BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang di dunia yang masih

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dari

BAB I PENDAHULUAN. misalkan susu dari hewan ternak, sutera dari ulat sutera, dan madu dari

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dapat ditunda dan harus menjadi prioritas utama dalam meningkatkan. 29,41%, tahun 2013 tercatat 29,13%, dan 2014 tercatat 28,23%.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. adalah masalah keterbatasan modal yang dimiliki oleh para petani. Permasalahan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 16/Permentan/OT.140/2/2008 TANGGAL : 11 Pebruari 2008 BAB I PENDAHULUAN. 1.1.

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan termasuk didalamnya berbagai upaya penanggulangan

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan zaman, Indonesia merupakan bagian dari negara

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I PENDAHULUAN. Laju 2008 % 2009 % 2010* % (%) Pertanian, Peternakan,

I. PENDAHULUAN. bermata pencaharian sebagai petani yang bertempat tinggal di pedesaan. Sektor

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. peningkatan penduduk dari tahun 2007 sampai Adapun pada tahun 2009

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan Negara agraris yang artinya sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. dan sumber devisa negara, pendorong pengembangan wilayah dan sekaligus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. lapangan kerja, pengentasan masyarakat dari kemiskinan. Dalam upaya

BAB I PENDAHULUAN. nasional berbasis pertanian dan pedesaan secara langsung maupun tidak langsung

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. makin maraknya alih fungsi lahan tanaman padi ke tanaman lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara agraris memiliki kekayaan alam hayati yang

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia di samping kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sektor Pertanian memegang peranan yang cukup strategis bagi sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian selalu dikaitkan dengan kondisi kehidupan

I. PENDAHULUAN. tani, juga merupakan salah satu faktor penting yang mengkondisikan. oleh pendapatan rumah tangga yang dimiliki, terutama bagi yang

PENDAHULUAN. Indonesia, tercapainya kecukupan produksi beras nasional sangat penting

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara beriklim tropis mempunyai potensi yang besar

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Negara Indonesia merupakan negara yang sebagian besar penduduknya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara agraris karena sebagian besar penduduknya

BAB I PENDAHULUAN. Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia setiap tahunnya. Sektor pertanian telah

BAB I PENDAHULUAN. petani identik dengan kehidupan pedesaan. Sebagian besar petani yang ada di

I. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan pertanian di Indonesia adalah

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dibahas karena tidak hanya menyangkut kehidupan seseorang, tetapi akan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. akan mempengaruhi produksi pertanian (Direktorat Pengelolaan Air, 2010).

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014

I. PENDAHULUAN. Indonesia selama ini dikenal sebagai negara yang memiliki sumber daya alam

BAB I PENDAHULUAN. Tantangan global di masa mendatang juga akan selalu berkaitan dengan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan dengan meluncurkan program-program pemberdayaan. Sejak periode

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sektor pertanian dalam tatanan pembangunan nasional memegang peranan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia menyebabkan munculnya. menurunnya konsumsi masyarakat. Untuk tetap dapat memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. produksi beras nasional sangat penting sebagai salah satu faktor yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) Pengertian dan Batasan Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan

BAB I PENDAHULUAN. Produksi pangan di negara-negara sedang berkembang meningkat. Sekalipun

TINJAUAN PUSTAKA,LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PEDOMAN UMUM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN (PUAP) BAB I PENDAHULUAN

KATA PENGANTAR. Bengkulu, Oktober 2010 Penanggung jawab Kegiatan, Dr. Wahyu Wibawa, MP.

BAB I PENDAHULUAN. usaha pertanian (0,74 juta rumah tangga) di Sumatera Utara.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sebagian besar penduduknya berprofesi sebagai petani. APBN untuk pertanian di Indonesia bahkan juga di adakannya subsidi

PENDAHULUAN. penduduk suatu Negara (Todaro, 1990).

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

Bab IV Alih Fungsi Lahan Pertanian dan Pengaruhnya Terhadap Ketahanan Pangan

I. PENDAHULUAN. bahan pangan utama berupa beras. Selain itu, lahan sawah juga memiliki

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan tersebut membuat mereka jatuh kejurang kemiskinan.

BAB I PENDAHULUAN. giat melaksanakan pembangunan di segala bidang, salah satu diantaranya adalah bidang

EFEKTIFITAS PELAKSANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PEDESAAN (PUAP)

BAB I PENDAHULUAN. sektor non pertanian merupakan suatu proses perubahan struktur ekonomi.

I. PENDAHULUAN. pembentukan Gross National Product (GNP) maupun Produk Domestik Regional

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Bentuk Bantuan Modal pada Pertanian

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bermatapencaharian sebagai petani. Kondisi geografis negara Indonesia terletak di

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Program Pembiayaan Pertanian

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk. ini juga merupakan proses investasi sumberdaya manusia secara efektif dalam

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

BAB 4 EVALUASI KEEFEKTIFAN PROGRAM DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI PADI SAWAH

PENCAPAIAN SURPLUS 10 JUTA TON BERAS PADA TAHUN 2014 DENGAN PENDEKATAN DINAMIKA SISTEM (SYSTEM DYNAMICS)

III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN 3.3. PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN : ALTERNATIF PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN. disegala bidang. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan masalah pokok dalam pembangunan disetiap negara.

I. PENDAHULUAN. lebih dari dua pertiga penduduk Propinsi Lampung diserap oleh sektor

ABSTRACT. Hendra Saputra 1) dan Jamhari Hadipurwanta 2) ABSTRAK

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PEMBIAYAAN PERTANIAN TA. 2014

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Indonesia merupakan negara agraris yang artinya sektor pertanian

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pendamping dan pembimbing pelaku utama dan pelaku usaha. Penyuluh

BAB I PENDAHULUAN. Bagi Indonesia, jagung merupakan tanaman pangan kedua setelah padi. Bahkan di

BAB I PENDAHULUAN. dan didukung dengan kondisi kesuburan tanah dan iklim tropis yang dapat

KEBIJAKAN TEKNIS PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN

BPS PROVINSI JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN. tanah dan sumber daya lainnnya sangat berpotensi dan mendukung kegiatan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara berkembang di dunia yang masih menghadapi sejumlah permasalahan, baik di bidang ekonomi, sosial, hukum, politik, maupun sejumlah aspek kehidupan lainnya. Beberapa masalah yang belum dapat diselesaikan oleh pemerintah adalah masalah kemiskinan dan pengangguran. Indonesia sebagai negara agraris memiliki potensi yang sangat besar dalam bidang pertanian karena kesuburan lahan dan sebagian besar masyarakatnya adalah petani. Namun kenyataanya sebagian besar petani masih miskin dan memenuhi kebutuhan sehari-hari saja mereka tidak mampu. Umumnya para petani miskin tersebut tinggal di daerah pedesaan. Hal ini menjadikan bahwa daerah pedesaan masih menjadi pusat kemiskinan baik dari infrastruktur maupun secara ekonomi, informasi dan pendidikan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), tahun 2009 jumlah penduduk miskin di Indonesia tercatat 32,53 juta jiwa (14,15%), dimana 20,65 juta jiwa penduduk miskin tersebut berada di daerah pedesaan dengan mata pencaharian utama disektor pertanian. Pada umumnya petani di daerah pedesaan berada pada skala usaha mikro yang memiliki luas lahan lebih kecil dari 0,3 hektar. Pada bulan Maret 2010, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah penduduk miskin turun menjadi 31,02 juta jiwa (13,33%). Pemerintah telah berhasil menurunkan angka kemiskinan sebanyak 1,57 juta jiwa (0,82%), namun kemiskinan di daerah pedesaan akan terus manjadi masalah pokok nasional sehingga penanggulangan kemiskinan tetap menjadi program prioritas untuk tercapainya kesejahteraan sosial bagi

masyarakat. Oleh karena itu pembangunan ekonomi nasional berbasis pertanian dan pedesaan secara langsung maupun tidak langsung akan berdampak pada pengurangan penduduk miskin (http://www.deptan.go.id/puap diakses pada 22 Mei 2013). Badan Pusat Statistik (BPS) juga menyatakan jumlah penduduk miskin Indonesia per Maret 2013 mencapai 28,07 juta jiwa, turun 520 ribu dibandingkan September 2012 yang tercatat 28,59 juta jiwa. Jumlah penduduk miskin atau penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan di Indonesia mencapai 28,07 juta jiwa (11,37%). Jumlah penduduk miskin di kawasan perkotaan berkurang 180.000 atau dari 10,51 juta jiwa menjadi 10,33 juta jiwa. Sedangkan di daerah pedesaan berkurang 350.000 dari 18,09 juta jiwa menjadi 17,74 juta jiwa. Secara keseluruhan jumlah penduduk miskin sejak 2006 hanya mengalami penurunan yaitu dari 36,1 juta jiwa (16,66%) menjadi 28,07 juta jiwa (11,37%) pada Maret 2013 (http://www.antaranews.com/berita/382994/menurut-bps-pendudukmiskin-indonesia-2807-juta-jiwa dikases pada tanggal 04 Juli 2013). Penduduk miskin di Sumatera Utara pada Maret 2013 mencapai 1.339.200 jiwa (10,06%), angka ini berkurang sebanyak 39.200 jiwa bila dibandingkan dengan jumlah penduduk miskin September 2012 yang berjumlah 1.378.400 jiwa (10,41%). Selama periode September 2012 - Maret 2013, penduduk miskin di daerah pedesaan berkurang 24.000 orang (dari 709.100 orang pada September 2012 menjadi 685.100 orang pada Maret 2013), sedangkan di daerah perkotaan berkurang 15.200 orang (dari 669.300 orang pada September 2012 menjadi 654.100 orang pada Maret 2013). Jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan pada Maret 2013 adalah 9,98%, jumlah ini menurun dibanding September 2012 yaitu 10,28%. Begitu juga dengan penduduk miskin di daerah pedesaan, yaitu dari 10,53% pada September 2012 turun

menjadi 10,13% pada Maret 2013. Pada Maret 2013 garis kemiskinan Sumatera Utara secara total sebesar Rp 284.853 per kapita per bulan. Untuk daerah perkotaan, garis kemiskinannya sebesar Rp 307.352, dan untuk daerah pedesaan sebesar Rp 263.061 per kapita per bulan. Pada periode September 2012 - Maret 2013, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) menunjukkan kecenderungan menurun. P1 turun dari 1,82 pada September 2012 menjadi 1,54 pada Maret 2013, dan P2 turun dari 0,50 pada September 2012 menjadi 0,37 pada Maret 2013. Hal ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung semakin mendekati garis kemiskinan dan tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk miskin juga semakin menyempit (http://sumut.bps.go.id diakses pada tanggal 04 Juli 2013). Dilihat dari sisi mata pencaharian penduduk desa, kemiskinan mayoritas terjadi pada penduduk yang menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. Hal ini selaras dengan pernyataan Menteri pertanian yang menyatakan bahwa 70% masyarakat miskin di Indonesia adalah petani. Namun hingga Maret 2011 kondisi kehidupan para petani di Indonesia masih miskin. Dari sensus pertanian terakhir tahun 2003, penduduk yang rentan miskin sebanyak 27 juta jiwa, jumlah tersebut berasal dari petani gurem. Petani gurem ini mengolah tanah garapannya di bawah 0,5 hektar. Hasil proyeksi Serikat Petani Indonesia (SPI) pada tahun 2008 juga mencatat jumlah petani gurem di Indonesia berjumlah 15,6 juta jiwa (55,1%). Kondisi petani ini semakin memprihatinkan karena pertanian di Indonesia secara umum masih subsiten, kepemilikan lahan yang sempit berdampak kepada pendapatan para petani yang masih rendah. Disatu sisi petani tidak memiliki sertifikat yang biasa digunakan sebagai agunan. Dengan kondisi ini menjadikan petani terjebak kepada tengkulak maupun rentenir yang memberikan pinjaman dengan bunga yang tinggi. Meski

kondisi tercekik namun itulah solusinya para petani bisa mendapatkan modalnya. Dalam kondisi seperti ini pemerintah justru mengeluarkan kebijakan melalui berbagai Undan-undang yang menyimpang dari UUD 1945 pasal 33 dan UUPA 5 tahun 1960. Sebagai contoh UU No.7/2004 tentang Sumber Daya Air yang mengakibatkan privatisasi sumber air, UU No.18/2004 tentang perkebunan yang mengakibatkan ratusan petani dikriminalkan, Perpres 36/2005 dan revisi Perpres 67/2006 tentang pencabutan hak atas tanah untuk kepentingan umum dan UU No.27/2007 tentang penanaman modal yang membenarkan pemodal menguasai secara dominan disektor pertanian pangan dan perkebunan (http://news.okezone.com/read/2011/09/24/340/506572/redirect diakses pada 04 Juli 2013). Masalah yang paling mendasar bagi sebagian besar petani Indonesia adalah masalah keterbatasan modal. Sebagian besar petani mengalami kekurangan modal untuk pertanian dan memenuhi kebutuhan hidupnya. Pada umumnya masalah kemiskinan berhubungan erat dengan masalah pertanian di Indonesia. Sudah sejak lama Pemerintah Indonesia berusaha meningkatkan taraf hidup masyarakat petani. Berbagai bentuk program telah diterapkan untuk membantu petani agar mampu meningkatkan taraf hidupnya. Berbagai bentuk bantuan juga telah dilaksanakan mulai dari subsidi pupuk, Kredit Usaha Tani (KUT), dan bantuan-bantuan lainnya. Namun petani Indonesia masih berpendapatan rendah dan masih berfikir belum mampu bergerak sendiri dalam melaksanakan usaha taninya. Dalam rangka penanggulangan kemiskinan dan penciptaan lapangan kerja di daerah pedesaan, Bapak Presiden RI pada tanggal 30 April 2007 di Palu, Sulawesi Tengah, mencanangkan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM-Mandiri). Salah satu program yang dilakukan secara terintegrasi dengan

program PNPM-Mandiri adalah program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP). Program Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) merupakan bentuk fasilitasi bantuan modal usaha untuk petani anggota, baik petani pemilik, petani penggarap, buruh tani maupun rumah tangga tani. Program ini dilaksanakan pada tahun 2008 oleh Departemen Pertanian. Dalam pelaksanaan program Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) di Departemen Pertanian, Menteri Pertanian membentuk Tim Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan melalui Keputusan Menteri Pertanian (KEPMENTAN) Nomor: 545/Kpts/OT.160/9/2007. Menteri Pertanian juga membentuk Komite Pengarah, Penyuluh Pendamping, dan Penyelia Mitra Tani (PMT). Komite Pengarah adalah komite yang dibentuk oleh Pemerintahan Desa yang terdiri dari wakil tokoh masyarakat, wakil dari kelompok tani. Penyuluh Pendamping adalah penyuluh pertanian yang ditugaskan oleh Bupati/Walikota atau pejabat yang ditunjuk untuk mendampingi petani, kelompok tani dan Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) dalam pelaksanaan Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP). Sedangkan Penyelia Mitra Tani (PMT) adalah individu yang memiliki keahlian di bidang keuangan mikro yang direkrut oleh Kementerian Pertanian untuk melakukan supervisi dan advokasi kepada Penyuluh dan Pengelola Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) dalam pengembangan Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP). Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) merupakan kelembagaan tani pelaksana program Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) untuk penyaluran bantuan modal usaha bagi anggota. Untuk mencapai hasil yang maksimal dalam pelaksanaan program Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP), Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) didampingi oleh tenaga Penyuluh

Pendamping dan Penyelia Mitra Tani. Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) diharapkan dapat menjadi kelembagaan ekonomi yang dimiliki dan dikelola petani untuk mencapai tujuan program Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) yaitu mengurangi tingkat kemiskinan dan menciptakan lapangan kerja di daerah pedesaan. Sebagai wujud dari pelaksanaan program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) adalah Kabupaten Tanjab Timur. Berkat bantuan dana dari program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) ini, anggota kelompok tani dapat mengelola hasil pertanian secara maksimal, sehingga areal pertanian bertambah, hasil produksi meningkat dan laju pertumbuhan ekonomi semakin membaik. Sebagai contoh misalnya di Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Batanghari, desa Dendang, Kecamatan Dendang. Anggota kelompok tani di desa ini mengembangkan budidaya tanaman holtikultura jenis kedele, cabe, dan sayur-mayur lainnya. Sebelum mendapatkan dana program Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) mereka hanya menggunakan modal sendiri dengan hasil produksi yang pas-pasan. Namun setelah mendapatkan bantuan dana Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) hasil panen mereka menjadi meningkat (http://www.deptan.go.id/puap diakses pada 22 Mei 2013). Program yang dilakukan oleh Kementerian Pertanian ini diharapkan mampu untuk meningkatkan kesejahteraan petani di Indonesia. Khususnya petani pedesaan yang tergolong petani miskin. Program ini diharapkan mampu meringankan para petani pedesaan dalam bertani. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwasanya tujuan dari progaram ini akan mampu untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pedesaan.

Program Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) sangat bermanfaat Bagi usaha pertanian di Sumatera Utara. Sebagai contoh adalah kabupaten Deli Serdang. Modal yang diberikan melalui Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) itu dimanfaatkan untuk pembelian gabah padi, pupuk, pestisida, dan obat-obatan. Deli Serdang merupakan sentra pertanian di Sumatera Utara yang memiliki luas lahan pertanian 90,234 hektar atau 36,27% dari luas daerah Deli Serdang yang tercatat 249.772 hektar. Pada tahun 2009 tercatat produksi padi sebesar 391.623 ton, meningkat menjadi 442.645 ton, tahun 2011 meningkat lagi menjadi 448.545 ton, kemudian pada tahun 2012 menjadi 446.947 ton. Seiring peningkatan produksi padi yang terus meningkat, maka otomatis berpengaruh signifikan terhadap produksi beras, di mana tahun 2009 mencapai 254.554 ton, tahun 2010 meningkat menjadi 287.719 ton dan tahun 2011 menjadi 291.554 ton, sementara tahun 2012 sebesar 290.516 ton (http://www.setkab.go.id/pro-rakyat- 7868-deli-serdang-lumbung-padi-sumatera-utara.html/ diakses pada tanggal 23 Juni 2013). Kabupaten Langkat juga mampu menunjukkan peningkatan pengelolaan program Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP). Dalam kurun waktu tiga tahun, yaitu dimulai pada tahun 2008 sampai dengan tahun 2010, ke 84 Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) penerima dana program Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) di Langkat mampu mendapatkan laba sebesar Rp 729 juta lebih. Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) mampu mengelola dana pokok yang disalurkan dari kegiatan program Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) tersebut dengan baik. Pada tahun 2008 lalu, pemerintah pusat kemudian mengucurkan dana program Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) Kabupaten Langkat untuk 35 Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) dengan

dana pokok diterima secara global sebesar Rp 3,5 miliar. Masing-masing Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) menerima dana sebesar Rp 100.000.000. Hingga akhir Juli 2011, Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) tersebut sudah memiliki modal akhir Rp 3,7 miliar lebih. Hingga akhir Juni 2011, Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) tersebut sudah mendapatkan laba sebesar Rp 267 juta lebih. Pada 2009 Langkat juga menerima bantuan dana program Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) sebesar Rp 2,7 miliar, yang diperuntukkan kepada 27 Gapoktan terpilih. Hingga akhir Juli 2011, Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) tersebut sudah memiliki modal akhir sebesar Rp 2,9 miliar lebih, atau tercatat hingga akhir Juli 2011, Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) tersebut mendapatkan laba sebesar Rp 287 juta lebih. Pada 2010, 22 Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Langkat yang belum menerima dana program Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP), kembali menerima dana sebesar Rp 2,2 miliar. Tercatat hingga Juli 2011, Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) tersebut sudah memiliki modal akhir Rp 2,3 miliar lebih, atau tercatat hingga akhir Juli 2011, Gapoktan tersebut mendapatkan laba dari pengelolaan Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) sebesar Rp 174 juta lebih (http://www.medanbisnisdaily.com/news/ diakses pada tanggal 16 Juli 2013) Penelitian yang relevan tentang pengaruh program Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Institut Pertanian Bogor (IPB) pada Juni 2008. IPB meneliti Gapoktan Rukun Makmur yang dibentuk oleh tim Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) Kabupaten Bogor. Anggota Gapoktan ini berjumlah 140 orang. Dari penelitian ini dihasilkan bahwa produksi per hektar gabah kering panen sebelum adanya PUAP yang peroleh petani responden adalah 4.180 kilogram per musim. Dengan harga gabah kering

panen (HGP) yang berlaku di petani adalah Rp.2.200 per kilogram, maka penerimaan total yang didapat adalah sebesar Rp 9.198.200. Untuk produksi yang diperoleh setelah adanya program PUAP yaitu 4.576 kilogram dengan rata-rata penerimaan total sebesar Rp 10.067.200. Perubahan penerimaan ini dinilai positif bagi pendapatan petani karena adanya peningkatan sebesarnya Rp 869.000. Peningkatan hasil produksi ini tidak diikuti dengan peningkatan harga produksi petani. Berdasarkan hasil wawancara dengan petani, adanya perubahan tinggi rendahnya produksi dikarenakan hasil dari bimbingan penyuluhan yang memberikan arahan tentang penggunaan dosis pupuk, cara penggunaan, dan waktu pelaksanaan. Selain itu juga dikarenakan penggunaan pupuk organik. Dari gambaran hasil peningkatan produksi telah menunjukkan manfaat adanya bantuan dari program Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) kepada petani. Salah satu desa yang melaksanakan program Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) adalah desa Dipar Hataran, Kecamatan Jorlanghataran, Kabupaten Silamulungun. Masyarakat di desa Dipar Hataran secara mayoritas adalah petani dan sebagian kecil adalah buruh tani harian. Hampir seluruh wilayah dari desa tersebut dijadikan perladangan dan persawahan oleh masyarakat setempat. Sehubungan dengan pekerjaan masyarakat yang sebagian besar adalah petani dan buruh tani harian, masyarakat di desa Dipar Hataran tergolong masyarakat yang belum sejahtera (petani miskin). Kemiskinan yang dialami oleh petani di desa Dipar Hataran diakibatkan oleh kurangnya modal dan tenaga penyuluh pendamping dalam bertani. Kurangnya modal mengakibatkan sebagian petani di desa Dipar Hataran meminjam modal untuk bertani. Modal tersebut akan dilunasi setelah petani tersebut panen dengan bunga yang lumayan tinggi. Selain dari masalah modal, para petani di desa Dipar Hataran

juga memerlukan penyuluh pendamping dalam bertani untuk meningkatkan hasil pertaniannya. Rendahnya produksi yang dialami petani desa Dipar Hataran dikarenakan kurangnya bimbingan penyuluhan yang memberikan arahan tentang penggunaan dosis pupuk, cara penggunaan, dan waktu pelaksanaan. Dana yang diberikan pemerintah kepada Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) desa Dipar Hataran berjumlah Rp 100.000.000, ditambah dengan pemberian pupuk organik dan pestisida lainnya yang semuanya dimanfaatkan dalam pertanian. Dana ini dicairkan langsung melalui rekening ketua Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan). Dengan bantuan dana ini hasil panen Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) desa Dipar Hataran meningkat, bahkan petani di desa tersebut sudah bisa mengembangkan pertaniannya sendiri. Sebelumnya mereka terkendala bahan baku, namun dari dana ini, kami tidak lagi terkendala bahan baku, karena hasil panen meningkat. Awalnya kelompok tani menganggap bantuan dana program Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) itu sebagai dana segar yang digelontorkan secara cuma-cuma oleh pemerintah. Namuan setelah mendapat pembinaan secara kolektif dari tim teknis, Gapoktan desa Dipar Hataran menyadari dan merasakan manfaatnya. Pengelolaan bantuan yang diberikan pemerintah mampu meningkatkan semangat para petani desa Dipar Hataran dalam proses pertanian. Menurut ketua Gabungan Kelompok Tani desa Dipar Hataran, Hingga akhir Juni 2013, Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) tersebut telah mendapatkan berbagai keuntungan dari pengelolaan dana program Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) ini. Peran pemerintah dalam program Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) dapat terlihat dari peningkatan kesejahteraan masyarakat petani di desa Dipar Hataran. Bantuan dana dan penyuluhan kepada Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) desa Dipar Hataran mempunyai dampak yang positif, sehingga

memaksimalkan kinerja petani setempat untuk mengelola lahan yang dimilki dan bantuan dana yang diberikan. Masyarakat desa Dipar Hataran menggunakan kesempatan pada saat penyuluhan untuk mengetahui cara bertani yang lebih maju dan lebih baik. Pengetahuan yang diperoleh melalui penyuluh pendaming akan dimanfaatkan petani untuk meningkatkan pendapatannya. Program Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) yang dibuat oleh pemerintah untuk mengatasi masalah serta mengurangi kemiskinan di Indonesia. Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) yang merupakan bentuk pemberdayaan petani dari Program Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) ini mampu meningkatkan hasil tani dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat petani di daerah pedesaan. Penulis tertarik untuk meneliti program Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) di Desa Dipar Hataran yang hasilnya dituangkan dalam skripsi dengan judul: Pengaruh Program Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) Terhadap Kesejahteraan Petani Di Desa Dipar Hataran Kecamatan Jorlanghataran Kabupaten Simalungun. 1.2 Perumusan Masalah Suatu penelitian dilakukan untuk memecahkan masalah. Dengan demikian dalam penelitian perlu ditegaskan pokok masalah. Berdasarkan latar belakang masalah penelitian yang telah diuraikan maka masalah penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: apakah ada pengaruh program Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) terhadap kesejahteraan petani di desa Dipar Hataran Kecamatan Jorlanghataran Kabupaten Simalungun?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada pengaruh dari pelaksanaan program Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) di desa Dipar hataran Kecamatan Jorlanghataran Kabupaten Simalungun. 1.3.2 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan dalam rangka: a. Pengembangan konsep dan teori-teori yang berkenaan dengan Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) dan masalahnya b. Pengembangan model pemberdayakan masyarakat petani miskin pedesaan dan pemecahan masalah kemiskinan petani. 1.4 Sistematika Penulisan Adapun rencana dan hasil penelitian ini dituliskan sebagai laporan penelitian menurut sistematika penulisan sebagai berikut: BAB I : PENDAHULUAN Bab ini berisikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan. BAB II : TINJAUAN PUSTAKA Bab ini berisikan teori teori yang mendukung dalam penelitian ini, kerangka pemikiran, defenisi konsep, dan defenisi operasional. BAB III : METODE PENELITIAN Bab ini berisikan gambaran umum lokasi penelitian, tipe penelitian, populasi, dan sampel penelitian. Teknik penarikan sampel yang

digunakan seta teknik pengumpulan data dan teknik analisis data yang ditetapkan. BAB IV : GAMBARAN LOKASI PENELITIAN Bab ini berisikan deskripsi lokasi penelitian atau sejarah singkat dan gambaran umum dari lokasi penelitian. BAB IV : ANALISIS DATA Bab ini berisikan uraian data yang diperoleh dari hasil penelitian dan analisisnya. BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini memuat kesimpulan penelitian dan saran yang direkomendasikan penulis berdasarkan kesimpulan penelitian yang diperoleh.