4 Hasil dan pembahasan

dokumen-dokumen yang mirip
4 Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab III Metodologi Penelitian

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian Penelitian yang telah dilakukan bertujuan untuk menentukan waktu aging

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN. Neraca Digital AS 220/C/2 Radwag Furnace Control Indicator Universal

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI MEMBRAN KERAMIK ZrSiO 4 -V 2 O 5 TESIS. ERFAN PRIYAMBODO NIM : Program Studi Kimia

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

4 Hasil dan Pembahasan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh waktu aging

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Mulai. Persiapan alat dan bahan. Meshing AAS. Kalsinasi + AAS. Pembuatan spesimen

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dihasilkan sebanyak 5 gram. Perbandingan ini dipilih karena peneliti ingin

Metodologi Penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode eksperimen.

2 Tinjauan Pustaka. 2.1 Polimer. 2.2 Membran

METODA AKTIVASI ZEOLIT ALAM DAN APLIKASINYA SEBAGAI MEDIA AMOBILISASI ENZIM α-amilase. Skripsi Sarjana Kimia. Oleh WENI ASTUTI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer.

BAB 4 HASIL DAN ANALISIS

Disusun Oleh : Shellyta Ratnafuri M BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini dilakukan pembuatan keramik Ni-CSZ dengan metode kompaksi

Kata kunci: surfaktan HDTMA, zeolit terdealuminasi, adsorpsi fenol

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Uji Kekerasan Sintesis Sintesis BCP HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi Bahan Dasar

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Pembuatan Pulp dari Serat Daun Nanas

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis proses preparasi, aktivasi dan modifikasi terhadap zeolit

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Judul Tugas Akhir Pengolahan Limbah Laundry menggunakan Membran Nanofiltrasi Zeolit Aliran Cross Flow untuk Filtrasi Kekeruhan dan Fosfat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil preparasi bahan baku larutan MgO, larutan NH 4 H 2 PO 4, dan larutan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4 Hasil dan Pembahasan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan di Kelompok Bidang Bahan Dasar PTNBR-

HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi Contoh

BAB III METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode eksperimen

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. hal ini memiliki nilai konduktifitas yang memadai sebagai komponen sensor gas

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini dilakukan pembuatan keramik komposit CSZ-Ni dengan

PASI NA R SI NO L SI IK LI A KA

4. Hasil dan Pembahasan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan

HASIL DAN PEMBAHASAN. nm. Setelah itu, dihitung nilai efisiensi adsorpsi dan kapasitas adsorpsinya.

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian ini akan dibahas tentang sintesis katalis Pt/Zr-MMT dan

BABrV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

AMOBILISASI LOGAM BERAT Cd 2+ dan Pb 2+ DENGAN GEOPOLIMER. Warih Supriadi

SINTESIS DAN KARAKTERISASI KATALIS CU/ZEOLIT DENGAN METODE PRESIPITASI

Hasil dan Pembahasan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC)

Hasil Penelitian dan Pembahasan

TINJAUAN UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Anorganik, Departemen Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas

BAB IV HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN

BAB IV PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Lumpur Sidoarjo

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengujian Densitas Abu Vulkanik Milling 2 jam. Sampel Milling 2 Jam. Suhu C

BAB III METODE PENELITIAN

Pengaruh Suhu Sintering terhadap Morfologi dan Sifat Mekanik Membran Rapat Asimetris CaTiO 3

DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR ISTILAH DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG BAB I

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Untuk mendapatkan jawaban dari permasalahan penelitian ini maka dipilih

Bab IV Hasil dan Pembahasan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Penelitian

3 Percobaan. 3.1 Bahan Penelitian. 3.2 Peralatan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan

PENGEMBANGAN METODE SINTESIS UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS ZEOLIT ALAMI DI INDONESIA

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. lainnya untuk bisa terus bertahan hidup tentu saja sangat tergantung pada ada atau

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk

BAB III METODE PENELITIAN. A. Subjek dan Objek Penelitian 1. Subjek Penelitian Subjek penelitian ini adalah senyawa zeolit dari abu sekam padi.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Suhu Sinter Terhadap Struktur Kristal

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah dengan metode eksperimen murni.

III. METODOLOGI PENELITIAN. analisis komposisi unsur (EDX) dilakukan di. Laboratorium Pusat Teknologi Bahan Industri Nuklir (PTBIN) Batan Serpong,

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

4 Hasil dan Pembahasan

Sintesis ZSM-5 Mesopori menggunakan Prekursor Zeolit Nanocluster : Pengaruh Waktu Hidrotermal

Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Hariadi Aziz E.K

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pragel pati singkong yang dibuat menghasilkan serbuk agak kasar

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari hingga Mei 2012 di Laboratorium. Fisika Material, Laboratorium Kimia Bio Massa,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metoda eksperimen.

MODIFIKASI ZEOLIT ALAM SEBAGAI KATALIS MELALUI PENGEMBANAN LOGAM TEMBAGA

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara agraris, dimana sebagian besar penduduknya

SINTESIS KERAMIK Al 2 TiO 5 DENSITAS TINGGI DENGAN ADITIF MgO

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Bahan Baku Ibuprofen

PEMBUATAN ALUMINIUM BUSA MELALUI PROSES SINTER DAN PELARUTAN SKRIPSI

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab IV. Hasil dan Pembahasan

Transkripsi:

4 Hasil dan pembahasan 4.1 Karakterisasi Awal Serbuk Bentonit Dalam penelitian ini, karakterisasi awal dilakukan terhadap serbuk bentonit. Karakterisasi dilakukan dengan teknik difraksi sinar-x. Difraktogram dari serbuk bentonit ditampilkan pada Lampiran A.1. Hasil interpretasi pada Lampiran B.1 menunjukkan bahwa serbuk bentonit mengandung mineral-mineral dengan komposisi seperti ditunjukkan pada Tabel 4.1. Hasil interpretasi menunjukkan bahwa muscovite adalah mineral yang paling banyak terdapat di dalam serbuk bentonit yang dipergunakan. Struktur muscovite ditunjukkan pada Gambar 4.1. Tabel 4.1 Komposisi serbuk bentonit No. Mineral % berat 1. Montmorillonite 14,7 2. Bentonit 14,7 3. Kuarsa 7,6 4. Muscovite 31,5 5. Beidellite 14,7 6. Illite 16,8 Secara umum, mineral-mineral yang terdapat di dalam bentonit terdiri dari lapisan alumina dengan struktur oktahedral yang berada di antara dua lapisan silika dengan struktur tetrahedral. Muatan yang tidak seimbang di dalam struktur ini menyebabkan terbentuknya rongga. Kemudian, rongga ini diisi dengan kation yang bersifat dapat dipertukarkan.

Gambar 4.1 Struktur Muscovite [Nelson, 26] Mineral-mineral yang terdapat dalam bentonit memiliki ruang di antara lapisan-lapisan kristalnya. Gambar 4.2 menunjukkan pengaruh penambahan air terhadap struktur bentonit. Air dan molekul polar lain dapat menembus masuk di antara lapisan-lapisan ini sehingga kisi kristal mengalami pengembangan. Dengan terjadinya pengembangan ini maka volum bentonit menjadi semakin besar, jarak antarunit menjadi semakin besar, dan permukaan menjadi semakin luas. lapisan tanah liat molekul air lapisan tanah liat a) b) Gambar 4.2 Pengaruh penambahan air terhadap struktur bentonit a) bentonit kering dan b) bentonit ditambah air [Origins of Life] 4.2 Sintesis silicalite-1 Dalam sintesis silicalite-1, pertama-tama dibuat tiga larutan reaktan yaitu larutan 1 (Na 2 SiO 3.9H 2 O + NaOH + H 2 O), larutan 2 (NaCl + H 2 O) dan larutan 3 (H 2 SO 4 + TBAB + - H 2 O). Padatan Na 2 SiO 3.9H 2 O digunakan sebagai sumber ion SiO 4 dan ion Na + yang menyusun struktur silicalite-1. NaOH digunakan sebagai sumber ion OH - yang berfungsi sebagai basa kuat. Proses pelarutan reaktan memerlukan suasana basa karena larutan silikat bersifat asam. Asam dan basa dalam larutan akan membentuk garam yang larut dalam air. 24

Jumlah NaOH yang digunakan dapat mempengaruhi ukuran kristal. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Lee et al, diketahui bahwa ukuran kristal zeolit akan semakin besar jika jumlah NaOH yang ditambahkan ke dalam reaktan semakin banyak [Lee, 25]. Tetrabutilamonium bromida (TBAB) digunakan sebagai pengarah pertumbuhan struktur dan pembentuk pori pada silicalite-1. Dalam penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Masuda et al digunakan tetrapropilamonium bromida sebagai kerangka cetak (template). Perbedaan kerangka cetak yang digunakan pada sintesis silicalite-1 ini mempengaruhi ukuran kristal dan ukuran partikel silicalite-1 yang terbentuk. Tetrabutilamonium bromida memiliki ukuran yang lebih panjang daripada tetrapropilamonium bromida. Dengan ukuran kerangka cetak yang semakin panjang maka ukuran partikel zeolit yang terbentuk menjadi semakin kecil dan ukuran pori menjadi semakin besar [Aubert, 22]. Ukuran partikel zeolit dapat diperbesar dengan cara menambah waktu reaksi [Lee, 25]. NaCl digunakan untuk menambah jumlah ion Na +. Ion Na + ini mempengaruhi alkalinitas larutan. Alkalinitas merupakan hal yang penting dalam proses sintesis zeolit karena alkalinitas berpengaruh pada proses pembentukan dan pertumbuhan inti kristal zeolit [Li, 27]. Ion Na + juga bertindak sebagai pengarah pertumbuhan struktur zeolit jika tidak ada ion TBA +. Air berfungsi sebagai pelarut. Selain itu, dalam reaksi hidrotermal air juga berfungsi sebagai media penghantar tekanan. Ketiga larutan reaktan yang dibuat dalam proses sintesis silicalite-1 dicampur dan diaduk dengan menggunakan pengaduk magnetik selama 48 jam. Hal ini dilakukan agar proses pengadukan menghasilkan campuran yang homogen. Larutan reaktan yang digunakan untuk sintesis zeolit harus berupa larutan yang homogen, satu fasa dan amorf. Dalam sintesis zeolit, sifat reaktan ini dapat mendukung proses pembentukan kristal pada temperatur yang relatif lebih rendah. Dalam sintesis jenis zeolit yang lain, dapat digunakan temperatur sampai ribuan derajat. Selama proses pengadukan, ketiga larutan reaktan mengalami proses pengendapan bersama (ko-presipitasi) sehingga menghasilkan suatu campuran yang sedikit lebih kental (seperti gel) daripada larutan sebelum pencampuran. Gel ini terbentuk sebagai akibat dari proses kopolimerisasi ion silikat. Pada tingkat kejenuhan gel yang tinggi, pertumbuhan inti kristal terjadi lebih banyak. Dengan menggunakan metode pengendapan bersama, derajat kehomogenan larutan menjadi semakin tinggi dan laju reaksi menjadi semakin cepat. Dalam proses sintesis silicalite-1, diketahui bahwa gel tidak terbentuk jika pengadukan dilakukan kurang dari 48 jam. Hal ini menunjukkan bahwa proses pengendapan bersama belum sempurna. Jika campuran yang belum membentuk gel ini direaksikan dalam bom hidrotermal maka silicalite-1 pun tidak terbentuk. 25

Setelah proses pengadukan, gel direaksikan di dalam bom hidrotermal. Reaksi dilakukan pada suhu 2 o C selama 72 jam. Reaksi yang terjadi adalah: Na 2 SiO 3 (aq) + NaOH (aq) T kamar (Na a (SiO 2 ) c NaOH H 2 O (dalam bentuk gel) 2 o C Na x (SiO 2 ) y m H 2 O (kristal zeolit) Metode sintesis hidrotermal menggunakan bom autoclave yang terbuat dari baja. Dalam metode ini, reaksi sintesis dilakukan dengan menggunakan air sebagai pelarut. Air digunakan pada tekanan dan temperatur di atas titik didih normalnya. Pada tekanan ini, reaktan larut sebagian di dalam air sehingga reaksi dapat terjadi. Air digunakan sebagai media penghantar tekanan. Jika reaksi dilakukan tanpa air maka metode sintesis hidrotermal ini hanya dapat dilakukan pada temperatur tinggi [West, 1984]. Zeolit hasil sintesis diharapkan berupa silicalite-1. Untuk mengetahui jenis zeolit hasil sintesis, dilakukan karakterisasi dengan menggunakan teknik difraksi sinar-x. Kemudian, puncak-puncak pada difraktogram zeolit hasil sintesis dibandingkan dengan puncak-puncak pada difraktogram silicalite-1 yang dihasilkan pada penelitian Kessler [Guth, 1986]. Difraktogram zeolit hasil sintesis dan silicalite-1 tersebut ditunjukkan pada Lampiran A.2. Dengan membandingkan difraktogram keduanya, secara kualitatif dapat dilihat bahwa puncak-puncak pada difraktogram zeolit hasil sintesis muncul pada daerah 2θ yang mirip dengan puncak-puncak pada difraktogram silicalite-1 hasil sintesis Kessler. Hasil interpretasi dari difraktogram silicalite-1 hasil sintesis ditunjukkan pada Lampiran B.2. Dari hasil interpretasi, dapat diketahui bahwa zeolit hasil sintesis terdiri dari silicalite-1 dan kuarsa. Puncak-puncak yang berwarna merah menunjukkan puncak silicalite-1. Sementara itu, puncak-puncak yang berwarna biru menunjukkan puncak kuarsa. Komposisi silicalite-1 dalam zeolit hasil sintesis adalah 78, % berat, sedangkan kuarsa adalah 22, % berat. 4.3 Pembuatan membran komposit Pembuatan membran komposit silicalite-1 terdiri dari tiga tahapan, yaitu pembuatan material pendukung membran bentonit, pelapisan zeolit jenis silicalite-1 pada permukaan material pendukung membran kemudian dikeringkan dan di-sinter di dalam tungku pembakar. 26

4.3.1 Pembuatan material pendukung membran bentonit Pada awal proses pembuatan material pendukung membran dilakukan penentuan komposisi yang tepat antara bentonit dan pelarut air. Penentuan komposisi ini bertujuan untuk mendapatkan material pendukung membran yang kuat (tidak mengalami keretakan) dan tidak bergelombang. Material pendukung membran bentonit dibuat dengan empat perbandingan komposisi bentonit dan air, yaitu 1:8, 1:7, 1:6 dan 1:5. Dari keempat komposisi ini, ditemukan bahwa jika perbandingan bentonit dan air semakin besar maka material pendukung membran akan semakin kuat. Sebaliknya, jika perbandingan bentonit dan air semakin kecil maka material pendukung membran akan semakin rapuh. Dalam proses pemanasan material pendukung membran bentonit diperlukan suatu perlakuan panas. Walaupun bentonit termasuk material keramik yang tahan pada suhu tinggi namun bentonit dalam keadaan basah sangat peka terhadap perubahan suhu. Proses pemanasan dan sintering harus dilakukan dengan laju pemanasan tertentu. Laju pemanasan terhadap material pendukung membran bentonit baik dalam proses pemanasan dengan oven maupun sintering dengan tungku pembakar ditunjukkan pada Gambar 4.3 dan Gambar 4.4. 3 Temperatur ( o C) 25 2 15 1 5 36 36 5 25 2 11 11 2 4 6 waktu (jam) 5oC/menit 5 o 36oC o C/menit selama 15 jam 5oC/menit 5 o 5oC/menit 5 o 11oC o C selama 24 jam 5oC/menit 5 o 1oC/menit 1 o 25oC o C selama 12 jam 2o/menit 2 o C/menit Gambar 4.3 Perlakuan panas terhadap material pendukung membran bentonit dengan menggunakan oven 27

Temperatur ( o C) 1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 25 1 72 52 9 9 82 4 1 6 11 2oC/menit 2 o 7oC/menit 7 o 4oC/menit 4 o 2oC/menit 2 o 9oC o C selama 6 jam 2oC/menit 2 o waktu (menit) Gambar 4.4 Perlakuan panas terhadap material pendukung membran bentonit dengan menggunakan tungku pembakar Proses pemanasan tahap pertama dilakukan di dalam oven pada suhu 36 o C sampai dengan 25 o C. Pemanasan pada suhu 36 o C sampai dengan 11 o C berfungsi untuk menguapkan pelarut air yang terdapat di dalam material pendukung membran bentonit. Pemanasan pada suhu 11 o C sampai dengan 25 o C berfungsi untuk menguapkan kristal air yang terjebak di antara kisi-kisi kristal material pendukung membran bentonit. Proses pemanasan tahap kedua dilakukan di dalam tungku pembakar dengan suhu yang lebih tinggi. Pemanasan pada suhu 25 o C sampai dengan 11 o C digunakan untuk menguapkan pelarut air. Sintering pada suhu 25 o C sampai dengan 4 o C dilakukan untuk menguapkan kristal air yang terjebak di dalam kisi-kisi kristal material pendukung membran bentonit. Sintering pada suhu 4 o C sampai dengan 9 o C berfungsi untuk membentuk pori-pori pada material pendukung membran bentonit [Muller, 1992]. Selama proses pengeringan dan sintering, luas permukaan material pendukung membran bentonit mengalami penyusutan. Sebelum pemanasan di dalam oven, material pendukung membran bentonit yang dibuat memiliki diameter 3,2 cm dan ketebalan 2, mm. Setelah proses pemanasan di dalam oven, diameter material pendukung membran bentonit menyusut sebanyak,5 cm. Setelah proses sintering, diameter material pendukung membran bentonit menyusut sebanyak,2 cm. Diameter material pendukung membran bentonit setelah proses pemanasan dan sintering adalah 2,5 cm sedangkan ketebalannya tidak berubah. Selama proses sintering, terjadi penyusutan akibat terbentuknya ikatan antarpartikel. Pembentukan ikatan antarpartikel ini terjadi akibat adanya aliran massa melalui mekanisme difusi pada wujud padatan (solid state diffusion). Ada dua faktor yang mempengaruhi aliran 28

massa, yaitu mobilitas partikel dan tegangan [German, 1996]. Selama proses sintering, panas diberikan terhadap material sehingga terjadi pergerakan atom-atom. Pergerakan atom-atom dapat terjadi bila energi atom samaa dengan atau lebih besar daripada energi yang dibutuhkan untuk lepas dari kisi awalnya menuju kisi yang baru. Ketika ada peningkatan temperatur, atom-atom bergerak lebih cepat dan tegangan mendorong terjadinya aliran massa. Akibat aliran massa ini partikel menjadi saling menarik dan membentuk pori yang berukuran kecil. Aliran massaa ini terdiri dari aliran sepanjang permukaan bebas, aliran sepanjang batas butir atau aliran melalui kisi kristal. Ikatan antarpartikel menyebabkan ukuran partikel menjadi lebih besar sehingga luas permukaan dan energi per unit volum menjadi lebih kecil. Partikel yang berukuran kecil membutuhkan aliran massa yang lebih besar untuk membentuk ikatan antarpartkel. Hal ini terjadi karenaa partikel yang berukuran kecil memiliki luas permukaan yang lebih besar [German, 1996]. Gambar 4.5 Pengaruh perlakuan panas pada struktur material Difraktogram serbuk bentonit dan material pendukung membran bentonit yang ditunjukkan pada Lampiran A.4 memiliki banyak perbedaan. Dalam difraktogram material pendukung membran bentonit dapat dilihat terjadinya pergeseran puncak. Selain itu, banyak puncak- puncak pada difraktogram serbuk bentonit yang tidak ditemukan pada difraktogram material pendukung membran bentonit. Intensitas puncak pada difraktogram material pendukung membran bentonit juga lebih tinggi daripada intensitas puncak pada difraktogram serbuk bentonit. Intensitas yang lebih tinggi dan pergeseran puncak ini menunjukkan SiO 2 dalam material pendukung membran bentonit bersifat lebih stabil akibat sintering. Selain itu, dengan sintering maka pengotor-pengotor dalam serbuk bentonit menjadi terdekomposisi. 4.3.2 Pelapisan silicalite-1 Tahap selanjutnya dalam pembuatan membran komposit silicalite-1 adalah pelapisan zeolit jenis silicalite-1 di atas material pendukung membran bentonit. Dalam proses pelapisan ini digunakan amilum sebagai pengikat. Sebelum ditambah amilum, silicalite-1 disaring dengan saringan berukuran 18 mesh. Ukuran partikel yang kecil menyebabkan luas permukaan 29

menjadi besar sehingga daya absorpsi menjadi besar. Amilum mengandung sejumlah gugus hidroksi dalam strukturnya. Gugus hidroksi ini membentuk ikatan hidrogen dengan atomatom oksigen dari silikat dan aluminat dalam silicalite-1 dan material pendukung membran bentonit. Dengan sintering, terjadi aliran massa sehingga terjadi ikatan antarpartikel antara partikel silicalite-1 dengan material pendukung membran bentonit. Difusi padatan oleh aliran massa ini menyebabkan silicalite-1 dapat terikat di atas material pendukung membran bentonit. 4.3.3 Sintering dalam tungku pembakar Tahap terakhir dalam pembuatan membran komposit silicalite-1 adalah sintering dalam tungku pembakar. Sintering dilakukan pada suhu 4 o C selama 1 jam. Sintering ini berfungsi untuk menghilangkan kerangka cetak TBAB. Gambar pada Lampiran A.4 menunjukkan difraktogram membran komposit silicalite-1 yang telah dipakai untuk proses filtrasi. Intensitas SiO 2 yang semakin tinggi menunjukkan SiO 2 dalam membran komposit silicalite-1 bersifat lebih stabil akibat sintering. 4.4 Kinerja membran Pertama-tama, dilakukan pengukuran fluks air terhadap 3 material pendukung membran bentonit. Hal ini bertujuan untuk mengetahui homogenitas material pendukung membran bentonit. Pengukuran fluks dilakukan pada tiga laju alir, yaitu 157,6, 218,4, dan 283,4 L/jam. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan alat filtrasi dengan aliran tangensial. Filtrasi dengan menggunakan sistem ini dilakukan untuk mencegah terjadinya gejala polarisasi konsentrasi dan penyumbatan pori membran yang biasanya terjadi pada filtrasi dengan sistem filtrasi aliran laminar (dead-end filtration) [Sibarani, 1994]. Teknik pemisahan dengan sel filtrasi aliran laminar (dead-end filtration) memberikan aliran larutan umpan yang tegak lurus terhadap membran sehingga memungkinkan bagi partikel-partikel yang dilewatkan terakumulasi di atas permukaan membran [Sibarani, 1994]. Hal ini menyebabkan adanya perbedaan konsentrasi di atas permukaan membran dengan konsentrasi larutan dalam fasa ruah. Akibatnya, terjadi perubahan pada karakter membran, yaitu fluks permeat menjadi turun dengan pertambahan waktu. Efek polarisasi konsentrasi tidak dapat dihilangkan namun dapat dikurangi dengan cara memberikan laju alir umpan yang besar dan bersifat turbulen di atas permukaan membran [Sibarani, 1994]. Sel filtrasi aliran tangensial merupakan alternatif yang digunakan untuk mengurangi gejala polarisasi konsentrasi dan penyumbatan pori pada membran. Sel filtrasi ini mempunyai arah 3

aliran umpan yang sejajar dengan permukaan membran sehingga dapat mengurangi kemungkinan terjadinya pengendapan oleh partikel-partikel yang dilewatkan di atas permukaan membran. Aliran tangensial mempunyai laju alir umpan yang besar sehingga fluks permeat juga besar [Sibarani, 1994]. 8 Fluks (L/m 2 jam) 7 6 5 4 3 2 R² =,979 R² =,941 material pendukung membran bentonit 1 material pendukung membran bentonit 2 1 1 2 3 R² =,981 material pendukung membran bentonit 3 Laju alir (L/jam) Gambar 4.6 Pengaruh laju alir terhadap fluks air material pendukung membran bentonit 1, 2 dan 3 Data pengukuran fluks air ketiga material pendukung membran bentonit dapat dilihat pada Lampiran E.1. Grafik aluran fluks air terhadap laju alir memperlihatkan bahwa fluks air semakin bertambah dengan semakin besarnya laju alir. Hal ini terjadi karena laju alir yang besar memberikan gaya dorong yang besar sehingga fluks air juga bertambah. Perbedaan fluks air terhadap laju alir untuk ketiga material pendukung membran bentonit tidaklah bermakna sehingga pembuatan material pendukung membran bentonit bersifat reproducible. 9,4 Fluks (L/m 2 jam) 9,2 9, 8,8 8,6 8,4 8,2 1 2 3 R² =,999 R² =,96 membran komposit silicalite 1 silicalite-11 1 membran komposit silicalite 1 silicalite-1 2 2 Laju alir (L/jam) Gambar 4.7 Pengaruh laju alir terhadap fluks air membran silicalite-1 1 dan membran silicalite-1 2 31

Data pengukuran fluks air membran komposit silicalite-1 ditunjukkan pada lampiran E.2. Pengukuran fluks air dilakukan terhadap dua membran komposit silicalite-1. Gambar 4.7 menunjukkan pengaruh laju alir terhadap fluks air pada membran komposit silicalite-1. Grafik aluran fluks air membran komposit silicalite-1 sebagai fungsi laju alir memperlihatkan bahwa fluks air semakin bertambah dengan semakin besarnya laju alir. Seperti dalam kasus material pendukung membran bentonit, untuk membran komposit silicalite-1 juga berlaku prinsip bahwa laju alir yang semakin besar menyebabkan gaya dorong juga semakin besar sehingga fluks air bertambah. Perbedaan fluks air terhadap laju alir untuk kedua membran komposit silicalite-1 tidak bermakna sehingga pembuatan membran komposit silicalite-1 juga bersifat reproducible. Fluks air material pendukung membran bentonit dan membran komposit silicalite-1 berbeda secara bermakna. Fluks air pada material pendukung membran bentonit jauh lebih besar daripada fluks air pada membran komposit silicalite-1. Hal ini menunjukkan bahwa material pendukung membran bentonit memiliki ukuran pori yang lebih besar daripada membran komposit silicalite-1. Hal ini didukung dengan hasil foto SEM pada Gambar 4.13 dan Gambar 4.14 yang memperlihatkan bahwa material pendukung bentonit memiliki struktur yang rapat namun memiliki rongga yang berukuran makro. Sementara itu, lapisan silicalite-1 di bagian atas material pendukung membran bentonit memiliki rongga yang berukuran mikro. 8 Fluks air (L/m 2 jam) 7 6 5 4 3 2 1 R² =,981 R² =,993 material pendukung membran bentonit membran silicalite 1 silicalite-1 5 1 15 2 25 3 Laju alir (L/jam) Gambar 4.8 Perbandingan antara fluks air material pendukung membran bentonit dan membran silicalite-1 Selanjutnya, dilakukan pengujian permselektivitas untuk mempelajari % rejeksi terhadap ion Cu 2+. Pengukuran % rejeksi terhadap ion Cu 2+ dilakukan dengan material pendukung 32

membran bentonit dan membran komposit silicalite-1. Data hasil pengukuran konsentrasi ion Cu 2+ dalam larutan umpan dan larutan permeat sebagai fungsi waktu ditunjukkan pada Lampiran G.1 dan Lampiran G.2. 1 8 [Cu 2+ ] (ppm) 6 4 2 R² =,999 R² =,937 larutan umpan larutan permeat 1 2 waktu (menit) Gambar 4.9 Pengaruh waktu terhadap % rejeksi ion Cu 2+ pada material pendukung membran bentonit Hasil pengukuran pada Gambar 4.9 menunjukkan bahwa dengan menggunakan material pendukung membran bentonit konsentrasi umpan menurun secara drastis selama perubahan waktu percobaan. Material pendukung membran bentonit dapat mengabsorpsi logam berat melalui dua mekanisme yang berbeda, yaitu melalui pertukaran kation dan melalui pembentukan kompleks dengan gugus Si-O- dan Al-O- [Stylianou, 27]. Oleh karena itu, terjadi penurunan konsentrasi ion Cu 2+ dalam larutan umpan. Karena ion Cu 2+ lebih banyak terjebak di dalam material pendukung membran bentonit maka konsentrasi ion Cu 2+ dalam larutan permeat juga ikut mengalami penurunan. Penurunan konsentrasi ion Cu 2+ dalam larutan umpan secara drastis disebabkan karena material pendukung membran bentonit memiliki pori berukuran mikro dan makro yang lebih besar ukurannya dibandingkan ukuran partikel ion Cu 2+. Hal ini menyebabkan ion Cu 2+ dapat dengan mudah masuk ke pori dalam material pendukung membran bentonit namun kemudian terjebak di dalamnya. Selain itu, absorpsi ion Cu 2+ ditunjukkan dengan konsentrasi ion Cu 2+ dalam larutan permeat ditambah dengan konsentrasi ion Cu 2+ larutan umpan lebih kecil daripada konsentrasi ion Cu 2+ awal. 33

1 8 [Cu 2+ ] (ppm) 6 4 2 R² =,998 R² =,936 1 2 waktu (menit) larutan umpan larutan permeat Gambar 4.1 Pengaruh waktu terhadap % rejeksi ion Cu 2+ pada membran komposit silicalite-1 Gambar 4.1 menunjukkan perubahan konsentrasi ion Cu 2+ baik dalam larutan umpan maupun dalam larutan permeat dalam proses filtrasi dengan menggunakan membran komposit silicalite-1. Dengan menggunakan membran komposit silicalite-1 juga terjadi penurunan konsentrasi umpan. Namun, penurunan konsentrasi larutan umpan ini tidak terlalu drastis. Hal ini terjadi karena pori pada material pendukung membran bentonit berukuran mikro dan makro sedangkan pada membran komposit silicalite-1 pori bentonit yang berukuran mikro dan makro ini dilapisi dengan silicalite-1 pada bagian atanya sehingga ukuran pori menjadi lebih kecil. Pori yang berukuran lebih kecil ini menyebabkan larutan umpan lebih tertahan. Pada silicalite-1, perbandingan Si/Al memiliki nilai yang sangat besar. Dengan meningkatnya perbandingan Si/Al maka jumlah kation yang dimiliki oleh zeolit semakin sedikit. Hal ini terjadi karena ketidakseimbangan muatan antara aluminat dan silikat di dalam zeolit menjadi minimal sehingga jumlah rongga yang terbentuk menjadi sedikit. Oleh karena itu, silicalite-1 tidak besifat sebagai penukar kation [Khrisna, 21]. Mekanisme pemisahan ion Cu 2+ kemungkinan didukung oleh sifat silicalite-1 sebagai saringan molekul, tidak berkaitan dengan sifat zeolit pada umumnya sebagai penukar kation. Jadi, penurunan konsentrasi dalam larutan umpan terjadi akibat ion Cu 2+ banyak terjebak di dalam pori membran komposit silicalite-1. Ion Cu 2+ dapat berpermeasi ke dalam membran komposit silicalite-1 melalui dua mekanisme, yaitu difusi permukaan dan transpor melalui rongga kisi kristal di dalam membran komposit silicalite-1. Setelah masuk ke dalam membran komposit silicalite-1, ion Cu 2+ dan air diam di tengah saluran mikro dan permeasi ion melalui difusi permukaan dapat diabaikan [Li, 27]. 34

Di dalam pori berukuran mikro terdapat gaya antarmolekul. Transpor air di dalam pori berukuran mikro sangat bergantung pada keterbasahan permukaan (surface wettability) dan kekasaran dinding pori. Keterbasahan permukaan bergantung pada kandungan alumunium di dalam struktur zeolit. Dengan adanya ion alumunium yang bergabung di dalam struktur zeolit, gugus hidroksil lebih banyak terbentuk pada permukaan membran sehingga potensi untuk mengabsorpsi molekul air menjadi lebih besar. Perbandingan Si/Al yang kecil juga dapat menghasilkan muatan permukaan dengan densitas yang besar sehingga banyak kation yang masuk untuk menyeimbangkan muatan ini. Kation-kation yang mengisi pori zeolit dapat berkoordinasi dengan molekul air dan meningkatkan afinitas air pada permukaan membran zeolit [Li, 27]. Karena di dalam silicalite-1 tidak terdapat ion alumunium maka permukaan bersifat hidrofob sehingga air sulit untuk masuk. Dengan demikian, fluks air maupun fluks larutan Cu 2+ dalam membran komposit silicalite-1 menjadi lebih kecil. % rejeksi ion Cu 2+ 6 5 4 3 2 1 R² = 1 5 1 15 2 % rejeksi ion Cu 2+ 8 6 4 2 R² =,985 5 1 15 2 a) waktu (menit) b) waktu (menit) Gambar 4.11 Pengaruh waktu terhadap % rejeksi ion Cu 2+ pada (a) material pendukung membran bentonit dan (b) membran silicalite-1 Gambar 4.11 menunjukkan pengaruh waktu terhadap % rejeksi ion Cu 2+ pada material pendukung membran bentonit dan membran komposit silicalite-1. Pada grafik ditunjukkan bahwa % rejeksi ion Cu 2+ dengan menggunakan material pendukung membran bentonit terus mengalami penurunan sedangkan % rejeksi ion Cu 2+ dengan menggunakan membran komposit silicalite-1 terus mengalami peningkatan. Ini disebabkan oleh adanya lapisan silicalite-1 yang ada di atas material pendukung bentonit yang ikut membantu proses pemisahan. Lapisan silicalite-1 menyebabkan struktur membran menjadi lebih kompak sehingga ion Cu 2+ lebih tertolak. Gambar 4.12 menunjukkan penampang melintang dari membran komposit silicalite-1. Batas di antara material pendukung membran bentonit dengan lapisan silicalite-1 terlihat dengan jelas. Bagian di sebelah kiri menunjukkan bagian permukaan silicalite-1 sedangkan bagian di sebelah kanan menunjukkan material pendukung membran bentonit. 35

Gambar 4.12 Penampang melintang membran komposit silicalite-1 Gambar 4.13 menunjukkan penampang muka lapisan silicalite-1 yang berada di bagian atas material pendukung bentonit. Lapisan silicalite-1 memiliki rongga berukuran mikro. Adanya rongga berukuran mikro dan sifat hidrofobik dari silicalite-1 menyebabkan fluks air maupun fluks garam pada membran komposit silicalite-1 menjadi lebih kecil daripada material pendukung membran bentonit. Namun, fluks yang kecil menyebabkan selektivitas membran menjadi lebih baik daripada material pendukung membran bentonit. Oleh karena itu, nilai % rejeksi dengan membran komposit silicalite-1 terus mengalami peningkatan. Gambar 4.13 Penampang muka silicalite-1 Gambar 4.14 menunjukkan penampang muka dari material pendukung membran bentonit. Material pendukung membran bentonit memiliki struktur yang rapat namun memiliki banyak rongga yang berukuran baik mikro maupun makro. Rongga berukuran makro disebabkan oleh teknik pencetakan yang dilakukan tanpa pemberian tekanan. Rongga berukuran makro menyebabkan pada pengukuran baik fluks air maupun fluks garam pada material pendukung membran bentonit menunjukkan nilai yang lebih besar daripada membran komposit silicalite-1. 36

a) b) Gambar 4.14 Penampang muka material pendukung membran bentonit a) perbesaran 5x dan b) perbesaran 2x Dari hasil karakterisasi EDX yang ditunjukkan pada Lampiran H dapat diketahui bahwa lapisan silicalite-1 lebih banyak mengandung ion Cu 2+ (,24%) daripada material pendukung membran bentonit (,19%). Ini menunjukkan bahwa ketika dilakukan proses filtrasi, ion Cu 2+ banyak terjebak di dalam rongga berukuran mikro pada silicalite-1 sehingga pada saat mulai memasuki daerah material pendukung membran bentonit, jumlah ion Cu 2+ telah banyak berkurang. Dengan adanya kandungan ion Cu 2+ dalam material pendukung membran bentonit maka dapat diketahui bahwa dalam material pendukung membran bentonit juga terjadi absorpsi ion Cu 2+. Walaupun di dalam material pendukung membran bentonit terdapat rongga berukuran makro namun material pendukung membran bentonit memiliki struktur yang rapat dan memiliki banyak rongga berukuran mikro. Dengan banyaknya rongga ini, dapat terjadi absorpsi melalui aktivitas pertukaran kation dan pembentukan kompleks dengan jaringan Si-O- maupun Al-O-. 37