BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Locus Of Control 2.1.1. Pengertian Locus Of Control Konsep tentang Locus of control (pusat kendali) pertama kali dikemukakan oleh Rotter (1966), seorang ahli teori pembelajaran sosial. Locus of control merupakan salah satu variabel kepribadian (personility), yang didefinisikan sebagai keyakinan individu terhadap mampu tidaknya mengontrol nasib (destiny) sendiri (Kreitner & Kinichi, 2005). Individu yang memiliki keyakinan bahwa nasib atau peristiwa dalam kehidupannya berada dibawah kontrol dirinya, dikatakan individu tersebut memiliki internal locus of control. Sementara individu yang memiliki keyakinan bahwa lingkunganlah yang mempunyai kontrol terhadap nasib atau peristiwa yang terjadi dalam kehidupannya dikatakan individu tersebut memiliki external locus of control. Kreitner & Kinichi (2005) mengatakan bahwa hasil yang dicapai internal locus of control dianggap berasal dari aktifitas dirinya. Sedangkan pada individu external locus of control menganggap bahwa keberhasilan yang dicapai dikontrol dari keadaan sekitarnya. 8
Crider, 2003 (dalam Ghufron, 2010) Perbedaan karakteristik antara internal locus of control dengan external locus of control sebagai berikut : 1. Internal locus of control a. Suka bekerja keras Seseorang dengan internal locus of control merasa memiliki kemampuan dan suka bekerja keras. b. Memiliki inisiatif yang tinggi. Seseorang dengan internal locus of control akan memiliki tingkat inisiatif yang tinggi dalam bekerja c. Selalu berusaha untuk menemukan pemecahan masalah Seseorang dengan internal locus of control akan selalu berusaha untuk menemukan solusi/pemecahan masalah terhadap permasalahan yang dihadapi d. Selalu mencoba untuk berpikir seefektif mungkin Seseorang dengan internal locus of control akan berfikir seefektif mungkin dalam bekerja e. Selalu mempunyai persepsi bahwa usaha harus dilakukan jika ingin berhasil Seseorang dengan internal locus of control akan berusaha dilakukan jika ingin berhasil. Hal ini menunjukan bahwa kendali/kontrol terhadap dirinya kuat dan beasar. 2. External locus of control a. Kurang memiliki inisiatif. Seseorang dengan external locus of control kurang memiliki inisiatif karena merasa kendali dalam dirinya kurang dan lebih dikendalikan oleh faktor eksternal. b. Mempunyai harapan bahwa ada sedikit korelasi antara usaha dan kesuksesan. Seseorang dengan external locus of control memiliki persepsi bahwa hubungan antara usaha dengan kesuksesan adalah sedikit maka tidak perlu usaha keras untuk meraih kesuksesan. c. Kurang suka berusaha, karena mereka percaya bahwa faktor luarlah yang mengontrol. Seseorang dengan external locus of control kurang suka berusaha karena merasa faktor luar lebih memiliki kekuasaan untuk mengontrol segala sesuatunya. d. Kurang mencari informasi untuk memecahkan masalah. Seseorang dengan external locus of control kurang mencari informasi untuk memecahkan masalah karena merasa permasalahan akan selesai dengan sendirinya. Locus of control merupakan dimensi kepribadian yang berupa kontinium dari internal menuju eksternal, oleh karenanya tidak satupun 9
individu yang benar-benar internal atau yang benar-benar eksternal. Kedua tipe locus of control terdapat pada setiap individu, hanya saja ada kecenderungan untuk lebih memiliki salah satu tipe locus of control tertentu. Disamping itu locus of control tidak bersifat stastis tapi juga dapat berubah. Individu yang berorientasi internal locus of control dapat berubah menjadi individu yang berorientasi external locus of control dan begitu sebaliknya, hal tersebut disebabkan karena situasi dan kondisi yang menyertainya yaitu dimana ia tinggal dan sering melakukan aktifitasnya. Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa orang yang memiliki internal locus of control mempunyai keyakinan bahwa segala sesuatu yang terjadi pada dirinya, baik berupa kegagalan maupun keberhasilan karena pengaruh dirinya sendiri, sedangkan orang yang memiliki external locus of control memiliki anggapan bahwa faktor-faktor yang ada di luar dirinya akan mempengaruhi tingkah lakunya seperti kesempatan, nasib dan keberuntungan. 2.1.2. Aspek-Aspek Locus of Control Konsep tentang locus of control yang digunakan Rotter (1966) memiliki empat konsep dasar, yaitu : a) Potensi perilaku (Behavior potential) Potensi perilaku mengacu pada kemungkinan bahwa perilaku tertentu akan terjadi dalam sebuah situasi tertentu. Kemungkinan itu harus ditentukan dengan referensi pada penguatan atau rangkaian penguatan yang bisa mengikuti perilaku itu. b) Pengharapan (Expectancy) Pengharapan (expectancy) merupakan kepercayaan individu bahwa dia berperilaku secara khusus pada situasi yang diberikan yang 10
akan diikuti oleh penguatan yang telah diprediksikan. Kepercayaan ini berdasarkan pada pola atau probabilitas atau kemungkinan penguatan yang akan terjadi. c) Nilai penguatan (reinforcement value) Nilai penguatan adalah pilihan terhadap berbagai kemungkinan penguatan atas hasil dari beberapa penguat hasil-hasil lainnya yang dapat muncul pada situasi serupa. d) Situasi Psikologis Situasi psikologis, adalah bentuk rangsangan baik secara internal maupun eksternal yang diterima seseorang pada suatu saat tertentu, yang meningkatkan atau menurunkan harapan terhadap munculnya hasil yang sangat diharapkan. Berbeda dengan konsep Rotter yang memandang locus of control sebagai internal ke eksternal, Hannah Levenson (1981) menyatakan bahwa locus of control mencakup tiga faktor, yaitu faktor internal (internality) yang mana mencakup keyakinan seseorang bahwa kejadian-kejadian dalam hidupnya ditentukan terutama oleh kemampuan dirinya sendiri, faktor powerful others (kekuatan orang lain) yang mana mencakup keyakinan seseorang bahwa kejadiankejadian dalam hidupnya ditentukan terutama oleh orang lain yang berkuasa, dan faktor chance (kesempatan) yang mana mencakup keyakinan seseorang bahwa kejadian-kejadian dalam hidupnya ditentukan terutama oleh nasib, peluang, dan keberuntungan. Menurut model Levenson, salah satu dari ketiganya dapat mendukung masing-masing dimensi locus of control secara independen dan pada waktu bersamaan. Misalnya, seseorang secara bersamaan mungkin percaya bahwa baik diri sendiri dan kekuatan orang lain mempengaruhi hasil, namun kesempatan tidak. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek locus of control. Dari berbagai pendapat diatas, meliputi potensi perilaku, harapan, nilai unsur penguat, dan suasana psikologis. Serta internality, powerful others, change. Dapat 11
dilihat bahwa banyak karakteristik yang baik berhubungan dengan locus of control internal. Meskipun demikian tidak selalu individu yang berorientasi internal selalu melakukan hal-hal yang positif. 2.2 KEMANDIRIAN 2.2.1.Pengertian Kemandirian Menurut teori Psychological needs Murray, 1994 (dalam Yulianti, 2004) perilaku psikologis manusia digerakkan oleh sejumlah kebutuhan psikologis. Ada dua kebutuhan yang terdapat dalam diri manusia yaitu kebutuhan untuk berdiri sendiri (need for autonomy) dan kebutuhan untuk bergantung (needs for deference) Mu tadin (2002) mengatakan bahwa kemandirian merupakan suatu sikap individu yang diperoleh secara komulatif selama perkembangan dimana individu akan terus belajar untuk bersikap mandiri dalam menghadapi berbagai situasi di lingkungan, sehingga individu pada akhirnya akan mampu berpikir dan bertindak sendiri. Kemandirian menurut Barnadib, 1982 (dalam Mu tadin, 2002) meliputi perilaku mampu berinisiatif, mampu menghadapi hambatan atau masalah, mempunyai rasa percaya diri dan dapat melakukan sesuatu sendiri tanpa bantuan orang lain. Pendapat tersebut juga diperkuat oleh Kartini dan Deli, 1987 (dalam Mu tadin, 2002) yang mengatakan bahwa kemandirian adalah hasrat untuk mengerjakan segala sesuatu bagi diri sendiri. 12
Secara singkat dapat disimpulkan bahwa kemandirian mengandung pengertian : 1. Suatu keadaan di mana seseorang yang memiliki hasrat bersaing untuk maju demi kemajuan dirinya. 2. Mampu mengambil keputusan dan inisiatif untuk mengatasi masalah yang dihadapi. 3. Memiliki kepercayaan diri dalam mengerjakan tugas-tugasnya. 4. Bertanggung jawab terhadap apa yang dilakukannya. Kemandirian merupakan suatu sikap individu yang diperoleh secara kumulatif selama perkembangan, di mana individu akan terus belajar untuk bersikap mandiri dalam menghadapi berbagai situasi di lingkungan sehingga individu pada akhirnya akan mampu berpikir dan bertindak sendiri. Dengan kemandiriannya seseorang dapat memilih jalan hidupnya untuk dapat berkembang dengan lebih mantap. Berdasarkan beberapa pendapat yang telah dikemukakan, penulis menyimpulkan bahwa kemandirian merupakan suatu tingkah laku yang bersumber dari dalam individu, sehingga dapat mencari jalan keluar bagi masalah yang sedang dihadapi, memiliki inisiatif, tanggung jawab, tekun, percaya diri, mampu mengerjakan sesuatu tanpa bantuan dari orang lain, mampu berinteraksi dengan orang lain, merasa puas dengan usahanya, ada kontrol diri, memungkinkan untuk bertindak bebas, mampu melakukan tindakan secara tepat, mengarahkan tingkah laku ke arah kesempurnaan dan bersikap eksploratif. 13
2.2.2. Aspek-aspek Kemandirian Masrun, 1986 (dalam Yulianti, 2004) mengemukakan bahwa ada lima aspek penting dalam kemandirian, yaitu: 1. Bebas bertanggung jawab Bebas bertanggung jawab dalam hal ini mengandung arti bahwa tindakan yang dilakukan individu atas kehendak sendiri bukan karena orang lain dan tidak tergantung pada orang lain. 2. Progresif dan ulet Aspek ini ditunjukkan dengan usaha mengejar prestasi, penuh ketekunan, merencanakan serta mewujudkan harapan-harapannya, melakukan berbagai cara untuk mencapai tujuan, dan menyukai hal-hal yang menantang. 3. Inisiatif Aspek ini ditunjukkan dengan kemampuan untuk berfikir dan bertindak secara original, kreatif, suka mencoba-coba, mempunyai hal-hal baru dan penuh inisiatif. 4. Pengendalian diri Aspek ini ditunjukkan dengan mempunyai perasaan mampu mengatasi masalah yang dihadapi, mampu mengendalikan tindakan serta mampu mempengaruhi lingkungan dan mengenal diri sendiri. 5. Kemantapan diri Aspek ini ditunjukkan dengan merasa percaya pada kemampuan sendiri, dapat menerima, memperoleh kepuasan dari usaha sendiri dan tidak mudah terpengaruh orang lain. kemandirian: Afiatin, 1993 (dalam Yulianti, 2004) menyatakan ada 8 (delapan) aspek a. Mampu mengerjakan tugas rutin Aspek ini ditunjukkan oleh kemampuan untuk mengerjakan pekerjaan sehari-hari. b. Mampu mengatasi masalah Aspek ini ditunjukkan oleh kemampuan untuk mengatasi masalah tanpa bantuan orang lain. c. Memiliki inisiatif Aspek ini ditunjukkan oleh kemampuan untuk berfikir, bertindak emosional, serta memiliki inisiatif demi kemajuan diri. 14
d. Mempunyai rasa percaya diri Aspek ini ditunjukkan oleh kemampuan untuk mengerjakan sesuatu dengan penuh rasa percaya diri dan tidak terpengaruhi dengan orang lain. e. Mengarahkan tingkah lakunya menuju kesempurnaan diri Aspek ini ditunjukkan oleh kemampuan untuk bersikap baik dan serta dapat menempatkan diri dengan baik pula. f. Memperoleh kepuasan dari usahanya Aspek ini ditunjukkan oleh kemampuan untuk menghargai jerih payah sendiri. g. Memiliki kontrol diri atau mampu mengendalikan tindakan Aspek ini ditunjukkan oleh kemampuan untuk mengontrol diri dalam bersikap untuk dapat menghadapi sesuatu. h. Memiliki sifat eksploratif Aspek ini ditunjukkan oleh kemampuan untuk berfikir luas dan bebas. Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini akan mengacu aspek-aspek kemandirian menurut Masrun dkk, antara bebas bertanggung, progresif dan ulet, inisiatif, pengendalian diri dan kemantapan diri, karena aspek yang digunakan sudah mencakup semua yang dikemukakan oleh afiatin serta pendapat-pendapat ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa kemandirian merupakan suatu tingkah laku yang bersumber dari dalam individu yang dimanifestasikan dalam tindakantindakan seperti: mampu mengatasi masalah diri sendiri, memiliki inisiatif, tekun dan memiliki rasa percaya diri. 2.2.3. Proses Perkembangan Kemandirian 15
Kemandirian dapat berkembang dengan baik jika diberikan kesempatan untuk berkembang melalui latihan yang dilakukan secara terus-menerus dan dilakukan sejak dini. Dengan memberikan latihan-latihan diharapkan dengan bertambahnya usia akan bertambah pula kemampuan anak untuk berfikir secara objektif, tidak mudah dipengaruhi, berani mengambil keputusan sendiri, tumbuh rasa percaya diri, tidak tergantung kepada orang lain dan dengan kemandirian akan berkembang dengan baik. Kemandirian akan banyak memberikan dampak positif bagi perkembangan individu, maka sebaiknya kemandirian diajarkan pada anak sedini mungkin sesuai kemampuannya. 2.3 Hubungan antara Locus Of Control dengan Kemandirian Mahasiswa Bimbingan dan Konseling Mahasiswa layak mengembangkan inisiatif bakat, minat, kreativitas, produktivitas serta kemandiriannya. Apalagi sebagai mahasiswa program studi Bimbingan dan Konseling dituntut untuk memiliki kemandirian, mengenali pribadi masing-masing dengan cara mengenali sifat, karakter dan kemampuan yang dimiliki, mampu mengelola emosi dengan baik, mampu berhubungan baik dengan orang lain. Selain itu harus memiliki kemandirian dalam berbagai hal termasuk memiliki locus of control. Individu yang memiliki internal locus of control percaya bahwa nasib atau peristiwa dalam kehidupannya berada dibawah kontrol dirinya sendiri. Sebagai seorang mahasiswa bila mempunyai internal locus of control, cenderung memiliki tanggung jawab dan kemandirian atas tindakannya dan akan 16
berusaha mengarah pada perubahan yang positif. Individu yang memiliki external locus of control lebih cenderung bergantung pada orang lain atau pada situasi sehingga individu tidak mampu mengarahkan dan mengatur perilakunya. Jadi apabila mahasiswa memiliki internal locus of control tinggi maka kemandirian mahasiswa baik, bisa dilihat dari kemandiriannya dalam mengerjakan sesuatu, mengambil keputusan atau bertanggung jawab atas yang dilakukannya sedangkan apabila mahasiswa memiliki external locus of control rendah maka kemandirian mahasiswa kurang baik 2.4 Hipotesis Penelitian Berdasarkan uraian diatas, dapat ditarik hipotesis : H 0 : Tidak ada hubungan yang signifikan antara locus of control dengan kemandirian mahasiswa Bimbingan dan Konseling angkatan 2011 dan 2012. H 1 : Ada hubungan yang signifikan antara locus of control dengan kemandirian mahasiswa Bimbingan dan Konseling angkatan 2011 dan 2012. 17