KEBIJAKAN PENGEMBANGAN RAMI DAN DUKUNGAN PADA PILOT PROJECT PENGEMBANGAN RAMI DI KABUPATEN GARUT

dokumen-dokumen yang mirip
RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2013

DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN

DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013

Pembangunan Bambu di Kabupaten Bangli

Perkembangan Produksi dan Kebijakan dalam Peningkatan Produksi Jagung

BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN

PERMASALAHAN PENGEMBANGAN TEMBAKAU DI JAWA TIMUR. Dinas Perkebunan Propinsi Jawa Timur

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

DALAM PENGEMBANGAN SERAT RAMI

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka pengembangan ekonomi daerah yang bertujuan. meningkatkan kesejahteraan masyarakat, maka pengembangan ekonomi lokal

V. KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN PROGRAM

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis

ARAH KEBIJAKAN PERSUSUAN

KONDISI TERKINI BUDIDAYA IKAN BANDENG DI KABUPATEN PATI, JAWA TENGAH

PENINGKATAN PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS TANAMAN TAHUNAN PEDOMAN TEKNIS KOORDINASI KEGIATAN PENGEMBANGAN TANAMAN TAHUNAN TAHUN 2015 (REVISI)

DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN

GUBERNUR SULAWESI TENGAH

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG PETA PANDUAN (ROAD MAP) PENGEMBANGAN INDUSTRI UNGGULAN PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pertanian adalah seluruh kegiatan yang meliputi hulu sampai hilir yaitu,

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.09/MEN/2002 TENTANG INTENSIFIKASI PEMBUDIDAYAAN IKAN

REKOMENDASI SEMINAR STRATEGI DAN TANTANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI JANGKA MENENGAH PROVINSI JAMBI 22 DESEMBER 2005

KATA PENGANTAR. Petunjuk teknis ini disusun untuk menjadi salah satu acuan bagi seluruh pihak yang akan melaksanakan kegiatan tersebut.

VII. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN. 1. Baik pada daerah dataran rendah maupun dataran tinggi, rendahnya

PEDOMAN PEMBINAAN TENAGA HARIAN LEPAS TENAGA BANTU PENYULUH PERTANIAN BAB I PENDAHULUAN

USAHA TANI RAMI DI SELA-SELA POHON KELAPA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan suatu tindakan untuk mengubah kondisi

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

RINGKASAN EKSEKUTIF HENNY NURLIANI SETIADI DJOHAR IDQAN FAHMI

I. PENDAHULUAN. komoditas utama penghasil serat alam untuk bahan baku industri Tekstil dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

Terdapat berbagai jenis Program OPD tahun Dinas Pertanian perkebunan dan kehutanan. Badan Ketahanan Pangan dan Pelaksana Penyuluhan

BAB I P E N D A H U L U A N. 1. Latar Belakang

5Kebijakan Terpadu. Perkembangan perekonomian Indonesia secara sektoral menunjukkan. Pengembangan Agribisnis. Pengertian Agribisnis

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 03/Permentan/OT.140/1/2011 TENTANG

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Ketahanan Pangan. Laporan Komisi ke Menko Perekonomian KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU)

I. PENDAHULUAN. (agribisnis) terdiri dari kelompok kegiatan usahatani pertanian yang disebut

BAB I PENDAHULUAN. dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BINA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN PERHUTANAN SOSIAL NOMOR: P. 1 /V-SET/2014 TENTANG

Mendukung terciptanya kesempatan berusaha dan kesempatan kerja. Meningkatnya jumlah minat investor untuk melakukan investasi di Indonesia

BAB IV ANALISA SISTEM

I. PENDAHULUAN. sektor yang mempunyai peranan yang cukup strategis dalam perekonomian

BAB. I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PEMBIAYAAN PERTANIAN TA. 2014

IV.C.6. Urusan Pilihan Perindustrian

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pendamping dan pembimbing pelaku utama dan pelaku usaha. Penyuluh

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

VI. REKOMENDASI KEBIJAKAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Indonesia menurut lapangan usaha pada tahun 2010 menunjukkan bahwa sektor

5. Arah Kebijakan Tahun Kelima (2018) pembangunan di urusan lingkungan hidup, urusan pertanian,

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB IV RUJUKAN RENCANA STRATEGIS HORTIKULTURA

XI. PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI UBI KAYU

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 PROSPEK PENGEMBANGAN SUMBER ENERGI ALTERNATIF (BIOFUEL)

POLA PENGEMBANGAN KOMODITI JAGUNG HIBRIDA. di KAB. SUMBA TIMUR

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. DAFTAR ISI... ii. I. Pendahuluan. 1 A. Latar Belakang. 1 B. Maksud dan Tujuan. 2 C. Sasaran... 2 D. Dasar Hukum...

RISALAH KESEPAKATAN PEMBAHASAN SIDANG KELOMPOK II MUSRENBANG NASIONAL TAHUN 2010

RUMUSAN RAPAT KOORDINASI PANGAN TERPADU SE KALTIM TAHUN 2015

Selanjutnya tugas pembantuan tersebut meliputi : 1. Dasar Hukum 2. Instansi Pemberi Tugas Pembantuan

KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA. Ketahanan Pangan. Dalam Kerangka Revitalisasi Pertanian, Perikanan, Kehutanan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN. yang penting di Indonesia dan memiliki prospek pengembangan yang cukup

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan

BAB I PENDAHULUAN. Komoditas hortikultura tergolong komoditas yang bernilai ekonomi tinggi

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar

I. PENDAHULUAN. baku industri tekstil dan produk tekstil (TPT) meningkat dari 365 ribu ton menjadi. 99% dan hanya 1% dipenuhi dari kapas domestik.

KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL

BAB II RENCANA STRATEJIK

PENDAHULUAN. Dinas Perkebunan Provinsi Riau Laporan Kinerja A. Tugas Pokok dan Fungsi

IX. KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 18 REVITALISASI PERTANIAN

Kegiatan Prioritas Tahun 2010

I. PENDAHULUAN. Dalam rangka peningkatan produksi pertanian Indonesia pada periode lima

DUKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN GARUT PADA PENDIRIAN PABRIK PEMINTALAN RAMI (SERAT PANJANG) DI KABUPATEN GARUT

KATA PENGANTAR Rencana Strategis Direktorat Jenderal Perkebunan

I. PENDAHULUAN. besar penduduk, memberikan sumbangan terhadap pendapatan nasional yang

I. PENDAHULUAN. Otonomi Daerah dengan sistem desentralisasi diimplementasikan di

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2013

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. komparatif karena tersedia dalam jumlah yang besar dan beraneka ragam serta dapat

KERANGKA ACUAN KEGIATAN (KAK) WORKSHOP DESAIN IKM BATU MULIA DI JAWA TENGAH

GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG URAIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PERKEBUNAN PROVINSI PAPUA

Rumusan FGD Cabai dan Bawang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Kedudukan, Tugas, Fungsi dan Kewenangan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEMENTERIAN PERTANIAN RI DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PETERNAK

I. PENDAHULUAN. pertanian. Tidak dapat dipungkiri bahwa sektor pertanian memegang peranan

I. PENDAHULUAN. titik berat pada sektor pertanian. Dalam struktur perekonomian nasional sektor

UPAYA PENINGKATAN KUALITAS DAN KUANTITAS KOMODITI KOPI JAWA TIMUR GUNA MENUNJANG PASAR NASIONAL DAN INTERNASIONAL

Pembangunan sektor pertanian seyogyanya memperhatikan. komponen-komponen serta seluruh perangkat yang saling berkaitan

Transkripsi:

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN RAMI DAN DUKUNGAN PADA PILOT PROJECT PENGEMBANGAN RAMI DI KABUPATEN GARUT Direktorat Budi Daya Tanaman Semusim, Direktorat Jenderal Perkebunan, Departemen Pertanian PENDAHULUAN Indonesia merupakan salah satu negara penghasil tekstil dan produk tekstil (TPT) no 13 terbesar di dunia dan no 5 di Asia. Peranan industri TPT sangat besar sekali terhadap pembangunan ekonomi Indonesia utamanya dalam 3 (tiga) hal pokok yaitu perolehan devisa ekspor, penyerapan tenaga kerja, dan penyediaan sandang di dalam negeri walaupun belum maksimal. Dalam perolehan devisa ekspor, produk TPT masih merupakan penghasil devisa ekspor nonmigas utama di Indonesia. Kontribusi diperkirakan + 17% terhadap ekspor nonmigas dan 13% terhadap ekpor Indonesia secara keseluruhan. Sebagai negara produsen TPT yang cukup besar di dunia seyogyanya didukung dengan ketersediaan bahan baku yang utamanya berasal dari serat alam dalam negeri. Ironisnya ketergantungan terhadap bahan baku benang dari impor sangat besar sekali. Setiap tahunnya Indonesia mengimpor kapas yang merupakan bahan baku utama TPT lebih kurang 700.000 ton atau lebih dari US$1 miliar (lebih dari 90% kebutuhan kapas). Di antara serat alam di luar kapas, rami adalah salah satu serat alam yang memungkinkan dibuat bahan baku tekstil dibandingkan dengan serat alam lainnya. Tanaman rami (Boehmeria nivea L. Gaud.) merupakan salah satu serat alam yang mempunyai harapan untuk dikembangkan di Indonesia, karena mutunya tidak jauh berbeda dengan wool atau sutera, bahkan mempunyai kelebihan dibandingkan dengan serat kapas karena seratnya lebih kuat, mudah menyerap keringat dan tidak termakan oleh bakteri dan jamur. Selain itu pertumbuhan, tanaman rami tidak memerlukan syarat yang rumit karena mudah tumbuh di mana-mana serta tidak mudah mati, walaupun di tanah kurang subur ataupun kurang air. Tanaman rami dapat tumbuh baik pada ketinggian 300 1.800 m dpl., dengan iklim dan kelembapan cukup dan curah hujan minimal 90 mm/bulan yang merata sepanjang tahun. Sementara itu tanaman ini dapat dipanen sebanyak 5 6 kali dalam setahun apabila keadaan agroklimat di daerah tersebut cukup mendukung pertumbuhan yang baik. Berdasarkan penelitian, tanaman rami harus diremajakan kembali setelah 6 8 tahun kemudian apabila pemeliharaannya dilaksanakan secara intensif dan sesuai teknologi anjuran. Dalam hal ini peluang pengembangan rami di Indonesia cukup besar bila ditinjau dari potensi yang dimiliki serta prospeknya; dibandingkan dengan Negara Cina, yang merupakan produsen serat rami terbesar di dunia (lebih dari 50% memenuhi kebutuhan dunia) tetapi hanya memiliki 4 daerah (provinsi) saja yang mengembangkan serat ini, sedangkan masa panennya hanya 3 kali setiap tahunnya. Berbagai tantangan dan permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan rami di Indonesia antara lain: 1. Koordinasi antarinstansi terkait belum lancar, baik di tingkat pusat maupun daerah khususnya dalam pengembangan agribisnis rami. 2. Perusahaan tekstil yang banyak mendapat subsidi pemerintah (subsidi energi, BBM, dan listrik) untuk menutupi kuota ekspor TPT cende- 14

rung memenuhi kebutuhan serat kapas dari impor, sehingga kurang berminat melakukan investasi di bidang perkebunan kapas dan rami. 3. Belum optimalnya penerapan teknologi budi daya, sebagai akibat rendahnya kemampuan petani dari segi permodalan. Di lain pihak dana APBN di subsektor perkebunan diprioritaskan untuk komoditas strategis lainnya. 4. Kelembagaan petani yang baru terbentuk belum dapat berfungsi secara optimal, karena kelompok tani yang ada belum dapat berperan sebagaimana yang diharapkan; belum dapat mengorganisir petani untuk tanam sesuai dengan teknis budi daya anjuran. 5. Keterbatasan ketersediaan bibit unggul bermutu dengan harga yang terjangkau. Bibit rami yang beredar umumnya belum ada rekomendasi dari balai penelitian dan bukan dari hasil penangkaran benih yang benar. Hal ini mengakibatkan produksi dan produktivitas yang rendah di tingkat usaha tani. Hal yang sama berakibat tidak optimalnya pemanfaatan unit pengolahan rami yang dibangun oleh Kementerian Koperasi dan UKM di beberapa daerah karena biaya pengolahan menjadi tinggi, sehingga pendapatan yang diperoleh petani dari usaha tani rami menjadi rendah dan tidak kompetitif dengan komoditas lainnya. 6. Pilot proyek pengembangan rami di Wonosobo yang merupakan cikal bakal agribisnis rami masih belum menunjukkan hasil yang sesuai dengan yang diharapkan. 7. Pemasaran hasil panen baik berupa batang basah maupun china grass masih sulit diakses. Di beberapa daerah sudah ada pembelinya tetapi harga yang ditentukan masih relatif rendah dan tidak dapat bersaing dengan budi daya tanaman lainnya. 8. Unit pengolahan rami banyak yang tidak berfungsi karena kekurangan bahan baku dan ada kebun yang belum mempunyai unit pengolahan. Alat pengolahan di tempat-tempat yang sudah ada kebunnya agar segera dimanfaatkan unit pengolahannya; minimal unit dekortikasi untuk memproduksi tanaman rami menjadi bentuk china grass. 9. Manajemen sebagian koperasi yang diberikan bantuan proyek rami dan pengolahannya masih kurang profesional sehingga terjadi permasalahan-permasalahan di lapangan. Koperasi-koperasi yang bermasalah agar ditinjau kembali keikutsertaannya dalam proyek tersebut sebelum diteruskan bantuan proyeknya. 10. Koordinasi dan kerja sama antarinstansi terkait dalam pembinaan di lapang masih kurang intensif, sehingga perlu pertemuan-pertemuan rutin antarinstansi terkait terutama di tingkat kabupaten dan lapangan. Sehubungan dengan hal tersebut di atas maka perlu disusun langkah kebijakan pengembangan rami agar dalam pengembangannya dapat dilaksanakan secara terprogram disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang ada sehingga dapat mendorong keberhasilan pengembangan rami di Indonesia. STRATEGI DAN KEBIJAKAN 1. Strategi Mengingat kebutuhan kapas dari tahun ke tahun yang selalu meningkat sedangkan bahan baku yang ada di dalam negeri tidak dapat memenuhi kebutuhan industri tekstil dan produk tekstil (TPT), maka diperlukan upaya mencari alternatif tanaman serat lainnya guna mendapatkan bahan baku sebagai campuran/substitusi kapas. Salah satu tanaman serat sebagai alternatif yaitu dengan mengembangkan tanaman rami yang dilaksanakan melalui kelembagaan ekonomi petani di tingkat pedesaan yang berfungsi melayani kebutuhan anggota tani yang berasaskan kekeluargaan dan demokrasi ekonomi seperti koperasi. 15

2. Kebijakan Komoditas yang tepat sebagai bahan baku industri TPT selain kapas adalah serat rami. Semula pilot proyek pengembangan rami adalah di Wonosobo yang direncanakan akan dijadikan basis kawasan/sentra pengembangan rami di Indonesia melalui upaya penyuluhan dan pengintegrasian berbagai subsistem yang memang belum lengkap. Berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi banyak hambatan di daerah tersebut untuk mewujudkan hal itu. Dari 16 daerah pengembangan rami yang dilaksanakan oleh Kementerian Koperasi dan UKM maka daerah Kabupaten Garut dapat dijadikan percontohan karena telah mengintegrasikan kegiatan mulai dari hulu hingga ke hilir. Untuk itu perlu dukungan kebijakan yang meliputi: wilayah kerja, proses penumbuhan kelembagaan ekonomi petani, menyusun tugas dan fungsi, penguatan organisasi dan menumbuhkan kegiatan perekat untuk mendapatkan penambahan pendapatan petani di luar usaha pokok seperti pengembangan ternak dan budi daya ikan air tawar, dan lain-lain. Pengembangan unit prosesing dilaksanakan bekerja sama dengan industri tekstil yang telah maju untuk itu perlu adanya kunjungan/studi banding ke negara lain. Pengembangan pasar melalui kemitraan dengan melibatkan para pengusaha yang sekaligus berminat sebagai investor dalam pengembangan rami. Pengembangan Litbang dan SDM melalui pelatihan-pelatihan, pendampingan, dan penguatan kelembagaan petani. 3. Langkah Penanganan 1. Jangka Pendek a. Pola pengembangan Pola pengembangan pada dasarnya diarahkan untuk mensinergiskan sumber daya yang ada dengan menutupi kekurangan dan memanfaatkan keunggulan masing-masing pihak yaitu: petani, investor, dan pemerintah. Beberapa pola pengembangan yang diusulkan adalah: 1. Kemitraan: perusahaan pengelola diutamakan dari kalangan industri pemintalan/tekstil menyediakan permodalan berupa benih, sarana produksi, dan jaminan pasar. Petani menyediakan lahan dan tenaga kerja, pemerintah memberikan pelayanan bimbingan teknis, informasi, dan pengawasan. 2. Pengembangan lembaga ekonomi petani: model PMUK. Pemerintah mengalokasikan dana APBN untuk disalurkan ke lembaga usaha ekonomi petani/koperasi sebagai modal untuk mengembangkan sistem dan usaha agribisnis rami. 3. Pola perusahaan dengan jalan menarik investor di bidang agribisnis rami secara terintegrasi antara hulu dan hilir (on farm dengan perusahaan pemintalan/ tekstil). Fasilitas pendanaan bagi petani rami dalam bentuk kredit dengan tingkat bunga yang menarik bagi pengembangan agribisnis rami. b. Konsolidasi lahan penanaman 1. Peninjauan kembali terhadap peta kesesuaian lahan termasuk potensi SDM di wilayah tersebut. 2. Fasilitas penyediaan sarana pengairan sederhana (embung atau sumur resapan) di sentra produksi rami untuk mengatasi kekurangan air di musim kering. c. Benih 1. Fasilitasi ketersediaan benih bermutu melalui penangkaran benih secara berjenjang dan benar. 2. Implementasi regulasi penggunaan benih bersertifikat dan berlabel. 16

3. Fasilitasi sinkronisasi perencanaan/penyusunan program pengembangan rami. d. Teknik budi daya Fasilitasi peningkatan produksi dan produktivitas melalui pemanfaatan benih unggul dan bermutu sesuai permintaan pasar dan melalui penerapan teknologi sesuai anjuran. e. Kelembagaan petani 1. Fasilitasi penumbuhan dan penguatan kelembagaan petani. 2. Fasilitasi penumbuhan dan pengembangan kemitraan antara pengelola dengan kelembagaan petani. 2. Jangka Menengah a. Fasilitasi pengembangan jalinan kerja sama usaha agribisnis rami antara hulu sampai hilir b. Fasilitasi penguatan dan pengembangan kelembagaan petani rami. c. Fasilitasi pengembangan areal dan peningkatan produksi rami sesuai dengan kapasitas alat pengolahan serat rami yang tersedia. d. Fasilitasi penciptaan iklim yang kondusif bagi pengembangan usaha agribisnis rami. 3. Jangka Panjang a. Fasilitasi peningkatan investasi baru untuk usaha tani rami dalam rangka memenuhi kebutuhan serat rami untuk industri pemintalan di dalam negeri. b. Fasilitasi pengembangan dan peningkatan usaha agribisnis rami yang dapat bersaing dalam rangka merebut pangsa pasar internasional. c. Fasilitasi pengembangan kemitraan antara lain investor/perusahan pengelola dengan organisasi petani rami dalam mewujudkan sinergi pembangunan ekonomi kerakyatan dengan melibatkan petani sebagai stake holder di industri hilir. PELAKSANAAN PENGEMBANGAN 1. Kegiatan yang Telah Dilaksanakan Dalam kurun waktu akhir tahun 2004 sampai dengan pertengahan tahun 2005 Direktorat Jenderal Perkebunan sesuai dengan anggaran yang tersedia telah melaksanakan upaya-upaya dalam mendorong pengembangan rami antara lain: a. Pengembangan areal rami melalui proyek Kawasan Industri Masyarakat Perkebunan (Kimbun) Kabupaten Wonosobo mulai tahun anggaran 2002 s.d. 2004 dengan total areal seluas 87 ha dan saat ini tinggal sekitar 16,5 ha. Di samping itu juga memfasilitasi satu unit alat penyerat (dekortikator) b. Pengembangan areal rami di Sumatra Selatan seluas 24 ha oleh Disbun Provinsi bekerja sama dengan Pemda Kab. OKU. c. Membuat demplot penanaman rami di Sumatra Utara di Kabupaten Dairi seluas 0,5 ha di tahun 2003. d. Fasilitasi pengembangan usaha rami terpadu dan kelembagaan petani di Hotel Kaisar Jakarta tanggal 1 s.d. 2 Oktober 2004. e. Monitoring pengembangan rami di areal pengembangan yang dilaksanakan oleh Kementerian Koperasi dan UKM. f. Pertemuan fasilitasi pengembangan kerja sama kemitraan petani tanaman rami di Bandung pada tanggal 26 April 2005 bekerja sama dengan Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Barat dan Koppontren Darussalam Kab. Garut. 17

2. Rencana Kegiatan yang akan Dilaksanakan a. Peningkatan kapabilitas petani tanaman rami b. Peningkatan kapabilitas petani dilaksanakan melalui kegiatan pelatihan yang bertujuan untuk: (1) meningkatkan pengetahuan dan keterampilan petani sehingga mampu mengelola usaha tani sesuai teknologi anjuran, (2) meningkatkan wawasan dan perilaku petani rami dalam mengelola usaha tani secara profesional, (3) menumbuhkan kebersamaan petani untuk melakukan kegiatan usaha produktif dalam wadah lembaga petani. Rencana pelatihan akan dilaksanakan bagi petani tanaman rami sebanyak 50 orang selama 3 hari di Garut pada minggu ke IV bulan November 2005. Peserta berasal dari Jabar, Jateng, Lampung, Sumsel, Bengkulu, dan Sumatra Utara. c. Fasilitasi koordinasi pengembangan kerja sama kemitraan petani tanaman rami d. Kegiatan ini merupakan pertemuan koordinasi antara stake holder usaha rami yang bertujuan untuk mengevaluasi kegiatan pengembangan rami yang telah dilaksanakan dan merencanakan program serta langkahlangkah yang harus dilaksanakan ke depan dalam pengembangan rami sehingga usaha tani rami tersebut dapat meningkatkan pendapatan bagi petani rami dan menguntungkan bagi mitra kerjanya. Pertemuan akan dilaksanakan pada minggu ke III November 2005. e. Menyusun rencana pengembangan rami melalui kegiatan rintisan untuk tahun anggaran 2006. 3. Faktor-faktor yang Perlu Diperhatikan Dalam Pengembangan Agribisnis Rami Berdasarkan hasil monitoring dan pertemuan yang telah dilaksanakan diperoleh hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengembangan agribisnis rami kedepan yaitu: a. Perlu diadakan kajian terpadu oleh instansi terkait terutama yang berkaitan dengan evaluasi pelaksanaan program pengembangan rami yang terkoordinir oleh Kementerian Koperasi dan UKM di 12 kabupaten. b. Disarankan agar pengelola tingkat kabupaten dapat menyelenggarakan evaluasi pengembangan rami di daerahnya dengan melibatkan instansi terkait guna bahan masukan bagi perencanaan di tahun 2006. c. Disarankan agar Deperindag dapat memfasilitasi pertemuan dengan industri pemintal/ tekstil untuk mendapatkan jaminan pasar. Selain itu juga industri garmen dapat diikutsertakan untuk mengetahui selera pasar. d. Instansi lain seperti Departemen Kehutanan dapat dilibatkan dalam pengembangan agribisnis rami khususnya Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM), Badan Pengembangan Ekspor Nasional (BPEN) untuk mempromosikan produk-produk berbahan baku serat rami, serta Dinas Peternakan dalam rangka pengembangan protein daun rami untuk pakan ternak. e. Pemilihan lokasi agar dilakukan secara benar dan sesuai dengan persyaratan agroklimat dan memanfaatkan benih yang unggul dan bermutu sesuai dengan PP no.44/1995. f. Dana untuk pengembangan agribisnis rami selain dari APBN diharapkan dapat bersinergi dengan pemda untuk mendapatkan dana APBD provinsi dan kabupaten. g. Diperlukan kepastian pasar dan harga setiap rantai tata niaga serat rami. Untuk itu diperlukan informasi yang akurat mengenai perusahaan TPT mana yang dapat menampung produk dari serat rami dan jumlah yang diperlukan dalam satuan waktu tertentu. 18

h. Dalam penyusunan program pengembangan rami hendaknya sudah termasuk pengadaan bibit rami secara berjenjang agar diperoleh benih yang unggul dan bermutu dan diharapkan produktivitas dapat meningkat. i. Kesejahteraan petani rami dapat meningkat apabila pendapatan dapat diperoleh selain dari usaha tani rami, juga dari diversifikasi usaha lainnya, seperti ternak, pupuk, pakan ternak, handicraft yang terintegrasi dengan usaha pokoknya. j. Pengurus koperasi harus inovatif dalam mencari pasar, mengembangkan produk, dan melakukan diversifikasi usaha. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Strategi dan kebijakan Departemen Pertanian dalam mendukung pengembangan agribisnis rami untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri tekstil dan produk tekstil sebagai subtitusi kapas adalah peningkatan produksi dan produktivitas sesuai dengan kebutuhan pasar dalam rangka peningkatan kesejahteraan petani melalui penguatan dan pengembangan kelembagaan petani. 2. Kebijakan dalam pengembangan rami dilakukan secara terpadu mulai dari penanaman rami, pengolahan, pemasaran, dan usaha sampingan untuk menambah pendapatan petani yang penanganannya dilaksanakan secara bertahap yaitu langkah penanganan jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang. 3. Pembinaan teknis budi daya tanaman serat-seratan (kapas, rami, kenaf, rosela, abaka, mendong, dll.) berada di Departemen Pertanian serta jajarannya. Dalam hal ini Departemen Pertanian hendaknya mendukung usaha agribisnis yang dapat meningkatkan kesejahteraan petani. Kegiatan lanjutan berupa prosesing menjadi kain di bawah binaan Departemen Perindustrian dan kegiatan pemasaran produk akhir berada di bawah binaan Departemen Perdagangan. Instansi lainnya seperti perbankan dan koperasi mendukung kelancaran usaha agribisnis ini. 4. Perlu dibentuk forum komunikasi yang beranggotakan wakil dari berbagai instansi terkait untuk menumbuhkembangkan usaha agribisnis rami (Departemen Pariwisata, Seni, dan Budaya; Balai Besar Industri Tekstil; LIPI; BPPT; Perguruan Tinggi; Badan Litbang Pertanian; Departemen Pertanian; Departemen Perindustrian; Departemen Perdagangan; Departemen Kehutanan; Kementrian Koperasi dan UKM, dll.). Forum ini mencoba memecahkan masalah yang ada. Dalam satu pertemuan hanya membahas satu fokus saja yang merupakan prioritas antara lain: ketidakseragaman bibit atau produktivitas yang rendah atau masalah harga. 19