BAB I PENDAHULUAN. perbedaan karakteristik alam, ekonomi, sosial dan budaya. Wilayah-wilayah dengan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Angka Kemiskinan Kabupaten Sekadau 2016

II. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pembantuan yang dilaksanakan secara bersama-sama. Dengan demikian penerapan

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

PERKEMBANGAN KEMISKINAN KABUPATEN BENGKAYANG MARET 2014 MARET 2016

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH

Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Sekadau 2016

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses di mana Pemerintah

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BAB IV GAMBARAN UMUM DAN OBYEK PENELITIAN

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) SEKADAU TAHUN 2014

ANALISIS PERTUMBUHAN EKONOMI KOTA PONTIANAK DENGAN METODE LOCATION QUOTIENT, SHIFT SHARE DAN GRAVITASI

4. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI KETENAGAKERJAAN SEKADAU TAHUN 2015

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI KALIMANTAN BARAT AGUSTUS 2017

KEADAAN KETENAGAKERJAAN SEKADAU TAHUN 2014

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

Tipologi Wilayah Provinsi Kalimantan Barat Hasil Pendataan Potensi Desa (Podes) 2014

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016

BAB III METODE PENELITIAN. satu dari 14 Kabupaten/Kota yang berada di Provinsi Kalimantan Barat. Provinsi

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. dr. Pattiselanno Roberth Johan, MARS NIP

BERITA RESMI STATISTIK

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KALIMANTAN BARAT

Hasil Pendaftaran (Listing) Usaha/Perusahaan Sensus Ekonomi 2016

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 PROVINSI KALIMANTAN BARAT (ANGKA SEMENTARA)

Disampaikan Oleh : KEPALA BIDANG PERENCANAAN SOSIAL BUDAYA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PROV. KALIMANTAN BARAT

Disampaikan Oleh : KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PROV. KALIMANTAN BARAT PADA MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN RENCANA KERJA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Dinas KUKM Provinsi Kalimantan Barat Jl. Sutan Syahrir No. 5 Pontianak

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Tujuan utama dari usaha-usaha pembangunan, selain menciptakan

ABSTRAK. ketimpangan distribusi pendapatan, IPM, biaya infrastruktur, investasi, pertumbuhan ekonomi.

SAMBUTAN KEPALA PERWAKILAN BPK RI PROVINSI KALIMANTAN BARAT PADA ACARA PENYERAHAN HASIL PEMANTAUAN TLHP DAN LHP SEMESTER II TAHUN 2011

Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat. Dinas Perkebunan KEGIATAN PEMBANGUNAN PERKEBUNAN DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN 1

I. PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan suatu daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

PERKEMBANGAN PEMBANGUNAN PROVINSI KALIMANTAN BARAT 2014

GUBERNUR KALIMANTAN BARAT

PROFIL PEMBANGUNAN KALIMANTAN BARAT

LEMBAGA PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN (LPMP) PROVINSI KALIMANTAN BARAT BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DAN PENJAMINAN

BAB I PENDAHULUAN. dirasakan oleh masyarakat luas (Lincolin Arsyad, 1999).

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

EXECUTIVE SUMMARY KAJIAN KESEIMBANGAN PEMBANGUNAN ACEH

PENENTUAN JUMLAH CLUSTER OPTIMAL PADA MEDIAN LINKAGE DENGAN INDEKS VALIDITAS SILHOUETTE

PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN. keberhasilan reformasi sosial politik di Indonesia. Reformasi tersebut

DAFTAR ISI DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GRAFIK...

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan dengan tujuan mencapai kehidupan yang lebih baik dari

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Terwujudnya Indonesia yang Sejahtera, Demokratis, dan Berkeadilan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan yang dilakukan oleh sekian banyak Negara berkembang khususnya

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Letak dan Luas. Komponen fisik

BAB I PENDAHULUAN. yang dalam perkembangannya seringkali terjadi adalah ketimpangan

PENGELOMPOKAN KABUPATEN/KOTA DI KALIMANTAN BARAT BERDASARKAN INDIKATOR DALAM PEMERATAAN PENDIDIKAN MENGGUNAKAN METODE MINIMAX LINKAGE

GUBERNUR KALIMANTAN BARAT

UPAYA PENINGKATAN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA ( IPM ) KALBAR DENGAN PERCEPATAN PENURUNAN ANGKA KEMATIAN BAYI DAN IBU

Tabel I.1. Luas dan Tingkat Kekritisan Lahan di Wilayah Kerja BPDAS Kapuas Tahun 2007

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan, dan tingkat pengangguran (Todaro, 2000:93). Maka dari itu

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. pada hakekatnya pembangunan daerah merupakan bagian integral dari. serta kesejahteraan penduduk. Kesenjangan laju pertumbuhan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan teknologi dan serta iklim perekonomian dunia.

I. PENDAHULUAN. Sebelum otonomi daerah tahun 2001, Indonesia menganut sistem

ANALISIS PENENTUAN SEKTOR UNGGULAN PEREKONOMIAN KOTA SINGKAWANG DENGAN PENDEKATAN SEKTOR PEMBENTUK PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ( PDRB )

ANALISIS KEJADIAN HUJAN SANGAT LEBAT TERKAIT KEJADIAN BANJIR DI KAB. KUBU RAYA, KALIMANTAN BARAT TANGGAL 11 NOVEMBER 2017

ANALISIS DISPARITAS PENDAPATAN ANTAR DAERAH DI PROVINSI ACEH DENGAN PENDEKATAN INDEKS KETIMPANGAN WILLIAMSON PERIODE TAHUN

PERTUMBUHAN EKONOMI SEKADAU TAHUN 2015

RINCIAN FORMASI PENERIMAAN PEGAWAI NEGERI SIPIL ( PNS ) DEPARTEMEN AGAMA TAHUN ANGGARAN 2009 NOMOR : B.II/1-a/KP.00.3/ 963 /2009

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. tujuan pembangunan ekonomi secara makro adalah

PANWAS KABUPATEN KOTA SE-KALIMANTAN BARAT PEMBENTUKAN CALON ANGGOTA PANWAS KECAMATAN PENGUMUMAN PENDAFTARAN CALON ANGGOTA PANWAS KECAMATAN

BAB I PENDAHULUAN. mengukur keberhasilan pembangunan ekonomi di daerah adalah pertumbuhan

IV. DINAMIKA DISPARITAS WILAYAH DAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR

METODOLOGI PENELITIAN

Daftar Isi DAFTAR ISI... I DAFTAR GAMBAR... IIII DAFTAR TABEL... IV

BAB I PENDAHULUAN. Isu mengenai ketimpangan ekonomi antar wilayah telah menjadi fenomena

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB III LANDASAN TEORI

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. A. Kesimpulan 1. Kontribusi sektor pertanian terhadap perekonomian Provinsi Jawa Tengah

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia. Seiring perkembangan zaman tentu kebutuhan manusia bertambah, oleh

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses untuk

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

Profil Tata Ruang. Provinsi Kalimantan Barat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dibandingkan dengan laju pertumbuhan penduduk (Todaro, 2011). pemerataan, akan terjadi Ketimpangan wilayah (regional disparity), terlihat

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Pembangunan di bidang ekonomi ini sangat penting karena dengan

JUMBARA PMR DAN TEMU KARYA RELAWAN PALANG MERAH INDONESIA TINGKAT DAERAH KALIMANTAN BARAT (JUMTEK 2010 PMI KALBAR) Sungai Ambawang, 5 10 Oktober 2010

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem otonomi daerah, terdapat 3 (tiga) prinsip yang dijelaskan UU

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Jumlah rumah tangga usaha pertanian di Kalimantan Barat Tahun 2013 sebanyak rumah tangga

I. PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya setiap negara di dunia memiliki tujuan utama yaitu

ANALISIS DATA KEPENDUDUKAN DAN KB HASIL SUSENAS

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi didefinisikan sebagai suatu proses yang

POTRET USAHA PERTANIAN PROVINSI KALIMANTAN BARAT MENURUT SUBSEKTOR

Transkripsi:

BAB I A. Latar Belakang PENDAHULUAN Indonesia merupakan salah satu Negara berkembang yang memiliki keragaman antar daerah yang tinggi, keragaman tersebut merupakan hasil yang nyata dari perbedaan karakteristik alam, ekonomi, sosial dan budaya. Wilayah-wilayah dengan potensi sumber daya alam dan lokasi yang menguntungkan dapat berkembang dan menciptakan percepatan pembangunan sedangkan bagi wilayah-wilayah yang tertinggal sering sekali tidak dapat menghasilkan output secara optimal. Pada skala nasional, kemampuan wilayah dalam menghasilkan output merupakan salah satu penentu tingkat kesejahteraan antar wilayah. Selain itu, penentu tingkat kesejahteraan antar wilayah menjadi tidak seimbang dengan pendekatan pertumbuhan ekonomi secara makro dan sistem pemerintahan sentralistik yang cenderung mengabaikan terjadinya kesetaraan dan keadilan pembangunan antar wilayah yang cukup besar. Investasi dan sumber daya terserap hanya terkonsentrasi di perkotaan dan wilayah yang dijadikan pusat-pusat pertumbuhan, sementara wilayahwilayah yang jauh dari perkotaan mengalami eksploitasi sumber daya yang berlebihan. Pada masa orde baru tahun 1954, sistem kepemerintahan di Indonesia menjadi sistem pemerintahan terspusat. Sehingga seluruh aturan dalam pengelolaan sumber daya dan juga potensi daerah diatur langsung oleh pemerintah pusat atau tersentralisasi. Hal tersebut menyebabkan beberapa daerah mengalami pertumbuhan yang cepat, sedangkan daerah lainya mengalami pertumbuhan yang lambat. Sistem 1

2 pemerintahan terpusat dijalankan dengan cara memberikan sumber fiskal secara merata ke daerah-daerah tanpa melihat latar belakang potensi yang dimiliki daerah tersebut. Akibatnya daerah memiliki ketergantungan yang kuat dengan pemerintah pusat karena dalam pengambilan keputusan pembangunanpun harus sesuai dengan arahan dari pemerintah pusat. Otonomi daerah muncul sebagai solusi dalam menangani masalah-masalah yang muncul sebagai akibat dari adanya sentralisasi (Mahardiki, 2013). Sehingga pemerintah daerah dapat mengurus sendiri pembangunan infrastruktur maupun pengembangan potensi masing-masing daerahnya. Adapun dampak yang terjadi adalah terdapat kecendrungan untuk mementingkan daerah sendiri sehingga saling bersaing dalam memaksimalkan pembangunan serta pertumbuhan. Hal ini akan menyebabkan terjadinya distribusi pembangunan antar daerah. Distribusi pembangunan merupakan salah satu tolak ukur akan tujuan pembangunan nasional dalam meningkatkan stabilitas, pemerataan, pertumbuhan dan pengembangan daerah serta kesejahteraan penduduk. Ukuran yang paling sering digunakan untuk melihat persebaran antar daerah biasanya dilihat dengan menggunakan rumus yang dikembangkan oleh Williamson. Koefisiensi variasi ini mengukur persebaran regional dari suatu atribut yang ditimbang dengan proporsi penduduk pada masing-masing daerah (Hudiyanto, 2014). Sehingga dalam analisis ini ukuran yang digunakan untuk merefleksikan ketimpangan pembangunan yaitu Indeks Williamson. Jika dilihat dari Indeks Gini yang juga merupakan salah satu ukuran yang paling sering digunakan untuk mengukur tingkat ketimpangan pembangunan secara menyeluruh, maka dapat dilihat pada gambar berikut ini :

3 Gini Rasio Indonesia 0,41 0,41 0,41 0,41 0,41 0,38 Sumber : BPS Indonesia 2016, Portal Data Indoensia Gambar 1.1. Gini Rasio Menurut Indonesia Tahun 2010-2015 Dengan melihat pada gambar 1.1 dapat diketahui bahwa ketimpangan yang terjadi di Indonesia mengalami peningkatan sejak tahun 2010 setelah itu cenderung tetap. Jika jumlahnya terus menerus mengalami peningkatan maka dapat menghambat pertumbuhan ekonomi dan menghalangi pembangunan. Salah satu dampak persoalan ketimpangan wilayah adalah persoalan daerah tertinggal. Dari data Keputusan Menteri Negara Pembangunan Daerah Tertinggal Republik Indonesia nomor: 001/KEP/M- PDT/II/2005, dapat dilihat pada gambar 1.2 penyebaran daerah tertinggal dalam skala nasional. 2010 2011 2012 2013 2014 2015

4 Sumber : Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Republik Indonesia 2015. Gambar 1.2. Peta Jumlah Kabupaten/Kota Daerah Tertinggal di Setiap Provinsi Menurut Keputusan Menteri Daerah Tertinggal, nomor 001/KEP/MPDT/I/2005, daerah tertinggal ini didasarkan pada enam kriteria: (1) perekonomian masyarakat, (2) kualitas sumber daya manusia, (3) sarana dan prasarana (infrastruktur), (4) kemampuan keuangan lokal, (5) aksesibilitas, (6) karakteristik daerah. Berdasarkan enam kriteria itu serta gambar 1.2 maka dapat terlihat sebagian besar provinsi yang mempunyai kabupaten daerah tertingal berada di luar Jawa dan daerah perbatasan antar negara. Provinsi di ujung perbatasan Barat yaitu Nanggro Aceh dan ujung Timur Papua merupakan provinsi terbesar dengan kandungan daerah tertinggal, menyusul Kalimantan Barat di perbatasan utara. Tebaran daerah tertinggal memang banyak terlihat pada provinsi-provinsi yang belum tentu jauh dari pusat - pusat kota nasional. Menurut penjelasan di atas dapat diketahui bahwa Provinsi Kalimantan Barat termasuk salah satu daerah tertinggal yang sesuai dengan kriteria dari Menteri Daerah

5 Tertinggal. Untuk melihat perubahan tingkat ketimpangan yang terjadi di Provinsi Kalimantan Barat menurut Indeks Gini maka dapat dilihat dari gambar berikut ini : INDEKS GINI Kalimantan Barat 0,4 0,38 0,4 0,39 0,33 2011 2012 2013 2014 2015 Sumber : Portal Data Indoensia Gambar 1.3. Gini Ratio Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2011-2015 Dari gambar 1.3 dapat diketahui bahwa perubahan tingkat ketimpangan yang terjadi di Provinsi Kalimantan Barat secara berkala setiap tahunya mengalami peningkatan walaupun pada dua tahun terakhir mengalami penurunan. Dimulai pada tahun 2011 Indek Gini sebesar 0,4; selanjutnya pada tahun 2012 mengalami sedikit penuruan menjadi 0,38 dan kembali mengalami kenaikan menjadi 0,4 pada tahun 2013. Indeks gini kembali mengalami penuruan hingga tahun 2015, dimana pada tahun 2014 turun sebesar 0,01 dari tahun sebelumnya menjadi 0,39 selanjutnya pada tahun 2015 penurunan Indeks Gini sebesar 0,6 menjadi 0,33. Penurunan terbesar terjadi pada tahun 2015 jika dibanding dengan tahun-tahun sebelumnya. Hal tersebut dapat membuktikan bahwa menurut Indeks Gini, ketimpangan yang terjadi di Provinsi

6 Kalimantan Barat pada tahun akhir penelitian menjadi semakin merata walaupun belum diketahui pasti penyebab terjadinya penuruan tersebut. Selain melihat angka ketimpangan di daerah Provinsi Kalimantan Barat secara keseluruhan maka untuk melihat rata-rata pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita sebagai indikator pembangunan di setiap Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Barat kita dapat melihat tabel 1.1. Daerah yang memiliki pertumbuhan ekonomi lebih rendah dari provinsi ternyata memiliki pendapatan per kapita tinggi seperti Kabupaten Sanggau dan Kabupaten Ketapang. Kabupaten ini merupakan salah satu daerah yang termasuk dalam KEK (Kawasan Ekonomi Khusus) yang ditentukan oleh Provinsi Kalimantan Barat. Berikut tabel rata-rata pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita antar kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan Barat :

7 NO Tabel 1.1. Rata-rata Pertumbuhan Ekonomi dan Pendapatan Per Kapita Atas Dasar Harga Berlaku 2010 Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2010-2015 KAB/KOTA RATA-RATA LPE (%) RATA-RATA PDRB PERKAPITA (rupiah) 1 Kab. Sambas 5,61 19.721.037 2 Kab. Bengkayang 5,08 18.584.594 3 Kab. Landak 5,51 15.046.120 4 Kab. Pontianak 5,19 15.340.412 5 Kab. Sanggau 4,61 23.580.254 6 Kab. Ketapang 5,13 27.200.200 7 Kab. Sintang 5,51 18.401.073 8 Kab. Kapuas Hulu 4,64 20.523.581 9 Kab. Sekadau 6,06 16.157.545 10 Kab. Melawi 5,39 13.511.550 11 Kab. Kayong Utara 5,53 18.329.263 12 Kab. Kubu Raya 6,44 24.260.606 13 Kota Pontianak 6,45 31.551.062 14 Kota Singkawang 6,50 25.084.009 KALBAR 5,56 21.882.000 Sumber : BPS Provinsi Kalimantan Barat, Data diolah Menurut BPS (2016) dalam artikel Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Kalimantan Barat 2016, KEK bertujuan untuk mempercepat proses pembangunan dan laju pertumbuhan ekonomi dengan mendukung aktivitas ekonomi wilayah di Provinsi Kalimantan Barat yang memiliki nilai tambah. Adapun daerah dengan pertumbuhan ekonomi yang rendah sekaligus memiliki pendapatan per kapita yang rendah pula seperti Kabupaten Bengkayang, Kabupaten Landak, Kabupaten Pontianak, Kabupaten Sanggau, Kabupaten Sintang, Kabupaten Melawi, dan Kabupaten Kapuas Hulu. Secara keseluruhan pendapatan per kapita antar daerah di Provinsi Kalimantan Barat tidak begitu tinggi, hanya beberapa daerah saja yang memiliki pendapatan per kapita tinggi dan merupakan daerah perkotaan. Secara tidak

8 langsung ini menggambarkan kesejahteraan masyarakat daerah perkotaan di Provinsi Kalimantan Barat relatif lebih baik. Namun ini juga dapat mencerminkan bahwa pembangunan di Provinsi Kalimantan Barat lebih terfokus pada daerah-daerah tertentu terutama daerah kota yang merupakan konsentrasi penduduk di Kalimantan Barat. Di sisi lain terpusatnya pembangunan di daerah perkotaan menyebabkan perbedaan antar daerah semakin menyolok dan berujung pada perbedaan kesejahteraan masyarakat antar daerah. Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka penulis berusaha untuk lebih jauh mengetahui pola/klasifikasi daerah yang didasarkan pada pertumbuhan ekonomi daerah di Provinsi Kalimantan Barat diikuti dengan apa saja sektor unggulan yang ada pada kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan barat serta seberapa besar tingkat ketimpangan pendapatan dan penyebab terjadinya perubahan peningkatan ketimpangan antar daerah di Provinsi Kalimantan Barat. B. Rumusan Masalah Dari beberapa latar belakang yang telah dijelaskan diatas, maka dapat diambil beberapa perumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana pola atau klasifikasi daerah yang didasarkan pada pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan Barat? 2. Sektor apakah yang menjadi sektor unggulan tiap kabupaten kota di Provinsi Kalimantan Barat? 3. Seberapa besar tingkat ketimpangan pembangunan dan penyebab terjadinya perubahan ketimpangan antar daerah di Provinsi Kalimantan Barat?

9 C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan malasah tersebut, maka tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Mengetahui bagaimana pola atau klasifikasi daerah didasarkan pada pertumbuhan ekonomi daerah di Provinsi Kalimantan Barat. 2. Mengidentifikasi sektor unggulan tiap kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan Barat. 3. Mengetahui seberapa besar tingkat ketimpangan pembangunan dan penyebab terjadinya perubahan ketimpangan antar daerah di Provinsi Kalimantan Barat. D. Manfaat Penelitian Ada beberapa manfaat yang dapat di ambil dari penelitian ini yaitu : 1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi dan gambaran kepada pembaca mengenai ketimpangan pembangunan daerah di Provinsi Kalimantan Barat. 2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat meberikan masukan kepada para pengambil kebijakan pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah terkait. 3. Hasil penelitian ini diharapakan dapat menjadi sumber informasi maupun refrensi tambahan bagi peneliti selanjutnya khusunya terkait masalah dipasritas pembangunan.