PEMILIHAN ALTERNATIF PENYEDIAAN BBK DI PT X DENGAN METODE ANP (ANALYTIC NETWORK PROCESS)-BOCR (BENEFIT, OPPORTUNITY, COST DAN RISK)

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 LANDASAN TEORI

Pengolahan Data Merubah variabel linguistik menjadi bilangan fuzzy

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

PENERAPAN METODE ANALYTIC NETWORK PROCESS (ANP) UNTUK PEMILIHAN SUPPLIER BAHAN BAKU PADA CV TX

MODEL ANALYTICAL NETWORK PROCESS UNTUK PEMILIHAN TEKNOLOGI DATA CENTER (STUDI KASUS PPID-DISPENDIK JATIM)

repository.unisba.ac.id DAFTAR ISI ABSTRAK... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

PEMILIHAN PEMASOK COOPER ROD MENGGUNAKAN METODE ANP (Studi Kasus : PT. Olex Cables Indonesia (OLEXINDO))

PEMILIHAN SUPPLIER ALUMINIUM OLEH MAIN KONTRAKTOR DENGAN MENGGUNAKAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS

PEMILIHAN PEMASOK DAN PENGALOKASIAN ORDER DENGAN MENGGUNAKAN METODE FUZZY-ANALYTIC NETWORK PROCESS DAN GOAL PROGRAMMING (STUDI KASUS DI PT.

BAB I PENDAHULUAN. sebaiknya dilakukan analisis prioritas terhadap alternatif-alternatif tersebut

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

MODEL ANALITYCAL HIERARCHY PROCESS UNTUK MENENTUKAN TINGKAT PRIORITAS ALOKASI PRODUK

Pemilihan Tanaman Pangan Unggulan Kotamadya Cilegon Menggunakan Analytical Hierarchy Process (AHP)

BAB III ANP DAN TOPSIS

Penerapan Analytical Hierarchy Process (AHP) Dalam Evaluasi Agen Pangkalan LPG 3 kg

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

PEMILIHAN KONTRAKTOR PERBAIKAN ROTOR DI PEMBANGKIT LISTRIK PT XYZ DENGAN MENGGUNAKAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS DAN GOAL PROGRAMMING

PERENCANAAN PEMILIHAN DAN STRATEGI ALTERNATIF BAHAN BAKU ENERGI BIODISEL SEBAGAI PENGGANTI BAHAN BAKAR MINYAK DENGAN PENDEKATAN AHP - BCR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. artian yang lebih spesifik yakni pihak ketiga dalam supply chain istilah dalam

PEMILIHAN SUPPLIER MENGGUNAKAN METODE ANALYTIC NETWORK PROCESS (ANP) DI PT. HARVITA TISI MULIA SEMARANG

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL

3.2 Objek Penelitian Pengumpulan Data Metode Pengumpulan Data Data yang dibutuhkan

PEMILIHAN SUPPLIER BAHAN BAKU BENANG DENGAN MENGGUNAKAN METODE ANALYTIC NETWORK PROCESS (ANP) (STUDI KASUS HOME INDUSTRY NEDY)

BAB 2 LANDASAN TEORI

PEMILIHAN ALTERNATIF PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN METODE ANP DAN BOCR DI DINAS KEBERSIHAN PROPINSI DKI JAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambar 1.1 data statistik bahan baku aspal

7 SIMULASI MODEL DINAMIS

Penggalian Kriteria Vendor Teknologi Informasi di Pondok Pesantren Mojokerto Jawa Timur Berdasarkan Metode Analytic Network Process

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PEMILIHAN SUPPLIER DENGAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (Studi Kasus: PT. PURA BARUTAMA KUDUS)

ANALISIS PEMILIHAN SUPPLIER PADA KOMPONEN LAMP CORD ASSY UNTUK SPEEDOMETER HONDA BLADE DI PT. INDONESIA NIPPON SEIKI

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam

PENENTUAN KUALITAS KAYU UNTUK KERAJINAN MEUBEL DENGAN METODE AHP

Pengenalan Metode AHP ( Analytical Hierarchy Process )

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PEMANFAATAN LIMBAH KAYU (BIOMASSA) UNTUK PEMBANGKIT LISTRIK. PT. Harjohn Timber. Penerima Penghargaan Energi Pratama Tahun 2011 S A R I

Penerapan Model Sistem Pendukung Keputusan Pemilihan Dosen Berprestasi di STMIK Atma Luhur Pangkalpinang

KELAYAKAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA SILO JAGUNG di GAPOKTAN RIDO MANAH KECAMATAN NAGREK KABUPATEN BANDUNG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENERAPAN METODE ANALYTICAL NETWORK PROCESS (ANP) PADA PEMILIHAN WISATA PANTAI UNTUK DIKEMBANGKAN DI GUNUNG KIDUL

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Bagi perekonomian Indonesia, sektor pertanian merupakan sektor yang

Magister Komputer Universitas Budi Luhur

HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN MOTTO

Titis Handayani Fakultas Teknologi Informasi dan Komunikasi Universitas Semarang. Abstract

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

Laporan Rancangan DRONE SUGGESTION SYSTEM

LAMPIRAN PENENTUAN KRITERIA PENGEMBAGAN SEKTOR PERDAGANGAN DAN JASA SEBAGAI PENUNJANG INDUSTRI KREATIF DI KECAMATAN MAJALAYA

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

Ususlan Pemilihan Supplier Bahan Baku PVC Ballon di CV MD Sport Dengan Metode Analytical Network Process

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) Amalia, ST, MT

DAFTAR ISI. Halaman LEMBAR PENGESAHAN... i KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR LAMPIRAN...

DECISION SUPPORT DALAM PEMILIHAN STAF TERBAIK DENGAN METODE ANP

TUGAS AKHIR. Diajukan guna melengkapi sebagian syarat Dalam mencapai gelar Sarjana Strata Satu (S1) Disusun Oleh :

BAB I PERSYARATAN PRODUK

EVALUASI KINERJA SUPPLIER DENGAN INTEGRASI METODE DEMATEL, ANP DAN TOPSIS (STUDI KASUS: PT. XYZ)

OPTIMASI PENANGGULANGAN BENCANA BANJIR DI KOTA MANADO DENGAN METODE AHP (ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS)

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PENJURUSAN SMA MENGGUNAKAN METODE AHP

PENDEKATAN ANALITYCAL HIERARCHY PROCESS (AHP) DALAM PENENTUAN URUTAN PENGERJAAN PESANAN PELANGGAN (STUDI KASUS: PT TEMBAGA MULIA SEMANAN)

Sistem Pendukung Keputusan Menentukan Mahasiswa Lulusan Terbaik di Politeknik Ganesha Medan Menggunakan Metode Analytic Network Process (ANP)

PDF Compressor Pro. Kata Pengantar

1BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Ekonomi dan Produk Domestik Regional Bruto. Istilah ekonomi berasal dari bahasa Yunani, terdiri atas kata oikos dan

BAB I PENDAHULUAN. Produksi Minyak Sawit Dunia, Gambar 1.1 Grafik Produksi Minyak Sawit Dunia, (FAO, 2010)

MATERI PRAKTIKUM. Praktikum 2 Analytical Network Process (ANP)

SKRIPSI. Disusun Oleh : DONNY BINCAR PARULIAN ARUAN NPM :

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PERUMUSAN STRATEGI KORPORAT PERUSAHAAN CHEMICAL

JURNAL ILMIAH TEKNIK INDUSTRI

BAB I PENDAHULUAN. Merupakan perusahaan manufaktur yang bergerak di bidang pengolahan Tandan

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di lembaga-lembaga pendidikan dan pemerintah di

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN MENENTUKAN BIDANG PEKERJAAN BAGI LULUSAN LPP PENERBANGAN MENGGUNAKAN METODE ANP

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Perancangan Perbaikan Sistem Pembelian Bahan Baku di PT. FSCM Manufacturing

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

PENDAHULUAN. Latar Belakang

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN

MK. Biometrika Hutan Hari, tanggal : 16 Desember 2013 Kelas : Kamis ( ) Kelompok : 11

TUGAS SARJANA. Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat-syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik. Oleh: WILLY WIJAYA NIM.

5 STRATEGI PENYEDIAAN AIR BERSIH KOTA TARAKAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. usaha budidaya jamur dan pembibitan. Berdasarkan hasil analisis yang

Seminar Nasional IENACO 2016 ISSN: ANALISIS PEMILIHAN SUPPLIER BAHAN BAKU PEWARNA KAIN DI PT KURNIA MAS TEXTILE

Abstrak

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI. dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya yang dapat dilihat pada tabel 2.1.

I. PENDAHULUAN. sosial memegang peranan yang sangat penting dalam tindakan-tindakan yang

BAB III METODE PENELITIAN

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENILAIAN KINERJA DOSEN DENGAN MENGGUNAKAN METODE AHP (STUDI KASUS : DI STMIK POTENSI UTAMA MEDAN)

III. METODOLOGI PENELITIAN

PEMILIHAN OBJEK WISATA DI SUMATERA UTARA DENGAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP)

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Lampung Timur. Lokasi penelitian

BAB I PENDAHULUAN. makin maraknya alih fungsi lahan tanaman padi ke tanaman lainnya.

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

Oleh: Putri Narita Pembimbing: Prof. Dr. Ir. Udisubakti Ciptomulyono, M. Eng. Sc

PENENTUAN BENTUK USAHA SYARIAH PT. BANK DANAMON, TAHUN

PEMILIHAN SUPPLIER BAHAN BAKU KERTAS DENGAN MODEL QCDFR DAN ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP)

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... Error! Bookmark not defined. UCAPAN TERIMA KASIH... Error! Bookmark not defined. ABSTRAK... iv. ABSTRACT...

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Karyawan merupakan sumber daya yang utama bagi perusahaan. Maju mundurnya

BAB I PENDAHULUAN I. 1 Latar Belakang

Transkripsi:

PEMILIHAN ALTERNATIF PENYEDIAAN BBK DI PT X DENGAN METODE ANP (ANALYTIC NETWORK PROCESS)-BOCR (BENEFIT, OPPORTUNITY, COST DAN RISK) Didien Suhardini, Adhitya Tuhagono Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknologi Industri Universitas Trisakti didien.suhardini@yahoo.com ABSTRAK PT X yang bergerak pada sektor agribisnis di bidang perkebunan teh telah melakukan konversi bahan bakar dari bahan bakar minyak ke Bahan Bakar Kayu (BBK), sebagai upaya untuk menurunkan biaya produksi agar menjadi lebih efisien. Perusahaan ingin penyediaan BBK berkesinambungan agar proses produksi tidak terhambat oleh pasokan BBK. Ada tiga alternatif penyediaan BBK yaitu diperoleh dari: (1) pembelian ke supplier kayu bakar, (2) melakukan penanaman tanaman kayu dengan memanfaatkan lahan di areal Hak Guna Usaha (HGU) perusahaan dan (3) kombinasi antara membeli BBK ke supplier dan melakukan penanaman tanaman kayu sendiri dengan persentase yang berbeda-beda. Pengambilan keputusan untuk memilih alternatif terbaik dalam penyediaan BBK kayu kurang sesuai jika menggunakan Analytic Hierarchy Process (AHP) karena kriteria-krterianya saling berhubungan (Saaty, 1991). Oleh karena itu digunakan metode ANP ( Analitic Network Process) BOCR ( Benefit, Opportunity, Cost dan Risk) yang merupakan suatu metode pengambilan keputusan yang melihat perbandingan dari kriteria-kriteria yang saling berhubungan (Saaty, 2001). Model ini berguna untuk menentukan bobot tingkat kepentingan dari setiap hubungan kriteria, subkriteria dan alternatif yang terdapat pada subnet benefit, opportunity, cost dan risk, untuk menentukan prioritas alternatif terbaik terhadap tujuan penyediaan BBK dilihat dari segi benefit, opportunity, cost dan risk. Penentuan bobot tingkat kepentingan diambil berdasarkan hasil kuesioner yang diisi oleh pakar di bidang teh dan pengambil keputusan di perusahaan tersebut. Perhitungan metode pengambilan keputusan ini menghasilkan alternatif terbaik adalah yang kedua yaitu melakukan penanaman sendiri. Kata Kunci : Pengambilan Keputusan ANP (Analitic Network Process) - BOCR Benefit, Opportunity, Cost dan Risk) PENDAHULUAN Industri teh Indonesia mengalami kerugian yang cukup besar dengan adanya kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). Pemerintah telah menghapus subsidi harga BBM disektor industri yang dimulai sejak bulan Oktober 2005, sehingga harga BBM mengikuti fluktuasi harga minyak dunia, dimana tanggal 1 April 2008 harga solar industri mencapai harga Rp 9.416, sedangkan per tanggal 25 November 2008 harga solar industri turun menjadi Rp 6.855. Fluktuasi harga solar industri ini menyebabkan biaya produksi teh menjadi membengkak, dikarenakan BBM atau solar ini dibutuhkan untuk melakukan proses pemanasan pada tahap pelayuan dan pengeringan pucuk teh, oleh karena itu dibutuhkan sumber bahan baku energi lain yang dapat menunjang proses produksi tanpa mengganggu kualitas produk yang dihasilkan dan dapat mengurangi biaya produksi.

Sumber energi panas yang mungkin digunakan sebagai pengganti BBM adalah geothermal, kayu bakar, dan batubara. Geothermal dan kayu bakar merupakan sumber energi panas yang ramah lingkungan dan renewable, sedangkan batubara merupakan sumber energi non-renewable. Geothermal hanya mungkin digunakan oleh perkebunan teh yang berdekatan dengan sumber geothermal, sedangkan kayu bakar dapat digunakan oleh semua perkebunan, dengan menanam pohon khusus untuk menghasilkan kayu bakar. Awal pembukaan perkebunan teh, kayu bakar merupakan sumber energi utama untuk memenuhi kebutuhan energi thermal dan energi kinetis di perkebunan teh, seiring dengan perubahan zaman dan adanya subsidi BBM yang diberikan oleh Pemerintah, menyebabkan harga BBM sangat murah, maka pemanfaatan kayu bakar ditinggalkan. Menghadapi harga BBM yang terus meningkat tersebut, penggunaan kayu bakar merupakan salah satu alternatif untuk mengendalikan biaya produksi teh. (Rosyadi, 2005). Penggunaan Bahan Bakar Kayu (BBK) sebagai sumber energi panas yang dapat menggantikan BBM dalam pengolahan teh dapat menurunkan biaya produksi yang sangat signifikan, dimana harga per kilogram kayu bakar adalah Rp 400/kg, sedangkan harga solar industri adalah Rp 6.855/liter. Untuk memproduksi 1 kg teh kering dibutuhkan 2 kg kayu bakar dengan biaya sebesar Rp 800, berbeda signifikan dengan teh kering yang diproduksi menggunakan solar membutuhkan 0,35 liter untuk menghasilkan 1 kg teh kering dengan biaya Rp 2.400. ( Sumber: Gabungan Pengusaha Perkebunan Jawa Barat-Banten, 2008). PT X yang berdomisili di daerah Jawa Barat telah melakukan konversi bahan bakar minyak (BBM) ke BBK untuk menunjang proses produksinya. PT X saat ini mengandalkan pasokan kayu bakar dari supplier yang memiliki sertifikat atau label pada kayu-kayunya, sehingga dapat diketahui asal-usul kayu tersebut untuk menghindari penebangan liar. Pengadaan BBK harusnya sangat diperhitungkan, mengingat jumlah perusahaan teh di daerah Jawa Barat adalah sebanyak 137 perusahaan yang terdiri dari 136 Perusahaan Perkebunan Besar Swasta dan 1 Perusahaan Perkebunan Besar Negara (PT Perkebunan Nusantara VIII), dengan total luas areal Hak Guna Usaha (HGU) adalah 217.380,58 Ha dan rata-rata kapasitas produksinya per tahun adalah 100.000 ton. Perusahaan-perusahaan tersebut lambat laun akan melakukan konversi bahan bakar secara keseluruhan dan membutuhkan supplai BBK. Permasalahan pengadaan BBK akan menjadi masalah yang besar dan menjadi ancaman terhadap kelestarian lingkungan, dimana untuk memproduksi 1 kg teh kering dibutuhkan 2 kg kayu bakar, yang mana bobot kayu hasil panen adalah 20 kg/pohon pada umur 5 tahun. Jumlah pohon yang dapat ditanam pada lahan 1 Ha adalah 5000 pohon dan menghasilkan 80.000 kg kayu bakar dengan estimasi panen 80% dari seluruh pohon, sehingga untuk menghasilkan 100.000 ton teh kering dibutuhkan 200.000 ton kayu bakar yang memakan lahan penanaman seluas 2.500 Ha/tahun. Data tersebut membuktikan bahwa dibutuhkan lahan yang cukup luas untuk memenuhi pengadaan BBK dengan kapasitas produksi rata-rata 100.000 ton, sehingga industri teh akan mengalami permasalahan dalam pengadaan BBK, apabila tidak dilakukan persiapan dengan cara menanam kayu bakar di areal kebun. Penyediaan hutan tanaman kayu bakar tersebut dilakukan dengan cara mengkonversi sebagian areal hak guna usaha (HGU). Besarnya kebutuhan luas areal serta jenis kayu bakar yang ditanam sangat menentukan supply kayu bakar kedepannya. (Gabungan Pengusaha Perkebunan Jawa Barat-Banten, 2008). A-4-2

Permasalahan penyediaan BBK ini harus segera diatasi dengan melakukan pengambilan keputusan menggunakan metode ANP (Analitic Network Process)-BOCR (Benefit, Opportunity, Cost dan Risk) yang disesuaikan dengan kebutuhan perusahaan. PT X perlu melakukan pemilihan alternatif antara lain, membeli BBK ke supplier, melakukan penanaman tanaman kayu dengan memanfaatkan lahan di areal Hak Guna Usaha perusahaan dan kombinasi antara membeli BBK ke supplier dan melakukan penanaman tanaman kayu sendiri. Model ANP-BOCR digunakan karena berbeda dengan AHP, ANP merupakan suatu metode pengambilan keputusan yang melihat perbandingan dari kriteria-kriteria yang saling berhubungan (Saaty, 2001). Model ini berguna dalam menentukan bobot dari kriteria, subkriteria dan alternatif yang dilihat dari segi benefit, opportunity, cost dan risk untuk menentukan alternatif terpilih pada goal yaitu penyediaan BBK. METODOLOGI PENGAMBILAN KEPUTUSAN ANP-BOCR Pengumpulan Data Pengumpulan data untuk pengambilan keputusan dengan metode ANP (Analytical Network Process)-BOCR ( Benefit, Opportunity, Cost dan Risk), diperoleh dari pengamatan dan wawancara secara langsung dengan pihak perusahaan.. Hasil wawancara adalah demand dan supply di pasar merupakan aspek terpenting pada penyediaan BBK, aspek tersebut terwakili pada kriteria yang terpilih. Pendapat pakar diperoleh dari hasil kuesioner yang melihat hubungan dari seluruh kriteria, subkriteria dan alternatif yang bersangkutan dengan tujuan penyediaan BBK, dari segi Benefit, Opportunity, Cost dan Risk. Hubungan ini yang menjadi dasar dipilihnya metode (Analytical Network Process)-BOCR ( Benefit, Opportunity, Cost dan Risk) dalam membantu pengambilan keputusan. Pendefinisian Kriteria, Subkriteria dan Alternatif Pendefinisian kriteria, subkriteria dan alternatif ditentukan oleh hasil pengamatan dan wawancara dengan pakar di perusahaan dan juga pengambil keputusan di perusahaan tersebut, maka didapatkan 4 kriteria dan subkriterianya, beserta alternatifalternatif yang akan diambil, seperti dapat dilihat penjelasannya sebagai berikut : 1. Kriteria Perusahaan/pihak yang membutuhkan BBK (D) Kriteria ini menunjukkan jumlah dari BBK yang dibutuhkan di pasar. Jumlah ini bergantung pada pihak-pihak yang menggunakan kayu sebagai bahan bakar pada industrinya atau proses produksinya. Subkriteria yang mendukung kriteria ini adalah: a) Jenis dan Kualitas Kayu (D1) Sub kriteria ini memuat tentang jenis dan kualitas kayu yang baik, agar menghasilkan BBK yang berkualitas untuk menunjang proses produksi. b) Volume BBK (D2) Sub kriteria ini menjelaskan bahwa permintaan BBK akan semakin meningkat, apabila perusahaan kompetitor di industri teh telah melakukan konversi bahan bakar minyak ke BBK. Volume ini disesuaikan dengan bobot kayu yang dibutuhkan untuk menunjang proses produksi teh pada setiap perusahan yang telah melakukan konversi ke kayu bakar. c) Harga Kayu (D3) Harga kayu pada sub kriteria ini dipengaruhi dari banyaknya permintaan BBK di pasar, semakin banyak permintaan BBK di pasar akan semakin tinggi juga A-4-3

harga kayu, apabila supply akan BBK tersebut tetap, begitu juga sebaliknya apabila permintaan turun dan supply tetap, maka harga BBK akan turun. 2. Kriteria Perusahaan/pihak yang Menyediakan BBK (S) Kriteria ini menunjukkan bahwa pihak-pihak yang menyediakan BBK mempengaruhi industri yang menggunakan BBK sebagai penunjang proses produksinya, terutama industri teh. Beberapa subkriteria yang mendukung kriteria ini adalah : a) Jumlah Supplier BBK (S1) Subkriteria ini merupakan unsur terpenting dalam tersedianya BBK di pasar, dimana semakin banyak supplier, maka semakin banyak pula BBK yang tersedia. b) Sumber Perolehan BBK (S2) Subktiteria ini menunjukkan bahwa pengadaan BBK harus jelas sumber perolehannya, sehingga dapat dibuktikan apakah kayu yang digunakan untuk BBK tersebut adalah kayu ilegal atau kayu hasil penebangan liar. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi pengrusakan lingkungan oleh supllier-supllier BBK. c) Biaya Perolehan BBK (S3) Biaya perolehan BBK adalah biaya yang mencakup dari biaya pengadaan lahan dan biaya pembudidayaan tanaman apabila melakukan penanaman sendiri, serta biaya pemotongan tanaman kayu dan biaya distribusi pada saat panen atau saat mengambil langsung dari tanaman kayu yang sudah ada. d) Waktu Penyerahan BBK (S4) Subkriteria ini memperlihatkan waktu yang dibutuhkan untuk menghasilkan BBK sampai dapat digunakan. Waktu ini meliputi masa tanam tanaman kayu, apabila melakukan penanaman sendiri, sampai dengan waktu panen atau pemotongan tanaman kayu untuk dijadikan BBK dan waktu pendistribusian BBK tersebut. 3. Kriteria Areal Penanaman Tanaman Kayu (L) Kriteria ini berdasarkan kepada areal yang tersedia untuk merealisasikan penyediaan BBK. Beberapa subkriteria yang mendukung kriteria ini antara lain: a) Luas Lahan Tanaman Kayu (L1) Luas lahan pada sub kriteria ini adalah luas lahan yang disiapkan khusus untuk menunjang supply BBK yang digunakan untuk proses pengeringan pada proses produksi, sehingga luas lahan tersebut dapat ditanami sesuai dengan jumlah kayu bakar yang dibutuhkan untuk mencapai kapasitas produksi yang diinginkan. b) Konversi Lahan Perkebunan yang tidak Produktif (L2) Luas lahan pada sub kriteria ini adalah pemanfaatan lahan yang tidak produktif pada areal perkebunan, seperti pada lahan yang curam atau lahan yang tidak cocok untuk ditanami tanaman teh, yang dapat digunakan untuk ditanami tanaman kayu untuk dijadikan BBK yang dapat menunjang proses pengeringan pada proses produksi. 4. Kriteria Teknologi budidaya tanaman kayu (T) Kriteria ini memuat tentang teknologi yang digunakan dalam mengembangkan tanaman kayu agar menghasilkan BBK yang berkualitas. Beberapa subkriteria yang mendukung kriteria ini antara lain: a) Teknik Pemilihan Bibit Kayu (T1) Teknik ini merupakan teknik yang memaparkan cara-cara memilih bibit kayu A-4-4

yang baik. Bibit yang baik adalah bibit yang cocok dengan kondisi tanah di areal penanaman, memiliki masa tanam yang cepat, mempunyai kalori yang tinggi dan memiliki bobot kayu yang berat. b) Teknik Penanaman Tanaman Kayu (T2) Teknik ini merupakan teknik yang memaparkan cara-cara melakukan penanaman yang baik dalam menanam tanaman kayu, yang dapat menghasilkan BBK yang berkualitas dan potongan batang kayunya dapat dipasarkan menjadi kayu untuk bahan bangunan. c) Teknik Perawatan Tanaman Kayu (T3) Teknik ini merupakan teknik yang memaparkan cara-cara melakukan perawatan yang baik untuk menghasilkan tanaman kayu yang berkualitas, yang dapat dimanfaatkan sebagai BBK dan potongan batang kayunya dimanfaatkan sebagai kayu untuk bahan bangunan. d) Teknik Panen Tanaman Kayu (T4) Teknik ini merupakan teknik yang memaparkan cara-cara melakukan panen yang baik untuk menghasilkan BBK sesuai kapasitas yang ditetapkan untuk mendukung proses produksi pabrik, sehingga perlu dilakukan panen yang berkesinambungan dengan penetapan luas lahan yang tetap. Teknik panen ini pun harus dapat membagi-bagi potongan kayu agar dapat dimanfaatkan juga sebagai kayu untuk bahan bangunan, terutama pada bagian batang pohonnya. Alternatif keputusan untuk memenuhi penyediaan BBK yang digunakan perusahaan sebagai bahan bakar penunjang proses produksi adalah sebagai berikut : 1) Beli ke Supplier (A1) Merupakan alternatif yang dilakukan perusahaan saat ini untuk memenuhi penyediaan BBKnya. Alternatif ini dapat dipilih perusahaan, akan tetapi sumber dari pengadaan bahan bakar tersebut harus memiliki bukti bahwa kayu-kayu tersebut tidak didapatkan dari hasil pengrusakan hutan atau penebangan liar. 2) Tanam Sendiri (A2) Adalah alternatif yang dapat dilakukan perusahaan untuk pengadaan BBK yang berkesinambungan dalam jangka waktu yang panjang, akan tetapi membutuhkan investasi yang cukup besar di awal. 3) Kombinasi beli dan tanam Kombinasi dari kedua alternatif diatas dapat dimodifikasi menjadi beberapa alternatif sebagai berikut : a. Kombinasi Tanam 90% dan Beli 10% (A3) b. Kombinasi Tanam 80% dan Beli 20% (A4) c. Kombinasi Tanam 70% dan Beli 30% (A5) d. Kombinasi Tanam 60% dan Beli 40% (A6) e. Kombinasi Tanam 50% dan Beli 50% (A7) f. Kombinasi Tanam 40% dan Beli 60% (A8) g. Kombinasi Tanam 30% dan Beli 70% (A9) h. Kombinasi Tanam 20% dan Beli 80% (A10) i. Kombinasi Tanam 10% dan Beli 90% (A11) Struktur Proses Jejaring Analitik Keputusan Struktur proses jejaring analitik keputusan ditunjukkan pada Gambar 1.Gambar tersebut menunjukkan hubungan kriteria, subkriteria dan alternatif yang telah A-4-5

didefinisikan sebelumnya pada penjelasan diatas. Kriteria, subkriteria dan alternatif pada gambar tersebut berada didalam subnet Benefit, Opportunity, Cost dan Risk untuk melihat perbandingan tingkat kepentingan dari setiap kriteria, subkriteria dan alternatif tersebut dari segi Benefit, Opportunity, Cost dan Risk, agar dapat dihasilkan suatu keputusan yang optimal dan realistis. P e n y e d i a a n B a h a n B a k a r K a y u B e n e f i t ( B ) O p p o r t u n i t y ( O ) C o s t ( C ) R i s k ( R ) P e r u s a h a a n / P i h a k y a n g M e m b u t u h k a n B a h a n B a k a r K a y u ( D ) P e r u s a h a a n / P i h a k y a n g M e n y e d i a k a n B a h a n B a k a r K a y u ( S ) A r e a l P e n a n a m a n T a n a m a n K a y u ( L ) T e k n o l o g i B u d i d a y a T a n a m a n K a y u ( T ) J e n i s d a n K u a l i t a s K a y u ( D 1 ) V o l u m e B a h a n B a k a r K a y u ( D 2 ) H a r g a B a h a n B a k a r K a y u ( D 3 ) J u m l a h S u p p l i e r B a h a n B a k a r K a y u ( S 1 ) S u m b e r P e r o l e h a n B a h a n B a k a r K a y u ( S 2 ) B i a y a P e r o l e h a n B a h a n B a k a r K a y u ( S 3 ) W a k t u P e n y e r a h a n B a h a n B a k a r L u a s L a h a n T a n a m a n K a y u ( L 1 ) K o n v e r s i L a h a n P e r k e b u n a n y a n g t i d a k P r o d u k t i f ( L 2 ) T e k n i k P e m i l i h a n B i b i t K a y u ( T 1 ) T e k n i k P e n a n a m a n T a n a m a n K a y u ( T 2 ) T e k n i k P e r a w a t a n T a n a m a n K a y u ( T 3 ) T e k n i k P a n e n T a n a m a n K a y u ( T 4 ) K a y u ( S 4 ) B E L I K E S U P P L I E R ( A 1 ) S E N D I R I ( A 2 ) 9 0 % & B E L I 1 0 % ( A 3 ) 8 0 % & B E L I 2 0 % ( A 4 ) 7 0 % & B E L I 3 0 % ( A 5 ) 6 0 % & B E L I 4 0 % ( A 6 ) 5 0 % & B E L I 5 0 % ( A 7 ) 4 0 % & B E L I 6 0 % ( A 8 ) 3 0 % & B E L I 7 0 % ( A 9 ) 2 0 % & B E L I 8 0 % ( A 1 0 ) 1 0 % & B E L I 9 0 % ( A 1 1 ) Gambar 1. Struktur Proses Jejaring Analitik Keputusan Pembuatan dan Penyebaran Kuesioner Pembuatan dan penyebaran kuesioner dilakukan setelah menentukan dan menjabarkan kriteria, subkriteria dan alternatif penyediaan BBK. Kuesioner ini menggunakan metode perbandingan berpasangan ( Pairwise Comparison) untuk mengetahui bobot dari masing-masing kriteria, subkriteria dan alternatifnya. Penyebaran kuesioner diberikan kepada Direktur PT X. Pengisian kuesioner oleh pakar di bidang teh dan pengambil keputusan di perusahaan, diharapkan dapat menghasilkan suatu keputusan yang optimal dan realistis. Pengolahan Data Derajat pembobotan untuk setiap kriteria, subkriteria dan alternatif ditentukan berdasarkan tingkat kepentingan yang dibuat oleh Thomas L. Saaty, di mana tingkat nilai kepentingan tersebut dari skala 1 sampai dengan skala 9. Nilai kepentingan menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat kepentingan yang diberikan maka semakin tinggi pula derajat kepentingannya. Nilai kepentingan dipergunakan untuk memberikan nilai terhadap dua elemen. HASIL DAN DISKUSI a) GOAL matriks perbandingan berpasangan dengan kontrol goal terhadap subnet BOCR adalah subnet cost dengan nilai normalized by cluster sebesar 0.41381. Hasil ini menunjukkan bahwa untuk mencapai goal penyediaan BBK unsur cost lebih prioritas dibandingkan dengan unsur-unsur lainnya. A-4-6

b) BENEFIT matriks perbandingan berpasangan pada subnet benefit menghasilkan nilai normalized by cluster, dimana pada subnet ini alternatif tanam sendiri memiliki nilai terbesar dengan nilai sebesar 0.19549 dan subkriteria luas lahan tanaman kayu memiliki nilai normalized by cluster yang terbesar dibandingkan subkriteria yang lain dengan nilai sebesar 0,64801. Hasil ini menunjukkan bahwa pada subnet benefit alternatif tanam sendiri merupakan alternatif terpenting dan subkriteria luas lahan tanaman kayu merupakan subkriteria terpenting. c) COST matriks perbandingan berpasangan pada subnet cost menghasilkan nilai normalized by cluster, dimana pada subnet ini alternatif tanam sendiri memiliki nilai terbesar dengan nilai sebesar 0.18658 dan subkriteria luas lahan tanaman kayu memiliki nilai normalized by cluster yang terbesar dibandingkan subkriteria yang lain dengan nilai sebesar 0,66076.. Hasil ini menunjukkan bahwa pada subnet cost alternatif tanam sendiri merupakan alternatif terpenting dan subkriteria luas lahan tanaman kayu merupakan subkriteria terpenting. d) OPPORTUNITY matriks perbandingan berpasangan pada subnet opportunity menghasilkan nilai normalized by cluster, dimana pada subnet ini alternatif tanam sendiri memiliki nilai terbesar dengan nilai sebesar 0.22066 dan subkriteria luas lahan tanaman kayu memiliki nilai normalized by cluster yang terbesar dibandingkan subkriteria yang lain dengan nilai sebesar 0,67846. Hasil ini menunjukkan bahwa pada subnet opportunity alternatif tanam sendiri merupakan alternatif terpenting dan subkriteria luas lahan tanaman kayu merupakan subkriteria terpenting. e) RISK matriks perbandingan berpasangan pada subnet risk menghasilkan nilai normalized by cluster, dimana pada subnet ini alternatif tanam sendiri memiliki nilai terbesar dengan nilai sebesar 0.15084 dan subkriteria konversi lahan perkebunan yang tidak produktif memiliki nilai normalized by cluster yang terbesar dibandingkan subkriteria yang lain dengan nilai sebesar 0,53330. Hasil ini menunjukkan bahwa pada subnet risk alternatif tanam sendiri merupakan alternatif terpenting dan subkriteria konversi lahan perkebunan yang tidak produktif merupakan subkriteria terpenting. HASIL DAN DISKUSI Hasil perhitungan pembobotan dan pengujian konsistensi matriks perbandingan berpasangan menggunakan software Super Decisions 1.6.0 adalah: Matriks perbandingan berpasangan dengan kontrol goal penyediaan BBK terhadap BOCR ( Benefit, Opportunity, Cost dan Risk) menghasilkan cost sebagai prioritas terbaik dengan normalized by cluster 0,41381, sehingga cost merupakan unsur terpenting dalam penyediaan BBK yang merupakan goal dari pemilihan alternatif keputusan. A-4-7

Hasil prioritas alternatif terbaik pada goal penyediaan BBK didapatkan dari perhitungan realistic yang mengalikan nilai normalized by cluster pada subnet benefit dan opportunity yang kemudian dibagi dengan hasil perkalian nilai normalized by cluster pada subnet cost dan risk. Hasil perhitungan tersebut dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Perhitungan Keputusan Realistik pada Penyediaan BBK Bobot BOCR untuk setiap Alternatif ALTERNATIF Benefit Opportunity Cost Risk B/C BxO/CxR Beli ke Supplier 0,04639 0,03227 0,05983 0,09189 0,77536353 0,27229275 Tanam Sendiri 0,19549 0,22066 0,18658 0,15084 1,04775431 1,53273314 Bobot BOCR untuk setiap Alternatif ALTERNATIF Benefit Opportunity Cost Risk B/C BxO/CxR Kombinasi Tanam 90% & Beli 10% 0,15912 0,17624 0,14804 0,13152 1,07484464 1,44031796 Kombinasi Tanam 80% & Beli 20% 0,12812 0,13018 0,11626 0,09889 1,10201273 1,45070298 Kombinasi Tanam 70% & Beli 30% 0,10143 0,11015 0,09464 0,08316 1,07174556 1,41958602 Kombinasi Tanam 60% & Beli 40% 0,08505 0,08428 0,08113 0,07550 1,04831752 1,17022782 Kombinasi Tanam 50% & Beli 50% 0,07121 0,06895 0,07139 0,07064 0,99747864 0,97361484 Kombinasi Tanam 40% & Beli 60% 0,06121 0,05561 0,06420 0,06905 0,95342679 0,76785031 Kombinasi Tanam 30% & Beli 70% 0,05415 0,04598 0,05998 0,07031 0,90280093 0,59039663 Kombinasi Tanam 20% & Beli 80% 0,05036 0,03992 0,05818 0,07633 0,86558955 0,45269664 Kombinasi Tanam 10% & Beli 90% 0,04747 0,03576 0,05978 0,08188 0,79407829 0,34680312 Perhitungan keputusan realistik pada penyediaan BBK menghasilkan alternatif tanam sendiri sebagai alternatif terpilih karena memiliki nilai terbesar dengan nilai 1,53273314. Perhitungan realistik ini harus menghasilkan nilai yang lebih besar dari 1, dimana terdapat 5 alternatif yang memiliki nilai lebih besar dari 1, akan tetapi alternatif tanam sendiri merupakan nilai yang terbesar. KESIMPULAN Kesimpulan dari hasil penelitian pemilihan alternatif penyediaan BBK dengan metode Metode ANP ( Analitic Network Process)-BOCR (Bene fit, Opportunity, Cost dan Risk) dan usulan adalah sebagai berikut : Pengambilan keputusan dengan metode ANP ( Analitic Network Process) BOCR (Benefit, Opportunity, Cost dan Risk) menghasilkan alternatif keputusan terbaik yaitu melakukan penanaman sendiri pada lahan Hak Guna Usaha (HGU) perusahaan berdasarkan nilai prioritas dari kontrol goal terhadap Subnet BOCR memperlihatkan bahwa yang paling berpengaruh dalam penyediaan BBK adalah dari segi cost dengan nilai prioritas 0.5292, sehingga dalam pemilihan alternatif terbaik dilihat dari Subnet Cost. Nilai normalized by cluster pada Subnet Cost yang menghasilkan alternatif tanam sendiri sebagai nilai terbesar dengan nilai 0.18658. A-4-8

Perlu dibuat rencana pengembangan penyediaan BBK berdasarkan hasil keputusan metode ANP-BOCR yang diimplementasikan oleh suatu unit bisnis yang dapat melakukan program penanaman tanaman kayu mulai dari persiapan lahan sampai dengan panen. DAFTAR PUSTAKA Saaty, Thomas, L 1996. Decision Making With Dependence and Feedback. The Analytic Network Process. RWS Publication Saaty, Thomas, L. 1991. The Analytic Hierarchy Priorities. Vol III. RWS Publication Process Series. The Logic of Saaty, Thomas, L. 1991. The Analytic Hierarchy Process Series. Analitycal Planning. Vol IV. RWS Publication Saaty, Thomas, L 2001. Decision Making With Dependence and Feedback. The Analytic Network Process. Second edition. RWS Publication www.superdecision.com A-4-9