BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab ini merupakan kesimpulan yang menjabarkan pernyataan singkat hasil temuan penelitian yang menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian. Kesimpulan penelitian akan dimulai dari proses pendirian radio komunitas, keterlibatan perempuan di pengelolaan dan produksi siaran radio, dan pengembangan kapasitas perempuan. Sub bab terakhir berisi rekomendasi yang memaparkan rekomendasi penelitian secara akademis dan kebijakan yang dapat diimplementasikan oleh lembaga penyiaran komunitas, masyarakat maupun akademisi. 5.1. Kesimpulan Secara umum, penelitian tentang relasi gender dalam praktik radio komunitas menyimpulkan bahwa pola keterlibatan perempuan di radio komunitas terdiri dari 1) pola aktif dan 2) pola pasif. Pola keterlibatan aktif, artinya perempuan terlibat aktif dalam pengelolaan radio, berperan sebagai pengurus radio, dan/atau terlibat dalam rancangan produksi siaran radio. Sementara pola keterlibatan pasif, artinya perempuan hanya berperan sebagai pendengar atau pengisi acara yang cenderung menunggu komando saat berpartisipasi di radio, membutuhkan bantuan dan dorongan pegiat lain dalam masa adaptasi di radio, dan kurang inisiatif dalam mengembangkan acara radio. Keterlibatan aktif dan pasif perempuan di radio banyak dipengaruhi oleh kehidupan sosial dan budaya di
242 masyarakatnya, akses informasi dan kesempatan bagi perempuan untuk mengembangkan diri, serta posisi dan wewenang perempuan di kepengurusan. Hal ini dapat dirunut sejak awal pendirian radio komunitas yang diinisiasi oleh laki-laki, keterlibatan perempuan dalam pengelolaan radio, dan peningkatan kapasitas diri perempuan di radio. Proses pendirian radio komunitas. Secara historis, momentum demokrasi, desentralisasi dan deregulasi yang tengah berlangsung di Indonesia tahun 1998 mendorong berkembangnya radio komunitas di wilayah pedesaan dan perkotaan, termasuk dua radio komunitas yang menjadi objek penelitian, yaitu: Radio Ruyuk FM di wilayah pedesaan dan Radio RAKITA FM di wilayah perkotaan. Pengesahan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran UU Penyiaran) dan Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Komunitas menunjukkan bahwa radio komunitas diakui negara sebagai bagian sistem penyiaran nasional. Para pemuda dari Desa Mandalamekar dan Kelurahan Sadang Serang kemudian mendirikan radio komunitas berdasarkan permasalahan utama komunitasnya, yaitu: Radio Ruyuk FM didirikan untuk mengembalikan fungsi hutan dan mengelola sumber mata air untuk lahan pertanian dan akses air bersih warga Desa Mandalamekar, Kabupaten Tasikmalaya; dan Radio RAKITA FM didirikan karena adanya permasalahan keamanan di sekitar rumah warga dan masalah sampah yang mengganggu kebersihan lingkungan dan mengakibatkan banjir di wilayah Kelurahan Sadang Serang, Kota Bandung.
243 Partisipasi masyarakat dalam proses pendirian radio komunitas dapat dilihat dari lembar legalitas dukungan mayoritas warga, bantuan tenaga dan materi untuk pembangunan studio, dan peran aktif warga dalam kegiatan radio. Radio komunitas dianggap mampu menjawab persoalan-persoalan komunitasnya dengan menyediakan forum, umpan balik dan interaksi dengan kepala desa, tokoh masyarakat dan warga komunitas lainnya. Radio komunitas juga telah menjadi pusat pertemuan komunitas untuk membicarakan dan mencari solusi atas persoalan-persoalan komunitas. Struktur organisasi radio komunitas. Pendirian radio komunitas yang diinisiasi oleh kelompok laki-laki mempengaruhi struktur organisasi radio komunitas. Pada awalnya, struktur organisasi radio komunitas, baik di Radio Ruyuk FM maupun Radio RAKITA FM, semua diisi oleh pegiat laki-laki. Peraturan perundangan yang mengatur keberadaan radio komunitas dan kebijakan lembaga/jaringan radio komunitas yang merekomendasikan perwakilan kelompok perempuan di radio komunitas belum sampai maknanya akan kesetaraan gender. Akses perempuan terhadap informasi dan pengembangan kapasitas perempuan masih terbatas dan belum menjadi agenda utama radio komunitas. Keterlibatan perempuan dalam pengelolaan radio komunitas. Dalam perkembangannya, para pegiat laki-laki mendorong dan mengajak perempuan untuk menjadi pegiat radio komunitas dengan peran sebagai penyiar, pengelola dan/atau produser acara. Di awal keterlibatannya, mayoritas pegiat perempuan di Radio Ruyuk FM dan Radio RAKITA FM membutuhkan masa penyesuaian untuk beraktivitas di radio karena mereka belum mempunyai informasi yang
244 cukup tentang radio komunitas. Mereka juga perlu mengasah keterampilan untuk siaran dan mengoperasikan alat siar radio. Hanya sedikit pegiat perempuan yang aktif dan berinisiatif mengelola kegiatan-kegiatan radio karena mereka mempunyai pengalaman di dunia pekerjaan, pernah menjadi penyiar di radio swasta, atau aktif berperan dalam kegiatan sosial. Pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki beberapa pegiat perempuan tersebut memberikan warna bagi pengelolaan radio komunitas. Dalam kepengurusan, beberapa pegiat perempuan menempati posisi yang strategis sebagai Bendahara, Sekretaris dan Penanggungjawab Acara. Kendati demikian, kebanyakan pengurus perempuan belum berperan sebagai perencana, pengambil keputusan dan pengorganisir segala sumber daya yang ada di radio komunitas. Posisi dan peran perempuan yang beragam dan strategis tersebut belum dianggap sebagai sumber daya potensial bagi kelangsungan radio komunitas sehingga perempuan masih menduduki posisi subordinat dalam kepengurusan radio. Perempuan dipandang strategis hanya pada posisi tertentu, seperti menggalang dana, mengumpulkan iuran, serta menyediakan makanan dan minuman saat rapat atau kegiatan off air radio. Integrasi subjek (perempuan) ke dalam ruang publik (radio komunitas) tetap tidak membuat perempuan setara dengan laki-laki, perempuan masih tersubordinasi. Di sisi lain, perempuan menghadapi hambatan psikologis (individu), struktural dan kultural dalam menyuarakan ide dan pikirannya dalam keterlibatannya di radio komunitas. Banyak pegiat perempuan yang hanya ingin sebagai penyiar dan tidak punya ambisi dalam kepengurusan radio komunitas.
245 Posisi mereka di luar aktivitas radio sebagai istri dan ibu rumah tangga sudah membuat mereka merasa nyaman dan aman. Budaya setempat menuntut perempuan untuk memprioritaskan pekerjaan rumah tangga, seperti istilah Sunda yang berbunyi perempuan diibaratkan pendek langkah, laki-laki diibaratkan panjang langkah. Dibandingkan dengan perempuan, laki-laki punya waktu, peluang dan keberanian lebih besar untuk beraktivitas di luar rumah. Sementara perempuan yang beraktivitas di luar rumah seringkali dinilai negatif oleh keluarga dan masyarakatnya. Stereotip ini menghambat langkah perempuan untuk beraktivitas di radio komunitas. Keterlibatan perempuan dalam produksi siaran radio komunitas. Pegiat perempuan mempunyai peluang dalam merancang program siaran tentang isu-isu komunitas dan isu-isu perempuan dari perspektif perempuan. Peluang ini dimanfaatkan oleh Ambu Pohaci yang mengusulkan siaran bahasa dan budaya Sunda Ngamumule Bahasa Sunda dan Ma Nini yang mengusulkan siaran Motivasi Kita. Meskipun nama kedua acara tersebut terkesan umum, namun isi siaran banyak membahas tentang masalah perempuan di rumah tangga, perempuan bekerja, peningkatan ekonomi bagi perempuan, dan kesehatan perempuan. Wawasan dan pengalaman yang dimiliki oleh Ambu Pohaci dan Ma memberikan kontribusi yang signifikan terhadap substansi siaran yang diasuhnya. Sementara pegiat perempuan lainnya lebih banyak mengasuh siaran yang telah ditentukan oleh kesepakatan rapat pengurus. Umumnya, penyiar perempuan mengisi acara hiburan atau acara yang berkaitan dengan kehidupan perempuan, belum sampai mendobrak stereotip dengan mengisi acara yang dikuasai oleh laki-
246 laki, seperti masalah pertanian, konservasi hutan, ketertiban dan keamanan warga, atau olahraga. Bagi kebanyakan pegiat perempuan, keberadaan radio komunitas lebih pada media hiburan, berbagi informasi, mencari teman, dan menyalurkan hobi. Radio komunitas kurang berperan dalam mendorong kesadaran perempuan bersikap lebih kritis menghadapi persoalan-persoalan komunitasnya. Struktur kekuasaan dalam kepengurusan radio cukup kuat untuk meredam perempuan memperluas kesadarannya dan mengaktualisasikan potensi dirinya. Peningkatan kapasitas perempuan. Keunikan masing-masing kompetensi dan kemampuan perempuan telah memberi warna bagi dinamika dan pengembangan kapasitas sumber daya manusia radio komunitas. Pengurus radio telah memberikan kesempatan bagi pegiat perempuan untuk mengikuti pelatihan atau forum-forum pertemuan di luar lembaga radio komunitasnya. Keikutsertaan perempuan di berbagai pelatihan membuat perempuan dapat memanfaatkan radio komunitas untuk mengangkat berbagai masalah komunitasnya, berbicara dengan perempuan lain tentang isu-isu komunitas, dan mengoptimalkan radio komunitas sebagai media informasi bagi kelompok-kelompok sosial perempuan. Namun, dalam beberapa kasus, perempuan masih terpinggirkan dalam prioritas pengiriman pegiat ke pelatihan, lokalatih ataupun forum-forum pertemuan. Perbedaan peran dan posisi perempuan dan laki-laki di radio komunitas mempengaruhi akses terhadap partisipasi perempuan dalam kegiatan pengembangan kapasitas. Hambatan pengembangan kapasitas perempuan ini tidak hanya bersumber dari kebijakan radio tetapi juga berasal dari diri perempuan yang
247 tidak percaya diri, tidak mendapat ijin dari suami atau keluarga, maupun kesulitan aksesibilitas perempuan ke lokasi pelatihan yang berada di luar desa atau kota. Oleh karena itu, kapasitas dan kompetensi perempuan perlu diupayakan dan ditingkatkan terus-menerus, terutama dalam hal kepemimpinan, pengelolaan radio, produksi siaran radio, dan keterampilan teknis mengoperasikan alat siar radio. Kebijakan pengurus radio dalam meningkatkan kapasitas perempuan merupakan komponen penting dalam pengelolaan radio dan menjadi agenda utama radio. Relasi gender dalam keterlibatan perempuan di radio komunitas. Keterlibatan perempuan di radio komunitas dikonstruksi oleh faktor struktur kekuasaan dalam budaya patriarki yang kuat terutama di masyarakat pedesaan yang membatasi peran-peran perempuan pada ruang publik di komunitasnya. Keterlibatan aktif perempuan di radio komunitas dalam berbagai peran di kepengurusan mendorong adanya perubahan relasi gender di tingkat budaya lokal, dari posisi perempuan yang subordinat menjadi relasi yang lebih setara. Perempuan mulai mengambil peran dalam mengelola dan memproduksi siaran radio. Keterlibatan perempuan pada pengelolaan radio komunitas dapat mereduksi dominasi posisi laki-laki dalam ruang publik di masyarakat pedesaan maupun perkotaan. Meskipun keadilan gender sudah berkembang, fakta mengindikasikan bahwa keterlibatan perempuan di radio komunitas belum sampai pada tahapan memberikan akses yang luas dan penuh bagi perempuan untuk mengelola radio, merancang dan menentukan isi siaran, serta memproduksi acara radio. Masih ada
248 pekerjaan rumah besar di radio komunitas yang harus dieksekusi, yaitu memberikan akses dan wewenang bagi perempuan untuk mengambil bagian dalam pengambilan keputusan. Radio komunitas yang berbasis komunitas dengan struktur relatif kecil memungkinkan perempuan berpartisipasi aktif dalam pengelolaan dan produksi siaran radio. 5.2. Rekomendasi Berdasarkan kesimpulan-kesimpulan penelitian yang telah diuraikan di atas, maka, rekomendasi kajian ini akan dibagi menjadi dua, yaitu rekomendasi akademis dan rekomendasi implementasi kebijakan. Secara akademis, penelitian ini mempunyai keterbatasan pada kajian yang mendalam tentang peraturan perundangan terkait lembaga penyiaran komunitas. Keberadaan radio komunitas diatur melalui Undang Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran Pasal 21 ayat 1), ayat 2) dan ayat 3) dan Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2005 Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Komunitas Pasal 1 ayat 1) dan ayat 2). Legalitas radio komunitas dikeluarkan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) melalui Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID). Adanya ijin dari Kominfo dengan berbagai syarat yang harus diajukan dan dilakukan oleh radio komunitas menunjukkan bentuk-bentuk intervensi pemerintah. Pengeluaran ijin siaran radio komunitas akan dibarengi dengan monitoring program siaran dan keberlanjutan siaran radio komunitas. Intervensi pemerintah tersebut secara langsung atau tidak langsung juga mempunyai
249 implikasi pada pengawasan siaran radio dan struktur pengelolaan radio komunitas. Bentuk-bentuk pertanyaan seperti: (1) apakah adanya peraturan pemerintah tersebut membuat radio komunitas merasa diawasi oleh pemerintah?; (2) apakah ada keterkaitan antara kebijakan pemerintah dengan relasi gender dalam struktur kepengurusan radio?; dan (3) apakah ada keterkaitan antara kebijakan pemerintah dengan struktur pengurus radio yang adil gender atau setara dengan yang tidak adil gender atau tidak setara? merupakan rekomendasirekomendasi penting yang belum disinggung dalam penelitian ini. Dalam konteks implementasi kebijakan, perlu adanya struktur yang berubah yang memungkinkan perempuan berperan sebagai motor penggerak, mempromosikan perempuan pada posisi kepemimpinan, dan memperjuangkan kepentingan perempuan dalam pengelolaan dan produksi siaran radio. Artinya, pengurus radio perlu memfasilitasi keterlibatan pegiat perempuan di semua tingkat pengambilan keputusan dan program siaran, dan mempromosikan perempuan pada posisi kekuasaan. Sementara untuk mendapatkan siaran dengan sudut pandang perempuan, perlu dilakukan peningkatan akses perempuan ke frekuensi untuk merancang program sendiri terkait isu-isu komunitas dan isu-isu perempuan di komunitasnya. Rancangan program yang disusun oleh perempuan tidak boleh terjebak hanya pada isu-isu perempuan, tetapi lebih luas daripada itu, yaitu isu-isu komunitas di bidang sosial, budaya, politik, ekonomi, pendidikan, maupun kesehatan. Untuk itu, perempuan perlu meningkatkan pengetahuan dan wawasannya melalui berbagai informasi yang mudah di akses secara bebas dan tanpa biaya. Keadilan
250 dan kesetaraan gender perlu dipahami bersama untuk memberikan kesempatan bagi perempuan berpartisipasi di radio komunitas untuk kesejahteraan dan pembangunan komunitasnya.