PROFIL KABUPATEN SAMPANG (2014) Tahun berdiri Jumlah penduduk Luas Wilayah km 2
|
|
- Leony Kurniawan
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 PROFIL KABUPATEN SAMPANG (2014) Tahun berdiri Jumlah penduduk Luas Wilayah km 2 Skor IGI I. 4,02 Anggaran pendidikan per siswa II rupiah per tahun III. Kota Yogyakarta KABUPATEN berada di peringkat SAMPANG Rangking IGI 30 1 dari 34 Kabupaten/ Kota yang diteliti. Total skor IGI sebesar Anggaran kesehatan per kapita IV Rangking Gender rupiah per tahun V. Keunggulan: 7.00 Rangking Investasi VI Anggaran pengentasan kemiskinan VII. Kelemahan: rupiah per tahun Rangking Lingkungan VIII IX. X. IPM ,78 XI. Rekomendasi: Pejabat Birokrasi Masyarakat Poli]k Sipil XII. Pendapatan per XIII. kapita Grafik Hasil IGI per Arena, Kabupaten Sampang Rp XIV. XV. Pertumbuhan ekonomi 4.71 % Masyarakat Ekonomi Anggaran lingkungan hidup rupiah per tahun Anggaran pemberdayaan perempuan rupiah per tahun Penduduk miskin 29% Pengangguran 2% Rasio rata- rata lama sekolah Laki- laki : Perempuan 1.39 Rasio tenaga medis per 1000 penduduk Gini rasio Rasio PAD terhadap PDRB 0,02 % Salah satu modal utama Kabupaten Sampang dalam melaksanakan pembangunan dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah adalah sumber daya manusia (SDM), khususnya perempuan. Data menunjukkan bahwa perempuan yang termasuk kategori usia produktif di daerah ini jauh lebih banyak daripada laki- laki. Sayangnya, modal ini belum dimanfaatkan secara maksimal. Hal ini terlihat dari temuan IGI yang menunjukkan fakta bahwa komitmen pemerintah daerah masih lemah terhadap pemberdayaan perempuan. Salah satunya tercermin dari minimnya alokasi anggaran pemberdayaan perempuan. Rasio lama sekolah perempuan di Sampang juga sangat kecil, yaitu rata- rata hanya 3,5 tahun. Belum baiknya komitmen pemberdayaan perempuan di Sampang patut diduga berawal dari hulu, yakni DPRD. Selaku lembaga yang memiliki kewenangan dalam menyusun dan menentukan anggaran, DPRD cenderung tidak melibatkan perempuan dalam prosesnya. Bahkan tidak ada satupun wakil perempuan di Badan Anggaran DPRD. Rasio lahan kritis 2 Terpaan media - per penduduk Partisipasi OMS -. Tingkat partisipasi politik dalam pilkada terakhir
2 I. HASIL INDEKS TATA KELOLA PEMERINTAH DI KABUPATEN SAMPANG Data statistik tahun 2012 menunjukkan bahwa dari 62, 82 persen penduduk Kabupaten Sampang masuk usia produktif (15-64 tahun). Dari jumlah usia produktif, 50,86 persennya perempuan dan sisanya, 49,14 persen, laki- laki. Namun hasil penelitian IGI 2014 justru menunjukkan bahwa pemerintah Sampang sangat sedikit mengalokasikan anggaran pemberdayaan perempuan, di mana setiap perempuan hanya mendapatkan anggaran sebesar Rp 556 per bulan. Ini diperparah dengan fakta bahwa pendidikan anak perempuan di Sampang jauh tertinggal dibandingkan dengan laki- laki, kendati data statistik menunjukkan bahwa keduanya tidak sampai lulus Sekolah Dasar (SD). Rasio lama sekolah anak perempuan 3,65 tahun berbanding 5,06 tahun pada laki- laki. Akibatnya, angka buta huruf di Sampang masih cukup tinggi. Berdasarkan data dalam angka Sampang tahun 2012, masih ada sekitar 32,30 persen masyarakat Sampang belum dapat membaca. Kecilnya anggaran pemberdayaan perempuan juga menjadi salah satu faktor Sampang menjadi daerah yang menduduki peringkat terendah dalam sub indeks gender IGI Seharusnya alokasi anggaran perempuan lebih banyak, agar mereka dapat mandiri, produktif, dan secara langsung meningkatkan pertumbuhan ekonomi, serta mengurangi angka kemiskinan yang jumlahnya sekitar 29 persen. Kabupaten Sampang yang memiliki luas wilayah km 2 terpilih mewakili Provinsi Jawa Timur dalam penelitian IGI Kriteria pemilihan wilayah didasarkan pada peringkat Pembangunan Manusia atau HDI tinggi, sedang, dan rendah dengan mengambil sampling secara acak satu kota atau kabupaten di setiap provinsi. Hasil IGI secara keseluruhan menempatkan Kabupaten yang berpenduduk jiwa (Statistik tahun 2012) ini berada di peringkat 30 dari 34 kabupaten/kota yang diukur. Temuan ini menguatkan hasil peringkat HDI yang juga menempatkan Sampang sebagai kabupaten dengan peringkat rendah. Di antara empat arena yang diukur, Arena Birokrasi memperoleh skor tertinggi dibanding tiga arena lainnya dengan perolehan skor 4,95. Sementara berturut- turut di belakangnya adalah arena Masyarakat Sipil dengan 4,67, Masyarakat Ekonomi 3,91, dan Pejabat Politik 2,73. Melihat skor per arena, maka diperlukan upaya yang sangat keras bagi semua pihak untuk memperbaiki nilai tata kelola pemerintahan daerah demi terwujudnya kesejahteraan rakyat Sampang. Dari enam prinsip yang diukur di arena Birokrasi tidak ada yang memiliki nilai baik. Pada prinsip Efektivitas, kendati mendapatkan nilai tertinggi, skornya hanya 4,99. Selanjutnya Efisiensi 4,49, Akuntabilitas 3,74, Keadilan 3,22, Transparansi 2,49, dan Partisipasi 1,76. Demikian juga dengan Arena Masyarakat Sipil, yang rendah. Tiga dari enam prinsip, yakni Transparansi (8,54), Efisiensi (5,61), dan Efektivitas (5,53) mendapat nilai di atas 5. Adapun
3 Keadilan (1,00), Akuntabilitas (3,73), dan Partisipasi (4,27) masih mendapatkan skor yang rendah. Skor Masyarakat Ekonomi disumbang oleh prinsip Keadilan (5,39), Akuntabilitas (4,96), Partisipasi (4,17), Efektivitas (3,88), Efisiensi (3,26). Prinsip Transparansi memperoleh skor terendah (1,00). Sementara itu hanya prinsip Efisiensi (6,21) yang memperoleh nilai di atas 5. Nilai tersebut tidak dapat mendongkrak nilai Arena Pejabat Politik karena prinsip- prinsip lainnya mendapatkan skor sangat rendah, di antaranya Transparansi (2,80), Akuntabilitas (2,22), Efektivitas (1,90), Partisipasi (1,41), Keadilan (1,14). Berikut merupakan tabel rapor kinerja tata kelola Kabupaten Sampang beserta perbandingannya dengan rata- rata skor perolehan per arena di 34 kabupaten/kota. IGI Kabupaten Sampang: 4,02 Nasional Sampang Partisipasi Transparansi Keadilan Akuntabilitas Efektivitas Arena Efisiensi Pejabat Politik 3,70 2,73 1,41 2,80 1,14 2,22 6,21 1,90 Birokrasi 6,38 4,95 1,76 2,49 3,22 3,74 4,49 4,99 Masyarakat Sipil 5,17 4,67 4,27 8,54 1,00 3,73 5,61 5,53 Masyarakat Ekonomi 4,23 3,91 4,17 1,00 5,39 4,96 3,26 3,88 I.1 Arena Pejabat Politik Arena Pejabat Politik, terdiri dari Kepala Daerah dan anggota DPRD, yang merupakan wakil rakyat. Keberadaan mereka dipilih secara langsung oleh masyarakat. Maka, sudah sepatutnya mereka memperjuangkan kepentingan sekaligus mempertanggungjawabkan kinerjanya kepada masyarakat. Untuk itu, dalam setiap perumusan dan pengambilan kebijakan, mereka harus mengedepankan prinsip partisipasi, transparansi, akuntabilitas, dan keadilan atau keadilan bagi masyarakat. Berdasarkan hasil IGI 2014, Arena Pejabat Politik di Sampang justru melakukan hal sebaliknya. Skor kinerja pejabat politik, terutama berkenaan dengan fungsi utama seperti pembuat kerangka kebijakan, perumusan anggaran, pengawasan dan kepemimpinan justru jauh dari harapan. Nilainya buruk dan jauh dari kata partisipatif, transparan, dan adil kepada para pemilihnya. Untuk lebih jelasnya, mari kita jabarkan satu per satu. Sebagai wakil rakyat yang mempunya tiga tugas utama (Kerangka Kebijakan, Penganggaran, dan Pengawasan), para anggota DPRD belum memaksimalkan kewenangannya. Memang hanya fungsi pengawasan yang menjadi tanggung jawab penuh DPRD. penganggaran dan perumusan kebijakan merupakan fungsi yang bersinggungan dengan Bupati/Wakil Bupati, sehingga kinerjanya menjadi tanggung renteng kedua lembaga tersebut.
4 Dalam fungsi Pengawasan, di DPRD Sampang berkinerja buruk sehingga mendapatkan skor sangat rendah, yaitu 1,80. Skor itu paling rendah di antara fungsi lainnya. kepemimpinan Bupati mendapatkan nilai tertinggi di antara fungsi lainnya, yakni 3,50. Partisipasi, Keadilan, Akuntabilitas, dan Efektivitas merupakan prinsip yang mendapatkan nilai terendah, yakni 1,00. Sedangkan Transparansi memperoleh skor 2,80 dan Efisiensi 5,76. Penyebab utama rendahnya skor partisipasi adalah belum aktifnya anggota dewan dalam berinteraksi dengan warga dalam hal pengawasan pemerintahan. Hal ini terlihat dari belum adanya pelembagaan pengaduan masyarakat baik melalui SMS, hotline, maupun website. Faktor berikutnya adalah masih rendahnya persentase anggota DPRD yang memiliki kanal partisipasi warga, baik melalui media sosial, blog, maupun rumah aspirasi. IGI 2014 juga menemukan bahwa besarnya biaya gaji dan tunjangan DPRD tidak berbanding lurus dengan kinerja anggotanya. Dengan alokasi anggaran masuk dalam 13 daerah dengan biaya anggota Dewan terbesar di antara 34 Kabupaten/Kota, kinerjanya justru terpuruk di peringkat kedua terburuk. Total biaya DPRD tahun 2012 kurang lebih Rp 18,5 miliar, dengan kata lain masing- masing 43 anggota mendapatkan uang Rp Bandingkan dengan anggaran pelayanan dasar yang disediakan pemerintah Sampang kepada setiap warganya. Setiap anak usia wajib belajar hanya mendapatkan anggaran Rp per tahun. Sementara tiap warga miskin hanya mendapatkan bantuan sebesar Rp per tahun. Setiap warga hanya mendapatkan jatah pelayanan kesehatan Rp per tahun. Rendahnya komitmen anggaran daerah terhadap pelayanan dasar publik juga menjadi tanggungjawab Bupati/Wakil Bupati selaku pejabat yang juga memiliki kewenangan menyusun anggaran. Ini juga yang menyebabkan skor prinsip Keadilan pada Penganggaran pejabat politik sangat rendah, 1,62. Tidak hanya itu, Prinsip Partisipasi juga mendapat skor rendah, 1,00. Penyebabnya adalah belum banyaknya pemangku kepentingan yang terlibat dalam rapat konsultasi publik proses penyusunan peraturan daerah APBD di eksekutif. lain yang menjadi tanggung jawab bersama adalah Kerangka Kebijakan, ironisnya justru mendapatkan skor yang juga rendah yaitu 1,92. Prinsip Keadilan mempeproleh skor 1,16. Akuntabilitas dan Efektivitas mendapatkan nilai sama yakni 1,00, menjadi prinsip yang mendapatkan skor paling rendah di antara skor lainnya. Penyebabnya adalah masih terbatasnya jumlah Perda dan produk hukum yang dihasilkan terkait perlindungan kelompok terpinggirkan (perempuan, anak, penderita HIV Aids, penyandang cacat dan lain- lain) di prinsip Keadilan. Sementara untuk Akuntabilitas adalah rendahnya persentase jumlah Perda yang disahkan dari Program Legislasi Daerah 2012 dan rata- rata tingkat kehadiran anggota DPRD dalam pembahaan Perda di Rapat Paripurna yang masih rendah. Pengesahan Perda tidak dibarengi dengan dikeluarkannya Peraturan Bupati tentang implementasi Perda, sehingga seringkali Perda yang telah disahkan belum dapat langsung diimplementasikan. Selain itu, jumlah Perda inisiatif yang dihasilkan dalam setahun juga masih sangat terbatas. Berdasarkan data ini, efektivitas pejabat politik dalam menjalankan fungsi pembuatan kerangka kebijakan masih sangat rendah
5 Kendati mendapatkan skor yang lebih besar di antara tiga fungsi lain, fungsi Kepemimpinan (3,50) belum dapat dikatakan lebih baik. Partisipasi dan Keadilan menjadi kelemahan utama yang harus dibenahi sebab sama- sama mendapatkan skor minimal, yakni (1,00). Minimnya persentase kehadiran Bupati di rapat Paripurna, serta belum adanya pelembagaan yang mengatur promosi dan rekruitmen pejabat pemerintah daerah menjadi alasan di balik rendahnya kedua prinsip tersebut. Di indikator lain, skor Efisiensi (7,64) dan Efektivitas (8,68) relatif tinggi. Persentase Anggaran Operasional Bupati/Walikota terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang cukup berimbang, nilai Evaluasi Kinerja Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (EKPPD) milik Kementerian Dalam Negeri, serta kecilnya rasio luas lahan kritis terhadap luas wilayah di Sampang menjadi faktor yang sangat menentukan dan membuat dua prinsip tersebut mendapatkan nilai tinggi. Skor fungsi utama dan prinsip Pejabat Politik dapat dilihat pada tabel berikut ini. per fungsi Partisipasi Transparansi Keadilan Akuntabilitas Efisiensi Efektivitas 1. Kerangka Kebijakan 1,92 2,72 2,80 1,16 1,00 3,68 1,00 2. Penganggaran 3,33 1,00 2,80 1,67 4,67 7,08 4,90 3. Pengawasan 1,84 1,00 2,80 1,00 1,00 5,76 1,00 4. Kepemimpinan 3,50 1,00 2,80 1,00 2,80 7,64 8,68 Dari penjelasan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa selain belum membuka diri untuk pelibatan masyarakat, dalam merumuskan dan menjalankan kebijakannya pejabat politik di Kabupaten Sampang juga jauh dari rasa adil. Maka pembenahan yang harus segera dilakukan adalah membuka kran partisipasi sebesar- besarnya dalam melaksanakan fungsi utamanya. Dari situlah proses penerapan prinsip- prinsip tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) di Sampang dapat diterapkan. II.2 Arena Birokrasi Sama halnya dengan Pejabat Politik, persoalan utama Arena Birokrasi adalah buruknya tingkat partisipasi di hampir semua fungsi utamanya, kecuali Pelayanan Publik (2,52). Pengumpul Pendapatan, Pengaturan Ekonomi, dan Penegakan Peraturan Daerah sama- sama mendapat nilai (1,00). Indikator utamanya: belum adanya dewan kesehatan dan pendidikan, unit pelayanan pengaduan masyarakat di Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda), forum reguler antara pemerintah kabupaten kota dan masyarakat untuk memperkuat iklim investasi, penciptaan lapangan kerja, dan pemberdayaan ekonomi rakyat, serta pelayanan pengaduan masyarakat di Kantor Satpol PP/Dinas Tramtib. Selain itu, Prinsip Transparansi juga bermasalah dengan hanya mendapatkan nilai tertinggi adalah (2,80) di tiga fungsi utama. Sedangkan transparansi di fungsi penegakan peraturan daerah mendapat nilai terendah, yakni (1,00). Temuan ini menunjukkan bahwa birokrasi di
6 Sampang masih setengah hati untuk terbuka kepada publik, kendati sudah ada UU Keterbukaan Informasi Publik yang wajib dipatuhi oleh daerah. Indikator- indikator yang ada pada prinsip transparansi menggunakan uji akses terhadap dokumen- dokumen publik yang ada di birokrasi, seperti akses terhadap dokumen keuangan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), akses terhadap informasi seputar biaya dan prosedur seputar pelayanan publik, pengurusan izin usaha, kemudahan akses terhadap potensi penerimaan daerah yang ada di Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan Asset Daerah (DPKAD) dan lain- lain. Tidak hanya itu, secara keseluruhan fungsi penegakan peraturan daerah menjadi yang terendah dengan rata- rata (1,03), dimana angka tertinggi ada di prinsip efisiensi (1,33). Lima prinsip lainnya masing- masing mendapat 1,00. Secara eksplisit, temuan ini menunjukkan bahwa kinerja Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Sampang belum maksimal. Perbandingan antara jumlah anggota Satpol PP dan penduduk belum ideal. Selain itu, mekanisme pengaduan masyarakat belum ada serta tertutupnya akses terhadap laporan operasi penertiban atas pelanggaran Perda. Pada akhirnya kondisi ini menjadikan kinerja mereka secara keseluruhan tidak efektif dan efisien. Per Partisipasi Transparansi Keadilan Akuntabilitas Efisiensi Efektivitas 1. Pelayanan Publik 2. Pengumpul Pendapatan Daerah 3. Pengaturan Ekonomi 4. Penegakan Peraturan Daerah 4,05 2,52 2,80 4,25 4,66 5,97 4,38 4,98 1,00 2,80 3,26 6,85 8,38 8,69 1,88 1,00 2,80 1,03 1,00 1,00 4,89 1,03 1,00 1,00 1,00 1,00 1,33 1,00 Kinerja di atas tidak sebanding dengan besarnya anggaran operasional yang dikeluarkan untuk membiayai birokrasi. Untuk belanja pegawai saja, Pemerintah Sampang harus mengeluarkan uang sebesar Rp ,58 per tahun, terbesar kedua setelah Kabupaten Banjar dan Provinsi Kalimantan Selatan. Jumlah itu jauh lebih besar dibandingkan anggaran belanja pegawai peringkat pertama IGI 2014, yakni Kota Yogyakarta yang hanya mengeluarkan uang Rp per tahun. Sudah saatnya birokrasi Kabupaten Sampang berbenah diri di semua fungsi. Hal itu bisa dilakukan dengan peningkatan kualitas pelayanan publik, perbaikan proses pengaturan ekonomi dan pengumpul pendapatan daerah untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), serta menegakkan peraturan daerah untuk sebesar- besarnya menyejahterakan rakyat Sampang. II.3 Arena Masyarakat Sipil Persoalan utama arena masyarakat sipil di Sampang adalah rendahnya skor Keadilan (1,00), bahkan sama- sama rendah di dua fungsi utama, yakni pemberdayaan masyarakat dan
7 monitoring serta advokasi. Ini disebabkan oleh karena distribusi isu- isu yang diperjuangkan masyarakat sipil di Sampang, dan sebaran variasi isu publik yang diadvokasikan oleh Organisasi Masyarakat Sipil belum merata. Jika dilihat lebih dalam seputar skor arena masyarakat sipil pada fungsi pemberdayaan masyarakat, akan diperoleh angka yang sangat bervariasi. Dari Keadilan (1,00), Partisipasi (4,79), Akuntabilitas (3,87), Efisiensi (5,61), Efektivas (4,36), hingga angka sempurna yang didapat oleh Transparansi (10,00). Nilai sangat baik yang diperoleh transparansi di dasarkan pada mudahnya peneliti dalam mengakses informasi seputar lokasi atau komunitas binaan program pemberdayaan masyarakat. Frekuensi update website juga cukup sering sehingga publik dapat melihat program yang sedang dilaksanakan dan mendapatkan data seputar laporan aktivitas, bahkan tidak jarang laporan keuangan lembaga. Per Partisipasi Transparansi Keadilan Akuntabilitas Efisiensi Efektivitas 1. Pemberdayaan Masyarakat 4,96 4,79 10,00 1,00 3,87 5,61 4,36 2. Monitoring dan Advokasi 4,28 3,57 6,61 1,00 3,54 5,61 7,16 Pada fungsi monitoring dan advokasi, skor transparansi juga cukup tinggi, meskipun tidak menjadi yang tertinggi di antara prinsip- prinsip lainnya, yakni (6,61). Kemudahan peneliti IGI dalam mengakses informasi seputar kelembagaan, program, maupun keuangan menjadi indikator pengungkit sehingga skornya tinggi. Kondisi ini dapat menjadi contoh bagi arena Pejabat Politik maupun Birokrasi di Sampang yang sejauh ini belum mau transparan kepada publik. Masyarakat sipil di Sampang juga bisa dengan lantang menuntut pemerintah lebih transparan, karena mereka telah terlebih dulu melaksanakannya. Sementara itu, skor tertinggi untuk fungsi monitoring dan advokasi adalah Efektivitas (7,16), di mana kontribusi masyarakat sipil dalam berbagai sektor di Sampang cukup signifikan. Tingkat partisipasi politik di pilkada terakhir, berdasarkan data KPUD Sampang, juga cukup besar dibandingkan dengan wilayah penelitian lain, yakni sebesar 75 persen. Namun demikian, secara keseluruhan mereka perlu berbenah, terutama pada prinsip Akuntabilitas di kedua fungsi yang mendapatkan skor terendah kedua setelah Keadilan. Belum baiknya kualitas laporan program dan keuangan lembaga, prosedur monitoring dan evaluasi yang belum baku, serta belum patuhnya organisasi terhadap kepatuhan dan ketentuan dalam membayar pajak (SPT/NPWP) menjadi beberapa indikator yang menyebabkan skor akuntabilitas masyarakat sipil cukup rendah. Meningkatkan kualitas keadilan, akuntabilitas, dan partisipasi menjadi langkah yang perlu dilakukan untuk memperbaiki skor kinerja masyarakat sipil di Sampang. Di sisi lain, modal utama mereka, yakni semangat keterbukaan perlu dijaga dan ditingkatkan agar kepercayaan publik semakin besar.
8 II.4 Arena Masyarakat Ekonomi Secara keseluruhan, nilai Arena Masyarakat Sipil di Sampang mendapatkan skor 3,91, dan menjadi yang terendah kedua setelah pejabat politik. Dari dua fungsi utama, Pemberdayaan Ekonomi Lokal (4,19) mendapat skor relatif lebih tinggi dibanding fungsi Perlindungan Kepentingan Bisnis (3,09). Persoalan utama di masyarakat sipil juga sama dengan arena lain, yakni Transparansi yang mendapatkan skor (1,00) di dua fungsi. Sulitnya mengakses informasi kegiatan dan keuangan asosiasi- asosiasi bisnis besar (HIPMI, Gapensi dan Kadin), dan belum tersedianya akses informasi terhadap program pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) di Asosiasi Bisnis Besar (HIPMI, Gapensi dan Kadin) menjadi faktor rendahnya skor transparansi. Sebagai bagian dari tata kelola pemerintahan, sudah sewajarnya masyarakat ekonomi lebih terbuka terhadap publik, hal ini untuk menciptakan kepercayaan publik kepada para pengusaha. Rata- rata Partisipasi Transparansi Keadilan Akuntabilitas Efisiensi Efektivita s 1. Perlindungan Kepentingan Bisnis 2. Pemberdayaan Ekonomi Lokal 3,09 1,00 1,00 4,50 5,71 4,50 1,00 4,19 5,07 1,00 5,64 4,64 2,72 4,93 Secara keseluruhan, perolehan skor enam prinsip di dua fungsi utama masyarakat sipil mendapatkan nilai yang relatif rendah yaitu dalam rentang 1-5. Untuk itu, diperlukan upaya sungguh- sungguh agar skor masyarakat sipil lebih baik.
INDEKS TATAKELOLA PEMERINTAHAN PROVINSI RIAU
INDEKS TATAKELOLA PEMERINTAHAN PROVINSI RIAU Nurhamlin, Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Riau ABSTRAKS Indonesia Governance Index (IGI) merupakan pengukuran kinerja tatakelola
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 2004 TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN KARIMUN NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN ORGANISASI LEMBAGA TEKNIS DAERAH KABUPATEN KARIMUN
PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARIMUN NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN ORGANISASI LEMBAGA TEKNIS DAERAH KABUPATEN KARIMUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARIMUN, Menimbang : a.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kepada daerah. Di samping sebagai strategi untuk menghadapi era globalisasi,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam era reformasi ini, pemerintah dituntut untuk melakukan perubahan mendasar pada sistem pemerintahan yang ada. Salah satu perubahan mendasar yang dimaksud
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN SINJAI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG
PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA TEKNIS DAERAH DAN LEMBAGA LAIN LINGKUP PEMERINTAH KABUPATEN SINJAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
Lebih terperinciBAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH
BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH A. KONDISI UMUM 1. PENCAPAIAN 2004 DAN PRAKIRAAN PENCAPAIAN 2005 Pencapaian kelompok Program Pengembangan Otonomi Daerah pada tahun 2004, yaitu
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN DEMAK TAHUN 2008 NOMOR : 7
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DEMAK TAHUN 2008 NOMOR : 7 PERATURAN DAERAH KABUPATEN DEMAK NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA TEKNIS DAERAH, SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DAN KANTOR PELAYANAN
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 2004 TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk
Lebih terperinciBUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KABUPATEN BANYUWANGI
1 BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KABUPATEN BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI, Menimbang
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN AGAM NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA TEKNIS DAERAH
PERATURAN DAERAH KABUPATEN AGAM NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA TEKNIS DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI AGAM, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 2004 TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan
Lebih terperinciLaporan Kinerja Pemerintah Kabupaten Bangka Barat Tahun 2014 DAFTAR ISI
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ------------------------------------------------------------------------------------------------------ i DAFTAR ISI ------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Lebih terperinciBUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER
SALINAN BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN, Menimbang Mengingat :
Lebih terperinciBAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH
BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH A. KONDISI UMUM 1. PENCAPAIAN 2004 DAN PRAKIRAAN PENCAPAIAN 2005 Pencapaian kelompok
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keputusan politik pemberlakuan otonomi daerah yang dimulai sejak tanggal 1 Januari 2001, telah membawa implikasi yang luas dan serius. Otonomi daerah merupakan fenomena
Lebih terperincibirokrasi, agar dapat ditetapkan langkah deregulasi dan/atau reregulasi sesuai kebutuhan regulasi yang menjadi tanggung jawab Kementerian Dalam
RINGKASAN EKSEKUTIF Di dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara, ditetapkan bahwa Kementerian Dalam Negeri merupakan salah satu unsur kementerian/ lembaga yang memiliki tugas
Lebih terperinciBUPATI ALOR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
BUPATI ALOR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR,
Lebih terperinciLaporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah Kabupaten Gunungkidul Tahun 2014 KATA PENGANTAR
KATA PENGANTAR Atas rahmat Tuhan Yang Maha Esa, Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah dapat diselesaikan untuk memenuhi ketentuan Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN NUNUKAN
PEMERINTAH KABUPATEN NUNUKAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN NUNUKAN NOMOR 03 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN, SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KABUPATEN NUNUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO,
BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERIAN TUNJANGAN KHUSUS KEPADA POLISI PAMONG PRAJA PADA SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA TEKNIS DAERAH KABUPATEN BANYUMAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA TEKNIS DAERAH KABUPATEN BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUMAS, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN Hal ini berdasarkan dikeluarkannya Undang Undang No. 22 tahun 1999
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Kebijakan otonomi daerah mulai dilaksanakan secara penuh pada Januari 2001. Hal ini berdasarkan dikeluarkannya Undang Undang No. 22 tahun 1999 tentang otonomi daerah
Lebih terperinciTinjauan Sosial Tata Kelola Pemerintahan Kalimantan Selatan. Oleh: Alfisyah
Tinjauan Sosial Tata Kelola Pemerintahan Kalimantan Selatan Oleh: Alfisyah Pendahuluan Sebagai negara yang sedang mengalami pertumbuhan cepat, Indonesia memerlukan suatu sistem pengelolaan yang ideal,
Lebih terperinciANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH JEMBER TAHUN ANGGARAN 2016
ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN JEMBER TAHUN ANGGARAN 2016 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah merupakan rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang dibahas dan disetujui bersama
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan suatu Negara untuk tujuan menghasilkan sumber daya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan manusia merupakan salah satu syarat mutlak bagi kelangsungan hidup bangsa dalam rangka menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas. Menciptakan pembangunan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA TEKNIS DAERAH KABUPATEN BANYUMAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA TEKNIS DAERAH KABUPATEN BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUMAS, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN BARITO UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA
20 PEMERINTAH KABUPATEN BARITO UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KABUPATEN BARITO UTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 10 TAHUN 2008
No. 10, 2008 LEMBARAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 10 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH PROVINSI KALIMANTAN
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 232
Lebih terperinciKATA PENGANTAR. Cibinong, Maret 2014 Bupati Bogor, RACHMAT YASIN
KATA PENGANTAR Alhamdulillah, segala puji dan syukur senantiasa kita panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan hidayah-nya, maka Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP)
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:
Lebih terperinciPEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012
1 PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR : 04 TAHUN 2008 TENTANG
PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR : 04 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA INSPEKTORAT, BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH, DAN LEMBAGA TEKNIS DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR
Lebih terperinciLAMPIRAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG
LAMPIRAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NO: 4 2010 SERI : D PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 4 TAHUN 2010 TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KABUPATEN KARAWANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
Lebih terperinci2017, No Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); M
No.73, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PEMERINTAH DAERAH. Penyelenggaraan. Pembinaan. Pengawasan. Pencabutan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6041) PERATURAN
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN MELAWI
PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MELAWI NOMOR 12 TAHUN 2011 T E N T A N G KETERBUKAAN INFORMASI DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATEN
Lebih terperinciNOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI PURWAKARTA,
PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWAKARTA, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan
Lebih terperinciPemerintahan Desa diselenggarakan oleh Pemerintah Desa
PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DESA BERDASARKAN PERDA KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 3 TAHUN 2015 Pemerintahan Desa diselenggarakan oleh Pemerintah Desa Pemerintah Desa adalah kepala Desa yang dibantu oleh perangkat
Lebih terperinciBAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI
BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI SKPD Analisis Isu-isu strategis dalam perencanaan pembangunan selama 5 (lima) tahun periode
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bergulirnya reformasi membawa perubahan dalam segala bidang. kehidupan berbangsa dan bernegara, termasuk di dalamnya pengelolaan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bergulirnya reformasi membawa perubahan dalam segala bidang kehidupan berbangsa dan bernegara, termasuk di dalamnya pengelolaan pemerintah daerah yang sebelumnya cenderung
Lebih terperinciBUPATI BULUNGAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG
SALINAN BUPATI BULUNGAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH KABUPATEN BULUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LD 42 2008 R PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 27 TAHUN 2008 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI KECAMATAN DAN KELURAHAN KABUPATEN GARUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2012
PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2012 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HULU SUNGAI SELATAN,
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO,
BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PEMBERIAN TUNJANGAN KHUSUS KEPADA POLISI PAMONG PRAJA PADA SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. pengaruh yang cukup luas pada tata kehidupan masyarakat, baik secara nasional
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi daerah secara langsung maupun tidak langsung telah membawa pengaruh yang cukup luas pada tata kehidupan masyarakat, baik secara nasional maupun lokal. Namun
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LD 42 2008 R PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 27 TAHUN 2008 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI KECAMATAN DAN KELURAHAN KABUPATEN GARUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
Lebih terperinciPROVINSI SULAWESI SELATAN
PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI BARRU NOMOR 74 TAHUN 2016 TENTANG INDIKATOR KINERJA UTAMA PEMERINTAH KABUPATEN BARRU TAHUN 2016-2021 BUPATI BARRU, Menimbang: a. bahwa berdasarkan ketentuan dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pengesahan Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa oleh mantan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Awal tahun 2014 lalu, masyarakat Indonesia dihebohkan dengan adanya pengesahan Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa oleh mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Lebih terperinciWALIKOTA KEDIRI PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KOTA KEDIRI
SALINAN WALIKOTA KEDIRI PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KOTA KEDIRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KEDIRI, Menimbang
Lebih terperinciBUPATI POLEWALI MANDAR PROVINSI SULAWESI BARAT
BUPATI POLEWALI MANDAR PROVINSI SULAWESI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN POLEWALI MANDAR NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola kehidupan sosial, politik dan ekonomi di Indonesia. Desentralisasi keuangan dan otonomi daerah
Lebih terperincipenduduknya bekerja sebagai petani dan tingkat pendidikan relatif rendah, dengan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Desa adalah bentuk pemerintahan terkecil yang ada di Indonesia, mayoritas penduduknya bekerja sebagai petani dan tingkat pendidikan relatif rendah, dengan pimpinan
Lebih terperinciPEMERINTAH KOTA KEDIRI
PEMERINTAH KOTA KEDIRI PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG TRANSPARANSI DAN PARTISIPASI DALAM PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KEDIRI, Menimbang
Lebih terperinciPartnership Governance Index
Partnership Governance Index Mengukur Tata Pemerintahan yang Demokratis Merupakan suatu kesepakatan di kalangan dan di antara akademisi dan praktisi internasional bahwa kualitas tata pemerintahan sangat
Lebih terperinciKINERJA TATA KELOLA PROVINSI RIAU
KINERJA TATA KELOLA PROVINSI RIAU SEKILAS TENTANG IGI Indonesia Governance Index (IGI) adalah pengukuran kinerja tata kelola pemerintahan (governance) di Indonesia yang sangat komprehensif. Pada saat ini
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal
Lebih terperinciPERJALANAN DINAS PEDOMAN PERBUP KABUPATEN KEPULAUAN ARU NO. 4 TAHUN
PERJALANAN DINAS PEDOMAN PERBUP KABUPATEN KEPULAUAN ARU NO. 4 TAHUN PERATURAN BUPATI KABUPATEN KEPULAUAN ARU TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERJALANAN DINAS DALAM NEGERI BAGI PEJABAT, PEGAWAI NEGERI SIPIL
Lebih terperinciPEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2009
PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG KERJA SAMA PENYELENGGARAAN PELAYANAN KESEHATAN GRATIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR
Lebih terperinciBAB 10 PEDOMAN TRANSISI DAN KAIDAH PELAKSANAAN
BAB 10 PEDOMAN TRANSISI DAN KAIDAH PELAKSANAAN RPJMD merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program unggulan Bupati dan Wakil Bupati Malinau 2016-2021 yang memuat strategi dan arah kebijakan perwujudan
Lebih terperinciBAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN
BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1 Arah Kebijakan Ekonomi Daerah 3.1.1 Kondisi Ekonomi Daerah Tahun 2011 dan Perkiraan Tahun 2012 Kerangka Ekonomi Daerah dan Pembiayaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan UU. No 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah bahwa
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sesuai dengan UU. No 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah bahwa penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan
Lebih terperinciBERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 10 TAHUN 2008 PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG
BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG PERATURAN BUPATI SUMEDANG TENTANG PETUNJUK TEKNIS PEMBENTUKAN DAN PENYELENGGARAAN FORUM DELEGASI MUSRENBANG KABUPATEN SUMEDANG SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN SUMEDANG 2008
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJAR,
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJAR, Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 27 ayat
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 09 TAHUN 2008 TENTANG
SALINAN PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 09 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KABUPATEN LAMONGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN BINTAN TAHUN 2011 NOMOR 7
1 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BINTAN TAHUN 2011 NOMOR 7 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KABUPATEN BINTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BINTAN,
Lebih terperinciBAB VII P E N U T U P
BAB VII P E N U T U P Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Bupati Akhir Tahun 2012 diharapkan dapat memberikan gambaran tentang berbagai capaian kinerja, baik makro maupun mikro dalam penyelenggaraan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. upaya-upaya secara maksimal untuk menciptakan rerangka kebijakan yang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Di era perdagangan bebas atau globalisasi, setiap negara terus melakukan upaya-upaya secara maksimal untuk menciptakan rerangka kebijakan yang mampu menciptakan
Lebih terperinciPERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 106 Tahun 2008 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PEMBENTUKAN DAN PENYELENGGARAAN FORUM DELEGASI MUSRENBANG KABUPATEN SUMEDANG
PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 106 Tahun 2008 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PEMBENTUKAN DAN PENYELENGGARAAN FORUM DELEGASI MUSRENBANG KABUPATEN SUMEDANG BUPATI SUMEDANG Menimbang : a. bahwa pembangunan Daerah
Lebih terperinciPERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG
PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG PENGENDALIAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG TAHUN 2005-2025 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMEDANG,
Lebih terperinciKATA PENGANTAR. Cibinong, Maret Bupati Bogor, Hj. NURHAYANTI LAPORAN KINERJA PEMERINTAH (LAKIP) KABUPATEN BOGOR
KATA PENGANTAR Alhamdulillah, segala puji dan syukur senantiasa kita panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan hidayah-nya, maka Laporan Kinerja Pemerintah Kabupaten Bogor Tahun 2015 dapat
Lebih terperinciBUPATI KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 09 TAHUN 2013 TENTANG
BUPATI KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 09 TAHUN 2013 TENTANG PERENCANAAN, PELAKSANAAN PEMBANGUNAN DAN PEMANFAATAN SERTA PENDAYAGUNAAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT
PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN BARAT, Menimbang
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LD 41 2008 R PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN ORGANISASI SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KABUPATEN GARUT DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai sebuah Negara dibangun diatas dan dari desa, desa
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai sebuah Negara dibangun diatas dan dari desa, desa merupakan pelopor sistem demokrasi yang otonom dan berdaulat penuh. Sejak lama, desa telah
Lebih terperinciPENINGKATAN KINERJA MELALUI ANGGARAN BERBASIS KINERJA PADA SEKSI ANGGARAN DINAS PENDAPATAN DAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BINTAN
PENINGKATAN KINERJA MELALUI ANGGARAN BERBASIS KINERJA PADA SEKSI ANGGARAN DINAS PENDAPATAN DAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BINTAN Oleh : NAMA : HASIS SARTONO, S.Kom NIP : 19782911 200312 1 010
Lebih terperinciBAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN
BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1 VISI Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional menjelaskan bahwa visi adalah rumusan umum mengenai keadaan yang diinginkan
Lebih terperinciWALIKOTA SURAKARTA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG
WALIKOTA SURAKARTA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH KOTA SURAKARTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURAKARTA,
Lebih terperinciBUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN
BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANAH BUMBU, Menimbang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rencana Kerja Satuan Perangkat Kerja Daerah (Renja SKPD) merupakan dokumen perencanaan resmi SKPD yang dipersyaratkan untuk mengarahkan pelayanan publik Satuan Kerja
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, bahwa penyelenggaraan desentralisasi dilaksanakan dalam bentuk pemberian kewenangan Pemerintah
Lebih terperinciAPBD KOTA YOGYAKARTA TAHUN ANGGARAN 2018
APBD KOTA YOGYAKARTA TAHUN ANGGARAN 2018 1. Tema pembangunan tahun 2018 : Meningkatnya Pelayanan Publik yang Berkualitas Menuju Kota Yogyakarta yang Mandiri dan Sejahtera Berlandaskan Semangat Segoro Amarto.
Lebih terperinciPEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG
PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG PERATURAN DAERAH KOTA TANJUNGPINANG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KANTOR SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KOTA TANJUNGPINANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA
LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA Nomor 05 Tahun 2012 PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 05 TAHUN 2012 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN LUWU UTARA
PEMERINTAH KABUPATEN LUWU UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU UTARA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN LUWU UTARA TAHUN 2010-2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciBUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PELAYANAN TERPADU SATU PINTU
BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, Menimbang : bahwa untuk
Lebih terperinciKata Pengantar menuju Bintan yang maju, sejahtera dan berbudaya
Kata Pengantar Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan Rahmat dan karunia-nya yang tidak terhingga bagi bangsa dan negara tercinta ini, sehingga kita dapat selalu berikhtiar untuk meningkatkan
Lebih terperinciPEMERINTAH KOTA BATU
PEMERINTAH KOTA BATU \ PERATURAN DAERAH KOTA BATU NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KOTA BATU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BATU, Menimbang :
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. seluruh aspek kehidupan. Salah satu aspek reformasi yang dominan adalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Reformasi yang dimulai beberapa tahun lalu telah merambah ke seluruh aspek kehidupan. Salah satu aspek reformasi yang dominan adalah aspek pemerintahan yaitu
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH KABUPATEN LANDAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH KABUPATEN LANDAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang Mengingat BUPATI LANDAK, : a. bahwa untuk melaksanakan
Lebih terperinciSebagai sebuah instansi sektor publik, Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah
BAB. 3 AKUNTABILITAS KINERJA A. PENGUATAN IMPLEMENTASI SAKIP PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH Sebagai sebuah instansi sektor publik, Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah mempunyai rencana strategis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan kemandirian. Berdasarkan UU No 32 Tahun 2004 Pasal 1 Angka 5 memberikan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dengan berlakunya peraturan pemerintah mengenai otonomi daerah, hal tersebut merupakan sebuah indikasi bahwa rakyat menghendaki sebuah keterbukaan dan kemandirian.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. baik pusat maupun daerah, untuk menciptakan sistem pengelolaan keuangan yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Di Indonesia, adanya desentralisasi pengelolaan pemerintah di daerah dan tuntutan masyarakat akan transparansi serta akuntabilitas memaksa pemerintah baik
Lebih terperinciBUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI BULUKUMBA NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG
BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI BULUKUMBA NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG POLA HUBUNGAN KERJA TERPADU ANTARA STAF AHLI BUPATI DENGAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA
Lebih terperinciPROVINSI JAWA TENGAH
PROVINSI JAWA TENGAH KEPUTUSAN DPRD KABUPATEN DEMAK NOMOR : 07/KEP.DPRD/2016 TENTANG REKOMENDASI DAN CATATAN CATATAN STRATEGIS DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN DEMAK TERHADAP LAPORAN KETERANGAN
Lebih terperinciRENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2015
Lampiran I Peraturan Bupati Pekalongan Nomor : 15 Tahun 2014 Tanggal : 30 Mei 2014 RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2015 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dokumen perencanaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Reformasi membawa banyak perubahan dalam kehidupan berbangsa dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Reformasi membawa banyak perubahan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Republik Indonesia. Salah satu dari sekian banyak reformasi yang membawa kepada
Lebih terperinci- 1 - PEMERINTAH KOTA PONTIANAK PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PELAYANAN PUBLIK PEMERINTAH KOTA PONTIANAK
Bagian Organisasi - 1 - PEMERINTAH KOTA PONTIANAK PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PELAYANAN PUBLIK PEMERINTAH KOTA PONTIANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PONTIANAK
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Reformasi dalam bidang pengelolaan keuangan Negara khususnya dalam sistem perencanaan dan penganggaran telah banyak membawa perubahan yang sangat mendasar dalam pelaksanaannya.
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 20 TAHUN 2012 TENTANG PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN,
SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 20 TAHUN 2012 TENTANG PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN, Menimbang : a. bahwa kemiskinan adalah masalah
Lebih terperinci