BAB IV. EVALUASI PERHITUNGAN PPh BADAN PADA MPT. EVALUASI PERHITUNGAN PPh BADAN PADA MPT

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Biaya Pada Laporan Laba Rugi pada PT QN

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV PEMBAHASAN. Peraturan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) yang bertujuan untuk menyajikan

BAB IV PEMBAHASAN. Evaluasi Pendapatan dan Beban pada Laporan Laba Rugi PT MMS

BAB IV PEMBAHASAN. IV.1 Analisis Biaya Pada Laporan Laba Rugi PT. DS. Pada prinsipnya terdapat perbedaan pengakuan penghasilan dan beban antara

BAB IV PEMBAHASAN. IV.I Analisis Rekonsiliasi Laporan Laba Rugi Pada PT.NRI

EVALUASI ATAS PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PADA PT SNI. Dalam rangka pemanfaatan Undang undang Perpajakan secara optimal untuk

BAB IV PEMBAHASAN. IV.1. Evaluasi Pada Laporan Laba Rugi PT Rysban Jaya Agung

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN. Setelah pembahasan pada bab sebelumnya dimana dilakukan evaluasi

BAB. 1V MANAJEMEN PAJAK SEBAGAI UPAYA UNTUK MEMINIMALKAN BEBAN PAJAK PENGHASILAN PADA PERUSAHAAN PI

BAB IV PERBANDINGAN LABA BERSIH MENURUT STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN DENGAN PENGHASILAN KENA PAJAK SEBELUM PAJAK

BAB IV EVALUASI DAMPAK PERENCANAAN PAJAK TERHADAP OPTIMALISASI BEBAN PAJAK PT ARTHA DAYA COALINDO.

BAB IV PERENCANAAN PAJAK DALAM RANGKA MENGEFISIENKAN PAJAK PENGHASILAN BADAN PADA PT PRIMA SINDO

BAB IV EVALUASI PERENCANAAN PAJAK UNTUK MENGEFISIENSIKAN BIAYA PAJAK BADAN PADA PT. UB. IV.1. Analisis Biaya Pada Laporan Laba Rugi PT.

BAB IV REKONSILIASI KEUANGAN FISKAL UNTUK MENGHITUNG PAJAK. TERUTANG PADA PT. KERAMIKA INDONESIA ASSOSIASI. Tbk

BAB IV EVALUASI PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PADA PT TGS

BAB IV ANALISIS DATA DAN HASIL PENELITIAN. perusahaan perlu mendapat perhatian khusus dalam penetapan kebijakan baik

BAB IV PEMBAHASAN. Penjelasan mengenai akun akun dalam laporan keuangan PT Mitra Wisata Permata

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Pada Laporan Laba Rugi PT Anugrah Setia Lestari

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV EVALUASI PENERAPAN PERENCANAAN PAJAK PPH BADAN PT LAM. diwajibkan untuk memenuhi kewajiban perpajakannya. Sebagai Wajib Pajak badan, PT

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Laporan laba rugi fiskal Sebagai Dasar penghitungan Pajak Penghasilan

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Analisis Perencanaan Pajak (Tax Planning) Pada PT. Yusonda

BAB IV PEMBAHASAN. maksud agar perkembangan usaha pada akhir periode tertentu dapat diketahui.

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Laporan laba rugi fiskal Sebagai Dasar penghitungan Pajak Penghasilan

MODUL V REKONSILIASI FISKAL

BAB IV PEMBAHASAN. komersial, namun untuk menjadi dasar pelaporan SPT Tahunan, PT. Dipta Adimulia

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 PEMBAHASAN. 4.1 Laporan Keuangan Perusahaan Tahun 2010, 2011, dan 2012 PT. PAS merupakan perusahaan yang bergerak dibidang distribusi

BAB IV REKONSILIASI FISKAL UNTUK MENGHITUNG PAJAK TERUTANG PADA PERUSAHAAN KONTRAKTOR PT. MANDIRI CIPTA

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. berhubungan dengan penghasilan juga berhubungan dengan Pajak

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Perencanaan Pajak Penghasilan Dalam Rangka Meminimalkan Beban

RUGI LABA BIAYA FISKAL

BAB IV EVALUASI ATAS PERENCANAAN PAJAK PENGHASILAN BADAN (STUDI KASUS PADA PT BANK MAJU) Rekonsiliasi Laporan Keuangan Fiskal pada PT Bank MAJU.

BAB III PENYEBAB BEDA AKUNTANSI PAJAK DAN KOMERSIAL

BAB IV PEMBAHASAN. 4.1 Kewajiban Perpajakan PT.Klinik Sejahtera PT.Klinik Sejahtera adalah salah satu klien dari KKP Adiyanto Consultant

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV EVALUASI PERENCANAAN PAJAK UNTUK MEMINIMALKAN BEBAN PAJAK PADA PT ADIS

BAB IV EVALUASI PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PADA PT NANO INFORMATION TECHNOLOGY

BAB II LANDASAN TEORI. (2006), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 PEMBAHASAN 4.1 Pelaksanaan Ketentuan Formal Perpajakan PT Cipta Sukma Mandiri Nomor Pokok Wajib Pajak

BAB IV PEMBAHASAN. Perhitungan Laba Kena Pajak Berdasarkan Penerapan Akuntansi

BAB IV EVALUASI ATAS PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PADA PT. JASA RAHARJA (PERSERO)

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. penelitian maka dapat ditarik kesimpulan:

BAB III ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. 1. Alasan Perusahaan dalam Strategi tax planning PPh 21 Lebih. Memilih Menggunakan Natura dan kenikmatan.

KLASIFIKASI BIAYA DAN KOMPENSASI KERUGIAN. Aris Munandar, SE., M.Si

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. untuk Tahun 2008, 2009, dan 2010 atas laporan keuangan, Surat Pemberitahuan (SPT)

BAB IV PEMBAHASAN. Dalam rangka pemanfaatan Undang-Undang Perpajakan secara optimal untuk

BAB II KAJIAN PUSTAKA tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah. badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan tidak

BAB IV EVALUASI LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL. UNTUK MENGEFISIENSIKAN PPh BADAN PADA PT AIDC

III/$ 2 0 A A KREDIT PAJAK DALAM NEGERI N P W P : NAMA WAJIB PAJAK : PERIODE PEMBUKUAN : s.d.

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Laporan Keuangan Fiskal Sebagai Dasar Penghitungan Penghasilan

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Laporan Laba/Rugi Komersial PT Persada Aman Sentosa. sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan (SAK).

SPT TAHUNAN SEBELUM MENGISI BACA DAHULU BUKU PETUNJUK PENGISIAN ISI DENGAN HURUF CETAK/DIKETIK DENGAN TINTA HITAM BERI TANDA "X" PADA

BAB IV EVALUASI PENERAPAN PERENCANAAN PAJAK ATAS BIAYA KOMERSIAL UNTUK MEMINIMALKAN BEBAN PAJAK PADA PT. BM

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang

By Afifudin PSP FE Unisma 2

BAB IV PEMBAHASAN. 4.1 Penghitungan Pajak yang Dilakukan oleh PT Semar Jaya Indah Tahun

BAB II TINJAUAN TEORITIS. merupakan hal yang paling penting dalam meningkatkan pembangunan nasional dan

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Perencanaan Pajak melalui Pajak Penghasilan Pasal 21 yang. diterima karyawan dengan menggunakan Metode Net

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

DATA IDENTITAS WAJIB PAJAK DATA IDENTITAS WAJIB PAJAK

BAB IV PERENCANAAN PAJAK DALAM RANGKA MENGEFISIENKAN PAJAK PENGHASILAN BADAN PADA PERUM DAMRI. Rekonsiliasi Laporan Fiskal pada PERUM DAMRI

SPT TAHUNAN PPH WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI

SPT TAHUNAN PPh WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah kontribusi wajib kepada Negara

BAB IV PEMBAHASAN. melakukan perubahan-perubahan pada peraturan perpajakan di Indonesia. Perubahan

BAB 4 EVALUASI ATAS EFEKTIFITAS PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN DALAM MEMINIMALISASIKAN BEBAN PAJAK UNTUK MENGOPTIMALISASIKAN LABA

SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK BADAN

PAJAK PENGHASILAN UMUM DAN NORMA PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN

HAKIKAT REKONSILIASI. Perbedaan timbul terkait pengakuan pendapatan dan beban di laporan laba rugi.

MATERI PENYULUHAN PAJAK DI SMKN PENGASIH KULON PROGO

PAJAK PENGHASILAN PASAL 25

LAMPIRAN - I. SPT TAHUNAN PPh WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI

BAB II LANDASAN TEORITIS. Mohammad, (2007;3) mendefinisikan pajak sebagai berikut : Definisi tersebut dapat dikembangkan menjadi :

SPT TAHUNAN PPh WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI

BAB II LANDASAN TEORI. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 angka 1, Pajak adalah kontribusi

BAB IV EVALUASI DAMPAK PERENCANAAN PAJAK UNTUK MEMINIMALKAN BEBAN PAJAK PADA PT ABS INDUSTRI INDONESIA

BIAYA YG TIDAK BOLEH DIKURANGKAN DARI PENGHASILAN BRUTO WP DALAM NEGERI WP BUT PASAL 9

BAB IV ANALISIS PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA PT. TS INDONESIA. Analisis Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda

BAB 4 EVALUASI DAN PEMBAHASAN

bambang kesit, 2010 halaman 1 dari 10 perpajakan, prodi akuntansi-feuii MODUL : TEKNIK REKONSILIASI FISKAL UNTUK MENGHITUNG PPh Badan

SPT TAHUNAN PPh WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI

BAB II LANDASAN TEORI. diterima atau diperoleh selama satu tahun pajak. Jenderal Pajak, dan Surat Edaran Direktorat Jenderal Pajak.

BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA. PT. Masa Manunggal Mandiri yang menjadi subjek dalam penelitian

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. penghasilan badan yang dilakukan oleh PT Bank MAJU, maka dengan hasil penelitian

SPT TAHUNAN PPh WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI

NOMOR :. TANGGAL : MULAI TAHUN PAJAK :

ANALISIS KOREKSI FISKAL ATAS LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL PADA CV. REVIANA

BAB II LANDASAN TEORI. diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Yang dimaksud dengan tahun

Penghasilan dari usaha di luar profesi dokter *) Penghasilan sehubungan dengan pekerjaan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Penerapan Tax Planning pada Rumah Sakit Pondok Indah

Transkripsi:

BAB IV EVALUASI PERHITUNGAN PPh BADAN PADA MPT EVALUASI PERHITUNGAN PPh BADAN PADA MPT Setelah dievaluasi biaya dan penghasilan dalam laporan laba rugi komersial terdapat perbedaan pengakuan biaya dan penghasilan antara akuntansi komersial dengan ketentuan perpajakan, sehingga akan dapat mempengaruhi dalam menghitung besarnya penghasilan kena pajak MPT. IV.1.EVALUASI PERHITUNGAN PPh PASAL 21 Sesuai dengan Udang-Undang Pajak Penghasilan No. 17 tahun 2, setiap pemberi kerja wajib untuk melakukan pemotongan, penyetoran & pelaporan atas Pajak Penghasilan Pasal 21, namun MPT membebankan Pajak Penghasilan Pasal 21 pada pegawai perusahaan, MPT memiliki 5 staff, 1 orang Direktur, 2 orang pegawai dimana pegawai diupah mingguan. Besar biaya gaji yang dibayarkan perusahaan beserta tunjangannya adalah sebesar Rp.158.712.5, berikut akan diberikan perhitungan Pajak Penghasilan pasal 21 MPT tahun 26: 43

Tabel IV.1 Jabatan: Direktur NO. KETERANGAN JUMLAH (Rupiah) 1 2 3 4 5 6 7 Gaji Pokok Tunjangan (kawin) Premi Asuransi Jiwa Pegawai THR Total Penghasilan Bruto Biaya Jabatan 5% (max Rp. 1.296.) Penghasilan neto 36.. 9.. 9. 3.. 48.9. (1.296.) 47.64. 8 PTKP 26 -WP = Rp.13.2. -Kawin = 1.2. (15.6.) -Tanggungan = 1.2 9 PKP 32.4. 1 PPh Pasal 21 5% x 25.. 1%x 7.4. 1.25. 7.4 1.95.4 Tabel IV.2 Jabatan: Staff Perusahaan NO. KETERANGAN JUMLAH (Rupiah) 1 Gaji Pokok 2 Tunjangan (kawin) 3 Premi Asuransi Jiwa Pegawai 4 THR 5 Total Penghasilan Bruto 6 Biaya Jabatan 5% (max Rp.1.296.) 7 Penghasilan neto 8 PTKP 26 -WP =Rp.13.2. 9 -Kawin =Rp. 1.2. 12.. 3.. 3. 1.. 16.3. (815.) 15.485. (14.4.) PKP 1.85. 1 PPh Pasal 21 5% x 1.85. 54.25. 54.25 44

Table IV.3 Jabatan: Pegawai Perusahaan status: pegawai (TK) Upah mingguan NO. KETERANGAN JUMLAH (Rupiah) 1 2 3 4 5 6 7 Gaji Pokok (Rp.35. x 4 minggu) x12 bulan Tunjangan (kawin) Premi Asuransi Jiwa Pegawai THR Total Penghasilan Bruto Biaya Jabatan 5% (max Rp. 1.296.) Penghasilan neto 16.8. - 456.25 1.4. 18.656.25 (932.812) 17.723.438 8 PTKP 26 -WP =Rp.13.. (13.2.) 9 PKP 4.523.438 1 PPh Pasal 21 5% x 4.523.438 226.172 (per orang) 286.172 Sesuai dengan Peraturan Dirjen Pajak No.15/PJ/26 yang termasuk dalam upah harian, upah mingguan, upah satuan, dan upah borongan yang diterima atau diperoleh pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, serta uang saku harian atau mingguan yang diterima peserta pendidikan, pelatihan, yang merupakan calon pegawai maka penghasilan tersebut wajib dikenakan pajak dan harus dilaporkan dalam SPT 1721. Berikut merupakan perhitungan objek pajak Pajak Penghasilan pasal 21 terutang atas pegawai tidak tetap tersebut. 45

Tabel IV.4 Keterangan Upah 1bulan /orang PTKP 1 bulan (Rp.13.2./12) Jumlah Rp. 3.978.325 Rp.1.1. PKP PPh Pasal 21 5% x 2.878.325 Rp.2.878.325 Rp.143.916 PPh terutang perusahaan Rp.143.916 x 2 Orang Rp.287.832 Berdasarkan hasil evaluasi tersebut, maka perusahaan mempunyai Pajak Penghasilan Pasal 21 terutang yang belum dilaporkan sejumlah Rp.287.832. Berikut merupakan perhitungan Pajak Penghasilan pasal 21. Tabel IV.5 Keterangan Penghasilan Pegawai Tetap Pegawai Tidak Tetap Jumlah Objek Pajak PPh Pasal 21 Sesudah evaluasi Rp. 158.712.5 Rp. 7.956.65 Rp.166.669.15 PPh Pasal 21 Terutang : Pegawai Tetap : Pegawai Tidak Tetap : Rp. 2.23.821 Rp 287.832 46

Jumlah PPh Pasal 21 Terutang Rp. 2.518.653 Akibat dari hasil evaluasi tersebut, maka akan menambah jumlah Pajak Penghasilan Pasal 21 terutang perusahaan, karena Pajak Penghasilan Pasal 21 pegawai tetap perusahaan ditanggung oleh karyawan sendiri, maka perusahaan hanya mempunyai Pajak Penghasilan terutang untuk pegawai tidak tetap saja yaitu sebesar Rp. 287.832. Saran untuk perusahaan adalah agar bagian keuangan khususnya bagian akuntansi dan perpajakan lebih teliti lagi dalam perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang harus ditanggung oleh perusahaan. IV.2.EVALUASI PERHITUNGAN PPh PASAL 23 Berdasarkan Keputusan Direktorat Jendral Pajak No Kep-17/PJ/22 tanggal 28 maret 22 pasal 2 huruf b, tentang jenis jasa lain dan perkiraan penghasilan neto, dan Undang-Undang No 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terkhir dengan Undang-Undang No.17 tahun 2, Pajak Penghasilan Pasal 23 adalah pajak yang dipotong atas penghasilan atau imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa management, jasa kontruksi, jasa konsultan, dan jasa lain yang berasal dari modal penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan, selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan pasal 21. Transaksi yang dilakukan oleh MPT yang berkaitan dengan Pajak Penghasilan Pasal 23 adalah Pemakaian Jasa Pemeliharaan/perawatan/perbaikan atas aktiva perusahaan, berupa kendaraan, AC, Televisi, komputer yang tercantum dalam laporan laba rugi perusahaan adalah sebesar Rp. 2.723.21. 47

Setelah dilakukan evaluasi penulis berasumsi bahwa biaya yang dikeluarkan untuk jasa perbaikan/perawatan/pemeliharaan aktiva tersebut perusahaan tidak melakukan pemotongan terhadap Pajak Penghasilan Pasal 23, dikarenakan tidak diterimanya bukti pemotongan Pajak Penghasilan pasal 23. Berdasarkan Pasal 13 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang- Undang No16 Tahun 2 mengatur bahwa atas pajak yang kurang dibayar dikenakan sanksi bunga 2% per bulan atau denda berupa kenaikan sebesar 1% dari pajak yang kurang dibayar, merupakan resiko yang akan dihadapi oleh perusahaan. Berikut ini Perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 23 MPT selama tahun 26 : Tabel IV.6 Keterangan Sesudah Evaluasi Objek PPh Pasal 23 Jasa Perbaikan/pemeliharaan/perawatan Rp. 2.723.21 PPh Pasal 23 terutang : Jasa perbaikan/perawatan/pemeliharaan (6% x Rp. 2.723.21) Rp. 1.243.393 Jumlah PPh Pasal 23 terutang Rp. 1.243.393 Dikarenakan tidak memperoleh bukti mengenai pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23 baik pengguna jasa atau pun pemberi jasa maka penulis mengasumsikan bahwa 48

Pajak Penghasilan pasal 23 belum dipotong, untuk itu penulis melakukan evaluasi perhitungan Pajak Penghasilan pasal 23 pada MPT Saran untuk perusahaan adalah agar bagian akuntansi lebih teliti untuk menentukan transaksi yang dapat dikenakan Pajak Penghasilan pasal 23 dan menjadikan Pajak Penghasilan tersebut sebagai kredit pajak dalam perhitungan Pajak Penghasilan badan. IV.3.REKONSILIASI FISKAL Perbedaan yang terdapat dalam laporan laba rugi komersial dan laporan laba rugi fiskal disebabkan karena adanya koreksi fiskal terhadap biaya-biaya yang diperkenankan mengurangi dan yang tidak diperkenankan terhadap laba kotor perusahaan sesuai dengan peraturan perpajakannya. Koreksi fiskal positif akan mengakibatkan menambah laba fiskal perusahaan, sedangkan koreksi negatif atas suatu beban komersial akan mengurangi laba fiskal perusahaan. Berikut akan disajikan biaya biaya yang sudah dilakukan koreksi fiskal oleh MPT : 1. Biaya transportasi Rp. 1.643.85 dilakukan koreksi positif, karena itu adalah biaya perpanjangan STNK mobil pribadi Direktur. Perusahaan melakukan koreksi positif atas biaya tersebut, sesuai dengan Undang-Undang Pajak Penghasilan No 17 tahun 2 Pasal 9 ayat (1) dan Keputusan direktorat Jendral Pajak No KEP-22/PJ/22 tanggal 19 april 22 Pasal 2 ayat (1) tentang perlakuan Pajak Penghasilan atas biaya pemakaian telepon selular dan kendaraan 49

bermotor, bahwa biaya untuk keperluan pribadi diluar hubungan dengan biaya operasional perusahaan tidak dapat dikurangkan dengan laba bruto perusahaan. 2. Biaya sumbangan sebesar Rp.2.428.65 yang dilakukan koreksi positif oleh perusahaan, karena sumbangan tersebut tidak termasuk biaya sumbangan yang termasuk dalam SE-33/PJ.421/1996 (GNOTA) atau keputusan MKRI NO.69/PMK.3/24 (Sumbangan Tsunami), dan Undang-Undang Pajak Penghasilan Pasal 9 ayat (1) huruf g, maka tidak dapat dikurangkan dengan laba bruto perusahaan. 3. Parsel Lebaran sebesar Rp.4.35.6 dilakukan koreksi positif, karena sesuai dengan Pasal 9 ayat (1) huruf e Undang-Undang Pajak Penghasilan No 7 tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang No 17 tahun 2, untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam Negeri dan Bentuk Usaha Tetap, biaya yang tidak boleh dikurangkan adalah biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu atau anggota. 4. Zakat sebesar Rp.9.75.17 dilakukan koreksi positif sesuai dengan Keputusan Direktur Jendral Pajak No.KEP-163/PJ/23 tanggal 1 juni 23 Pasal 1 tentang perlakuan zakat atas penghasilan dalam perhitungan penghasilan kena pajak yang berisi Zakat atas penghasilan yang nyata-nyata dibayarkan oleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri pemeluk agama Islam dan atau Wajib Pajak badan dalam negeri yang dimiliki oleh pemeluk agama Islam kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah sesuai ketentuan Undang-undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang 5

Pengelolaan Zakat, boleh dikurangkan dari penghasilan bruto Wajib Pajak badan atau penghasilan neto Wajib Pajak orang pribadi yang bersangkutan dalam menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak. Biaya biaya tersebut adalah biaya yang telah dilakukan koreksi fiskal oleh perusahaan, dan sudah dikurangkan dari besar penghasilan kena pajak MPT. Setelah menelusuri biaya-biaya yang terdapat dalam laporan laba rugi komersial MPT, ternyata dalam evaluasi perhitungannya ditemukan sejumlah biaya yang belum dilakukan koreksi fiskal oleh perusahaan, untuk itu setelah dievaluasi berikut akan disebutkan biaya yang harus dikoreksi kembali oleh perusahaan : Evaluasi Atas Perbedaaan Waktu biaya-biaya yang termasuk kedalam perbedaan waktu adalah : Penyusutan, Sewa Guna Usaha dengan hak opsi, Penyisihan/cadangan, dan sebagainya. Penyusutan Kondisi dari pos penyusutan pada laporan laba rugi perusahaan berjumlah sebesar Rp. 3.953.125,- nilai yang tidak besar menurut ukuran suatu perusahaan, tetapi penulis melihat adanya kesalahan dalam hal pengelompokan aktiva tersebut, dengan asumsi bahwa data yang diperoleh sangtlah terbatas maka didasarkan pada hasil perhitungan lab rugi per 31 Desember 26. Adapun berikut ini akan diuraikan mengenai koreksi fiskal yang akan dilakukan terhadap beberapa aktiva dari MPT tersebut : 51

a) Komputer dan Printer Sebagaimana telah diatur dalam Pasal 11 Undang-Undang No. 17 Tahun 2 tentang Pajak Penghasilan yaitu penyusutan, maka Komputer dan printer dimasukan kedalam kelompok 1 dengan pertimbangan masa manfaat komputer kurang dari 4 tahun tarif penyusutan 25% untuk metode garis lurus (straightline method) dan 5% untuk metode saldo menurun (declining balance method) dengan masa manfaat 4 tahun. Sedangkan pada perhitungan penyusutan perusahaan dilakukan tidak sesuai dengan peraturan perpajakan Undang-Undang No.17 Tahun 2 Pasal 11. Hal ini dapat dilihat dengan dikelompokannya komputer dan printer kedalam kelompok II dengan metode garis lurus, dengan tarif 12,5 % dengan masa manfaat 8 tahun, untuk itu penulis akan melakukan koreksi atas penyusutan MPT pada tahun 26 tersebut, agar sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku umum : Peghitungan penyusutan Komputer dan Printer dalam kelompok I, metode garis lurus, dan masa manfaat 4 tahun : Harga perolehan : Rp.4.25. Tahun perolehan : 1998 Tarif penyusutan ; 25% 52

. NO. TAHUN PEROLEHAN TARIF PENYUSUTAN NILAI SISA BUKU Rp.4.25. 1. 1998 25% Rp. 1.62.5 Rp.3.187.5 2. 1999 25% Rp. 1.62.5 Rp. 2.125. 3. 2 25% Rp. 1.62.5 Rp. 1.62.5 4. 21 25% Rp. 1.62.5 Rp. --- (disusutkan sekaligus) Tabel IV.7 b) Peralatan Toko Sebagaimana telah diatur dalam Pasal 11 Undang-Undang No. 17 Tahun 2 tentang Pajak Penghasilan yaitu penyusutan dan berdasarkan keputusan Menteri Keuangan No.138/KMK.3/22, maka Peralatan Toko dapat dimasukan kedalam kelompok 1 dengan pertimbangan peralatan tokohanya memiliki nilai masa manfaat kurang dari 4 tahun dan tarif penyusutan 25% untuk metode garis lurus ( straightline method) dan 5% untuk metode saldo menurun (declining balance method) dengan masa manfaat 4 tahun. Sedangkan pada perhitungan penyusutan perusahaan dilakukan tidak sesuai dengan peraturan perpajakan. Hal ini dapat dilihat dengan dikelompokannya Peralatan Toko kedalam kelompok II dengan metode garis lurus, dengan tarif 12,5 % dengan masa manfaat 8 tahun.untuk itu 53

penulis akan melakukan koreksi atas penyusutan MPT pada tahun 26 tersebut, agar sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku umum : Penghitungan Penyusutan Peralatan Toko dalam kelompok I, metode garis lurus, dan masa manfaat 4 tahun. Harga perolehan : Rp.8.4. Tahun perolehan : 1998 Tarif penyusutan ; 25% Tabel IV.8. NO. TAHUN PEROLEHAN TARIF PENYUSUTAN NILAI SISA BUKU Rp. 8.4. 1. 1998 25% Rp.2.1. Rp. 6.3. 2. 1999 25% Rp. 2.1. Rp. 4.2. 3. 2 25% Rp. 2.1. Rp.2.1. 4. 21 25% Rp. 2.1. Rp. --- (disusutkan sekaligus) 54

Berikut disajikan daftar penyusutan / amortisasi fiskal sebelum dan sesudah evaluasi : Sebelum Evaluasi Tabel IV.9 Kelompok Kelompok I: Thn perole han Harga Perolehan (Rupiah) Nilai sisa buku fiskal Metode penyusutan / amortisasi awal tahun Komersial Fiskal Penyusuta n / amortisasi fiskal tahun ini (Rupiah) Ket. Meja kantor 1998 2.435. Kelompok II Komputer & 1998 4.25. printer Lemari Filling 1998 2.56. AC 1998 4.3. Peralatan Toko 1998 8.4. Pesawat Televisi 21 3.245. 1.622.5 45.625 45.625 45.625 Mobil angkutan 23 4.. 25.. 5.. 5.. 5.. perusahaan Mobil Sedan 24 18.. 135.. 22.5. 22.5. 22.5. Jumlah Penyusutan fiskal 3.953.125 (Sumber : Company profile MPT Tahun 26 ) 55

Sesudah Evaluasi Tabel IV.1 Kelompok Kelompok I: Thn perol ehan Harga Perolehan (Rupiah) Nilai sisa buku fiskal Metode penyusutan / amortisasi awal tahun Komersial Fiskal Penyusutan / amortisasi fiskal tahun ini (Rupiah) ket Meja kantor 1998 2.435. Komputer & 1998 4.25. printer Peralatan Toko 1998 8.4. Pesawat Televisi 21 3.245. Kelompok II Lemari Filling 1998 2.56. AC 1998 4.3. Mobil angkutan 23 4.. 25.. 5.. 5.. 5.. perusahaan Mobil Sedan 24 18.. 135.. 22.5. 22.5. 22.5. Jumlah Penyusutan 32.128.75 Dengan uraian diatas dapat diketahui bahwa ada perbedaan antara penyusutan versi perusahaan yang berjumlah sebesar Rp3.953.125,- dengan versi penulis setelah dievaluasi menjadi sebesar Rp.32.128.75. Dimana dalam perhitungannya baik perusahaan maupun penulis menggunakan metode garis lurus. 56

Akibatnya adalah penyusutan harus dilakukan koreksi negatif sebesar Rp.1.175.625,- yang akan mengurangi laba kena pajak perusahaan dan menambah penyusutan yang terdapat pada laporan laba rugi perusahaan. Saran untuk perusahaan adalah agar bagian keuangan divisi pajak lebih teliti dan cermat dalam menentukan biaya yang tidak dapat dikurangkan. Dan juga bagian akuntansi harus melakukan koreksi positif sebesar Rp. Rp.1.175.625,- ini dilakukan agar terhindar dari sanksi perpajakan dikarenakan kesalahan dalam menghitung pajak perusahaan. Evaluasi atas Perbedaan Tetap Setelah dilakukan Evaluasi terhadap biaya-biaya yang termasuk dalam beda tetap, ternyata terdapat sejumlah biaya yang belum dikoreksi dan juga terdapat jumlah biaya yang salah dikoreksi oleh perusahaan. Berikut adalah biaya yang harus dikoreksi oleh perusahaan : 1.Biaya Listrik, Telepon dan Air Kondisi dari biaya listrik, telepon dan air adalah biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan sebesar pemakaian dari listrik, telepon dan air tersebut selama tahun 26, berikut perincian dari biaya tersebut : Biaya Listrik Perusahaan Rp. 12.82.773 Biaya Telepon Perusahaan Rp. 5.93.639 Biaya HP Pulsa Pegawai Rp. 3.96.1 Internet Perusahaan Rp. 1.857.66 Biaya Air PAM Rp. 53. 57

Biaya Air minum AQUA Rp. 2.4. Total Biaya Listrik, Telepon dan Air Rp. 25.897.773 Berdasarkan Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang No. 17 Tahun 2 tanggal 2 Agustus tahun 2 tentan Pajak Penghasilan, Biaya listrik, Telepon dan Air dapat dikurangkan dari laba kotor perusahaan selama dapat dibuktikan oleh tagihan PLN Telkom dan PAM, dan digunakan perusahaan untuk mendapatkan, menagih, dan memelik=hara penghasilan perusahaan.berdasarkan wawancara penulis terhadap perusahaan tagihan-tagihan tersebut atas nama perusahaan. Setelah Dievaluasi ternyata Berdasarkan Keputusan KEP-22/PJ/22 tanggal 18 April 22 tentang perlakuan Pajak Penghasilan atas biaya pemakaian telepon selulardan kendaraan perusahaan dinyatakan bahwa biaya pembelian atau pengisisan pulsa HP pegawai hanya dapat dikurangkan sebesar 5% dari penghasilan Bruto perusahaan sehingga menjadi ( Rp.3.96.1 x 5%) sebesar Rp.1.584.5. Akibat dari keputusan tersebut maka harus dilakukan koreksi fiskal positif sebesar Rp.1.584.5.dan belum diperhitungkan sebagai biaya yang tidak boleh dikurangkan dari laba kena pajak. Saran untuk perusahaan adalah agar bagian keuangan divisi pajak lebih teliti dan cermat dalam menentukan biaya yang tidak boleh dikurangkan, dan bagian akuntansi untuk melakukan koreksi fiskal positif sebesar Rp.1.584.5,- yang nantinya akan mengurangi jumlah biaya dan menambah laba kena pajak perusahaan. Ini dilakukan agar terhindar dari penghitungan pajak yang tidak sesuai dengan ketentuan umum perpajakan dan resiko terkena sanksi oleh Kantor Pelayanan Pajak. 58

2.Biaya Transportasi Kondisi Biaya transportasi yang terdapat pada laporan rugi laba perusahaan penulis mengindikasikan adanya kesalahan dalam melakukan koreksi fiskal positif oleh perusahaan. Menurut Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan, untuk menentukan besarnya penghasilan kena pajak bagi wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, biaya yang tidak boleh dikurangkan adalah biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu atau anggota.. biaya perpanjangan STNK mobil pribadi direktur, mobil tersebut dibeli sekitar tahun 23 oleh uang pribadi direktur dan dipergunakan setiap hari untuk pergi bekerja. Untuk itu berdasarkan KEP-22/PJ/22 tanggal 18 April 22 Pasal 2 ayat (1) mengenai kendaraan yang termasuk sedan dipergunakan perusahaan untuk pegawai tertentu karena jabatan atau pekerjaannya (dibawa pulang oleh pegawai yang bersangkutan ). Berdasarkan keputusan tersebut seharusnya biaya tersebut tidak boleh dibebankan ke perusahaan tetapi karena dipergunakan setiap hari oleh direktur untuk keperluannya bekerja maka dapat dikenakan sebesar 5% dari biaya perpanjangan STNK tersebut yang sebesar Rp.1.643.85 menjadi (Rp.1.643.85 x 5%) sebesar Rp.821.925,-. Hal ini dapat dilakukan dengan syarat STNK mobil sedan tersebut atas nama perusahaan bukan atas nama pribadi. Jika STNK mobil tersebut mengunakan nama pribadi tidak dapat disusutkan sama sekali. 59

Akibat dari biaya tersebut maka koreksi fiskal positif yang harus mengurangi jumlah biaya transportasi sebesar Rp.821.925,-. Karena perusahaan telah melakukan koreksi positif sebesar Rp.1.643.85, maka setelah dievaluasi terdapat kelebihan pemotongan untuk itu penulis melakukan koreksi fiskal negatif terhadap jumlah koreksi positif perusahaan sebesar Rp.821.925 Saran untuk perusahaan adalah agar bagian akuntansi lebih teliti lagi dalam menyikap permasalahan tersebut agar nantinya tidak terkena kesalahan penghitungan pajak, yang malahan membebani perusahaan lebih besar dari yang seharusnya. 3. Penerimaan Bunga Jasa Giro Kondisi dari penerimaan bunga jasa giro adalah pendapatan lain-lain yang berasal dari pendapatan jasa giro. Pendapatan ini berasal dari pendapatan bunga atas tabungan dan deposito yang dimiliki oleh perusahaan. Jumlah pendapatan bunga jasa giro MPT adalah sebesar Rp.45.874,- Berdasarkan Undang-UndangNo 17 tahun 2 tanggal 2 Agustus tahun 2 tentang Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2) Jenis-jenis penghasilan yang dikenakan Pajak Penghasilan final adalah penghasilan bunga, deposito, Tabungan, diskonto SBI. Dan dikenakan tarif Pajak Penghasilan final dengan Tarif 2%. Akibat dari jumlah pendapatan jasa giro adalah sebesar Rp.45.874,-.dan akan menambah laba komersial tetapi tidak dapat menambah laba fiskal karena termasuk Pajak Penghasilan final. Saran untuk perusahaan adalah perusahaan sebaiknya tidak memasukan pendapatan bunga jasa giro kedalam laporan laba rugi fiskal karena telah dikenakan 6

Pajak Penghasilan final. Ini agar terhindar dari resiko diperiksa oleh KPP karena adanya pelaporan pajak yang kurang benar dan jelas dalam penghitungannya. 4. Biaya Jamuan. Kondisi Biaya jamuan ini terdapat dalam biaya lain-lain pada laporan rugi laba perusahaan selama tahun 26, biaya ini dikeluarkan perusahaan untuk menjamu klien bisnis perusahaan atau menjamu para pemilik saham perusahaan. biaya yang dikeluarkan untuk jamuan tersebut sebesar Rp.8.716.765 Biaya entertaintment, representasi, jamuan tamu dan sejenisnya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang merupakan objek Pajak Penghasilan, daftar nominatif dan dilampirkan dalam SPT tahunan Pajak Pengasilan.(SE-27/PJ.22/1986 18 april 1986) yang berisi tentang Biaya "entertainment", representasi, jamuan dan sejenisnya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan pada dasarnya dapat dikurangkan dari penghasilan bruto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang-undang Pajak Penghasilan 1984. Ada pun syarat yag harus dipenuhi adalah Wajib Pajak harus dapat membuktikan, bahwa biaya-biaya tersebut benar-benar telah dikeluarkan dan benar adanya hubungan dengan kegiatan perusahaan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan perusahaan Berdasarkan Surat Edaran Pajak tersebut, seharusnya tidak ada koreksi yang dilakukan tetapi, karena biaya jamuan tersebut tidak mempunyai daftar nominatif maka 61

tidak diperkenankan mengurangi penghasilan bruto perusahaan. Akibat dari biaya jamuan tersebut maka harus dibuat koreksi fiskal positif atas biaya jamuan tersebut dan akan mengurangi jumlah biaya dan menambah laba kena pajak perusahaan. Saran untuk bagian keuangan divisi pajak agar lebih teliti dan cermat dalam memasukan biaya jamuan tersebut kedalam laporan labarugi perusahaan, dan setiap biaya jamuan yang dikeluarkan oleh perusahaan harus dibuat daftar nominatifnya agar dapat mengurangi penghasilan bruto perusahaan, bagian keuangan harus membuat koreksi fiskal positif atas biaya jamuan tersebut sebesar Rp.8.716.765 Berikut ini disajikan rekonsiliasi fiskal atas rincian-rincian biaya yang sebelum evaluasi dan sesudah evaluasi yang telah dilakukan koreksi fiskal atas biaya pada Laporan Laba Rugi MPT : 62

REKONSILIASI FISKAL ATAS BIAYA PADA LAPORAN LABA RUGI Pendapatan Keterangan Sebelum Evaluasi Laporan Keuangan Komersial Setelah Evaluasi Koreksi Fiskal Laporan Koreksi Fiskal Keuangan Beda Beda Tetap Fiskal Beda Beda Waktu Waktu Tetap Laporan Keuangan Fiskal Penjualan 1.89.131.57 1.89.131.57 1.89.131.57 Beban Pokok Penjualan Persediaan awal 59.7.35 59.7.35 59.7.35 Pembelian 522.995.78 522.995.78 522.995.78 582.696.13 582.696.13 582.696.13 Persediaan Akhir 6.851.52 6.851.52 6.851.52 Jumlah Beban Pokok 521.844.61 521.844.61 521.844.61 Laba/(Rugi)Bruto 567.286.96 567.286.96 567.286.96 Beban Administrasi & Umum Biaya Gaji & THR 158.712.5 158.712.5 158.712.5 Biaya Alat tulis kantor 7.89.914 7.89.914 7.89.914 Biaya Perbaikan&pemeliharaan 13.223.21 13.223.21 (793.3) 12.429.8 63

Biaya Listrik,telepon&air Biaya Transportasi 25.223.21 11.679.213 1).(1.643.85) 25.223.21 1.35.363 (1.584.5.) 821.925 24.313.723 1.857.288 Penyusutan 3.953.125 3.953.125 (45.625) 29.777.5 Biaya Perjalanan Dinas 2.85.3 2.85.3 2.85.3 Jumlah Beban Adm& Umum 251.126.35 249.482.185 246.751.25 Laba Operasi 316.16.925 317.84.775 32.535.935 Pendapatan (biaya) lainnya Penerimaan Bunga Jasa Giro 45.874 45.874 (45.874) --- Biaya Bank (3.592.594) (3.592.594) (3.592.594) Rugi selisih kurs (3.361.555) (3.361.555) (3.361.555) Biaya jamuan (8.716.765) (8.716.765) 8.716.765 --- Biaya pegawai tidak tetap Biaya Sumbangan Parsel Lebaran (7.956.65) 2.428.65 (4.35.6) 2).(2.428.65) 3).4.35.65 (7.956.65) --- --- (7.956.65) --- --- Zakat (9.75.17) 9.75.17 --- Totalpendapatan(biaya)lainnya (39.661.47) (23.176.69) (14.91.799) Laba Bersih sebelum pajak 276.499.878 294.628.85 35.625.136 64

IV.4.Evaluasi Perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 25 Berdasarkan Undang-Undang Pajak Penghasilan pasal 25 besarnya angsuran pajak yang dibayarkan setiap bualan oleh Wajib Pajak adalah sebesar pajak terutang yang dimiliki oleh perusahaan tersebut yang sesuai yang tercantum di dalam SPT Pajak Penghasilan perusahaan. Menurut SPT Pajak Penghasilan Badan MPT Tahun Pajak 26, besarnya PPh terutang perusahaan sebelum dievaluasi adalah sebesar Rp. 7.888.425, Jumlah tersebut didapat setelah dilakukan koreksi fiskal oleh perusahaan, sedangkan perhitungan Pajak Penghasilan terutang setelah dievaluasi ternyata sebesar Rp.74.187.5, terdapat perbedaan antara sebelum evaluasi dengan sesudah dievaluasi, hal itu disebabkan karena ada beberapa biaya dalam laporan laba rugi perusahaan yang belum dilakukan koreksi fiscal oleh perusahaan. 65

Berikut adalah perbandingan besarnya jumlah Pajak Penghasilan pasal 25 MPT pada tahun Pajak 26 sebelum evaluasi dan sesudah evaluasi : Keterangan Sebelum Setelah Selisih Evaluasi Evaluasi Penghasilan Kena Pajak 294.628.85 35.625.136 1.997.51 Pajak Penghasilan Badan : 1% x 5.. 5.. 5.. 15% x 5.. 7.5. 7.5. 3% x 194.628.85 58.388.425 --- 3% x 25.625.136 --- 61.687.5 7.888.425 74.187.5 Kredit Pajak Penghasilan Pasal 25 (52.326.) (52.326.) Pajak Penghasilan Pasal 29 18.562.429 21.861.5 3.299.71 Tabel IV.12 Saran untuk perusahaan adalah agar bagian keuangan MPT lebih teliti lagi dalam malakukan koreksi fiskal dan melakukan perhitungan pajak terutang perusahaan, karena kesalahan dalam perhitungan pajak dapat menyebabkan perusahaan berisiko terkena sanksi perpajakan.berdasarkan Pasal 13 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2 mengatur bahwa atas pajak yang kurang dibayar dikenakan sanksi bunga 2% per bulan atau denda berupa kenaikan 66

sebesar 1% dari pajak yang kurang dibayar,merupakan resiko yang akan dihadapi oleh perusahaan. 67