BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA Biomassa

III. METODOLOGI PE ELITIA

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. . Gambar 4 Kondisi tegakan akasia : (a) umur 12 bulan, dan (b) umur 6 bulan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan tempat 3.2 Alat dan bahan 3.3 Pengumpulan Data

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

POTENSI KARBON PADA LIMBAH PEMANENAN KAYU Acacia Crassicarpa (Carbon Potential of Waste Timber Harvesting Acacia Crassicarpa)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE

III. METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA

III METODOLOGI PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA. membentuk bagian-bagian tubuhnya. Dengan demikian perubahan akumulasi biomassa

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambut dan Karbon Tersimpan pada Gambut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

III. METODE PENELITIAN. Waktu penelitian dilaksanakan dari bulan Mei sampai dengan Juni 2013.

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI. Peta lokasi pengambilan sampel biomassa jenis nyirih di hutan mangrove Batu Ampar, Kalimantan Barat.

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Badan Standardisasi Nasional (2010) papan partikel merupakan

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Tanah Gambut

METODOLOGI. Lokasi dan Waktu

111. METODE PENELITIAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Gambut

PENDAHULUAN. mengkonversi hutan alam menjadi penggunaan lainnya, seperti hutan tanaman

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Umum Bahan Gambut Riau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dengan pasokan energi dalam negeri. Menurut Pusat Data dan Informasi Energi dan

Topik C4 Lahan gambut sebagai cadangan karbon

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian 3.2. Bahan dan Alat

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan lingkungan luar (Baker,1979). Di dalam hutan terdapat flora

I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Sifat dan Ciri Tanah Ultisol. Ultisol di Indonesia merupakan bagian terluas dari lahan kering yang

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. hutan dapat dipandang sebagai suatu sistem ekologi atau ekosistem yang sangat. berguna bagi manusia (Soerianegara dan Indrawan. 2005).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kegiatan konversi hutan menjadi lahan pertambangan melepaskan cadangan

PEMBAHASAN UMUM. Gambar 52. Hubungan antara nisbah C/N dengan fluks CO 2. Fluks CO2. (mg CO2 kg tanah -1 harī 1 )

TINJAUAN PUSTAKA. didalamnya, manfaat hutan secara langsung yakni penghasil kayu mempunyai

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman okra adalah sebagai berikut: Tanaman okra merupakan tanaman terna tahunan dengan batang yang tegak.

III. METODOLOGI PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif karena penelitian ini hanya

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan pengamatan pada pemberian pupuk organik kotoran ayam

SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2015 bertempat di kawasan sistem

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan energi semakin meningkat seiring dengan laju pertumbuhan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I. PENDAHULUAN. menyebabkan pemanasan global dan perubahan iklim. Pemanasan tersebut

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Penelitian

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia

IV. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN

KANDUNGAN VOLUME KAYU BATANG PADA HUTAN ALAM JENIS AMPUPU (Eucalyptus urophylla) Lusia Sulo Marimpan *

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Secara keseluruhan daerah tempat penelitian ini didominasi oleh Avicennia

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

KEMAMPUAN TANAMAN Shorea leprosula DALAM MENYERAP CO 2 DI PT SUKA JAYA MAKMUR KABUPATEN KETAPANG

TINJAUAN PUSTAKA. Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Pemberian Kotoran Kambing Terhadap Sifat Tanah. Tabel 4.1. Karakteristik Tanah Awal Penelitian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

MODUL TRAINING CADANGAN KARBON DI HUTAN. (Pools of Carbon in Forest) Penyusun: Ali Suhardiman Jemmy Pigome Asih Ida Hikmatullah Wahdina Dian Rahayu J.

BAB IV METODE PENELITIAN

LAMPIRAN. Lampiran 1. Dokumentasi Penelitian di Lapangan dan Laboratorium

Transkripsi:

32 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kadar Air Kayu Pohon sebagai tumbuhan membutuhkan air untuk proses metabolisme. Air diserap oleh akar bersama unsur hara yang dibutuhkan. Air yang dikandung dalam kayu diekspresikan dalam bentuk persen kadar air. Hasil perhitungan rata-rata kadar air pohon A. crassicarpa setiap bagian pohon contoh disajikan pada Gambar 3. Gambar 3 menunjukkan bahwa rata-rata kadar air dari bagian akar memiliki rata-rata kadar air tertinggi sebesar 131,6% pada umur tegakan 5 tahun, dan bagian batang memiliki rata-rata kadar air terendah yaitu 49,02% pada umur tegakan 5 tahun. Tingginya rata-rata kadar air akar A. crassicarpa disebabkan karena air diserap tanaman melalui akar bersama-sama dengan unsur-unsur hara yang terlarut didalamnya, kemudian diangkut ke bagian atas tanaman, terutama daun, melalui pembuluh xylem sehingga untuk dapat diserap oleh tanaman, molekul-molekul air harus berada di permukaan akar dan kondisi lahan gambut yang jenuh air. Hampir semua air yang digunakan tumbuhan diambil oleh sistem perakaran dimana gerakan air cenderung cepat bila potensi dalam tanah tinggi yaitu bila tanah memiliki ketersediaan air yang melimpah (Daniel et al. 1987). Jika tanaman berada pada kondisi kekurangan air dan unsur hara, tanaman membentuk akar lebih banyak, untuk meningkatkan serapan. Semakin banyak akar semakin tinggi hasil tanaman sehingga kemampuan akar menyerap unsur hara dan air menjadi tinggi guna memenuhi kebutuhan pertumbuhan tanaman optimum (Sitompul et al 1995). Rendahnya rata-rata kadar air batang disebabkan karena pada batang umumnya memiliki komposisi zat penyusun kayu lebih tinggi dibandingkan bagian lain. Zat penyusun kayu tersebut menyebabkan bagian rongga sel pada batang banyak diisi oleh komponen kayu dibandingkan air. Pada batang dengan diameter yang kecil rata-rata kadar air lebih tinggi daripada batang dengan diameter besar.

33 Gambar 3 Rata-rata kadar air (%) A. crassicarpa 5.2 Berat Jenis Kayu Kayu memiliki berat jenis yang berbeda-beda, berat kayu berbanding lurus dengan berat jenis kayu, semakin tinggi nilai berat jenis kayu maka semakin kuat dan berat pula kayu tersebut. Berat jenis kayu ditentukan antara lain oleh tebal dinding sel, kecilnya rongga sel yang membentuk pori-pori. Berat jenis kayu diperoleh dari perbandingan antara berat suatu volume kayu tertentu dengan volume air yang sama pada suhu standar. Umumnya berat jenis kayu ditentukan berdasarkan berat kayu kering oven atau kering udara dan volume kayu pada posisi kadar air tersebut. Rata-rata berat jenis kayu disajikan pada Gambar 4, dimana rata-rata berat jenis kayu A. crassicarpa tertinggi terdapat pada bagian batang yaitu 0,67 gr/cm 3 umur tegakan 5 tahun dengan kelas diameter 18,8-23,5 cm dan terendah bagian akar pada umur tegakan 2 tahun sebesar 0,32 gr/cm 3. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata berat jenis batang lebih tinggi daripada bagian pohon lainnya. Bagian batang memiliki rata-rata kadar air lebih rendah daripada bagian pohon yang lain. Batang yang telah berumur tua memiliki kadar air yang rendah dan banyak mengandung bahan-bahan ekstraktif sehingga batang memiliki berat jenis yang tinggi. Kayu mengandung banyak bahan-bahan ekstraktif dan infiltrasi meliputi terpen, resin, polifenol seperti tannin, gula, minyak, senyawa anorganik silikat, karbonat dan fosfat. Bahan ekstraktif yang dikandung mempengaruhi kerapatan dan berat jenis. Selain itu kerapatan kayu dipengaruhi faktor spesies, laju pertumbuhan, umur pohon setelah menghasilkan kayu dan letak kayu. Dan semakin tua umur tanaman

34 maka semakin tinggi berat jenis. Berat Jenis akan naik jika kandungan air berkurang dan berat jenis pada pangkal batang lebih tinggi daripada ujung batang (Haygreen dan Bowyer 1989). Gambar 4. Rata-rata berat jenis (gr/cm 3 ) A. crassicarpa 5.3 Kadar Zat Terbang Kadar zat terbang menunjukkan kandungan zat-zat yang mudah menguap yang hilang pada pemanasan 950 o C yang terkandung pada arang. Secara kimia zat terbang terbagi menjadi tiga sub golongan, yaitu senyawa alifatik, terpena dan senyawa fenolik. Rata-rata kadar zat terbang yang diperoleh disajikan pada Gambar 5. Bagian akar memiliki kadar zat terbang yang tinggi terutama umur tegakan 2 tahun dengan kelas diameter 4,6-<9,3 cm sebesar 59,99% dan terendah pada bagian batang umur tegakan 5 tahun yaitu 38,38%. Tingginya rata-rata kadar zat terbang pada bagian akar disebabkan karena kadar air yang ada pada akar tinggi sehingga apabila dilakukan pembakaran maka air yang ada pada akar akan menguap.

35 Gambar 5 Rata-rata kadar zat terbang (%) A. crassicarpa 5.4 Kadar Abu Kadar abu adalah jumlah oksida-oksida logam yang tersisa pada pemanasan tinggi. Abu tersusun dari mineral-mineral terikat kuat pada arang seperti kalsium, kalium dan magnesium. Komponen utama abu dalam beberapa kayu tropis adalah kalium, kalsium, magnesium dan silika. Abu dapat ditelusuri karena adanya senyawa yang tidak terbakar yang mengandung unsur-unsur seperti kalsium, magnesium, mangan dan silikon (Haygreen dan Bowyer 1989). Rata-rata kadar abu pada berbagai bagian pohon ditunjukkan pada Gambar 6. Bagian akar memiliki nilai rata-rata kadar abu lebih tinggi pada umur tegakan 2 tahun yaitu sebesar 2,73% dan bagian cabang memiliki nilai rata-rata kadar abu terendah pada umur tegakan 3 tahun yaitu 1,29%. Berdasarkan Tsoumis (1991), kadar abu pada kayu umumnya 0,1%-5%. Tingginya rata-rata kadar abu pada bagian akar disebabkan karena akar memiliki peranan menyerap unsur hara dan air, sehingga akar banyak mengandung unsur hara. Unsur hara tersebut akan banyak tertinggal pada saat pembakaran.

36 Gambar 6 Rata-rata kadar abu (%) A. crassicarpa 5.5 Kadar Karbon Kadar karbon merupakan persen jumlah unsur karbon yang diserap oleh tumbuhan dari karbondioksida di udara yang diserap dalam proses reaksi penyerapan energi (Berrie et al. 1987). Hasil penelitian rata-rata kadar karbon bagian-bagian pohon ditunjukkan Gambar 7. Gambar tersebut menunjukkan bahwa rata-rata kadar karbon pada bagian pohon tertinggi terdapat pada bagian batang yaitu sebesar 60,20% dan rata-rata terendah pada kelas umur 2 tahun sebesar 50,27%. Tingginya kadar karbon pada batang disebabkan karbon merupakan unsur yang dominan pada kayu. Hal ini sepadan dengan yang ditulis Haygreen dan Bowyer (1989). Batang umumnya memiliki zat penyusun kayu lebih banyak dibandingkan bagian pohon lain. Bagian pohon yang mampu menyimpan lebih banyak karbon adalah batang. Kayu secara umum tersusun oleh selulosa, lignin dan bahan ekstraktif yang sebagian besar disusun dari unsur karbon. Kadar karbon bagian batang pohon penting dalam menduga potensi karbon tegakan dan banyak digunakan sebagai dasar perhitungan dalam pendugaan karbon. Hasil pengujian beda nyata kadar karbon antara bagian-bagian pohon disajikan pada Tabel 3. Dari Tabel 3 menunjukkan bahwa perbedaan kadar karbon sangat nyata dan nyata terlihat hampir pada semua bagian pohon. Perbedaan sangat nyata terdapat pada batang dengan cabang, cabang dengan ranting, cabang dengan daun, cabang dengan akar dan ranting dengan daun. Sedangkan perbedaan nyata terdapat pada

37 batang dengan ranting, batang dengan daun, batang dengan akar, daun dengan akar. Perbedaan tidak nyata ditunjukkan pada bagian ranting dengan akar. Perbedaan kadar karbon dari bagian-bagian pohon-pohon tersebut menunjukkan bahwa kadar karbon yang ada pada setiap bagian pohon tidak sama. Tabel 3 Hasil uji t-student kadar karbon A. crassicarpa pada berbagai bagian pohon Bagian pohon Cabang Ranting Daun Akar Batang 0,000** 0,032* 0,002* 0,031* Cabang 0,000** 0,000** 0,000** Ranting 0,000** 0,23 Daun 0,002* Keterangan : ** = Berbeda Sangat Nyata (p<0,01) pada selang kepercayaan 95% * = Berbeda Nyata (p 0,01-0,05) pada selang kepercayaan 95% tn= Tidak Berbeda Nyata (p>0,05) pada selang kepercayaan 95% tn Gambar 7 Rata-rata kadar karbon (%) A. crassicarpa 5.5.1 Model Pendugaan Biomassa Berdasarkan Hubungan Antara Diameter dengan Tinggi Pohon Berdasarkan hasil perhitungan biomassa kering, maka dapat ditentukan model pendugaan hubungan biomassa dengan diameter dan tinggi pohon. Pemilihan persamaan alometrik terbaik dilakukan dengan menguji beberapa persamaan. Pada Tabel 4 disajikan model untuk menduga potensi biomassa bagian pohon A. crassicarpa dengan melihat hubungan antara biomassa dengan diameter, biomassa

38 dengan diameter dan tinggi total pohon serta biomassa dengan diameter dan tinggi bebas cabang pohon. Bentuk persamaan yang diujikan dan dipakai untuk pendugaan biomassa adalah model yang terdiri dari satu peubah : W = ad b atau Log W = Log a + b Log D dan model yang terdiri dari dua peubah : W = ad b Htot c atau Log W = Log a + b Log D + c Log Htot serta W = ad b Hbc c atau W = Log a + b Log D + c Log Hbc. Dimana W adalah biomassa dalam kg, D adalah diameter setinggi dada (cm), Htot adalah tinggi total pohon dalam meter dan Hbc adalah tinggi bebas cabang dalam meter. Sedangkan a,b dan c adalah konstanta. Tabel 4 Model pendugaan hubungan biomassa pohon A. crassicarpa dengan diameter dan tinggi pohon 2 2 Bagian Model linier R R adjst S P Batang 2,789 W = 0,046561D 0,98 0,97 0,22 0,00 W = 0,168976D 0,133 2,322 Htot 0,99 0,99 0,12 0,00 W = 0,113042D 2,217 0,322 Hbc 0,99 0,99 0,17 0,00 Cabang 2,742 W = 0,0064D 0,94 0,94 0,35 0,00 W = 0,0018D 5,370-2,299 Htot 0,95 0,95 0,30 0,00 W = 0,0042366 D 3,000-0,146 Hbc 0,94 0,94 0,35 0,00 Ranting 1,793 W = 0,122947D 0,98 0,98 0,12 0,00 W = 0,130419D 1,671 0,107 Htot 0,98 0,98 0,12 0,00 W = 0,13493D 1,733 0,034 Hbc 0,98 0,98 0,12 0,00 Akar 1,348 W = 0,243412D 0,98 0,98 0,099 0,00 W = 0,433874D 0,158 1,040 Htot 0,99 0,99 0,067 0,00 W = 0,368248D 1,081 0,150 Hbc 0,99 0,99 0,074 0,00 Daun 1,446 W = 0,271987D 0,99 0,99 0,072 0,00 W = 0,211401D 1,965-0,454 Htot 0,99 0,99 0,063 0,00 W = 0,22402D 1,571-0,072 Hbc 0,99 0,99 0,066 0,00 Total 2,334 W = 0,253346D 0,99 0,99 0,095 0,00 W = 0,419371D 1,296 0,907 Htot 0,99 0,99 0,063 0,00 W = 0,398918D 2,041 0,165 Hbc 0,99 0,99 0,063 0,00 Keterangan : R 2 adjst = Koefisen Determinasi P = Taraf nyata S = Simpangan baku Pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa R 2 (adj) berkisar antara 0,94-0,99 dan S berkisar antara 0,063-0,35. Dari tiga persamaan yang ditulis di atas maka persamaan yang terpilih adalah W = ad b memiliki koefisien determinasi yang disesuaikan (R- Sq(adj)) dengan kisaran 0,94-0,99, persamaan W = ad b Htot c memiliki koefisien determinasi yang disesuaikan (R-Sq(adj)) dengan kisaran 0,95-0,99 dan dari persamaan

39 W = ad b Hbc c Dari persamaan-persamaan tersebut dilakukan pemilihan model terbaik yang disajikan pada Tabel 5. memiliki koefisien determinasi yang disesuaikan (R-Sq(adj)) dengan kisaran 0,94-0,99. Dari Tabel 4 tersebut juga menunjukkan bahwa seluruh persamaan atau model dapat diterima (P<0,05) karena peubah bebasnya (diameter, tinggi total dan tinggi bebas cabang) memiliki pengaruh yang nyata terhadap perubahan biomassa. Tabel 5 Model pendugaan biomassa terbaik pohon A. crassicarpa 2 2 Bagian Model linier R R adjst Batang W = 0,168976D 0,133 2,322 Htot 0,99 Cabang W = 0,0018D 5,370-2,299 Htot 0,95 1,793 Ranting W = 0,122947D 0,98 Akar W = 0,433874D 0,158 1,040 Htot 0,99 Daun W = 0,211401D 1,965-0,454 Htot 0,99 Total W = 0,398918D 2,041 0,165 Hbc 0,99 S P 0,99 0,12 0,00 0,95 0,30 0,00 0,98 0,12 0,00 0,99 0,067 0,00 0,99 0,063 0,00 0,99 0,063 0,00 5.5.2 Model Pendugaan Massa Karbon Berdasarkan Hubungan Dengan Diameter dan Tinggi Pohon Seperti halnya model persamaan biomasa, persamaan massa karbon dibuat model hubungan antara massa karbon (kg) dengan dbh (cm), massa karbon (kg) dengan dbh (cm) dan tinggi total (m) dan massa karbon (kg) dengan dbh (cm) dan tinggi bebas cabang (m). Persamaan yang dibuat adalah persamaan dengan satu peubah yaitu C = ad b atau Log C = Log a + b Log D dan persamaan dengan dua peubah C = ad b Htot c atau Log C = Log a + b Log D + c Log Htot dan ad b Hbc c atau Log C = Log a + b Log D + c Log Hbc. Penyusunan model penduga massa karbon pohon bertujuan untuk memudahkan pendugaan massa karbon dengan menggunakan parameter-parameter yang mudah diperoleh di lapangan seperti diameter, tinggi total pohon dan tinggi bebas cabang. Model yang dibuat hanya berlaku untuk pohon. Model pendugaan massa karbon pohon dilakukan dengan menggunakan analisis regresi sederhana, dimana karbon sebagai peubah tak bebas diduga nilainya dengan menggunakan model yang menggunakan diameter, tinggi total pohon dan tinggi bebas cabang sebagai peubah bebasnya. Model pendugaan hubungan massa karbon pohon A. crassicarpa disajikan pada Tabel 6.

40 Tabel 6 Model pendugaan hubungan massa karbon pohon A. crassicarpa dengan diameter dan tinggi pohon 2 2 Bagian Model linier R R adjst 2,948 Batang C = 0,017318D 0,98 C = 0,065743D 0,200 2,403 Htot 0,99 C = 0,043283D 2,357 0,333 Hbc 0,99 2,373 Cabang C = 0,009307D 0,90 C = 0,000644D 7,877-4,814 Htot 0,94 C = 0,001304D 3,639-0,714 Hbc 0,91 1,946 Ranting C = 0,039478D 0,98 C = 0,039995D 1,919 0,024 Htot 0,98 C = 0,04363D 1,881 0,037 Hbc 0,98 1,548 Akar C = 0,0613D 0,97 C = 0,112D 0,298 1,093 Htot 0,99 C = 0,0925D 1,283 0,149 Hbc 0,98 1,803 Daun C = 0,048606D 0,99 C = 0,04478D 1,972-0,148 Htot 0,99 C = 0,041008D 1,912-0,062 Hbc 0,99 2,590 Total C = 0,0680D 0,99 C = 0,131D 1,246 1,175 Htot 0,99 C = 0,116D 2,247 0,193 Hbc 0,99 Keterangan : R 2 adjst = Koefisen Determinasi P = Taraf nyata S = Simpangan baku S P 0,98 0,23 0,00 0,99 0,12 0,00 0,99 0,17 0,00 0,85 0,49 0,00 0,94 0,31 0,00 0,91 0,38 0,00 0,98 0,13 0,00 0,98 0,13 0,00 0,98 0,13 0,00 0,97 0,13 0,00 0,99 0,087 0,00 0,98 0,11 0,00 0,99 0,095 0,00 0,99 0,096 0,00 0,99 0,093 0,00 0,99 0,11 0,00 0,99 0,062 0,00 0,99 0,076 0,00 Pada Tabel 6 persamaan pendugaan kandungan karbon dengan satu peubah yaitu ad b memiliki kisaran koefisien determinasi yang disesuaikan (R-Sq(adj) yaitu 0,85-0,99, persamaan dengan dua peubah bebas C = ad b Htot c memiliki kisaran koefisien determinasi yang disesuaikan (R-Sq(adj) 0,94-0,99 sedangkan persamaan C = ad b Hbc c memiliki kisaran koefisien determinasi yang disesuaikan (R-Sq(adj) yaitu 0,91-0,99. Model persamaan pendugaan massa karbon dengan koefisien determinasi mendekati 100% dapat diterima dan pada masing-masing model memiliki nilai P<0,05, dimana peubah bebasnya sangat berpengaruh nyata terhadap jumlah karbon yang diduga. Dari persamaan yang disajikan pada Tabel 6 dilakukan pemilihan model terbaik yang disajikan pada Tabel 7.

41 Tabel 7. Model pendugaan massa karbon terbaik di pohon A. crassicarpa 2 2 Bagian Model linier R R adjst Batang C = 0,065743D 0,200 2,403 Htot 0,99 Cabang C = 0,000644D 7,877-4,814 Htot 0,94 1,946 Ranting C = 0,039478D 0,98 Akar C = 0,112D 0,298 1,093 Htot 0,99 Daun C = 0,041008D 1,912-0,062 Hbc 0,99 Total C = 0,131D 1,246 1,175 Htot 0,99 5.6 Pendugaan Potensi Biomassa Bagian Pohon A. crassicarpa S P 0,99 0,12 0,00 0,94 0,31 0,00 0,98 0,13 0,00 0,98 0,097 0,00 0,99 0,093 0,00 0,99 0,062 0,00 Biomassa merupakan jumlah total dari bahan organik hidup yang dinyatakan dalam berat kering oven per unit area (Brown 1996). Suatu tegakan dapat dihitung jumlah biomassanya dengan persamaan biomassa per pohon yang telah didapatkan. Dari model terbaik pendugaan biomassa pohon W = 0,398918D 2,041 Hbc 0,165 maka dapat dihitung pendugaan potensi biomassa pohon A. crassicarpa. Hasil perhitungan potensi biomassa tegakan penelitian ini dari pemilihan model pendugaan biomassa terbaik disajikan pada Gambar 8. Gambar 8 Pendugaan potensi biomassa (ton/ha) Gambar 8 menunjukkan bahwa potensi biomassa pada kelas umur 5 tahun lebih tinggi yaitu 234,78 ton/ha, diikuti umur 4 tahun yaitu 134,05 ton/ha, umur 3 tahun yaitu 70,35 ton/ha dan 2 tahun yaitu 44,98 ton/ha. Tingginya potensi biomassa pada kelas umur 5 tahun disebabkan karena seiring dengan bertambahnya umur pohon maka diameter pohon akan bertambah pula. Keadaan ini menggambarkan bahwa pertambahan biomassa seiring dengan bertambahnya umur. Hal ini sesuai pernyataan

42 Porte et al (2002) yang menyatakan bahwa makin meningkat umur suatu tegakan, diameter pohon akan semakin besar dan biomassa pohon juga akan semakin besar. Pengukuran biomassa dapat memberikan informasi tentang nutrisi dan persediaan karbon dalam vegetasi dan lahan secara keseluruhan. Pada penelitian ini, penentuan biomassa dilakukan dengan mengukur berat kering oven dari beberapa bagian pohon baik yang ada dipermukaan atas tanah (batang, cabang, ranting, daun), tumbuhan bawah, serasah dan akar (bawah permukaan tanah). Model persamaan yang digunakan untuk menduga hubungan biomassa dengan diameter, biomassa dengan diameter dan tinggi total dan biomassa dengan diameter dan tinggi bebas cabang dapat dilihat pada Tabel 8. Berdasarkan hasil pengukuran berat kering contoh diperoleh bahwa untuk menduga hubungan antara biomassa dengan peubah bebas (diameter dengan tinggi total dan tinggi bebas cabang), model pendugaan bagian batang adalah W = 0,168976D 0,133 Htot 2,322, cabang adalah W = 0,168976D 0,133 Htot 2,322, ranting adalah W = 0,122947D 1,793, akar adalah W = 0,433874D 0,158 Htot 1,040, daun adalah W = 0,211401D 1,965 Htot -0,454 dan model seluruh bagian pohon contoh adalah W = 0,398918D 2,041 Hbc 0,165. Hal ini dapat dilihat dari nilai koefisien determinasi yang disesuaikan (R-sq(adj)) yang tinggi dan nilai P<0,05 yang berarti bahwa peubah bebasnya dapat dikatakan berpengaruh nyata terhadap perubahan biomassa pada taraf nyata 5%. Pendugaan potensi bagian-bagian pohon A. crassicarpa disajikan pada Tabel 8 dan Gambar 9. Tabel 8 Pendugaan potensi biomassa pada bagian pohon (ton/ha) Batang KU (thn) Jumlah Pohon (N/ha) Biomassa kg/pohon kg/ha ton/ha 2 1043 12,28 12.808,04 12,81 3 905 47,47 42.966,69 42,97 4 820 113,89 93.392,26 93,39 5 745 208,90 15.5637,21 155,64

43 Cabang KU (thn) Jumlah Pohon (N/ha) Biomassa kg/pohon kg/ha ton/ha 2 1043 1,97 2.054,71 2,05 3 905 4,56 4.124,99 4,12 4 820 12,43 10.191,78 10,19 5 745 33,80 25.180,26 25,18 Ranting KU (thn) Jumlah Pohon (N/ha) Biomassa kg/pohon kg/ha ton/ha 2 1043 4,16 4.291,95 4,29 3 905 9,59 8.679,86 8,68 4 820 17,69 14.502,52 14,50 5 745 30,01 22.355,22 22,36 Daun KU (thn) Jumlah Pohon (N/ha) Biomassa kg/pohon kg/ha ton/ha 2 1043 4,56 4.757,12 4,76 3 905 8,85 8.009,25 8,01 4 820 14,76 12.099,1 12,10 5 745 23,53 17.529,10 17,53 Akar Jumlah Pohon Biomassa KU (thn) (N/ha) Kg/pohon Kg/ha Ton/ha 2 1043 3,39 3.543,07 3,54 3 905 6,82 6.175,72 6,18 4 820 10,46 8.573,1 8,57 5 745 14,20 10.575,28 10,58 Pada Gambar 9 menunjukkan potensi biomassa pada berbagai bagian pohon, dimana bagian batang memiliki potensi biomassa yang tinggi terutama pada kelas umur 5 tahun yaitu 155,64 ton/ha. Tingginya potensi biomassa batang tersebut disebabkan karena batang memiliki zat penyusun kayu yang lebih banyak daripada bagian pohon lainnya. Zat penyusun kayu lebih banyak mengisi rongga sel batang dibandingkan air sehingga bobot biomassa akan menjadi lebih besar. Disamping itu hasil fotosintesis

44 tanaman umumnya disimpan pada bagian batang sehingga bahan-bahan organik yang terkandung dalam batang pohon lebih besar daripada bagian pohon lainnya. Gambar 9 Potensi biomassa pada bagian pohon (ton/ha) 5.7 Pendugaan Potensi Massa Karbon Bagian Pohon A. crassicarpa Karbon merupakan suatu unsur yang diserap dari atmosfer melalui fotosintesis dan disimpan di dalam biomassa vegetasi. Tempat penyimpanan karbon dalam pohon terdapat dalam biomassa batang, cabang, ranting, daun, bunga,buah, dan akar. Massa karbon pada setiap umur tanaman bervariasi. Variasi terjadi karena adanya perbedaan ukuran diameter. Massa karbon pada kelas umur 5 tahun lebih tinggi karena memiliki pohon berdiameter lebih besar dari pada kelas umur 2,3 dan 4 tahun. Gambar 10 Pendugaan potensi massa karbon (ton/ha)

45 Gambar 10 menunjukkan bahwa potensi massa karbon pada kelas umur 5 tahun lebih tinggi yaitu 133,10 ton/ha daripada kelas umur yang lain. Semakin tinggi umur tanaman maka massa karbon menjadi semakin tinggi. Tingginya massa karbon pada tegakan hutan meningkat pada setiap peningkatan umur tanaman, hal ini disebabkan karena dengan meningkatnya umur tanaman maka pohon atau tanaman menjadi lebih besar yang dihasilkan dari proses fotosintesis. Model persamaan yang digunakan untuk menduga hubungan massa karbon dengan diameter, massa karbon dengan diameter dan tinggi total dan massa karbon dengan diameter dan tinggi bebas cabang dapat dilihat pada Tabel 9. Berdasarkan hasil pengukuran berat kering contoh diperoleh bahwa untuk menduga hubungan antara massa karbon dengan peubah bebas (diameter dengan tinggi total dan tinggi bebas cabang), model pendugaan bagian batang adalah C = 0,065743D 0,200 Htot 2,403, cabang adalah C = 0,000644D 7,877 Htot -4,814, ranting adalah C = 0,039478D 1,946, akar adalah C = 0,112D 0,298 Htot 1,093, daun adalah C = 0,041008D 1,912 Hbc -0,062 dan model seluruh bagian pohon contoh adalah C = 0,131D 1,246 Htot 1,175. Hal ini dapat dilihat dari nilai koefisien determinasi yang disesuaikan (R-sq(adj)) yang tinggi dan nilai P<0,05 yang berarti bahwa peubah bebasnya dapat dikatakan berpengaruh nyata terhadap perubahan massa karbon pada taraf nyata 5%. Tabel 9 Model pendugaan massa karbon terbaik dari pohon A. crassicarpa Bagian Model linier 2 R 2 R adjst S P Batang C = 0,065743D 0,200 2,403 Htot 0,99 0,99 0,12 0,00 Cabang C = 0,000644D 7,877-4,814 Htot 0,94 0,94 0,31 0,00 Ranting 1,946 C = 0,039478D 0,98 0,98 0,13 0,00 Akar C = 0,240749D 0,298 1,093 Htot 0,99 0,98 0,097 0,00 Daun C = 0,041008D 1,912-0,062 Hbc 0,99 0,99 0,093 0,00 Total C = 0,131D 1,246 1,175 Htot 0,99 0,99 0,062 0,00 Dari model pendugaan potensi massa karbon terpilih, maka dapat dihitung pendugaan potensi massa karbon tegakan A. crassicarpa (ton/ha) yang disajikan gambar 10.

46 Tabel 10 Pendugaan potensi massa karbon (ton/ha) A. crassicarpa Kelas Umur (thn) 2 3 4 5 Jumlah Pohon (N/ha) 1043 905 820 745 Massa Karbon kg/pohon kg/ha ton/ha 11,59 12.085,24 12,09 40,03 36.228,06 36,22 92,79 76.086,16 76,09 178,66 133.100,96 133,10 Tabel 11 Pendugaan potensi massa karbon pada berbagai bagian pohon Batang KU (thn) Jumlah Pohon (N/ha) Massa karbon kg/pohon kg/ha ton/ha 2 1043 6,35 6.626,18 6,63 3 905 26,24 23.743,58 23,74 4 820 66,24 54.312,7 54,31 5 745 126,25 94.053,27 94,05 Cabang KU (thn) Jumlah Pohon (N/ha) Massa karbon kg/pohon kg/ha ton/ha 2 1043 1,08 1.122,27 1,12 3 905 2,34 2.120,42 2,12 4 820 6,24 5.119,26 5,11 5 745 18,67 13.905,43 13,90 Ranting KU Massa karbon (thn) Jumlah Pohon kg/pohon kg/ha ton/ha 2 1043 1,79 1.870,10 1,87 3 905 4,48 4.051,69 4,05 4 820 8,69 7.124,16 7,12 5 745 15,42 11.484,18 11,48 Daun KU Massa karbon (thn) Jumlah Pohon kg/pohon kg/ha ton/ha 2 1043 2,23 2.324,84 2,32 3 905 3,81 3.448,96 3,45 4 820 7,18 5.887,60 5,89 5 745 12,35 9.202,99 9,20

47 Akar KU Massa karbon (thn) Jumlah Pohon kg/pohon kg/ha ton/ha 2 1043 1,27 1.324,61 1,32 3 905 2,79 2.524,95 2,52 4 820 4,58 3.755,60 3,76 5 745 6,56 4.887,20 4,89 Pada Tabel 11 dan Gambar 11 menunjukkan bahwa potensi massa karbon pada bagian batang (kelas umur 5 tahun) memiliki massa karbon yang tinggi yaitu 94,05 ton/ha. Tingginya potensi massa karbon pada bagian batang erat kaitannya dengan tingginya biomassa bagian batang jika dibanding dengan bagian pohon lain. Peningkatan ini seiring dengan besarnya biomassa tegakan yang berarti secara tidak langsung semua faktor yang mempengaruhi biomassa akan berpengaruh pula terhadap massa karbon. Semakin besar biomassa maka semakin besar pula massa karbon. Gambar 11 Potensi massa karbon pada berbagai bagian pohon A. crassicarpa (ton/ha) Disamping itu menurut Hilmi (2003) tingginya massa karbon pada bagian batang disebabkan karena unsur karbon merupakan bahan organik penyusun dinding sel batang. Kayu secara umum tersusun oleh selulola, hemiselulosa, lignin dan bahan ekstraktif yang sebagian besar disusun dari unsur karbon. Makin besar diameter pohon pada kelas umur 5 tahun diduga memiliki potensi selulosa dan zat penyusun kayu lain lebih besar.

48 Hairiah dan Rahayu (2007) menyatakan bahwa potensi massa karbon dapat dilihat dari biomassanya tegakan yang ada. Besarnya massa karbon tiap bagian pohon dipengaruhi oleh massa biomassa vegetasi. Oleh karena itu setiap peningkatan terhadap biomassa akan diikuti oleh peningkatan massa karbon. Hal ini menunjukkan besarnya biomassa berpengaruh terhadap massa karbon. Besarnya potensi massa karbon sangat dipengaruhi diameter pohon. Pendugaan potensi biomassa dan massa karbon tegakan A. crassicarpa disajikan pada Gambar 12. Gambar 12 Potensi biomassa dan massa karbon tegakan A. Crassicarpa Dari Gambar 12 menunjukkan bahwa potensi massa karbon akan bertambah seiring dengan bertambahnya biomassa. Hal ini menunjukka bahwa biomassa dan massa karbon memiliki korelasi yang positif sehingga apapun yang menyebabkan peningkatan atau penurunan biomassa maka dapat menyebabkan peningkatan atau penurunan massa karbon. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Balinda (2008). Hasil uji t-student massa karbon pada bagian pohon disajikan pada Tabel 12. Tabel 12 Hasil uji t-student massa karbon pada bagian pohon Bagian Pohon Cabang Ranting Daun Akar Batang 0,000** 0,000** 0,000** 0,000** Cabang 0,155 tn 0,025* 0,000** Ranting tn 0,197 0,000** Daun 0,000** Keterangan : ** = Berbeda Sangat Nyata (p<0,01) pada selang kepercayaan 95% * = Berbeda Nyata (p 0,01-0,05) pada selang kepercayaan 95% tn= Tidak Berbeda Nyata (p>0,05) pada selang kepercayaan 95%

49 Berdasarkan Tabel 12 menunjukkan bahwa massa karbon bagian batang memiliki perbedaan sangat nyata terhadap bagian pohon lain. Hal ini disebabkan karena batang memiliki massa karbon lebih tinggi daripada bagian pohon lain. Batang memiliki zat penyusun kayu lebih banyak sehingga menyebabkan bagian rongga sel pada batang lebih banyak terisi oleh komponen penyusun kayu. Massa karbon cabang tidak beda nyata terhadap ranting, hal ini disebabkan karena pada kelas umur 2 tahun tidak semua pohon memiliki cabang sehingga mempengaruhi perhitungan massa karbon. Massa karbon ranting tidak berbeda nyata dengan massa karbon daun, hal ini disebabkan karena pada pohon dengan umur masih muda memiliki jumlah ranting tidak banyak, sehingga berat basah yang dihasilkan dari timbangan di lapangan termasuk ringan atau mendekati berat basah daun yang masih muda. Hasil uji t-student massa karbon pada masing-masing kelas umur disajikan pada Tabel 13. Tabel 13. Hasil uji t-student massa karbon pada masing-masing kelas umur Kelas Umur (thn) 3 4 5 0 2 0,069 tn 0,003** 0,000** 3 0,172 0,020* 4 tn 0,139 5 0,001** Keterangan : ** = Berbeda Sangat Nyata (p<0,01) pada selang kepercayaan 95% * = Berbeda Nyata (p 0,01-0,05) pada selang kepercayaan 95% tn= Tidak Berbeda Nyata (p>0,05) pada selang kepercayaan 95% tn Berdasarkan Tabel 13 menunjukkan bahwa massa karbon pada masing-masing kelas umur memiliki perbedaan nyata dan sangat nyata, kecuali pada kelas umur 2 dengan 3 tahun. Hal ini disebabkan kondisi pohon pada umur 2 tahun tersebut memiliki ranting dan daun yang sedikit sehingga hasil timbangan yang diperoleh juga sedikit disamping itu tidak semua pohon umur 2 tahun memiliki cabang. Akibat kondisi tersebut dalam perhitungan massa karbon memiliki perbedaan tidak nyata. Perbedaan sangat nyata massa karbon terdapat pada kelas umur 2 tahun dengan 5 tahun. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan diameter. Pada pohon umur 5 tahun memiliki ukuran diameter lebih besar daripada umur pohon 2 tahun. Diameter pohon yang besar menunjukkan adanya penambahan biomassa. Porte et al (2002) mengemukakan bahwa bertambahnya umur tegakan maka diameter pada tegakan tersebut akan besar

50 sehingga biomassa juga besar. Semakin besar biomassa maka massa karbon akan semakin besar. Potensi massa karbon dari hasil penelitian ini lebih tinggi apabila dibandingkan dengan hasil penelitian yang lain. Hasil penelitian Adiriono (2009) menunjukkan bahwa potensi massa karbon tegakan A. crassicarpa kelas umur 1,2,3,4,5,6,7 dan 8 tahun di HTI PT SBA Wood Based Industries Sumatera Selatan berturut-turut adalah 7,67 ton/ha, 21,71 ton/ha, 34,53 ton/ha, 46,25 ton/ha, 55,47 ton/ha, 71,54 ton/ha, 63,08 ton/ha dan 64,88 ton/ha. Sedangkan hasil penelitian Limbong (2009) menunjukkan bahwa potensi massa karbon tegakan A. crassicarpa kelas umur 2,4 dan 6 tahun di HTI PT SBA Wood Based Industries Sumatera Selatan berturut-turut adalah 23,59 ton/ha, 21,10 ton/ha dan 28,39 ton/ha. Perbedaan tersebut dapat disebabkan oleh kerapatan tegakan, kesuburan lahan dan kondisi tanah. Potensi massa karbon pada tegakan A. crassicarpa dengan A. mangium terdapat perbedaan. Hasil penelitian Heriansyah et al. (2007) menunjukkan bahwa potensi massa karbon tegakan A. mangium kelas umur 2,5, 5,5, 8,5 dan 10,5 tahun di PT Musi Hutan Persada Sumatera Selatan berturut-turut adalah 25,57 ton/ha, 63 ton/ha, 76,49 ton/ha dan 84,79 ton/ha. Sedangkan Djumakking (2003) menunjukkan bahwa potensi massa karbon tegakan A. mangium kelas umur 3,5,8 dan 10 tahun di RPH Maribaya, BKPH Parung Panjang Jawa Barat berturut-turut adalah 9,5 ton/ha, 20,18 ton/ha, 30,74 ton/ha dan 53,45 ton/ha. Dari beberapa hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa potensi massa karbon pada tegakan A. crassicarpa lebih tinggi daripada tegakan A. mangium.

51 5.8 Pendugaan Potensi Biomassa Tumbuhan Bawah dan Serasah Tumbuhan bawah yang ada di lokasi penelitian sejenis pakis. Hasil analisis laboratorium biomassa tumbuhan bawah dan serasah disajikan pada Gambar 13. Gambar 13 Potensi biomassa pada serasah dan tumbuhan bawah (ton/ha) Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata biomassa serasah lebih tinggi daripada tumbuhan bawah terutama pada kelas umur 5 tahun dengan rata-rata 8,45 ton/ha. Hal tersebut disebabkan jumlah daun lebih banyak, yang ditunjukkan dengan rata-rata berat basah hasil timbangan di lapangan daun pada kelas umur tersebut lebih berat daripada berat basah daun kelas umur lain yaitu 43,49 kg. Semakin banyak daun maka jumlah serasah akan menumpuk semakin banyak. Sedangkan untuk rata-rata biomassa tumbuhan bawah pada kelas umur 2 tahun lebih kecil daripada kelas umur lain yaitu 3,58 ton/ha. Hal ini disebabkan karena pada kelas umur 2 tahun kondisi lahan masih rapat dengan pepohonan sehingga jumlah cahaya matahari yang masuk sedikit akibatnya tumbuhan bawah tidak dapat tumbuh dengan subur karena kurang mendapat cahaya matahari. Menurut Daniel et al (1987) tumbuhan bawah menerima cahaya yang tersaring melalui tajuk atas. Pada tegakan yang rapat lamanya waktu masuknya cahaya ke lantai hutan menjadi rendah. Oleh karena itu waktu efektif tersedianya cahaya matahari yang cukup bagi tumbuhan bawah dipengaruhi oleh kerapatan tegakan. Hasil penelitian Junaedi (2007) menunjukkan bahwa rendahnya kerapatan vegetasi tumbuhan bawah di areal bekas tebang 0 tahun kemungkinan disebabkan karena banyaknya vegetasi tumbuhan mengalami kerusakan bahkan mengalami

52 kematian akibat kegiatan pemanenan kayu yang baru dilakukan sehingga berpengaruh terhadap jumlah kerapatan. Pada kelas umur 0 tahun rata-rata biomassa serasah dan tumbuhan bawah masing-masing 1,42 ton/ha dan 1,1 ton/ha, lebih kecil daripada kelas umur lain. Hal ini disebabkan pada kelas umur 0 tahun kondisi lahan setelah dilakukan pemanenan, sehingga untuk tumbuhan bawah banyak yang mati akibat tertimpa pohon tumbang dan gerakan traktor untuk mengambil kayu. Demikian juga untuk serasah, akibat kegiatan traktor tersebut banyak serasah yang terpendam kedalam tanah gambut. Hasil penelitian Istomo (2002) menyatakan bahwa telah terjadi pengurangan jatuhan serasah akibat penebangan pohon sekitar 25%. 5.9 Pendugaan Potensi Massa Karbon Tumbuhan Bawah dan Serasah Serasah pada penelitian ini didominasi oleh daun-daun Acacia crassicarpa yang jatuh baik masih segar maupun sudah layu berwarna coklat dan tumbuhan bawah pakis. Hasil analisis rata-rata massa karbon tumbuhan bawah dan serasah ditunjukkan pada Gambar 14. Gambar 14 Potensi massa karbon serasah dan tumbuhan bawah (ton/ha) Dari Gambar 14 menunjukkan bahwa pada kelas umur 5 tahun memiliki ratarata massa karbon serasah (2,72 ton/ha) dan tumbuhan bawah (2,31 ton/ha) lebih tinggi daripada kelas umur yang lain. Hal ini disebabkan karena biomassa serasah dan tumbuhan bawah pada kelas umur tersebut lebih tinggi.

53 Massa karbon serasah dan tumbuhan bawah pada kelas umur 0 tahun lebih rendah daripada kelas umur yang lain yaitu 0,32 ton/ha dan 0,27 ton/ha. Hal ini disebabkan areal penelitian telah dilakukan pemanenan kayu sehingga banyak tumbuhan bawah dan serasah yang rusak atau mati tertimpa pohon tebangan dan laju traktor penyarad. Hasil uji-t student massa karbon tumbuhan bawah dan serasah ditunjukkan pada Tabel 14. Tabel 14 Hasil uji t-student potensi massa karbon tumbuhan bawah menurut kelas umur tegakan Kelas Umur (thn) 3 4 5 0 2 0,261tn 0,000** 0,000** 3 0,003** 0,002** 4 0,037* 5 0,001** Keterangan : ** = Berbeda Sangat Nyata (p<0,01) pada selang kepercayaan 95% * = Berbeda Nyata (p 0,01-0,05) pada selang kepercayaan 95% tn= Tidak Berbeda Nyata (p>0,05) pada selang kepercayaan 95% Dari Tabel 14 menunjukkan bahwa potensi massa karbon tumbuhan bawah pada setiap kelas umur berbeda sangat nyata dan nyata kecuali pada kelas umur 2 dengan 3 tahun tidak beda nyata, yang disebabkan karena kondisi lahan masih rapat oleh pepohonan sehingga tumbuhan bawah pada kelas umur tersebut tidak dapat hidup dengan baik. Tabel 15 Hasil uji t-student potensi massa karbon serasah menurut kelas umur tegakan Kelas Umur (thn) 3 4 5 0 2 0,376 tn 0,008** 0,005** 3 0,003** 0,002** 4 0,023* 5 0,000** Keterangan : ** = Berbeda Sangat Nyata (p<0,01) pada selang kepercayaan 95% * = Berbeda Nyata (p 0,01-0,05) pada selang kepercayaan 95% tn= Tidak Berbeda Nyata (p>0,05) pada selang kepercayaan 95% Tabel 15 menunjukkan bahwa potensi massa karbon serasah pada setiap kelas umur memiliki perbedaan sangat nyata dan perbedaan nyata, kecuali pada kelas umur 2 tahun tidak beda nyata terhadap kelas umur 3 tahun, yang disebabkan pada kelas umur tersebut kondisi lahan masih rapat mengakibatkan tumbuhan bawah tidak dapat tumbuh dengan baik, sehingga serasah yang dihasilkan sedikit.

54 5.10 Pendugaan Potensi Massa Karbon Limbah Model persamaan yang digunakan untuk menduga hubungan massa karbon limbah dengan diameter, massa karbon limbah dengan diameter dan tinggi total dan massa karbon limbah dengan diameter dan tinggi bebas cabang dapat dilihat pada Tabel 16. Dari Tabel tersebut dapat dilihat bahwa nilai koefisien determinasi yang disesuaikan (R-sq(adj)) yang tinggi dan nilai P<0,05 yang berarti bahwa peubah bebasnya dapat dikatakan berpengaruh nyata terhadap massa karbon limbah pada taraf nyata 5%. Sedangkan untuk nilai P>0,05 berarti bahwa peubah bebas dapat dikatakan tidak berpengaruh nyata terhadap massa karbon limbah pada taraf nyata 5%. Tabel 16 Model penduga potensi massa karbon limbah 2 2 Bagian Limbah Model linier R R adjst 3,084 C =0,000141D 0,91 0,90 3,459 C =0,000196D Htot 0,91 0,89 Tunggak C =0,000144D -0,615 Hbc 0,92 0,95 6,908 C = 1,26979E-10D 0,50 0,43 C = 1,15173E-09D -3,421 Htot 0,52 0,36 Cabang C = 1,15356E-10D 2,530 Hbc 0,60 0,46 6,645 C = 1,13411E-10D 0,49 0,42 C = 1,69557E-12D -6,519 Htot 0,56 0,41 Sortimen C = 1,08096E-10D 1,264 Hbc 0,52 0,36 4,767 C = 2,01512E-08D 0,62 0,57 C = 7,0405E-08D -1,941 Htot 0,64 0,52 Batang Atas C = 2,10788E-08D -1,207 Hbc 0,68 0,57 3,540 C = 4,20353E-05D 0,98 0,98 C = 4,64562E-05D -0,156 Htot 0,98 0,97 Total C = 4,24578E-05D -0,259 Hbc 0,99 0,98 S 0,082 0,087 0,058 0,59 0,62 0,57 0,57 0,58 0,60 0,32 0,33 0,31 0,44 0,047 0,038 P 0,00 0,00 0,00 0,03 0,11 0,07 0,04 0,09 0,11 0,01 0,05 0,03 0,00 0,00 0,00 Tabel 17 Model pendugaan massa karbon terbaik Bagian Model linier 2 R 2 R adjst S P Tunggak C = 0,000144D 3,578-0,615 Hbc 0,92 0,95 0,058 0,00 Cabang 6,908 C = 1,26979E-10D 0,50 0,43 0,59 0,03 Sortimen 6,645 C = 1,13411E-10D 0,49 0,42 0,57 0,04 Batang Atas 4,767 C = 2,01512E-08D 0,62 0,57 0,32 0,01 Total C = 4,24578E-05D 3,747-0,259 Hbc 0,99 0,98 0,038 0,00 Tabel 18 Pendugaan potensi massa karbon limbah (ton/ha) Kelas umur Petak Jumlah pohon Tunggak (ton/ha) Cabang (ton/ha) Sortimen (ton/ha) 0 I II III Rata- Rata (phn/ha) 692 803 741 3,97 3,13 5,04 0,35 0,39 0,72 0,14 0,15 0,28 Batang atas (ton/ha) 0,089 0,082 0,14 Total (ton/ha) 4,65 3,83 6,20 745 4,05 0,49 0,19 0,10 4,89

55 Dari Tabel 18 menunjukkan bahwa potensi massa karbon limbah (ton/ha) tunggak lebih tinggi dari limbah yang lain. Hal ini disebabkan rata-rata volume limbah tunggak lebih tinggi daripada volume yang lain yaitu 6.868,92 cm 3 /pohon. Rata-rata volume dapat mempengaruhi besarnya massa karbon karena rumus massa karbon yaitu perkalian antara biomassa dengan kadar karbon. Untuk mencari biomassa dibutuhkan volume. Oleh karena itu jika volume besar maka biomassa menjadi besar sehingga massa karbon juga besar. Kisaran massa karbon limbah antara 3,83 ton/ha sampai 6,20 ton/ha dengan rata-rata 4,89 ton/ha atau 3,67% dari potensi massa karbon limbah yang tertinggal setelah pemanenan kayu. 5.11 Potensi Volume Limbah Tabel 19 Volume (m 3 /ha) limbah berdasarkan sumber dan asal tegakan Acacia Crassicarpa Petak Volume pohon sebelum pemanenan Volume limbah (m 3 /ha) Total (m 3 /ha) N/ha m 3 /pohon 3 m /ha Tunggak Sortimen Cabang Batang atas I 692 0,25 173,69 16,82 0,75 2,94 0,59 21,10 II 803 0,32 256,16 12,05 0,74 3,73 0,47 16,99 III 741 0,37 271,21 16,67 1,28 3,76 0,77 22,48 Ratarata 745 0,31 233,69 15,18 0,93 3,48 0,61 20,19 Pada Tabel 19 disajikan volume limbah berdasarkan sumber dan asalnya, pada petak I dari 692 pohon yang ditebang volume kayu sebelum pemanenan 173,69 m 3 /ha, diperoleh 16,82 m 3 /ha limbah tunggak, 0,75 m 3 /ha limbah sortimen, 2,94 m 3 /ha limbah cabang, 0,59 m 3 /ha limbah batang atas dan total limbah pada petak I adalah 21,10 m 3 /ha. Pada petak II dari 803 pohon yang ditebang dengan volume 256,16 m 3 /ha diperoleh 12,05 m 3 /ha volume limbah tunggak, 0,74 m 3 /ha volume limbah sortimen, 3,73 m 3 /ha volume limbah cabang, 0,47 m 3 /ha volume limbah batang atas dan 16,99 m 3 /ha untuk total volume limbah. Pada Petak III dari 741 pohon yang ditebang dengan volume 271,21 m 3 /ha diperoleh volume limbah tunggak sebesar 16,67 m 3 /ha, volume limbah sortimen 1,28 m 3 /ha, volume limbah cabang 3,76 m 3 /ha, volume limbah batang atas 0,77 m 3 /ha dan volume limbah total 22,48 m 3 /ha. Dari tiga petak ukur penelitian tersebut diperoleh total volume limbah tertinggi pada petak III, hal ini disebabkan volume untuk limbah sortimen,cabang dan batang

56 lebih tinggi. Tingginya volume tersebut disebabkan operator chainsaw tidak memiliki keterampilan saat menebang sehingga dihasilkan volume limbah sortimen, cabang dan batang atas yang tinggi. Tabel 20 Persentase volume limbah (%)/ha terhadap volume sebelum pemanenan Petak Volume pohon sebelum pemanenan Volume limbah (%) Total N/ha m 3 /phn m 3 /ha Tunggak Sortimen Cabang Batang atas I 692 0,25 173,69 9,68 0,43 1,69 0,33 12,13 II 803 0,32 256,15 4,70 0,29 1,46 0,18 6,63 III 741 0,37 271,20 6,14 0,47 1,39 0,28 8,29 Rata- Rata 745 0,31 233,69 6,84 0,39 1,51 0,27 9,02 Pada Tabel 19 dan Tabel 20 menunjukkan bahwa rata-rata volume limbah tunggak lebih tinggi daripada volume limbah lain yaitu sebesar 15,18 m 3 /ha (6,84%) dengan rata-rata total volume limbah keseluruhan pada areal penelitian adalah sebesar 20,19 m 3 /ha (9,02%). Hal ini disebabkan karena rata-rata tingginya tunggak yang ditinggalkan diatas 5 cm. Tingginya tunggak yang dihasilkan pada saat penelitian dikarenakan kurang terampilnya operator chainsaw. Keterampilan operator dapat mempengaruhi terhadap tinggi tunggak yang dihasilkan. Tunggak berada pada bagian bawah pohon yang berada di bawah takik rebah dan takik balas. Penebang lebih memilih membuat takik balas yang tinggi untuk kenyamanan pada saat menebang. 5.12 Potensi Tegakan A. crassicarpa Potensi tegakan A. crassicarpa umur 2,3,4,5 tahun di areal HTI Kayu Serat PT RAPP sektor Pelalawan (sebelum pemanenan kayu) dapat dilihat pada Tabel 21.

57 Tabel 21 Potensi volume tegakan A. crassicarpa KU (thn) Petak ukur N (phn/ha) V (m 3 /pohon) Potensi volume (m /ha) 2 I 1049 0,0087 9,20 II 1028 0,020 20,97 III 1052 0,043 45,44 Jumlah 3129 0,072 75,61 rata-rata 1043 0,024 25,21 3 I 879 0,058 50,63 II 934 0,074 69,02 III 903 0,11 94,82 Jumlah 2716 0,24 214,47 rata-rata 905 0,079 71,49 4 I 796 0,13 105,87 II 812 0,16 129,92 III 853 0,23 195,34 Jumlah 2461 0,52 431,13 rata-rata 820 0,17 143,71 5 I 692 0,25 173,69 II 803 0,32 256,16 III 741 0,37 271,21 Jumlah 2236 0,94 701,06 rata-rata 745 0,31 233,69 Volume tegakan berdiri menggambarkan besarnya volume pohon berdiri persatuan luasan dari masing-masing kelas umur dimana besarnya volume tegakan tersebut dapat dihitung dengan mengalikan volume pohon berdiri setiap kelas umur dengan jumlah pohon perhektar. Rata-rata potensi volume tegakan pada kelas umur 5 tahun lebih tinggi daripada kelas umur yang lain yaitu 233,69 m 3 /ha. Hal ini dikarenakan pada kelas umur 5 tahun memiliki rata-rata diameter lebih besar daripada kelas umur 2,3 dan 4 tahun. Besar kecilnya potensi tegakan dipengaruhi oleh diameter dan tinggi pohon. Semakin besar diameter pohon akan memiliki volume yang besar pula. 5.13 Tingkat Dekomposisi atau Kematangan Gambut Berdasarkan tingkat dekomposisinya, gambut dibedakan menjadi tiga jenis yaitu gambut fibrik, hemik dan saprik. Gambut fibrik adalah bahan tanah gambut masih tergolong mentah, gambut hemik adalah bahan tanah gambut yang sudah mengalami

58 perombakan dan bersifat separuh matang dan gambut saprik adalah bahan tanah gambut yang sudah mengalami perombakan sangat lanjut dan bersifat matang. Kematangan gambut memiliki tingkat kematangan bervariasi karena dibentuk dari bahan, kondisi lingkungan dan waktu yang berbeda. Gambut yang telah matang (tipe saprik) akan cenderung lebih halus dan lebih subur. Sebaliknya yang belum matang (tipe fibrik) banyak mengandung serat kasar dan kurang subur. (Najiyati et al 2005). Hasil pengamatan tingkat dekomposisi dengan metode penetapan cepat di lapangan menunjukkan adanya perbedaan pada setiap kedalaman gambut dan umur tanaman. Ringkasan kisaran terhadap analisis tingkat dekomposisi gambut disajikan pada Tabel 22. Tabel 22 Tingkat dekomposisi gambut pada masing-masing kelas umur tegakan Kelas umur tegakan (thn) Kisaran kedalaman gambut (m) Rata-rata kedalaman gambut (m) Tingkat dekomposisi 2 2,82-4,27 3,46 0,5-1 m = saprik 1,5-2,5m= hemik > 2,5 m = fibrik 3 2,18-4,28 3,68 0,5-1 m = saprik 1,5-3 m = hemik > 3 m = fibrik 4 2,48-3,19 2,76 0,5-1 m = saprik 1,5-2 m = hemik > 2 m = fibrik 5 2,19-3,46 2,69 0,5-1 m = saprik 1,5-2 m = hemik > 2 m = fibrik 0 2,22-3,40 2,60 0,5-1,5m =saprik 2 m = hemik > 2 m = fibrik Penggolongan kedalaman gambut sedang s/d sangat dalam sedang s/d sangat dalam Sedang s/d sangat dalam Sedang s/d sangat dalam Sedang s/d sangat dalam Dari Tabel 22 menunjukkan bahwa kedalaman gambut antara 0,5-1,5 m (pada kelas umur 2,3,4,5,0 tahun) memiliki tingkat kematangan saprik. Hal ini disebabkan karena pada lapisan tersebut sudah mengalami tingkat perombakan lebih lanjut akibat dari kondisi lebih oksidatif (aerob) ketersediaan O 2 tinggi sehingga dekomposisi yang terjadi berjalan cepat akibatnya aktivitas mikroorganisme pendekomposisi lebih besar daripada lapisan gambut di bawahnya. Sedangkan kondisi yang lebih reduktif (anaerob) terjadi pada lapisan gambut di atas lebih 1,5 m (kematangan hemik dan fibrik) dimana dekomposisi berlangsung lambat terutama pada kematangan fibrik.

59 Proses penghancuran bahan tanaman atau dekomposisi hanya dapat berlangsung jika tersedia cukup oksigen, air serta bakteri dan jasad rendah. Dekomposisi dilakukan oleh jenis bakteri aerob, yang untuk hidupnya membutuhkan oksigen. Jika oksigen tidak tersedia maka dekomposisi bahan tanaman tidak dapat berlangsung. Air yang menutupi masuknya udara ke tubuh tanah akan menghalangi atau menghambat hidupnya bakteri-bakteri aerob (Wirjodihardjo 1962). 5.14 Kadar Air Gambut Kadar air gambut merupakan air yang ditahan oleh gambut terutama sebagai air kapiler dan air terjerap. Air yang tertahan secara kapiler dipengaruhi oleh porositas total dan tingkat dekomposisi, sedangkan air yang terjerap dipengaruhi oleh sifat koloidal dan luas permukaan spesifik gambut (Andriesse 2007). Pada setiap kelas umur tegakan rata-rata kadar airnya berbeda. Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa kadar air gambut tergantung pada tingkat kematangan atau dekomposisi bahan gambut. Kisaran kadar air gambut pada masing-masing kelas umur tanaman dan kematangan gambut dapat dilihat pada gambar 15. Dari Gambar 15 menunjukkan bahwa kadar air pada kelas umur 3 tahun dengan rata-rata 717,82% (kisaran 243,50-2.011,49%) disebabkan karena kondisi tinggi muka air pada saat dilakukan penelitian lebih tinggi daripada kelas umur 2,4,5 dan 0 tahun yaitu 71 cm. Tingginya muka air tersebut diakibatkan hujan yang turun beberapa hari sebelum dilakukan penelitian pada areal tersebut. Menurut Brady (1997) turunnya hujan memberikan respon terhadap perubahan tinggi muka air gambut, sehingga seiring ada tidaknya hujan akan diikuti perubahan tinggi muka air gambut. Adanya hujan dapat meningkatkan tinggi muka air gambut dan sebaliknya tanpa hujan muka air gambut akan mengalami penurunan. Pada kelas umur 0 tahun memiliki kisaran kadar air pada saprik lebih rendah yaitu 155,02-367,38% dengan rata-rata kadar air lebih rendah daripada kelas umur lainnya yaitu 387,52%. Dapat dikatakan bahwa pada kelas umur 0 tahun lebih dominan terjadinya kematangan saprik artinya pada kelas umur 0 tahun telah mengalami pelapukan lanjut dan kematangan saprik memiliki kadar air paling rendah daripada kematangan hemik dan fibrik yaitu kurang 450%.

60 Kematangan fibrik dari hasil penelitian ini memiliki kisaran kadar air lebih tinggi pada kelas umur 3 tahun. Dan pada kelas umur 0 tahun dimana kematangan saprik memiliki kisaran kadar air lebih rendah. Gambar 15 Rata-rata kadar air gambut (%) 5.15 Bobot Isi (Bulk Density) Gambut Bobot isi atau Bulk density (BD) gambut berkisar antara 0,05-0,30 gr/cm 3. Tanah gambut dengan kandungan bahan organik (>38% C-organik) lebih dari 65% memiliki bobot isi untuk gambut fibrik 0,11-0,12 gr/cm 3, untuk hemik 0,14-0,16 gr/cm 3 dan saprik 0,18-0,21 gr/cm 3. Bila kandungan bahan organik antara 30-60% maka bobot isi untuk hemik 0,21-0,29 gr/cm 3 dan saprik 0,30-0,37 gr/cm 3. Nilai bobot isi sangat ditentukan oleh tingkat dekomposisi bahan organik dan mineral (Tim Sintesis Kebijakan 2008). Kyuma (1987) diacu dalam Wahyunto et al 2005, menyatakan bahwa nilai bobot isi sangat ditentukan oleh tingkat pelapukan atau dekomposisi bahan organiknya. Bobot isi gambut umumnya berkisar antara 0,05-0,40 gr/cm 3 (Wahyunto et al. 2005). Hasil analisis laboratorium terhadap bobot isi gambut di lokasi penelitian untuk kisaran dan rata-rata bobot isi dari kelas umur tegakan dan kematangan gambut disajikan pada Tabel 23.

61 Tabel 23 Kisaran bobot isi gambut pada berbagai kelas umur tegakan dan kedalaman gambut Kelas umur Kisaran Bulk Density Rata-Rata kedalaman Rata-rata Bulk Density (gr/cm 3 ) Tingkat dekomposisi (thn) (gr/cm 3 ) gambut (m) 2 0,052-0,097 0,13-0,20 0,24-0,35 3,46 0,18 Fibrik Hemik Saprik 3 0,052-0,098 0,13-0,21 0,22-0,34 4 0,055-0,14 0,12-0,24 0,24-0,40 5 0,055-0,097 0,12-0,19 0,24-0,40 0 0,059-0,097 0,11-0,20 0,24-0,39 3,68 0,17 Fibrik Hemik Saprik 2,76 0,21 Fibrik Hemik Saprik 2,69 0,22 Fibrik Hemik Saprik 2,60 0,25 Fibrik Hemik Saprik Dari Tabel 23 menunjukkan bahwa pada kelas umur 3 tahun memiliki rata-rata BD lebih rendah yaitu 0,17 gr/cm 3 dan dengan kisaran BD untuk kematangan saprik yang lebih rendah yaitu 0,22-0,34 gr/cm 3. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi gambut pada kelas umur 3 tahun belum mengalami dekomposisi lanjut karena untuk BD 0,17 gr/cm 3 masuk pada kategori kematangan hemik, dengan demikian pada kelas umur 3 tahun kondisi gambut dapat dikatakan memiliki daya dukung tanah atau daya tumpu yang rendah. Apabila dilihat dari rata-rata kadar air menunjukkan bahwa semakin tinggi rata-rata kadar air mengakibatkan BD semakin rendah. Sedangkan pada kelas umur 0 tahun memiliki rata-rata BD 0,25 gr/cm 3 lebih tinggi daripada kelas umur lain. Karena areal kelas umur 0 tahun merupakan areal yang terbuka akibat pemanenan kayu maka suhu tanah menjadi meningkat. Peningkatan suhu tersebut mempengaruhi kegiatan dekomposisi gambut. Semakin tinggi suhu gambut maka kegiatan jasad pengurai semakin meningkat. Hal tersebut sesuai dengan Notohadiprawiro (1999), yang menyatakan bahwa yang berpengaruh atas dekomposisi bahan organik adalah suhu. Semakin rendah suhu maka dekomposisi makin lemah karena kegiatan jasad pengurai menurun, dan Alexander (1977) diacu dalam Barchia (2006), yang menyebutkan bahwa meningkatnya suhu akan merangsang kegiatan mikroorganisme, mempercepat laju dekomposisi dan memperbesar energi kinetik dan

62 gas. Bakteri metanogen adalah bakteri mesofilik yang aktivitas optimum pada suhu 30 o C-40 o C. Hasil penelitian ini sama dengan hasil penelitian Najiyati et al. (2005) yaitu makin matang gambut, semakin besar bulk density nya. Selain itu, gambut memiliki daya dukung atau daya tumpu yang rendah karena memiliki ruang pori besar sehingga kerapatan tanahnya rendah dan bobot ringan. 5.16 Kadar Abu dan C-organik Kadar abu merupakan petunjuk yang tepat untuk mengetahui keadaan tingkat kesuburan alami gambut, dimana semakin tinggi kadar abu semakin tinggi kandungan mineralnya, yang memberikan indikasi semkain tinggi tingkat kesuburannya. Komposisi utama bahan penyusun gambut adalah lignin, selulosa dan hemiselulosa. Kandungan lignin yang tinggi terdapat pada bahan penyusun gambut yang berasal dari vegetasi kayu seperti gambut Indonesia. Kandungan lignin yang tinggi memiliki daya tahan terhadap proses dekomposisi dibandingkan dengan selulosa dan hemiselulosa, sehingga mempunyai stabilitas yang tinggi (Sollins et al., 1976). Keadaan tersebut sangat mempengaruhi jumlah atau ketersediaan C dalam tanah khususnya dalam bentuk C-organik. Hasil analisis laboratorium pada kadar abu dan C-organik ditunjukkan pada Gambar 16 dan 17. Rata-rata kadar abu pada kelas umur 3 tahun lebih rendah daripada kelas umur lain yaitu 2,79% (kematangan fibrik memiliki kisaran 1,84-2,96%) tetapi memiliki rata-rata kadar karbon lebih tinggi daripada kelas umur lainnya yaitu 53,50% (kematangan fibrik dengan kisaran 53,92-55,18%). Sedangkan untuk kelas umur 0 tahun memiliki kadar abu lebih tinggi yaitu 4,24% (kematangan fibrik memiliki kisaran 3,67-4,21%) dengan rata-rata kadar karbon lebih rendah daripada kelas umur lain yaitu 50,64% (kematangan fibrik dengan kisaran 49,65-51,88%). Hasil penelitian ini sama seperti yang ditulis Noor (2001) makin tinggi kadar abu maka makin tinggi mineral yang terkandung pada gambut dan makin dalam kedalaman gambut maka makin rendah kadar abunya. Kelas umur 3 tahun memiliki rata-rata kedalaman 3,68 m, lebih dalam daripada kelas umur lain sehingga memiliki rata-rata kadar karbon lebih tinggi yaitu 53,50%. Kelas umur 0 tahun dominan memiliki kematangan saprik sehingga kadar karbon yang dimiliki lebih rendah, disamping itu rata-rata kedalaman gambut juga lebih

63 rendah yaitu 2,60 m. Hal ini disebabkan karena pada kematangan saprik memiliki tingkat dekomposisi lebih lanjut sehingga laju mineralisasi C organik menjadi lebih cepat, dimana bahan gambut dapat menghasilkan CO 2. Hasil penelitian tersebut sama seperti yang ditulis oleh Murdiyarso et al. (2004) yang menyatakan bahwa kadar C- organik dalam tanah gambut tergantung tingkat dekomposisinya. Umumnya pada tingkat dekomposisi lanjut seperti hemik dan saprik, maka kadar C-organik lebih rendah dibanding dengan fibrik. Proses dekomposisi menyebabkan berkurangnya kadar C-organik dalam tanah gambut. Menurut Noor (2001) gambut dalam (tebal 2-3 m) yang berada di sekitar kubah gambut relatif kurang subur dibandingkan dengan gambut tipis yang berada di pinggiran. Hal ini disebabkan oleh adanya kandungan hara lapisan atas dari gambut dalam lebih miskin akibat akar vegetasi yang tumbuh di atasnya tidak dapat mencapai lapisan tanah mineral di bawahnya. Gambar 16 Rata-rata kadar abu (%) Gambar 17 Rata-rata kadar karbon gambut (%)

64 5.17 Potensi Massa Cadangan Karbon di Lahan Gambut Lahan gambut memiliki fungsi sebagai penyimpan karbon, sehingga informasi mengenai massa karbon pada suatu areal lahan gambut akan sangat membantu dalam menyusun rencana pengelolaan HTI di kawasan tersebut. Lahan gambut sebagai jaring untuk menangkap karbon dari atmosfer yang dibenamkan pada lahan rawa yang tergenang selama ribuan tahun. Menurut Jaya (2001) diacu dalam Barchia (2006) deposit gambut di kawasan tropik menyimpan 2500 ton C/Ha dengan ketebalan gambut rata-rata 5 m atau lebih tinggi lagi sampai 5000 ton/ha. Massa Karbon yang dapat diserap dengan membiarkan lahan gambut yang rusak menjadi hutan belukar (forest fallow) atau HTI sebesar 3,0 sampai 6,6 ton C/Ha/Tahun (Barchia 2006). Faktor-faktor yang mempengaruhi massa karbon dalam lahan gambut adalah bulk density, % C organik, kedalaman gambut dan luas lahan gambut. Gambar 18 menunjukkan bahwa pada kelas umur 0 tahun memiliki rata-rata massa karbon gambut sebesar 1.473,62 ton/ha (dengan luasan plot penelitian yang sama setiap kelas umur yaitu 1 Ha). Tingginya massa karbon tersebut disebabkan karena tingginya nilai rata-rata bulk density yaitu 0,25 gr/cm 3 sehingga mempengaruhi nilai rata-rata kerapatan karbon (ton/m 3 ) menjadi tinggi. Tingginya bulk density yang dimiliki pada kelas umur 0 tahun disebabkan karena telah terjadi dekomposisi lebih lanjut pada areal tersebut. Gambar 18 Rata-rata massa karbon tanah gambut (ton/ha) Hasil uji t-student massa karbon gambut menurut masing-masing kelas umur disajikan pada Tabel 24.