. Digunakan hanya apabila cara-cara pengawetan yang lain tidak mencukupi atau tidak tersedia 3. Memperpanjang umur simpan dalam pangan 4. Tidak menurunkan kualitas ( warna, cita rasa dan bau ) bahan pangan yang diawetkan 5. Mudah dilarutkan 6. Menunjukkan sifat-sifat anti mikroba pada jenjang ph pangan yang diawetkan 7. Aman dalam jumlah yang diperlukan 8. Mudah ditentukan dengan analisis kimia 9. Tidak menghambat enzim-enzim pencernaan 10. Tidak dekomposisi atau tidak bereaksi untuk membentuk suatu senyawa 23
11. Mudah dikontrol dan didistribusikan secara merata dalam bahan pangan 12. Mempunyai spektra antimikroba yang luas yang meliputi macammacam pembusukan oleh mikroba yang berhubungan dengan bahan pangan yang diawetkan 2.2.2.1 Natrium Benzoat Rumus Struktur : Nama kimia : Natrium benzoat Rumus molekul : NaC 6 H 5 CO 2 Berat molekul Kelarutan : 144,11 g/mol : Mudah larut dalam air dan sukar larut dalam etanol Asam benzoat (C 6 H 5 COOH) merupakan bahan pengawet yang luas penggunaannya pada makanan dan minuman. Garam natrium dari asam benzoat lebih sering digunakan karena bersifat lebih larut air dari pada bentuk asamnya. Bahan ini dapat mencegah pertumbuhan khamir dan bakteri (Rimbawan, 2001). Sifat-sifat dari Natrium benzoat yaitu : 1. Berupa granul atau serbuk hablur berwarna putih 2. Tidak berbau dan stabil di udara 3. Mudah larut dalam air 4. Sukar larut di dalam etanol dan lebih larut dalam etanol 90% 24
5. Kelarutan dalam air pada suhu 25 o C sebesar 660 gr/l dengan bentuk yang aktif sebagai pengawet sebesar 84,7% pada range ph 4,8 2.2.2.2 Kalium sorbat Rumus Struktur : Nama kimia : Kalium sorbat Rumus molekul : C 6 H 7 KO 2 Berat molekul : 150,22 g/mol Kelarutan : Mudah larut dalam air dan sukar larut dalam etanol, propilen glikol Asam sorbat tergolong asam lemak monokarboksilat yang berantai lurus dan mempunyai ikatan tidak jenuh (α-diena). Bentuk yang umum digunakan adalah Na-, Ca- dan K- Sorbat. Tujuan penambahannya adalah untuk mencegah pertumbuhan bakteri, jamur dan kapang (Rimbawan, 2001). Sifat-sifat dari Kalium sorbat yaitu : 1. Berbentuk kristal putih atau berbentuk tepung 2. Berbau khas 3. Larut di dalam air 4. Sukar larut di dalam etanol dan eter 5. Jarak lebur antara 132 o C dan 135 o C 6. Air tidak lebih dari 0,5 % 7. Sisa pemijaran tidak lebih dari 0,2 % 8. Logam berat tidak lebih dari 10 bpj 25
2.2.3 Dampak Bahan Pengawet bagi kesehatan a. Asam benzoat dan garamnya (Ca, K dan Na) Penderita asma dan urticaria sangat sensitif terhadap asam benzoat, jika dikonsumsi dalam jumlah besar akan mengiritasi lambung. b. Asam sorbat dan garamnya Kondisi yang ekstrim (suhu dan konsentrasi sorbat tinggi) asam sorbat dapat bereaksi dengan nitrit membentuk produk mutagen yang tidak terdeteksi di bawah kondisi normal penggunaan, bahkan dalam curing asinan. Asam sorbat kemungkinan juga memberikan efek iritasi kulit apabila langsung dipakai pada kulit, sedangkan untuk garam sorbat belum diketahui efeknya terhadap tubuh. c. Asam propionat dan garamnya Bahan pengawet ini biasanya digunakan untuk produk roti dan tepung, tujuannya untuk mencegah tumbuhnya jamur atau kapang. Penggunaan jenis pengawet ini melebihi angka maksimum dapat menyebabkan migren, kelelahan dan kesulitan tidur. d. Sulfur Dioksida Bahan pengawet ini juga banyak ditambahkan pada sari buah, buah kering, kacang kering, sirup dan acar. Meski bermanfaat, penambahan bahan pengawet tersebut beresiko menyebabkan luka pada lambung, mempercepat serangan asma, mutasi genetik, kanker dan alergi (Wisnu, 2002). 26
2.3 Teori Kromatografi 2.3.1 Sejarah Kromatografi adalah suatu istilah umum yang digunakan untuk bermacammacam teknik pemisahan yang didasarkan atas partisi atau absorbsi sampel diantara suatu fase gerak yang bisa berupa gas ataupun cair dan dan fase diam yang juga bisa cairan atau suatu padatan. Penemu Kromatografi adalah Tswett yang pada tahun 1903 mencoba memisahkan pigmen-pigmen dari daun dengan menggunakan suatu kolom yang berisi kapur (CaSO 4 ). Istilah kromatografi diciptakan oleh Tswett untuk melukiskan daerah-daerah yang berwarna yang bergerak ke bawah kolom. Pada waktu yang hampir bersamaan, D.T. Day juga menggunakan kromatografi untuk memisahan fraksi-fraksi petroleum, namun Tswett adalah yang pertama diakui sebagai penemu dan yang menjelaskan tentang proses kromatografi (Johnson dan Stevenson, 1991). 2.3.2 Pemakaian Kromatografi 1. Pemakaian untuk tujuan kualitatif mengungkapkan ada atau tidak adanya senyawa tertentu dalam cuplikan 2. Pemakaian untuk tujuan kuantitatif menunjukkan banyaknya masing-masing komponen campuran 3. Pemakaian untuk tujuan preparatif untuk memperoleh komponen campuran dalam jumlah memadai dalam keadaan murni (Gritter, dkk., 1991). 2.3.3 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) Kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) merupakan sistem pemisahan dengan kecepatan dan efisiensi yang tinggi karena didukung oleh kemajuan dalam teknologi kolom, sistem pompa tekanan tinggi dan detektor yang sangat sensitif 27
dan beragam sehingga mampu menganalisis berbagai analit secara kualitatif maupun kuantitatif, baik dalam komponen tunggal maupun campuran (Ditjen POM, 1995). KCKT disebut juga dengan High Performance Liquid Chromatography (HPLC) atau High Pressure Liquid Chromatography atau Modern Liquid Chromatography merupakan teknik pemisahan yang diterima secara luas untuk analisis dan pemurnian senyawa tertentu dalam suatu sampel pada sejumlah bidang, antara lain : farmasi, lingkungan dan industri-industri makanan. Kegunaan umum KCKT adalah untuk pemisahan sejumlah senyawa organik, anorganik, maupun senyawa biologis, analisis ketidakmurnian (impurities) dan analisis senyawa-senyawa yang tidak mudah menguap (nonvolatile). KCKT sering digunakan untuk menetapkan kadar senyawa-senyawa tertentu seperti asam-asam amino, asam-asam nukleat dan protein-protein dalam cairan fisiologis, menentukan kadar senyawa-senyawa aktif obat dan lain-lain. Menurut (Putra, 2007), kelebihan KCKT dibandingkan dengan metode lain antara lain : - Mampu memisahkan molekul-molekul dari suatu campuran - Resolusinya baik - Mudah melaksanakannya - Kecepatan analisis dan kepekaannya tinggi - Dapat dihindari terjadinya dekomposisi/ kerusakan bahan yang dianalisis - Dapat digunakan bermacam-macam detektor - Kolom dapat digunakan kembali - Mudah melakukan recovery cuplikan 28
- Tekniknya tidak begitu tergantung pada keahlian operator dan reprodusibilitasnya lebih baik - Instrumennya memungkinkan untuk bekerja secara automatis dan kuantitatif. 2.3.4 Cara Kerja KCKT Kromatografi merupakan teknik pemisahan dimana analit atau zat-zat terlarut terpisah oleh perbedaan kecepatan elusi, dikarenakan analit-analit tersebut melewati suatu kolom kromatografi. Pemisahan analit tersebut diatur oleh distribusi dalam fase gerak dan fase diam. Untuk mendapatkan hasil analisis yang baik, diperlukan penggabungan secara tepat dari kondisi operasional seperti jenis kolom, fase gerak, panjang dan diameter kolom, kecepatan alir fase gerak, suhu kolom dan ukuran sampel (Rohman, 2007). 2.3.5 Komponen Kromatografi Cair Kinerja Tinggi 2.3.5.1 Wadah Fase Gerak Wadah fase gerak terbuat dari bahan yang inert terhadap fase gerak. Bahan yang umum digunakan adalah gelas dan baja anti karat. Daya tampung tandon harus lebih besar dari 500 ml, yang dapat digunakan selama 4 jam untuk kecepatan alir yang umumnya 1-2 ml/menit. 2.3.5.2 Pompa Untuk menggerakkan fase gerak melalui kolom diperlukan pompa. Pompa harus mampu menghasilkan tekanan 6000 Psi pada kecepatan alir 0,1 10 ml/menit. Pompa ada 2 jenis yaitu pompa volume konstan dan pompa tekanan konstan. Pompa terbuat dari bahan yang inert terhadap semua pelarut. Bahan yang 29
umum digunakan adalah gelas baja antikarat dan teflon. Aliran pelarut dari pompa harus tanpa denyut untuk menghindari hasil yang menyimpang pada detektor. 2.3.5.3 Injektor Cuplikan harus dimasukkan ke dalam pangkal kolom (kepala kolom), diusahakan agar sesedikit mungkin terjadi gangguan pada kemasan kolom. Ada tiga dasar injektor, yaitu : a. Hentikan aliran/ stop flow : injeksi dilakukan pada kinerja atmosfir, sistem tertutup dan aliran dilanjutkan lagi. Teknik ini bisa digunakan karena difusi di dalam aliran kecil dan resolusi tidak dipengaruhi. b. Septum : injektor-injektor langsung ke aliran fase gerak umumnya sama dengan yang digunakan pada kromatografi gas. Injektor ini dapat digunakan pada kinerja sampai 60-70 atmosfir. Tetapi septum ini tidak tahan dengan semua pelarut-pelarut kromatografi cair. Disamping itu, partikel kecil dari septum yang terkoyak (akibat jarum injektor) dapat menyebabkan penyumbatan. c. Katup putaran (loop valve) : Tipe injektor ini umumnya digunakan untuk menginjeksi volume lebih besar dari 10 µl dan dilakukan dengan cara automatis (dengan menggunakan adaptor yang sesuai, volume yang lebih kecil dapat diinjeksikan secara manual). Pada posisi LOAD, sampel diisi ke dalam loop pada kinerja atmosfir, bila VALVE difungsikan, maka sampel akan masuk ke dalam kolom. 30
Gambar 2. Tipe injektor katup putaran 2.3.5.4 Kolom Kolom adalah jantung kromatografi. Berhasil atau gagalnya suatu analisis tergantung pada pemilihan kolom dan kondisi percobaan yang sesuai. Kolom dibagi menjadi 2 kelompok ; a. Kolom analitik : diameter khas adalah 2-6 mm. Panjang kolom tergantung pada jenis kemasan. Untuk kemasan pellikular, panjang yang lumrah adalah 50-100 cm. Untuk kemasan poros mikropartikulat, umumnya 10-30 cm. Dewasa ini ada yang 5 cm. b. Kolom preparatif : umumnya memiliki diameter 6 mm atau lebih besar dan panjang kolom 25-100 cm. Kolom umumnya dibuat dari stailess steel dan biasanya dioperasikan pada temperatur kamar, tapi bisa juga digunakan pada temperatur labih tinggi, terutama untuk kromatografi penukar ion dan kromatografi eksklusi. 2.3.5.5 Detektor Suatu detektor dibutuhkan untuk mendeteksi adanya komponen cuplikan di dalam aliran yang keluar dari kolom. Detektor-detektor yang baik memiliki sensitifitas yang tinggi, gangguan (noise) yang rendah, kisar respons linier yang luas, dan memberi tanggapan untuk semua tipe senyawa. 31
Detektor yang paling banyak digunakan dalam kromatografi cair modern kecepatan tinggi adalah detektor spektrofotometer uv 254 nm. Bermacam-macam detektor dengan variasi panjang gelombang uv-vis sekarang menjadi populer karena mereka dapat digunakan untuk mendeteksi senyawa-senyawa dalam rentang yang luas (Putra, 2007). 2.3.6 Analisis Kualitatif dan Kuantitatif a. Analisis Kualitatif Ada 3 pendekatan untuk analisa kualitatif yakni: 1. Perbandingan antara retensi analit yang tidak diketahui dengan retensi baku yang sesuai (senyawa yang diketahui) pada kondisi yang sama. 2. Dengan cara spiking. Metode spiking dilakukan dengan menambah sampel yang mengandung senyawa tertentu yang akan diselidiki dengan senyawa baku pada kondisi kromatografi yang sama. Hal ini dilakukan dengan cara: pertama, dilakukan proses kromatografi sampel yang tidak di spiking. Kedua, sampel yang telah di-spiking dengan senyawa baku dilakukan proses kromatografi. Jika pada puncak tertentu yang diduga mengandung senyawa yang diselidiki terjadi peningkatan tinggi puncak/luas puncak setelah di-spiking, maka dapat diidentifikasi bahwa sampel mengandung senyawa yang kita selidiki. 3. Menggabungkan alat kromatografi dengan spektrometer massa. Pada pemisahan dengan menggunakan KCKT, cara ini akan memberikan informasi data spektra massa solut dengan waktu retensi tertentu. Spektra analit yang tidak diketahui dapat dibandingkan dengan spektra yang ada di 32
data base komputer yang diinterpretasi sendiri. Cara ini dapat dilakukan untuk analit yang belum ada baku murninya. b. Analisis Kuantitatif Berikut beberapa syarat yang harus dipenuhi dalam analisis kuantitatif baik pada penyiapan sampel atau proses kromatografi, antara lain : a. Analit harus telah diketahui dan terpisah sempurna dari komponen-komponen lain dalam kromatogram b. Baku dengan kemurnian yang tinggi dan telah diketahui harus tersedia c. Prosedur kalibrasi yang sudah diketahui harus digunakan. Dalam KCKT, kuantifikasi dapat dilakukan dengan luas puncak atau tinggi puncak. Tinggi puncak atau luas puncak berbanding langsung dengan banyaknya analit yang dikromatografi, jika dilakukan pada kisaran detektor yang linier (Johnson dan Stevenson, 1991). 1. Metode tinggi puncak Metode yang paling sederhana untuk pengukuran kuantitatif adalah dengan tinggi puncak. Tinggi puncak diukur sebagai jarak dari garis dasar ke puncak maksimum seperti puncak 1, 2, dan 3 pada gambar 3. Penyimpangan garis dasar diimbangi dengan interpolasi garis dasar antara awal dan akhir puncak. Gambar 1. Pengukuran tinggi puncak 33
Metode tinggi puncak hanya digunakan jika perubahan tinggi puncak linier dengan konsentrasi analit. Kesalahan akan terjadi jika metode ini digunakan pada puncak yang mengalami penyimpangan (asimetris) atau jika kolom mengalami kelebihan muatan. 2. Metode luas puncak Prosedur penentuan luas puncak serupa dengan tinggi puncak. Suatu teknik untuk mengukur luas puncak adalah dengan mengukur luas puncak sebagai hasil kali tinggi puncak dan lebar pada setengah tinggi (W 1/2 ). Teknik ini hanya dapat digunakan untuk kromatografi yang simetris atau yang mempunyai bentuk serupa (Johnson dan Stevenson, 1991). Baik tinggi puncak maupun luasnya dapat dihubungkan dengan konsentrasi. Tinggi puncak mudah diukur, akan tetapi sangat dipengaruhi perubahan waktu retensi yang disebabkan oleh variasi suhu dan komposisi pelarut. Oleh karena itu, luas puncak dianggap merupakan parameter yang lebih akurat untuk pengukuran kuantitatif (Ditjen POM, 1995). 2.3.7 Validasi Metode Analisis Validasi metode analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap parameter tertentu, berdasarkan percobaan laboratorium untuk membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya. Beberapa parameter analisis yang harus dipertimbangkan dalam validasi metode analisis diuraikan dan didefenisikan sebagaimana cara penentuannya. 1. Ketepatan/ Kecermatan (accuracy) 34
Kecermatan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil analisis dengan kadar analit yang sebenarnya. Kecermatan dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan. Persen perolehan kembali dapat ditentukan dengan cara penambahan baku pembanding (addition) dan cara spiking (WHO, 1992). 2. Ketelitian/ Keseksamaan (precision) Ketelitian adalah ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji individual, diukur melalui penyebaran hasil individual dari ratarata jika prosedur ditetapkan secara berulang-ulang pada sampel yang diambil dari campuran yang homogen. Ketelitian diukur sebagai simpangan baku atau simpangan baku relatif (koefisien variasi). Ketelitian dapat dinyatakan sebagai keterulangan (repeatability) atau ketertiruan (reproducibility). Keterulangan adalah ketelitian metode jika dilakukan berulang kali oleh analis yang sama pada kondisi sama dan dalam interval yang pendek. Ketertiruan adalah ketelitian metode jika dikerjakan pada kondisi yang berbeda (WHO, 1992) 3. Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi Batas deteksi adalah jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon signifikan dibandingkan dengan blengko. Batas deteksi merupakan parameter uji batas. Batas kuantitasi merupakan parameter pada analisis renik dan diartikan sebagai kuantitasi terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama (WHO, 1992). 35
4. Selektivitas (Spesifisitas) Selektivitas atau spesifisitas adalah kemampuan yang hanya mengukur zat tertentu saja secara cermat dan seksama dengan adanya komponen lain yang mungkin ada dalam matriks sampel (WHO, 1992). 5. Linearitas dan Rentang Linearitas adalah kemampuan metode analisis yang memberikan respon secara langsung dan proporsional terhadap konsentrasi analit dalam sampel. Rentang metode adalah pernyataan batas terendah dan tertinggi analit yang sudah ditunjukkan dapat ditetapkan dengan kecermatan, keseksamaan dan linearitas yang dapat diterima (WHO, 1992). 6. Ketangguhan (ruggedness) Ketangguhan adalah derajat ketertiruan hasil uji yang diperoleh dari analis sampel yang sama dalam berbagai kondisi uji normal, seperti laboratorium, analisis, instrument, bahan pereaksi, suhu dan hari yang berbeda (WHO, 1992). 7. Kekuatan (robustness) Kekuatan adalah suatu perubahan metode yang kecil dan terus menerus dan mengevaluasi respon analitik dan efek presisi dan akurasi (WHO, 1992). 36