48 6. ANALISIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 6.1. Kebijakan di dalam pengembangan UKM Hasil analisis SWOT dan AHP di dalam penelitian ini menunjukan bahwa Pemerintah Daerah mempunyai peranan yang paling utama dan kebijakan yang dipilih dan dijalankan akan sangat berpengaruh dalam pengembangan UKM di daerah. Dalam hal kebijakan pengembangan UKM, kebijakan yang diambil haruslah mengandung unsur penguatan struktur UKM sebagai suatu upaya untuk mempersiapkan UKM yang ada didalam menghadapi situasi pasar antara lain penguatan struktur internal melalui permodalan, teknologi, pemasaran, sumber daya manusia dan penghapusan perlakuan diskriminatif terhadap UKM. Kebijakan yang lebih memihak pada kepentingan UKM merupakan prakondisi untuk menciptakan situasi ideal sebagai prasyarat bagi pengembangan UKM. Dalam kaitan itu diperlukan adanya kejelasan kemauan politik, adanya pengetahuan dan pemahaman yang memadai tentang dinamika serta kebutuhan UKM serta memadainya kapasitas administratif dan dukungan finansial. Peningkatan pemahaman para pembuat kebijakan tentang dinamika UKM dan output kebijakan pengembangan UKM harus berorientasi pada persoalan serta kebutuhan UKM yang beragam. Pengembangan UKM tidak boleh melepaskan diri dari konteks lokal. Koordinasi menjadi penting pula antar institusi pendukung pengembangan UKM agar gerakan pengembangan UKM menjadi gerakan yang terintegratif dan menghindari terjadinya tumpang tindih berbagai kebijakan dan program. Seperti yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) nomor 32 tahun 1996 tentang pembinaan dan pengembangan usaha kecil. Pembinaan dan pengembangan dilakukan oleh pemerintah, dunia usaha dan masyarakat secara sendiri-sendiri maupun bersamasama dan dilakukan secara terarah dan terpadu serta berkesinambungan untuk mewujudkan UKM yang tangguh dan mandiri.
49 Berdasarkan hal tersebut di dalam konteks lokal atau otonomi daerah, pengembangan UKM di Kabupaten Bogor perlu adanya kebijakan yang dapat memajukan UKM di wilayah ini dintaranya : a. Kebijakan dalam pengembangan pemasaran. b. Kebijakan dalam pengembangan sumberdaya manusia. c. Kebijakan dalam pengaturan dan perizinan. d. Kebijakan dalam perencanaan tata ruang. 6.2. Kebijakan yang diterapkan saat ini Menurut Parson (1995) kebijakan merupakan pengaturan yang sifatnya berlaku umum. Kalau dikaitkan dengan pengertian "publik" hal itu akan mencakup upaya pengaturan bagi semua dimensi kegiatan manusia dalam suatu wilayah. Kebijakan dihasilkan karena ada hal-hal yang memerlukan pengaturan, yang dalam hal ini khususnya oleh pemerintah, sesuai dengan kewenangan dan lingkup kerangka kebutuhan sosial kelompoknya. Pengaturan tersebut merupakan bentuk intervensi atau aplikasi tindakan umum yang dapat dilakukan oleh Pemerintah. Menurut Eugene dan Morce (1965) dalam Tambunan (2001), terdapat 4 (empat) pilihan tipe kebijakan pemerintah sangat menentukan pertumbuhan UKM : a. Kebijakan do nothing policy: pemerintah apapun alasannya sadar tidak perlu berbuat apa-apa dan membiarkan UKM begitu saja. b. Kebijakan memberi perlindungan (protection policy) terhadap UKM: kebijakan ini bersifat melindungi UKM dari kompetisi dan bahkan memberi subsidi. c. Kebijakan berdasarkan ideology pembangunan (developmentalist): kebijakan ini memilih industri yang potensial (picking the winner) namun tidak diberi subsidi. d. Kebijakan yang semakin popular adalah apa yang disebut market friendly policy tanpa subsidi dan kompetisi.
50 Dalam kaitan usaha pengembangan UKM khususnya di daerah, Pemerintah Kabupaten Bogor memilih kebijakan tipe ketiga (developmentalis) dan mengusahakannya dalam program pembagunan daerah tahun 2002-2006 di bidang ekonomi. Program tersebut sebenarnya diciptakan untuk dapat memberdayakan baik langsung dan atau tidak langsung berpengaruh terhadap UKM. Program tersebut antara lain : (1) Program Peningkatan Produktivitas Potensi Ekonomi Daerah. Tujuan program adalah untuk memberdayakan berbagai potensi ekonomi daerah meliputi potensi sumberdaya alam, sumberdaya manusia dan sumberdaya buatan/teknologi dalam rangka mewujudkan kemandirian ekonomi masyarakat. Sasaran program adalah : (a) (b) (c) (d) (e) (f) (g) Tercapainya pemanfaatan yang optimal dan berkelanjutan berbagai potensi ekonomi daerah berupa potensi pertanian, perikanan, peternakan, perkebunan, hutan, tanah dan air, pariwisata, pertambangan dan energi, industri dan perdagangan, serta potensi ekonomi daerah lainnya. Terwujudnya peningkatan produktivitas potensi ekonomi daerah untuk pemenuhan kebutuhan daerah, regional, nasional maupun untuk tujuan ekspor. Terciptanya struktur ekonomi dalam rangka pemantapan keterkaitan bidang ekonomi dengan bidang lainnya untuk meningkatkan nilai tambah dalam menghadapi era globalisasi dan perdagangan bebas. Terwujudnya kerjasama dan hubungan kemitraan dalam bentuk keterkaitan usaha yang saling menunjang dan menguntungkan antara koperasi, swasta dan Badan Usaha Milik Negara/Daerah (BUMN/D), serta antara usaha besar, menengah dan usaha kecil dalam rangka memperkuat struktur ekonomi daerah. Terbukanya lapangan kerja dan kesempatan berusaha. Tersedianya sarana dan prasarana dalam menujang kegiatan ekonomi. Tercapainya peningkatan dan pengembangan sumber daya dengan memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi.
51 Kegiatan pokok yang akan dilakukan adalah : (a) Mengembangkan dan menerapkan teknologi berbagai keterampilan, kewirausahaan untuk memanfaatkan berbagai potensi daerah. (b) Mengkaji potensi, cadangan dan produktivitas riil dari setiap potensi ekonomi daerah berupa pertanian dalam arti luas, pariwisata, industri dan perdagangan, pertambangan dan energi serta potensi ekonomi daerah lainnya. (c) Mengembangkan komoditas unggulan yang kompetitif di tingkat regional dan nasional serta pengembangan sentra-sentra produksi. (d) Memperkuat permodalan melalui pola kemitraan antara pemerintah daerah, masyarakat dan swasta. (e) Memanfaatkan dan mengembangkan kelembagaan serta prasarana yang mampu memenuhi kebutuhan masyarakat dalam menunjang kegiatan ekonomi. (f) Melakukan pengawasan terhadap standar, mutu produksi dan sistem usaha. (g) Menyusun Rencana Strategis Pengembangan Ekonomi Daerah. (h) Mengembangkan potensi Industri Kecil dan Kerajinan Rumah Tangga. (2) Program Peningkatan dan Pengembangan Sistem Informasi serta Pemasaran. Tujuan program adalah Mengembangkan jaringan informasi dan sistem pemasaran yang mendorong kemajuan dunia usaha. Sasaran program adalah: a. Tersedianya sistem informasi pasar beserta jaringannya mencakup informasi di tingkat produsen, distributor hingga ke tingkat konsumen bagi setiap dunia usaha yang beraktifitas di Kabupaten Bogor. b. Tersedianya pusat-pusat pelayanan informasi dan pemasaran bagi pengusaha kecil, menengah dan koperasi serta petani kecil. c. Tersedianya media informasi potensi sumber daya beserta perangkat aturan lainnya yang dapat dikembangkan dan diperoleh secara mudah.
52 Kegiatan pokok yang akan dilakukan adalah : (a) Membangun dan mengembangkan sistem informasi dan pemasaran beserta personil, sarana penunjang dan databasenya. (b) Membangun pusat-pusat pelayanan informasi dan pemasaran bagi masyarakat pelaku usaha. (c) Melakukan publikasi dalam rangka penyebarluasan sistem informasi pasar dan pemasaran melalui media cetak, media elektronik dan pameran. (d) Membangun kepedulian anggota masyarakat untuk memanfaatkan pusat informasi dan pemasaran bagi pengembangan dan kemajuan usahanya. (e) Mengembangkan pasar desa, pasar kabupaten dan pusat perdagangan. (f) Mendirikan tempat pemasaran hasil produksi usaha kecil, menengah dan koperasi beserta jaringannya. (g) Mengembangkan kemajuan lembaga penyedia informasi dan teknologi bagi masyarakat. (h) Mengembangkan jaringan produksi dan distribusi serta informasi harga melalui pemanfaatan teknologi informasi (Propeda, 2002) Untuk mencapai hasil yang diharapkan diperlukan suatu payung kebijakan dalam melaksanakan program-program tersebut. Kebijakan dapat berupa keputusan kepala daerah atau peraturan daerah (perda). Perda-perda yang sudah ada seperti Perda nomor 34 tahun 2004 tentang pembentukan organisasi dan tata kerja kantor koperasi dan usaha kecil menengah Kabupaten Bogor, Perda nomor 3 tahun 2002 tentang pengelolaan usaha industri dan perdagangan, Perda nomor 7 tahun 2002 tentang retribusi izin usaha industri, perda nomor 8 tahun 2002 tentang retribusi usaha industri masih lebih mengarah pada kegiatan teknis administratif sehingga belum dapat menjadi payung dalam program pengembangan UKM. Perda tersebut belum cukup membuat UKM lebih berkembang dan belum mampu menjawab kebutuhan UKM di wilayah ini. Berdasarkan hal tersebut perlu ada peraturan daerah yang mengedepankan UKM lokal, misalnya perda yang mengedepankan UKM dalam ikut serta menjadi mitra usaha besar yang berada di wilayah Kabupaten Bogor. Kebijakan ini diharapkan
53 dapat memperkuat perekonomian daerah yang pada akhirnya dapat mensejahterakan masyarakat, mengurangi tingkat pengangguran dan urbanisasi serta mengurangi potensi konflik. 6.3. Usulan Kebijakan UKM perlu diberdayakan dan diberikan peluang berusaha agar mampu dan sejajar dengan pelaku ekonomi lainnya untuk mengoptimalkan peran sertanya dalam pembangunan. Atas pertimbangan tersebut pemerintah daerah Kabupaten Bogor dipandang perlu untuk menetapkan kebijakan-kebijakan, dasar hukum atau peraturan daerah yang dapat memberikan peluang usaha UKM agar maju dan berkembang. Pertama, dalam hal pengembangan pemasaran UKM, Pemerintah Kabupaten Bogor perlu juga memberikan dan merancang kebijakan yang sifatnya memberi perlindungan (protection policy) terhadap UKM dalam bentuk peraturan daerah. Hal ini sejalan dengan Undang-undang nomor 9 tahun 1995 tentang usaha kecil bahwa pemerintah menumbuhkan iklim usaha bagi usaha kecil melalui penetapan peraturan dan kebijaksanaan meliputi aspek perlindungan. Penyatuan pasar domestik dengan internasional dewasa ini merupakan peluang sekaligus ancaman bagi UKM lokal. Kecenderungan pasar global untuk memanfaatkan kelenturan UKM penting diperhatikan oleh pemerintah. Kebijakan pengembangan pemasaran diantaranya adalah: a. Menciptakan pola hubungan produksi subkontrak atau promosi. Pola keterkaitan subkontrak lebih diprioritaskan bagi UKM terhadap usaha besar. UKM yang menjadi subkontraktor secara ekonomis diuntungkan karena adanya jaminan pasar dan kontinuitas produksi. b. Penutupan sektor tertentu dari investasi seperti bidang pertanian atau agroindustri. Sektor ini diprioritaskan hanya bagi UKM. Ini berarti peluang UKM untuk berkembang menjadi terbuka. Kebijakan ini dapat dituangkan dalam bentuk peraturan daerah yang mengadopsi Keputusan Presiden (Kepres) nomor 127 tahun 2001 tentang Bidang Usaha yang Dicadangkan untuk Usaha Kecil dan Bidang usaha yang terbuka untuk usaha menengah
54 dan besar dengan syarat kemitraan. (Lampiran 1 Kepres nomor 127 tahun 2001 tanggal 14 Desember 2001). Dalam pengembangan pemasaran perlu adanya aturan baik berupa peraturan daerah maupun keputusan kepala daerah sekaligus dengan petunjuk pelaksanaan atau petunjuk teknis yang dapat menjadi payung dalam melaksanakan program pengembangan pemasaran serta mengatur dan menjamin pola keterkaitan subkontrak dengan mengharuskan usaha besar mempunyai mitra atau subkontrak dengan usaha kecil di wilayah Kabupaten Bogor bila beroperasi di wilayah ini. Kondisi saat ini aturan tersebut belum ada dan perlu segera disusun dalam rangka memajukan UKM di Kabupaten Bogor. Aturan tersebut dapat mengadopsi pada: (1) UU nomor 9 tahun 1995 tentang usaha kecil yang menyebutkan bahwa Pemerintah menumbuhkan iklim usaha dalam aspek kemitraan dengan menetapkan peraturan untuk mewujudkan kemitraan dan mencegah terjadinya hal-hal yang merugikan usaha kecil, (2) Peraturan Pemerintah (PP) nomor 44 tahun 1997 tentang kemitraan, bahwa usaha besar berkewajiban untuk membantu akses pasar, (3) Kepres nomor 127 tahun 2001 tentang tentang Bidang Usaha yang Dicadangkan untuk Usaha Kecil dan Bidang usaha yang terbuka untuk usaha menengah dan besar dengan syarat kemitraan, (4) Instruksi Presiden nomor 10 tahun 1999 tentang pemberdayaan usaha menengah. Kedua, dalam hal pengembangan sumber daya manusia. Mengaitkan dunia pendidikan dengan dunia usaha melalui perbaikan sistem link and match. Dalam hal pengembangan SDM diharapkan terjadi melalui perbaikan sistem pendidikan formal, peningkatan keterkaitan dunia pendidikan dengan pasar kerja melalui sistem pemagangan. Untuk itu diperlukan suatu kebijakan yang dikemas dalam sebuah peraturan daerah seperti kewajiban usaha-usaha industri untuk menerima pola pendidikan magang. Bagaimana pola pendidikan magang oleh pemerintah maupun swasta tidak memberikan beban biaya bagi usaha-usaha dan industri yang harus menampung tenaga magang tersebut. Kondisi saat ini aturan tersebut belum diformalkan dalam bentuk peraturan daerah. Dalam hal pengembangan sumberdaya manusia dan menumbuhkan jiwa kewirausahaan di Kabupaten Bogor
55 perlu disusun kebijakan atau peraturan daerah yang mewajibkan usaha besar, usaha menengah dan usaha kecil untuk menerima siswa sekolah maupun perguruan tinggi dalam pembinaan dan pengembangan SDM dengan pendidikan dan pelatihan maupun program magang. Aturan ini dapat mengadopsi PP nomor 44 tahun 1997 tentang kemitraan dan Kepres nomor 10 tahun 1999 tentang pemberdayaan usaha menengah. Ketiga, dalam hal peraturan dan perizinan. Peraturan dan perizinan secara formal dikeluarkan oleh pemerintah untuk mengatur dan memantau perkembangan UKM. Ada empat jenis perijinan yang harus dipenuhi untuk mendirikan usaha kecil yakni Izin Tempat Usaha (Kelayakan usaha, lokasi serta dampak terhadap kesehatan dan lingkungan), Izin Usaha Industri serta Izin perdagangan seperti tertuang dalam PerdaKabupaten Bogor nomor 3 tahun 2002 tentang Pengelolaan Usaha Industri dan Perdagangan. Pada lokasi tertentu usaha kecil tidak wajib memiliki SITU. Namun demikian sertifikasi masih tetap harus dipenuhi antara lain melalui Surat Bebas Izin Tempat Usaha (SBITU) untuk usaha yang berlokasi di lokasi industri kecil (LIK) serta Surat Tanda Pendaftaran Industri Kecil untuk di sentra-sentra industri. Peraturan daerah Kabupaten Bogor nomor 7 tahun 2002 tentang retribusi izin usaha industri dan nomor 8 tahun 2002 tentang retribusi izin usaha perdagangan setidaknya telah membantu UKM dengan biaya retribusi yang rendah. Namun pelibatan institusi lain selain dinas perindustrian dan perdagangan dalam prosedur perijinan menimbulkan konsekuensi birokratis serta beban waktu dan biaya yang mahal, sekalipun secara resmi biaya pengurusan perijinan itu sendiri tidak membutuhkan biaya yang mahal. Untuk itu perlu kebijakan yang mengarah pada pembentukan pelayanan perizinan satu atap seperti yang tertuang dalam pasal (12) UU nomor 9 tahun 1995 tentang usaha kecil. Manfaat pemilikan perijinan belum menjamin terbukanya akses ke sumber daya (modal, pelayanan dan pasar) ataupun pengurangan biaya retribusi informal. Bahkan bagi usaha kecil yang menempati lokasi strategis di pusat kota retribusi seringkali dirasakan terlalu tinggi dan tidak seimbang dengan pendapatan yang
56 diperoleh. Perizinan lebih berfungsi sebagai sumber pemasukan bagi keuangan lokal. Agar perizinan menjadi efektif prosedurnya perlu disederhanakan, biaya pengurusannya cepat dan murah serta didasarkan pada prinsip pengakuan terhadap-keberadaan UKM. Penyempurnaan terhadap kebijakan maupun perda yang berhubungan dengan hal ini perlu dilakukan atau bahkan disusun perda baru yang khusus agar perizinan, prosedur dan pengakuan terhadap UKM dapat meningkatkan perkembangan dan kemajuan UKM di Kabupaten Bogor. Keempat, kebijakan pengaturan tata ruang. Penataan kawasan fungsional bahkan pada tingkat mikro (rencana pengembangan bagian wilayah kota) saat ini nyaris tidak mempertimbangkan UKM. Penanganan UKM bukan merupakan bagian integral pengembangan kota yang direncanakan tetapi lebih merupakan bagian dari upaya penertiban kota untuk kebersihan dan keindahan. Lokalisasi UKM seringkali sangat merugikan karena memisahkan UKM dari sistem sosial yang ada. Selain itu keberadaan mereka yang secara nyata menjadi bagian dari perekonomian kota dipertahankan sebagai budaya tradisional yang mempunyai nilai jual untuk pariwisata. Untuk itu perlu sebuah gagasan untuk lebih memperhatikan kepentingan usaha kecil antara lain: (1) pelibatan kepentingan usaha kecil dalam perencanaan kota, (2) proses konsultasi sebagai mekanisme untuk mendapatkan masukan dari pihak-pihak berkepentingan, (3) pergakuan yang sungguh-sungguh terhadap peran dan fungsi usaha kecil bagi lingkungan masyarakat kota.