190 BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan Tesis ini menguraikan analisis ciri semantis, konstruksi gramatikal, makna spasial dan makna perluasan, serta makna prototipe dan jejaring semantis verba LOOK. Hal tersebut sesuai dengan rumusan masalah yang mendasari penelitian ini. Seluruh permasalahan tersebut dikaji berdasarkan kerangka teori linguistik kognitif. Kesimpulan yang dapat ditarik dari pembahasan pada tesis ini adalah sebagai berikut. Verba look memiliki ciri semantis yang khas. Verba look sebagai verba tunggal terbagi ke dalam verba look perseptif agentif (verba look [A]) dan verba look perseptif (verba look [P]. Verba look [A] memiliki keunikan yakni hanya dapat berkolokasi dengan perposisi at sebagai verba preposisional. Selain itu, Verba look [A] memiliki sifat semantis DINAMIS, TELIS, dan DURATIF. Verba look [P] memiliki sifat semantis STATIS, ATELIS, dan PANGTUAL. Dalam konstruksi verba frasal, terdapat setidaknya 17 verba frasal dengan look sebagai verba akar. Verba frasal tersebut adalah look after, look ahead, look at, look away, look back, look down, look for, look forward, look in, look into, look on, look out, look over, look around, look through, look to, dan look up. Verba frasal tersebut memiliki definisi beragam dan sebagian besar memiliki lebih dari satu definisi. Secara umum, berdasarkan definisinya, verba frasal tersebut dikelompokan ke dalam tiga jenis: (i) verba frasal literal (look down, look around, dan look up), (ii)
191 verba frasal aspektual (look on), dan verba frasal figuratif. Verba frasal figuratif terbagi ke dalam empat jenis: (iii) verba frasal figuratif kognitif (look ahead, look at, look back, look to, dan look up), (iv) verba frasal figuratif emotif (look at, look down, look forward, look on, look out, look through, look to, dan look up), (v) verba frasal figuratif pergerakan (look away), dan (vi) verba frasal figuratif aksi-proses (look after, look at, look for, look into, look on, look out, look over, look around, look through, dan look up). Verba frasal literal memiliki ciri semantis DINAMIS, TELIS, dan DURATIF. Verba frasal aspektual memiliki ciri semantis DINAMIS, TELIS, dan DURATIF. Verba frasal figuratif kognitif memiliki ciri semantis DINAMIS, TELIS, dan DURATIF. Verba frasal figuratif emotif memiliki ciri semantis STATIS, ATELIS, dan DURATIF. Verba frasal figuratif pergerakan memiliki ciri semantis DINAMIS, TELIS, dan DURATIF. Sementara itu, verba frasal figuratif aksi-proses memiliki ciri semantis DINAMIS, TELIS, dan DURATIF. Dengan sifat semantis baik sebagai verba tunggal maupun verba frasal, verba look memiliki konstruksi gramatikal tertentu. Verba look [A] bersifat transitif karena hanya dapat bervalensi satu. Sebagai verba pengalam, verba look [A] menghendaki pengalam bernyawa dalam persona satu, dua, maupun tiga baik jamak maupun tunggal. Sementara itu, verba look [P] bersifat itransitif karena hanya dapat bervalensi kosong. Sebagai verba keadaan, verba look [P] menghendaki stimulus berupa benda abstrak maupun konkrit. Verba look [P] merupakan verba kopulatif sehingga harus diikuti oleh pelengkap.
192 Verba frasal dengan look sebagai verba akar memiliki beragam konstruksi garamatikal sesuai dengan sifat semantisnya. Kelompok verba frasal literal dapat muncul dalam konstruksi intransitif maupun transitif. Sebagai verba pengalam, verba frasal literal dapat memiliki pengalam bernyawa dalam persona satu, dua, dan tiga baik jamak maupun tunggal. Verba frasal literal juga menghendaki stimulus dengan wujud benda konkrit. Sementara itu, verba frasal aspektual juga dapat muncul dalam kosntruksi intransitif maupun transitif. Sebagai verba pengalam, verba frasal ini menghendaki pengalam bernyawa dalam persona satu, dua, dan tiga baik jamak maupun tunggal serta diikuti stimulus dengan wujud benda konkrit. Selanjutnya, kelompok verba frasal figuratif kognitif bersifat transitif karena hanya dapat bervalensi satu. Verba frasal ini masuk dalam kategori verba pengalam yang menghendaki pengalam berwujud manusia dan dapat memiliki stimulus bersifat konkrit maupun abstrak. Konstruksi dan sifat argumen verba frasal figuratif kognitif tersebut sama dengan konstruksi gramatikal dan sifat argumen dari verba frasal figuratif emotif. Ini berbeda dengan verba frasal figuratif pergerakan yang bersifat intransitif karena hanya dapat memiliki satu argumen dengan peran semantis sebagai agen. Agen tersebut harus berupa mahluk bernyawa. Berbeda pula dengan verba frasal figuratif aksi-proses yang bersifat transitif karena hanya dapat bervalensi satu. Verba frasal tersebut hanya bisa didampingi oleh agen berupa nomina bernyawa dalam persona persona satu, dua, dan tiga baik jamak maupun tunggal. Selain itu, verba frasal figuratif aksi-proses juga menghendaki pasien berwujud benda konkrit.
193 Ketika verba frasal tersebut memiliki pasien bersifat abstrak, aktifitas yang terjadi lebih bersifat kognitif. Terkait dengan makna, verba look memiliki tiga pengelompokan makna spasial dan perluasan. Makna spasial yang setara dengan makna literal dari verba look namun dengan penjelasan lebih mendetail terdiri dari empat makna. Makna spasial tersebut adalah menatap ke arah stimulus yang memiliki komponen spasial arah NETRAL, gerakan NETRAL, dan daerah EKSTERIOR. Makna spasial berikutnya adalah menatap ke bawah dengan komponen spasial arah VERTIKAL, gerakan MATA/KEPALA, dan wilayah SUPERIOR. Makna spasial menatap ke sekeliling yang memiliki komponen spasial arah HORIZONTAL, gerakan MATA/KEPALA, dan wilayah INTERIOR. Terakhir adalah makna spasial menatap ke atas dengan komponen spasial arah VERTIKAL, gerakan MATA/KEPALA, dan wilayah INFERIOR. Sementara itu, makna perlusan verba look terdiri dari 21 makna. Maknamakna tersebut adalah to seem to be, to turn away, to stare, to scrutinize, to predict, to remember, to consider, to underestimate, to admire, to feel happy, to expect, to beware, to become better, to examine, to delve, to search, to share, to take care of, to visit, to avoid, dan to read. Makna tersebut dikandung baik dalam konstruksi verba tunggal maupun verba frasal. Selain itu, makna perluasan juga meliputi makna verba look dalam konstruksi idiomatis. Secara garis besar, makna idiomatis merupakan jenis idiom peribahasa (proverb) yang berkembang dari verba look [A] dan verba look [P]. Secara metaforis, makna
194 idiomatis tersebut menggunakan medan semantik manusia (human), benda mati (living), dan hewan (animate). Terdapat satu idiom berupa metonimi yakni look under the hood. Keseluruhan idiom tersebut bersifat transparan atau sebagian karena masih dapat ditelusuri keterkaitan maknanya dari unsur-unsur pembentuknya. Dari sekian makna spasial dan makna perlusan verba look terdapat makna yang bersifat tipikal atau disebut sebagai makna prototipe. Makna menatap ke arah stimulus yang menunjukan proses pengalam mengarahkan tatapan ke arah stimulus ditentukan sebagai makna prototipe verba look. Ini karena makna tersebut: (i) secara etimologis pertama kali digunakan, (ii) mendominasi jejaring semantis, (iii) dikandung oleh sebagian besar konstruksi gabungan, (iv) memiliki hubungan dengan verba perseptif lainnya. Selanjutnya, makna perluasan dan makna prototipe verba look terhubung dalam sebuah jejaring semantis dengan beberapa kelompok makna di dalamnya. Kelompok makna yang ada adalah kelompok dengan atribut: (i) menatap, (ii) berpikir, (iii) menghayati, dan (iv) melakukan aktifitas. Perkembangan makna verba look pada kelompok berpikir menunjukan metafora MENATAP ADALAH MEMIKIRKAN. Perkembangan makna verba look pada kelompok menghayati menunjukan metafora MENATAP ADALAH MENGHAYATI. Sementara itu, perkembangan makna pada kelompok dengan atribut melakukan aktifitas menunjukan proses metaforis MENATAP ADALAH MELAKUKAN. Selain itu, jejaring semantis juga menunjukan hubungan antara makna prototipe dengan makna yang berkelompok. Jejaring semantis verba look mematuhi Komitmen Generalisasi dan Komitmen Kognitif dalam linguistik kognitif.
195 6.2 Saran Penelitian ini telah menganalisis polisemi verba LOOK dalam naungan kajian Linguistik Kognitif. Tahapan-tahapan dalam penelitian ini diarahkan agar sesuai dengan mekanisme kognitif yang termuat di dalam komitemen dan prinsip-prinsip dalam Linguistik Kognitif. Dalam kajian seputar polisemi, penelitian ini telah menerapkan dua pendekatan yang ditawarkan oleh Linguistik Kognitif yakni polisemi konstruksional dan polisemi terperinsip. Selain itu, penelitian ini mengaplikasikan salah satu metode pengujian polisemi: tes sinonimi. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi pemantik bagi lahirnya penelitian-penelitian lain dalam nangungan Linguistik Kognitif. Penelitian selanjutnya dapat mengaplikasikan teori-teori lain yang berada dalam naungan Linguistik Kognitif dalam memecahkan fenomena kebahasaan yang ada, terutama di Indonesia. Ini karena penelitian yang menerapkan teori Linguistik Kognitif masih sangat jarang padahal data kebahasaan di Indonesia sangat melimpah. Dari cabang semantik kognitif, penelitian selanjutnya dapat menerapkan Teori Metafora Konseptual (Conceptual Metaphor Theory), Teori Semantik Rangka (Frame Semantics), Teori Ruang Mental dan Pemaduan Konseptual (Mental Spaces and Conceptual Blending Theory), Teori Lexical Semantics and Cognitive Model (LCCM), dan Teori Skema-Gambaran (Image-Schema Theory). Dalam kajian tatabahasa, penelitian selanjutnya dapat mengaplikasikan teori Tatabahasa Kognitif (Cognitive Grammar), Tatabahasa Konstruksi (Construction Grammar), Tatabahasa Konstruksi Radikal (Radical Construction Grammar), Tatabahasa Konstruksi
196 Terejawantahkan (Embodied Construction Grammar), dan Tatabahasa Dependensi (Word Grammar). Selain itu, penelitian selanjutnya dapat mempergunakan metode korpus yang menawarkan data kebahasaan lebih tersistematis dan sesuai dengan perkembangan teknologi informasi kekinian. Penelitian terkait polisemi juga masih terbuka untuk objek kajian lainnya. Polisemi pada tataran kelas kata adjektiva masih belum banyak diteliti. Padahal, karakteristik adjektiva akan menarik untuk ditelisik melalui teori-teori dalam Linguistik Kognitif. Polisemi secara sintaksis penting untuk dilakukan semisal polisemi pada konstruksi dwitransitif. Selain itu, polisemi pada kata fungsional juga akan cukup menarik untuk dikaji. Penelitian terkait polisemi kata fungsional, seperti partikel spasial dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa-bahasa Nusantara perlu dilakukan. Sumber data yang digunakan dapat diperoleh dari teks-teks tradisional banyak yang melibatkan penjelasan ruang dan waktu. Analisis polisemi partikel spasial pada bahasa kitab suci juga penting untuk dilakukan. Semisal adalah partikel spasial yang berada pada sumber data Kitab Al-Qur an yang banyak menggunakan penjelasan terkait jarak dan ruang dalam penjelasan hukum-hukumnya seperti penentual Hillal dan patokan seorang jama ah haji untuk mengenakan pakaian ikhram. Kajian tersebut akan menjadikan keilmuan linguistik lebih memiliki peran.