BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kebijakan pemerintah Indonesia tentang Otonomi Daerah, yang dilaksanakan secara efektif mulai tanggal 1 Januari 2002, merupakan kebijakan yang dipandang sangat demokratis dan memenuhi aspek desentralisasi pemerintahan yang sesungguhnya. Seperti dikemukakan oleh Menteri Keuangan Budiono (Sidik et al, 2002), tujuan otonomi adalah untuk lebih meningkatkan kesejahteraan dan pelayanan kepada masyarakat, pengembangan kehidupan berdemokrasi, keadilan, pemerataan, dan pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar daerah. Adapun yang mendorong diberlakukannya otonomi daerah adalah dikarenakan tidak meratanya pembangunan yang berjalan selama ini sehingga menyebabkan ketimpangan antara pemerintah pusat dan daerah. Selain itu juga terdapat campur tangan dari pemerintah pusat di masa lalu mengakibatkan terhambatnya pengembangan yang dimiliki oleh daerah. Dalam UU No.12 tahun 2008, penyelenggaraan pemerintahan daerah yang efektif dengan memperhatikan prinsip demokrasi, persamaan, keadilan, dan kepastian hukum dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Penyelenggaraan dan pengelolaan urusan pemerintah daerah tersebut mencakup pengelolaan terhadap keuangan daerah. Pengelolaan keuangan daerah yang baik akan berdampak pada tingkat kemampuan keuangan daerah dan kemandirian 1
2 daerah. Dalam hal keuangan, otonomi daerah ini menuntut adanya suatu pembaharuan di dalam manajemen keuangan daerah. Pembaharuan dalam manajemen keuangan daerah ini diwujudkan dengan disahkannya seperangkat undang-undang yang mengatur tentang pemerintahan daerah serta hubungannya dengan pemerintah pusat. Undang-undang yang mengatur tentang pemerintahan daerah yaitu UU No. 12 tahun 2008 yang merupakan perubahan kedua atas UU No.32 serta UU No.33 tahun 2004 yang mengatur tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, menjelaskan bahwa pemeritah pusat akan mentransfer dana perimbangan kepada pemerintah daerah untuk pelaksanaan kewenangan pemerintah di daerahnya. Tujuan dari transfer ini adalah unuk mengurangi kesenjangan fiskal antar pemerintahan dan menjamin tercapainya standar pelayanan publik minimum di seluruh daerah (Sidik et al, 2002). Perimbangan keuangan pusat dan daerah serta pemerataan antar daerah secara proporsional, demokratis, adil dan transparan dengan memerhatikan potensi, kondisi dan kebutuhan daerah sejalan dengan kewajiban dan pembagian kewenangan serta tata cara penyelenggaraan kewenangan tersebut, termasuk pengelolaan dan pengawasan keuangannya (Indra Bastian:231). Berdasarkan UU No. 33 tahun 2004 mengenai perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dijelaskan bahwa : Perimbangan keuangan antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah adalah suatu sistem pembagian keuangan yang adil, proporsional, demokratis transparan dan efisien dalam rangka pendanaan penyelenggaraan Desentralisasi, dengan mempertimbangkan potensi, kondisi, dan kebutuhan daerah, serta besaran pendanaan penyelenggaraan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan.
3 Wujud dari perimbangan keuangan tersebut adalah adanya dana perimbangan yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi (Kusumadewi dan Rachman, 2007:68). Dana perimbangan ini terdiri dari Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, dan bagian daerah dari bagi hasil pajak pusat. Masing-masing dana perimbangan memiliki fungsi yang berbeda-beda, seperti yang dijelaskan dalam (Saragih, 2003:90) yaitu bahwa dana bagi hasil berperan sebagai penyeimbang fiskal antara pusat dan daerah dari pajak yang dibagihasilkan. Dana Alokasi Umum berperan sebagai pemerata fiskal antardaerah di Indonesia dan Dana Alokasi Khusus berperan sebagai dana yang didasarkan pada kebijakan yang bersifat darurat. Dana Alokasi Umum merupakan dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi, demikian juga halnya dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah. Optimalisasi penerimaan Pendapatan Asli Daerah hendaknya didukung upaya Pemerintah Daerah dengan meningkatkan kualitas layanan publik (Mardiasmo, 2002). Menurut Halim (2009) permasalahan yang dihadapi daerah pada umumnya berkaitan dengan penggalian sumber-sumber pajak dan retribusi daerah yang merupakan salah satu komponen dari PAD masih belum memberikan konstribusi signifikan terhadap penerimaan daerah secara keseluruhan. Hal
4 tersebut dapat mengakibatkan kehilangan penerimaan yang sangat berarti bagi daerah. Menurut Bambang Prakosa (2004:102) adanya transfer Dana Alokasi Umum (DAU) bagi Pemda merupakan sumber pendanaan pelengkap dalam melaksanakan kewenangannya, sedangkan kekurangan pendanaan diharapkan dapat digali melalui sumber pendanaan sendiri yaitu PAD. Namun kenyatannya, transfer dari pemerintah pusat merupakan sumber dana utama pemerintah daerah untuk membiayai operasi utamanya sehari-hari atau belanja daerah, yang oleh pemerintah daerah dilaporkan diperhitungkan dalam APBD. Harapan pemerintah pusat dana transfer tersebut dapat digunakan secara efektif dan efisien oleh pemerintah daerah untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Terdapat perbedaan respon yang ditimbulkan oleh Dana Alokasi Umum dan Pendapatan Asli atas Dana Alokasi Umum itu sendiri, seperti yang diungkapkan oleh Saragih (2003:110) yaitu bahwa berbagai penafsiran tersebut diantaranya : a. Dana Alokasi Umum merupakan hibah yang diberikan pemerintah pusat tanpa ada pengembalian. b. Dana Alokasi Umum tidak perlu dipertanggungjawabkan karena DAU merupakan konsekuensi dari penyerahan kewenangan atau tugas-tugas umum pemerintahan ke daerah. c. Dana Alokasi Umum harus dipertanggungjawabkan, baik ke masyarakat lokal maupun ke pusat, karena Dana Alokasi Umum berasal dari dana APBN. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Bambang Prakosa (2004), yang melakukan penelitian pada Kabupaten/Kota di Jawa Tengah dan DIY. Hasilnya menunjukan bahwa sandaran Pemda untuk menentukan jumlah Belanja Daerah suatu periode berbeda. Dalam tahun bersamaan, PAD lebih dominan daripada
5 DAU, tetapi untuk satu tahun kedepan, DAU lebih dominan. Munculnya berbagai bentuk peraturan daerah tentang pajak dan retribusi daerah mungkin merupakan indikasi untuk mengimbangi pendapatan yang bersumber dari Pempus (salah satunya DAU). (Prakosa, 2004) Penelitian ini mengacu pada penelitian yang telah dilakukan oleh Elsa Yulitasari (2012) yaitu Pengaruh DAU dan PAD terhadap Belanja Daerah pada Pemerintah Daerah Kota Bandung menggunakan periode 2001-2010 sedangkan penulis bermaksud meneliti Pengaruh DAU dan PAD terhadap Belanja Daerah menggunakan periode 2006-2010 dengan sampel Kabupaten Sumedang. Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti mengambil judul Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Alokasi Umum (DAU) terhadap Belanja Daerah (Studi pada Pemerintahan Kabupaten Sumedang). 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian latar belakang penelitian yang dikemukakan diatas, maka dapat diidentifikasi suatu rumusan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Belanja Daerah Kabupaten Sumedang tahun 2003-2012. 2. Bagaimana pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) terhadap Belanja Daerah Kabupaten Sumedang tahun 2003-2012.
6 3. Bagaimana pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Alokasi Umum (DAU) secara simultan terhadap Belanja Daerah Kabupaten Sumedang tahun 2003-2012. 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Belanja Daerah Kabupaten Sumedang. 2. Untuk mengetahui pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) terhadap Belanja Daerah Kabupaten Sumedang. 3. Untuk mengetahui pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Alokasi Umum (DAU) terhadap Belanja Daerah Kabupaten Sumedang. 1.4 Kegunaan Penelitian Dengan adanya penelitian ini, penulis berharap agar terdapat kegunaan untuk berbagai pihak, diantaranya : 1. Bagi Penulis Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memperluas pengetahuan dan wawasan peneliti tentang masalah pendapatan asli daerah, dana alokasi umum dan pengaruhnya terhadap belanja daerah.
7 2. Bagi pemerintahan Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan referensi dalam membuat kebijakan terutama untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kabupaten Sumedang. 3. Bagi pihak lain. Hasil dari penelitian ini dapat dijadikan bahan referensi rujukan bagi peneliti yang akan melakukan penelitian yang sejenis. 1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian Untuk memperoleh data dan menjawab masalah yang sedang diteliti, penulis mengadakan penelitian dengan mengambil data di Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat yang berlokasi di Jl. PHH. Mustapa No. 43, Bandung 40124. Adapun waktu penelitian dilakukan dari bulan Juli 2013 sampai dengan selesai November 2013.