BAB II TINJAUAN PUSTAKA. emosional yang tidak baik dan penuh kekhawatiran. Suatu rasa yang tidak

dokumen-dokumen yang mirip
dan menghasilkan pertumbuhan serta kreativitas.

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN ANSIETAS

KECEMASAN (ANSIETAS) Niken Andalasari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dan masa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN TEORITIS. atau ancaman atau fenomena yang sangat tidak menyenangkan serta ada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang bekerja sama dengan ikatan saling berbagi dan kedekatan emosi dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sakit merupakan keadaan dimana terjadi suatu proses penyakit dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam bab ini dijelaskan, Landasan teori mengenai konsep mahasiswa,

LAMPIRAN. Lampiran 1. Kuesioner Penelitian KUESIONER. 1. Jenis Kelamin : 2. Usia : Hamilton Rating Scale for Anxiety (HRS-A)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan klien. Tehnik

BAB II TINJAUAN TEORI. Pada bab ini akan diuraikan teori tentang kecemasan, GGT, HD dan

BAB II TINJAUAN TEORI. Kecemasan adalah respon emosional terhadap penilaian yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. xiv

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Kecemasan atau dalam Bahasa Inggrisnya anxiety berasal dari Bahasa Latin. angustus yang berarti kaku, dan ango, anci yang berarti mencekik.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kecemasan sangat berkaitan dengan tidak pasti dan tidak berdaya,

LAMPIRAN A. Cara Pengukuran Kecemasan

Lampiran 1. Hamilton Rating Scale For Anxiety (HARS) HAMILTON RATING SCALE FOR ANXIETY (HARS)

Hamilton Rating Scale For Anxiety (HARS) HAMILTON RATING SCALE FOR ANXIETY (HARS)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LEMBAR PENJELASAN KEPADA RESPONDEN

LEMBAR PERSTUJUAN MENJADI PESERTA PENELITIAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kecemasan adalah suatu perasaan takut yang tidak menyenangkan dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab II ini peneliti akan menjelaskan mengenai teori-teori yang

Kata Pengantar. Jawaban dari setiap pernyataan tidak menunjukkan benar atau salah, melainkan hanya pendapat dan persepsi saudara/i belaka.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kecemasan pada Mahasiswa Tingkat Pertama. Bahasa Latin angustus yang berarti kaku, dan ango, anci yang berarti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH ORIENTASI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN ANAK PRA SEKOLAH DI BANGSAL ANAK RUMAH SAKIT BHAKTI WIRA TAMTAMA SEMARANG. Eni Mulyatiningsih ABSTRAK

Lembar Persetujuan Responden

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PROSES TERJADINYA MASALAH

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN. respon psikososial (tekanan mental atau beban kehidupan). Sedang kan menurut

BAB 1 PENDAHULUAN. operasi melalui tiga fase yaitu pre operasi, intraoperasi dan post. kerja dan tanggung jawab mendukung keluarga.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Masa remaja adalah suatu tahap antara masa kanak kanak dengan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. berhubungan dengan orang lain (Stuart & Sundeen, 1998). Potter & Perry. kelemahannya pada seluruh aspek kepribadiannya.

Lampiran 1. Hamilton Rating Scale For Anxiety (HARS) HAMILTON RATING SCALE FOR ANXIETY (HARS)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. transfusi darah, prosedur invasif). (Potter & Perry, 2005). operasi dan prosedur-prosedur diagnostik yang besar, seperti

LAMPIRAN KUESIONER DATA UMUM RESPONDEN NOMOR PIN :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menempuh berbagai tahapan, antara lain pendekatan dengan seseorang atau

PERMOHONAN MENJADI PARTISIPAN. Dengan hormat, saya yang bertanda tangan dibawah ini : Nama : Yantri Nim :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1. Bab II Landasan Teori

mendalam (insight) (Suparyo, 2010) : (1) Identifikasi, anak mengidentifikasi

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB IV HASIL PENGOLAHAN DATA DAN ANALISIS DATA

TAHAP PERKEMBANGAN ANAK USIA TAHUN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kembali kehidupan, masa pensiun dan penyesuaian diri dengan peran-peran sosial

BAB I PENDAHULUAN. masa dewasa dan merupakan periode kehidupan yang paling banyak terjadi

BAB II TINJAUAN TEORI. Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan

GAMBARAN TINGKAT KECEMASAN PADA KLIEN PRA BEDAH MAYOR DI RUANG RAWAT INAP MEDIKAL BEDAH GEDUNG D LANTAI 3 RUMAH SAKIT UMUM CIBABAT CIMAHI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Cemas berasal dari bahasa latin anxius dan dalam bahasa Jerman angst

Hamilton Depression Rating Scale (HDRS)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN TEORI. Gangguan harga diri rendah digambarkan sebagai perasaan yang negatif

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jelas dan menyebar, berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya.

BAB II KONSEP DASAR. Harga diri adalah penilaian individu tentang nilai personal yang diperoleh dengan

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. negara-negara maju penyebab kematian karena kanker menduduki urutan kedua

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. rangka memenuhi kebutuhan, memberi perlindungan dan mendidik anak. a. Kebutuhan fisik-biomedis ( ASUH )

kepentingan, pengalaman masa lalu dan harapan (Robbins, 2002).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN TEORI PERILAKU KEKERASAN. tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri,


LEMBAR INFORMASI PENELITIAN. akan melakukan penelitian dengan judul Gambaran Tingkat Kecemasan Wanita

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa, bukan

SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Derajat Sarjana S1 Psikologi

Gangguan Ansietas, Fobia, dan Obsesif kompulsif

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk holistik dipengaruhi oleh lingkungan dari dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. meliputi kesejahteraan fisik, mental, dan sosial bukan semata-mata bebas

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan fase yang disebut Hall sebagai fase storm and stress

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LEMBAR PENGANTAR RESPONDEN

PENELITIAN PENGARUH TERAPI MUSIK RELIGI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI DI RUANG BEDAH RSUP. DR. M. DJAMIL PADANG TAHUN 2012

BERDUKA DAN KEHILANGAN. Niken Andalasari

BAB II KAJIAN TEORETIK. 1. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis. a. Pengertian Kemampuan Pemecahan Masalah

A. Pengertian Defisit Perawatan Diri B. Klasifikasi Defisit Perawatan Diri C. Etiologi Defisit Perawatan Diri

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. perubahan. Pada permulaan hidup perubahan itu kearah pertumbuhan dan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Kelurahan Wongkaditi, Kecamatan Kota Utara, Kota Gorontalo. Rumah Sakit ini

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan fisik yang tidak sehat, dan stress (Widyanto, 2014).

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan 1. Pengertian kecemasan Kecemasan merupakan pengalaman manusia yang universal, suatu respon emosional yang tidak baik dan penuh kekhawatiran. Suatu rasa yang tidak terekspresikan dan tidak terarah karena suatu sumber ancaman atau pikiran sesuatu yang akan datang tidak jelas dan tidak teridentifikasi sehingga memungkinkan seseorang mengambil tindakan untuk mengatasi ancaman (Kaplan dan Sadock, 1999). Sedangkan menurut Rasmun (2004), kecemasan adalah perasaan yang tidak menyenangkan tidak menentu dari individu dimana penyebabnya tidak pasti atau tidak ada objek yang nyata. Kecemasan adalah respon emosional terhadap penilaian yang menggambarkan keadaan khawatir, gelisah, takut, tidak tentram disertai berbagai keluhan fisik. Keadaan tersebut dapat terjadi dalam berbagai situasi kehidupan maupun gangguan sakit. Selain itu kecemasan dapat menimbulkan reaksi tubuh yang akan terjadi secara berulang, seperti rasa kosong di perut, sesak nafas, jantung berdebar, keringat banyak, sakit kepala, rasa mau buang air kecil dan buang air besar. Perasaan ini disertai perasaan ingin bergerak untuk lari menghindari hal yang dicemaskan (Stuart and Sundeen, 1998). Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kecemasan adalah perasaan yang tidak mempunyai suatu objek yang nyata, merupakan suatu sinyal yang menyadarkan akan bahaya yang mengancam dan memungkinkan

seseorang untuk mengtasi ancaman tersebut. Dalam keadaan cemas seseorang mengalami perasaan gelisah, khawatir, atau cemas yang bersifat subjektif dan adanya aktifitas sistem saraf otonom dalam berespon terhadap ancaman yang tidak jelas dan tidak spesifik yang dimanifestasikan oleh tingkah laku psikofisiologi dan berbagai pola perilaku. 2. Faktor predisposisi Menurut Stuart dan Sundeen (1998) teori yang dikembangkan untuk menjelaskan terjadinya kecemasan adalah : a. Teori psikoanalitik Dalam pandangan psikoanalitik kecamasan adalah konflik emosional yang terjadi antara dua elemen kepribadian id dan superego. Id mewakili dorongan insting dan impuls primitif seseorang, sedangkan superego mencerminkan hati nurani seseorang dan dikendalikan oleh norma-norma budaya seseorang. Ego berfungsi menengahi tuntutan dari dua elemen yang bertentangan, dan fungsi kecemasan adalah mengingatkan ego bahwa ada bahaya. b. Teori interpersonal Menurut pandangan interpersonal kecemasan timbul dari perasaan takut terhadap tidak adanya penerimaan dan penolakan interpersonal. Kecemasan juga berhubungan dengan perkembangan trauma, seperti perpisahan dan kehilangan, yang menimbulkan kelemahan spesifik. Orang dengan harga diri rendah terutama mudah mengalami perkembangan kecemasan yang berat. c. Teori perilaku

Menururt pandangan perilaku kecemasan merupakan produk frustasi yaitu segala sesuatu yang mengganggu kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Pakar perilaku menganggap kecemasan sebagai suatu dorongan untuk belajar berdasarkan keinginan dari dalam untuk menghindari kepedihan. d. Teori keluarga Intensitas cemas yang dialami oleh individu kemungkinan memiliki dasar genetik. Orang tua yang memiliki gangguan cemas tampaknya memiliki resiko tinggi untuk memiliki anak dengan gangguan cemas. Kajian keluarga menunjukkan bahwa gangguan kecemasan merupakan hal yang biasa ditemui dalam suatau keluarga. e. Teori biologi Kajian biologi menunjukkan bahwa otak mengandung reseptor khusus untuk benzodiazepines. Reseptor ini mungkin membantu mengatur kecemasan. Penghambat asam aminobutirik-gamma neroregulator (GABA) dan endorfin juga memainkan peran utama dalam mekanisme biologis berhubungan dengan kecemasan. Beberapa faktor pencetus yang dapat menyebabkan terjadinya kecemasan menurut Stuart dan Sundeen (1998) antara lain : a. Ancaman terhadap integritas seseorang meliputi ketidakmampuan fisiologis yang akan datang atau menurunnya kapasitas untuk melakukan aktivitas hidup sehari-hari.

b. Ancaman terhadap sistem diri seseorang dapat membahayakan identitas, harga diri, dan fungsi sosial yang terintegrasi. 3. Tingkat kecemasan Tarwoto dan Wartonah (2004) membagi kecemasan menjadi 4 tingkat, yaitu : a. Kecemasan ringan Kecemasan ini biasanya dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari dan menyebabkan remaja menjadi waspada serta meningkatkan lahan persepsinya. Kecemasan dapat memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan serta kreativitas. Respon cemas ringan seperti sesekali bernapas pendek, nadi dan tekanan darah naik, bibir gemetar, lapang persepsi meluas, kurangnya konsentrasi pada penyelesaian masalah, dan tidak dapat duduk dengan tenang. b. Kecemasan sedang Pada tingkat ini lahan persepsi terhadap masalah menurun. Individu lebih memfokuskan pada hal-hal penting saat itu dan mengesampingkan hal lain. Respon cemas sedang seperti : sering napas pendek, nadi dan tekanan darah naik, mulut kering, anoreksia, gelisah, lapang pandang menyempit, rangsangan luar tidak mampu diterima, bicara banyak dan lebih cepat, susah tidur dan perasaan tidak enak. c. Kecemasan berat Pada cemas berat lahan persepsi sangat sempit. Seseorang cenderung hanya memikirkan hal yang kecil saja dan mengabaikan hal yang lain.

Seseorang tidak mampu berpikir berat lagi dan membutuhkan lebih banyak pengarahan atau tuntunan. Respon kecemasan seperti napas pendek, nadi dan tekanan darah meningkat, berkeringant dan sakit kepala, penglihatan kabur, ketegangan, lapang persepsi sangat sempit, tidak mampu menyelasaikan masalah, bicara cepat, dan perasaan ancaman meningkat. d. Panik Pada tingkat panik dari kecemasan berhubungan dengan terpengarah, ketakutan dan teror. Karena mengalami kehilangan kendali, seseorang yang mengalami panik tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan pengarahan. Panik menyebabkan peningkatan aktivitas motorik, menurunnya kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain, persepsi yang menyimpang, dan kehilangan pemikiran yang rasional. Tingkat kecemasan ini tidak sejalan dengan kehidupan, dan jika berlangsung dalam waktu yang lama dapat terjadi kelelahan yang sangat bahkan kematian ( Stuart dan Sundeen, 1998 ). Respon panik seperti napas pendek, rasa tercekik dan palpitasi, sakit dada, pucat, hipotensi, lapang persepsi sangat sempit, tidak dapat berpikir logis, mengamuk, marah, ketakutan, berteriak-teriak, kehilangan kendali, dan persepsi kacau ( Tarwoto & Wartonah, 2004). 4. Rentang respon kecemasan RENTANG RESPON KECEMASAN Respon adaptif Respon maladaptif

Antisipasi Ringan sedang Berat Panik Gambar 2.1 Rentang Respon Kecemasan (Stuart dan Sundeen, 1998) 5. Faktor yang mempengaruhi respon kecemasan Menurut Rasmun (2004), kemampuan individu dalam merespon kecemasan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain : a. Sifat stresor Sifat stresor dapat berubah secara tiba-tiba atau berangsur-angsur dan dapat mempengaruhi seseorang dalam menghadapi kecemasan, tergantung mekanisme koping seseorang. b. Junlah stressor yang bersamaan Pada waktu yang sama terdapat sejumlah stresor yang harus dihadapi bersama. Semakin banyak stresor yang dialami seseorang, semakin besar dampaknya bagi fungsi tubuh sehingga jika terjadi stresor yang kecil dapat mengakibatkan reaksi yang berlebihan. c. Lama stressor Memanjangnya stressor dapat menyebabkan menurunnya kemampuan individu mengatasi stress, karena individu telah berada pada fase kelelahan, individu sudah kehabisan tenaga untuk menghadapiu stressor tersebut. d. Pengalaman masa lalu Pengalaman masa lalu individu dalam menghadapi kecemasan dapat mempengaruhi individu ketika menghadapi stresor yang sama karena individu memiliki kemampuan beradaptasi atau mekanisme koping yang lebih baik,

sehingga tingkat kecemasan pun akan berbeda dan dapat menunjukkan tingkat kecemasan yang lebih ringan. Misalnya, remaja yang sudah pernah dirawat di Rumah Sakit sehingga tingkat kecemasannya berbeda jika dibandingkan dengan remaja yang belum pernah dirawat di Rumah Sakit. e. Tingkat perkembangan Tingkat perkembangan individu dapat membentuk kemampuan adaptasi yang semakin baik terhadap stresor. Pada tiap tingkat perkembangan terdapat sifat stresor yang berbeda sehingga resiko terjadi stres dan kecemasan akan berbeda pula. 6. Respon terhadap kecemasan Menurut Stuart dan Sundeen (1998), respon kecemasan dikalsifikasikan menjadi 4 respon antara lain : a. Respon fisiologis 1) Kardiovaskuler, meliputi : palpitasi, jantung berdebar, tekanan darah meninggi,rasa mau pingsan, pingsan, denyut nadi menurun. 2) Pernapasan, meliputi : napas cepat, napas pendek, tekanan pada dada, pembengkakan pada tenggorok, sensasi tercekik, terengah-engah. 3) Neuromuskuler, meliputi : tremor, insomnia, reflek meningkat, reaksi kejutan, mata berkedip-kedip, gelisah, wajah tegang, kaki goyah, kelemahan umum. 4) Gastrointestinal, meliputi : kehilangan nafsu makan, menolak makan, mual, diare, rasa tidak nyaman pada abdomen.

5) Traktus urinarius, meliputi : tidak dapat menahan kencing, sering berkemih. 6) Kulit, meliputi : wajah kemerahan, berkeringat pada telapak tangan, gatal, rasa panas dan dingin pada kulit, wajah pucat. b. Respon perilaku Respon perilaku terhadap kecemasan meliputi : gelisah, ketegangan fisik, tremor, gugup, bicara cepat, kurang koordinasi, menarik diri dari hubungan personal, melarikan diri dari masalah, dan menghindari. c. Respon kognitif Respon kognitif terhadap kecemasan meliputi : perhatian terganggu, konsentrasi buruk, pelupa, salah dalam memberikan penilaian, hambatan berfikir, bidang persepsi menurun, bingung, dan takut cedera atau kematian. d. Respon afektif Respon afekif terhadap kecemasan meliputi : mudah terganggu, tidak sabar, gelisah tegang, nervus, ketakutan, teror, dan gugup. 7. Pengukuran kecemasan Menurut Hawari (2000), untuk mengetahui sejauh mana tingkat kecemasan remaja diperlukan alat ukur (instrumen) yang dikenal dengan nama Hamilton Rating Scale for Anxiety (HRS-A). Alat ukur ini terdiri dari 14 kelompok gejala yang masing-masing kelompok dirinci lagi dengan gejala-gejala yang lebih spesifik, yang terdiri dari : 1) perasaan cemas; 2) ketegangan; 3) ketakutan; 4) gangguan tidur; 5) gangguan kecerdasan; 6) perasaan depresi

(murung); 7) gejala somatik atau fisik (otot); 8) gejala somatik atau fisik (sensorik); 9) gejala kardiovaskuler (jantung dan pembuluh darah); 10) gejala respiratori (pernapasan); 11) gejala gastrointestinal (pencernaan); 12) gejala urogenital (perkemihan dan kelamin); 13) gejala autonom dan 14) tingkah laku (sikap). B. Remaja 1. Pengertian remaja Remaja adalah periode perkembangan selama dimana individu mengalami perubahan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa, biasanya antara usia 13 dan 20 tahun. Istilah adolesens biasanya menunjukkan maturasi psikologis individu, ketika pubertas menunjukkan titik dimana reproduksi mungkin dapat terjadi. Perubahan hormonal pubertas mengakibatkan perubahan penampilan pada orang muda, dan perkembangan mental mengakibatkan kemampuan untuk menghipotesis dan berhadapan dengan abstraksi ( Perry dan Potter, 2005 ). Sedangkan menurut Supartini (2004), masa remaja biasanya berusia antara 12-18 tahun. Masa remaja dikenal sebagai masa yang penuh kesukaran. Bukan saja kesukaran bagi individu, tetapi juga bagi orang tuanya, masyarakat bahkan sering kali pada aparat keamanan. Hal ini disebabkan masa remaja merupakan masa transisi antara kanak-kanak dan masa dewasa. Masa transisi ini sering kali menghadapkan individu yang bersangkutan kepada situasi yang membingungkan,

disatu pihak ia masih kanak-kanak, tetapi dilain pihak ia harus bertingkah laku seperti orang dewasa (Purwanto, 1998). Menurut Purwanto (1998), tingkat-tingkat perkembangan dalam masa remaja dapat dibagi dengan berbagai cara. Salah satu pembagian yang dilakukan oleh Stolz adalah sebagai berikut : a. Masa prapuber : satu atau dua tahun sebelum masa remaja yang sesungguhnya. Anak menjadi gemuk, pertumbuhan tinggi badan terhambat sementara. b. Masa puber atau masa remaja : perubahan-perubahan sangat nyata dan cepat. Anak perempuan lebih cepat memasuki masa ini dari pada pria. Masa ini lamanya berkisar antara 2,5-3,5 tahun. c. Masa postpuber : pertumbuhan yang cepat sudah berlalu, tetapi masih nampak perubahan-perubahan tetap berlangsung pada beberapa bagian badan. d. Masa akhir puber : melanjutkan perkembangan sampai mencapai tanda-tanda kedewasaan. Sedangkan menurut Irwanto (1996), periode remaja adalah periode yang dianggap sebagai masa yang amat penting dalam kehidupan seseorang khususnya dalam perkembangan kepribadian individu. 2. Ciri-ciri masa remaja Menurut Hurlock (1999), masa remaja mempunyai ciri-ciri tertentu yang membedakan dengan periode sebelum dan sesudahnya. a. Masa remaja sebagai periode yang penting Periode remaja dianggap sangat penting dari pada beberapa periode lainnya, karena akibatnya yang langsung terhadap sikap dan perilaku. Akibat

fisik dan psikologis mempunyai persepsi yang sangat penting. Perkembangan fisik yang cepat dan penting disertai dengan cepatnya perkembangan mental yang cepat, terutama pada awal pada masa remaja. Semua perkembangan itu menimbulkan perlunya penyesuaian mental dan perlunya membentuk sikap, nilai dan minat baru (Hurlock, 1999). b. Masa remaja sebagai periode peralihan Peralihan tidak berarti terputus atau berubah dari apa yang terjadi sebelumnya, tetapi peralihan yang dimaksud adalah dari satu tahap perkembangan ke tahap berikutnya. Artinya, apa yang terjadi sebelumnya akan meninggalkan bekasnya pada apa yang terjadi sekarang dan akan datang. Bila anak beralih dari masa kanak-kanak ke masa dewasa, anak harus meninggalkan segala sesuatu yang bersifat kekakak-kanakan dan juga harus mempelajari pola perilaku dan sikap baru untuk menggantikan perilaku dan sikap yang sudah ditinggalkan (Hurlock, 1999). c. Masa remaja sebagai periode perubahan Tingkat perubahan dalam sikap dan perilaku selama masa remaja sejajar dengan tingkat perubahan fisik. Selama awal masa remaja, ketika perubahan fisik terjadi dengan pesat maka perubahan perilaku dan sikap juga berlangsung pesat. Kalau perubahan fisik menurun maka perubahan sikap dan perilaku menurun juga. Ada empat perubahan yang sama dan hampir bersifat universal. Pertama, meningginya emosi yang intensitasnya tergantung pada tingkat perubahan fisik dan psikologis. Kedua, perubahan tubuh, minat dan peran yang diharapkan oleh kelompok. Ketiga, dengan berubahnya minat dan pola perilaku

maka nilai-nilai juga berubah. Keempat, sebagian besar remaja bersikap ambivalen terhadap setiap perubahan (Hurlock, 1999). d. Masa remaja sebagai usia bermasalah Masalah pada masa remaja sering menjadi masalah yang sulit diatasi baik oleh anak laki-laki maupun anak perempuan. Terdapat dua alasan bagi kesulitan itu, yaitu (1) sepanjang masa kanak-kanak, masalah anak-anak sebagian diselesaikan oleh orang tua dan guru-guru, sehingga kebanyakan remaja tidak berpengalaman dalam mengatasi masalah. (2) para remaja merasa mandiri, sehingga mereka ingin mengatasi masalahnya sendiri, menolak bantuan orang tua dan guru. Ketidakmampuan remaja untuk mengatasi sendiri masalahnya, maka memakai menurut cara yang mereka yakini. Banyak remaja akhirmya menemukan bahwa penyelesaian tidak selalu sesuai dengan harapan mereka (Hurlock, 1999). e. Masa remaja sebagai masa mencari identitas Identitas diri yang dicari remaja berupa usaha untuk menjelaskan siapa dirinya, apa peranannya dalam masyarakat. Apakah ia seorang anak atau dewasa?. Apakah ia mampu percaya diri sekalipun latar belakang ras atau agama atau nasionalnya membuat beberapa orang merendahkannya?. Secara keseluruhan, apakah ia akan berhasil atau akan gagal? (Hurlock, 1999). f. Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan Anggapan stereotip budaya bahwa remaja adalah anak-anak yang tidak rapih, yang tidak dapat dipercaya dan cenderung merusak dan berperilaku merusak, menyebabkan orang dewasa yang harus membimbing dan mengawasi

kehidupan remaja yang takut bertanggung jawab dan bersikap tidak simpatik terhadap perilaku remaja yang normal (Hurlock, 1999). g. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik Remaja cenderung memandang kehidupan melalui kaca berwarna merah jambu. Ia melihat dirinya sendiri dan orang lain sebagaimana adanya, terlebih dalam hal cita-cita. Cita-cita yang tidak realistik ini, tidak hanya bagi dirinya sendiri tetapi juga bagi keluarga dan teman-temannya, menyebabkan meningkatnya emosi yang merupakan ciri dari awal masa remaja. Semakin tidak realistik cita-citanya semakin ia menjadi marah. Remaja akan sakit hati dan kecewa apabila orang lain mengecewakannya atau kalau ia tidak berhasil mencapai tujuan yang ditetapkannya sendiri (Hurlock, 1999 ). h. Masa remaja sebagai ambang masa dewasa Dengan semakin mendekatnya usia kematangan yang sah, para remaja menjadi gelisah untuk meninggalkan stereotip belasan tahun dan untuk memberikan kesan bahwa mereka sudah hampir dewasa. Berpakaian dan bertindak seperti orang dewasa ternyata belumlah cukup. Oleh karena itu, remaja mulai memusatkan diri pada perilaku yang dihubungkan dengan status dewasa, yaitu merokok, minum minuman keras, menggunakan obat-obatan, dan terlibat dalam perbuatan seks. Mereka menganggap bahwa perilaku ini akan memberikan citra yang mereka inginkan (Hurlock, 1999 ). 3. Tugas perkembangan pada masa remaja

a. Menerima citra tubuh Seringkali sulit bagi remaja untuk menerima keadaan fisiknya bila sejak kanak-kanak mereka telah mengagungkan konsep mereka tentang penampilan diri pada waktu dewasa nantinya. Diperlukan waktu untuk memperbaiki konsep ini dan untuk mempelajari cara-cara memperbaiki penampilan diri sehingga lebih sesuai dengan apa yang dicita-cita kan (Hurlock, 1999). b. Menerima identitas seklsual Menerima peran seks dewasa yang diakui masyarakat tidaklah mempunyai banyak kesulitan bagi anak laki-laki, mereka telah didorong dan diarahkan sejak awal masa kanak-kanak. Tetapi berbeda bagi anak perempuan, sebagai anak-anak mereka didorong untuk memainkan peran sederajat sehingga usaha untuk mempelajari peran feminim dewasa memerlukan penyesuaian diri selama bertahun-tahun (Hurlock, 1999). c. Mengembangkan sistem nilai personal Remaja megembangkan sistem nilai yang baru misalnya remaja mempelajari hubungan baru dengan lawan jenis berarti harus mulai dari nol dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana harus bergaul dengan mereka (Hurlock,1999). d. Membuat persiapan untuk hidup mandiri Bagi remaja yang sangat mendambakan kemandirian, usaha untuk mandiri harus didukung oleh orang terdekat (Hurlock, 1999). e. Menjadi mandiri atau bebas dari orang tua

Kemandirian emosi berbeda dengan kemandirian perilaku. Banyak remaja yang ingin mandiri, tetapi juga membutuhkan rasa aman yang diperoleh dari orang tua atau orang dewasa lain. Hal ini menonjol pada remaja yang statusnya dalam kelompok sebaya yang mempunyai hubungan akrab dengan anggota kelompok dapat mengurangi ketergantungan remaja pada orang tua (Hurlock, 1999). f. Mengembangkan ketrampilan mengambil keputusan Ketrampilan mengambil keputusan dipengaruhi oleh perkembangan ketrampilan intelektual remaja itu sendiri. Sebagai contoh mengambil keputusan untuk menikah diusia remaja (Hurlock, 1999). g. Mengembangkan identitas seseorang yang dewasa Remaja erat hubungannya dengan masalah pengembangan nilai-nilai yang selaras dengan dunia orang dewasa yang akan dimasuki, adalah tugas untuk mengembangkan perilaku social yang bertanggung jawab (Hurlock, 1999). 4. Perubahan pada remaja a. Perubahan fisik pada remaja Menurut Tim Pembina UKS Propinsi Jawa Barat ( 2004 ) terjadi pertumbuhan fisik yang cepat pada remaja, termasuk pertumbuhan organ reproduksi (organ seksual) untuk mencapai kematangan sehingga mampu

melangsungkan fungsi reproduksi. Perubahan ini ditandai dengan munculnya tanda-tanda sebagai berikut : 1) Tanda-tanda seks primer yaitu yang berhubungan langsung dengan organ seks. Terjadinya haid pada remaja putri (menarche) dan terjadinya mimpi basah pada remaja laki-laki. 2) Tanda-tanda seks sekunder yaitu : pada remaja laki-laki terjadi perubahan suara, tumbuhnya jakun, penis dan buah zakar bertambah besar, terjadinya ereksi dan ejakulasi, dada lebih lebar, badan berotot, tumbuhnya kumis, cambang dan rambut disekitar kemaluan dan ketiak. Dan pada remaja putri terjadi perubahan pinggul lebar, pertumbuhan rahim dan vagina, payudara membesar, tumbuhnya rambut di ketiak dan sekitar kemaluan (pubis). b. Perubahan kejiwaan pada remaja Proses perubahan kejiwaan berlangsung lebih lambat dibandingkan perubahan fisik yang meliputi : 1) Perubahan emosi, sehingga remaja menjadi : a) Sensitif (mudah menangis, cemas, frustasi dan tertawa) b) Agresif dan mudah bereaksi terhadap rangsangan luar yang berpengaruh, sehingga misalnya mudah berkelahi. 2) Perkembangan intelegensia, sehingga remaja menjadi : a) Mampu berpikir abstrak, senang memberikan kritik b) Ingin mengetahui hal-hal baru, sehingga muncul perilaku ingin cobacoba.

C. Hospitalisasi pada remaja 1. Pengertian hospitalisasi Menurut Russel Borton dalam Stevens, et al (2000), hospitalisasai diartikan adanya beberapa perubahan psikis yang dapat menjadi sebab seseorang dirawat di Rumah Sakit. Tingkah laku dari pasien yang dirawat di Rumah Sakit dapat dilihat menurut Borton, yaitu : (1) kelemahan untuk berinisiatif, (2) kurang atau tidak ada perhatian, (3) tidak berminat, (4) ketergantungan. Hospitalisasi adalah suatu keadaan krisis pada seseorang saat sakit dan dirawat di Rumah Sakit. Keadaan ini terjadi karena seseorang berusaha untuk beradaptasi dengan lingkungan asing dan baru yaitu Rumah Sakit, sehingga kondisi tersebut menjadi faktor stresor bagi orang tersebut baik terhadap seseorang itu sendiri maupun orang tua dan keluarga (Stevens, 1999). 2. Manifestasi kecemasan remaja akibat hospitalisasai Hal yang harus diperhatikan pada remaja yang menjalani perawatan di Rumah Sakit adalah mereka sering mengalami kecemasan. Manifestasi kecemasan tersebut meliputi depresi atau kesedihan, menarik diri, tidak kooperatif, bosan, mimpi buruk dan gangguan tidur (Lewer, 1996). Dan menurut Ghie (1996), manifestasi kecemasan meliputi khawatir dan gelisah, tegang, mudah tersinggung dalam hubungannya dengan orang lain, denyut nadi cepat, jantung berdebar, sakit kepala, diare, gangguan pernapasan, tungkai gemetar dan ketegangan yang nampak pada wajah. 3. Kecemasan pada remaja yang dirawat di Rumah Sakit

Kecemasan dalam diri remaja dapat diduga dan normal pada tahap perkembangan tertentu. Kecemasan yang terjadi pada remaja selama hospitalisasi dapat disebabkan karena : a. Perpisahan dengan teman sebaya Perpisahan dari rumah dan orang tua mungkin dapat diterima. Kehilangan kontak dengan teman sebaya dapat mengancam emosinya karena kehilangan status dalam kelompok dan kehilangan rasa diterima oleh kelompok. Respon remaja terhadap perpisahan dengan teman sebayanya terlihat dengan diam, depresi dan kesepian. Manifestasi cemas karena perpisahan terdiri dari 3 fase, yaitu : 1) Fase protes (protest phase) Pada fase ini sikap protes akan berlangsung dari hitungan jam sampai hitungan hari. Sikap prortes seperti tidak bisa menerima keadaan bahwa harus berpisah semantara dengan teman sebaya akan berhenti karena keletihan fisik. 2) Fase putus asa (despair phase) Perilaku yang diamati pada fase ini, yaitu remaja tidak aktif, menarik diri dari orang lain, tertekan, pendiam dan menolak tindakan keperawatan. 3) Fase penerimaan (detachment phase) Pada fase ini remaja mulai menunjukkan ketertarikan terhadap lingkungan sekitar, berinteraksi secara dangkal dengan orang yang tidak dikenal atau perawat.

b. Kehilangan kontrol Perjuangan remaja untuk independens, asertif, liberal terpusat pada pencarian identitas diri. Apapun yang mempengaruhinya akan mengancam identitas mereka dan mengakibatkan kehilangan kontrol. Remaja mungkin bereaksi dengan menolak, tidak kooperatif dan menarik diri. Remaja ingin tahu bahwa orang lain dapat berkomunikasi dengannya dalam level mereka sendiri. c. Nyeri tubuh Nyeri tubuh yang dimaksud karena tindakan atau prosedur keperawatan yang dilakukan oleh perawat atau dokter. Bukan anak kecil saja yang merasakan nyeri atau kesakitan tersebut, remaja juga mengalaminya dan yang membedakannya adalah respon terhadap nyeri tersebut. d. Privacy Kematangan pada alat seksualnya dan berubahnya bentuk organ yang lain pada saat remaja, dapat membuat anak remaja malu dan merahasiakannya. Akibat sakit dan dirawat di Rumah Sakit, remaja sering kehilangan privacy pada seksualnya terutama pada tindakan keperawatan dan prosdur-prosedur tertentu. Hal ini dapat meningkatkan kecemasan pada remaja. Remaja akan berespon : menolak dilakukan tindakan, menutupi bagian yang privacy. 4. Kemampuan remaja dalam merespon terhadap penyebab kecemasan saat remaja dirawat di Rumah Sakit a. Usia Anak usia 13-14 tahun kecemasan akan meningkat kerana pada masa ini adalah masa peralihan antara masa anak-anak dan remaja, dimana akan terjadi

perubahan hormonal yang menyebabkan rasa tidak tenang pada diri anak. Kondisi akan stabil pada anak usia 15-18 tahun, karena anak sudah menemukan aku nya dan mulai berfikir lebih baik (Sacharin, 1996). b. Status kesehatan Seseorang yang mengalami gangguan fisik seperti cedera, operasi akan mudah mengalami kelelahan fisik sehingga lebih mudah mengalami stres. Penyakit yang tidak membahayakan akan meringankan tingkat kecemasan sedangkan penyakit yang kronis akan meningkatkan kecemasan (Stevens, 1999). c. Jenis kelamin Anak perempuan tingkat kecemasan lebih tinggi jika dibandingkan dengan laki-laki (Stevens, 1999). Sedangkan menurut Kaplan dan Sadock (1997), mengemukakan bahwa kurang dari populasi dimana kecemasan pada perempuan dua kali lebih banyak dari pada pria. Lebih tingginya frekuensi kecemasan yang dialami perempuan kemungkinan disebabkan perempuan mempunyai kepribadian yang labil dan bersifat immatur, dan juga adanya peran hormon yang mempengaruhi kondisi emosi sehingga mudah meledak, mudah cemas dan curiga. d. Pengalaman di rawat di Rumah Sakit

Anak yang pernah sakit dan dirawat di Rumah Sakit kecemasannya lebih rendah jika dibanding dengan anak yang belum pernah dirawat di Rumah Sakit (Stevens, 2000). e. Sistem pendukung Sistem pendukung menurut Lewer (1996) yang dapat mempengaruhi tingkat kecemasan pada remaja yang sakit adalah : 1) Ruangan perawatan Perubahan lingkungan dari pola kehidupan sehari-hari dapat meningkatkan kecemasan misalnya : ruangan yang serba putih, dirawat bersama penderita lain dalam satu ruangan. 2) Aspek perawat dan petugas Perawat yang kurang komunikatif, tidak empati dan berpakaian serba putih dapat meningkatkan kecemasan. 3) Aspek fasilitas Fasilitas yang kurang dan terbatas seperti kamar mandi, ukuran ruangan terlalu sempit atau besar, peralatan rumah sakit yang asing juga dapat meningkatkan kecemasan pada remaja. 4) Kondisi rumah sakit Kebijaksanaan rumah sakit yang dapat menimbulkan kecemasan pada remaja adalah : terbatasnya jam besuk, tidak boleh ditunngu keluarga selama dirawat. f. Besar kecilnya stresor

Stresor yang besar seperti : nyeri, perpisahan dengan teman atau keluarga, terbatasnya aktivitas, terganggunya privacy dapat meningkatkan kecemasan (Rasmun, 2004). g. Tahap perkembangan Pada tahap perkembangan anak usia sekolah respon terhadap kecemasan lebih meningkat jika dibandingkan dengan remaja (Rasmun, 2004). D. Kerangka Teori hospitalisasi Faktor-faktor yang berhubungan dengan kecemasan remaja : 1. Perpisahan dengan teman sebaya 2. Kehilangan kontrol 3. Nyeri tubuh 4. Privacy Kecemasan remaja 1. Ringan 2. Sedang 3. Berat 4. panik Respon remaja terhadap cemas dipengaruhi oleh : 1. Usia 2. Status kesehatan 3. Jenis kelamin 4. Pengalaman dirawat di RS 5. Sistem pendukung 6. Besar kecilnya stressor 7. Tahap perkembangan

E. Kerangka konsep Gambar 2.2 Kerangka Teori (Wong, 2003; Stuart&Sundeen, 1998; Stevens, 2000) varibel bebas Faktor yang berhubungan 2. Perpisahan dengan teman 3. Kehilangan kontrol 4. Nyeri tubuh 5. Privacy variabel terikat Kecemasan Gambar 2.3 Kerangka Konsep F. Variabel Penelitian Variabel adalah obyek penelitian atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian (Arikunto, 2002). Variabel dalam penelitian ini adalah : 1. Variabel bebas (Variabel indipenden) Variabel bebas (variabel independen) adalah variabel yang mempengaruhi atau menjadi penyebab bagi variabel lain. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah perpisahan dengan kelompok atau teman sebaya, nyeri tubuh, kehilangan kontrol dan privacy. 2. Variabel terikat (Variabel dependen) Variabel terikat (variabel dependen) adalah variabel yang dipengaruhi atau disebabkan oleh variabel lain. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kecemasan.

G. Hipotesis Penelitian 1. Ada hubungan antara perpisahan dengan kelompok atau teman sebaya dengan tingkat kecemasan pada remaja. 2. Ada hubungan antara nyeri tubuh dengan tingkat kecemasan pada remaja 3. Ada hubungan antara kehilangan kontrol dengan tingkat kecemasan pada remaja. 4. Ada hubungan antara privacy dengan tingkat kecemasan pada remaja.