PENDAHULUAN. Latar Belakang. Broiler atau ayam pedaging merupakan ternak yang efisien dalam

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Indonesia serta negara-negara Asia lainnya berasal dari tumbuh-tumbuhan

BAB I. PENDAHULUAN. Staphylococcus aureus, merupakan masalah yang serius, apalagi didukung kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah. Staphylococcus adalah bakteri gram positif. berbentuk kokus. Hampir semua spesies Staphylococcus

PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian. penyingkiran susu, biaya perawatan dan pengobatan yang cukup tinggi, serta

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. protein hewani oleh manusia. Komponen-komponen penting dalam susu adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Derajat kesehatan masyarakat merupakan salah satu indikator harapan hidup

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator

I. PENDAHULUAN. Aeromonas salmonicida adalah salahsatu jenis dari bakteri Aeromonas sp. Secara

BAB I PENDAHULUAN. Letak geografis Kecamatan Kuta Selatan berada di ketinggian sekitar 0-28 meter di

Staphylococcus aureus

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Staphylococcus aureus merupakan salah satu. penyebab utama infeksi di rumah sakit dan komunitas,

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah. kesehatan yang terus berkembang di dunia. Peningkatan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berbagai spesies flora. Dari jenis flora yang tumbuh di dunia diantaranya tumbuh

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Ikan mas (Cyprinus carpio L) merupakan salah satu jenis ikan air tawar

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Kolonisasi bakteri merupakan keadaan ditemukannya. koloni atau sekumpulan bakteri pada diri seseorang.

I. PENDAHULUAN. Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) adalah bakteri. Staphylococcus aureus yang mengalami kekebalan terhadap antibiotik

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dapat menjadi sarana potensial bagi penyebaran bakteri patogenik (milkborne

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS

I. PENDAHULUAN. Ikan konsumsi yang dinilai memiliki nilai ekonomis tinggi adalah ikan mas. Data

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang penting, khususnya di negara berkembang, termasuk Indonesia 1.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Analisa Mikroorganisme

BAB I PENDAHULUAN meningkat menjadi 31,64 kg per kapita per tahun (KKP, 2012).

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. gangguan produksi telur. Faktor-faktor pendukung / penyebab gangguan produksi

I. PENDAHULUAN. cukup sempurna karena mengandung zat zat gizi yang lengkap dan mudah

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. yang dapat menimbulkan kerugian ekonomi (Wibowo, 2014). Hal ini disebabkan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. infeksi dan juga merupakan patogen utama pada manusia. Bakteri S. aureus juga

BAB I PENDAHULUAN. daging bagi masyarakat (BSN, 2008). Daging sapi sebagai protein hewani adalah

PENDAHULUAN. Latar Belakang. pendapatan perkapita masyarakat, kebutuhan bahan makanan semakin

aeruginosa ATCC secara in vitro Pembuatan filtrat Streptomyces sp... 25

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Bakteri dari genus Staphylococcus adalah bakteri. gram positif kokus yang secara mikroskopis dapat diamati

BAB I PENDAHULUAN. menular melalui makanan atau air yang terkontaminasi. 2 Indonesia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan global. yang utama. Penyakit infeksi ini menyerang jutaan manusia

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. pengisian alveoli oleh eksudat, sel radang dan fibrin. Pneumonia masih

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. untuk memenuhi hampir semua keperluan zat-zat gizi manusia. Kandungan yang

I. PENDAHULUAN. terutama untuk beberapa pasar lokal di Indonesia. Ikan mas atau yang juga

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Ikan merupakan komoditas budidaya unggulan di Indonesia, karena

BAB I PENDAHULUAN. I.A. Latar Belakang. Staphylococcus aureus merupakan bakteri kokus gram. positif yang dapat menyebabkan penyakit dengan

Di seluruh dunia dan Amerika, dihasilkan per kapita peningkatan konsumsi fruktosa bersamaan dengan kenaikan dramatis dalam prevalensi obesitas.

BAB I PENDAHULUAN. benda tajam ataupun tumpul yang bisa juga disebabkan oleh zat kimia, perubahan

BAB I PENDAHULUAN. Methicillin Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) adalah jenis

BAB I PENDAHULUAN. perikanan pada posisi yang penting sehingga menyebabkan intensifikasi yang

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH)

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah dalam bidang

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Kebutuhan konsumsi pangan asal hewan di Indonesia semakin meningkat

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. unggas yang dibudidayakan baik secara tradisional sebagai usaha sampingan

SATUAN ACARA PENYULUHAN MRSA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. antigen (bakteri, jamur, virus, dll.) melalui jalan hidung dan mulut. Antigen yang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Salah satu penyebab kematian tertinggi di dunia. adalah infeksi. Sekitar lima puluh tiga juta kematian

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. disebabkan oleh organisme dari genus Streptococcus, merupakan salah satu

I. PENDAHULUAN. penyakit menemui kesulitan akibat terjadinya resistensi mikrobia terhadap antibiotik

BAB I PENDAHULUAN UKDW. tersusun seperti buah anggur. Dikenal dua spesies Staphylococcus, yaitu

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN UKDW. lain (Jawetz dkk., 2013). Infeksi yang dapat disebabkan oleh S. aureus antara lain

I. PENDAHULUAN. atau ayam yang kemampuan produksi telurnya tinggi. Karakteristik ayam petelur

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tawar yang cukup digemari masyarakat Indonesia. Ikan ini memiliki nilai

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. dan non-bergerak bulat kecil berbentuk atau non-motil cocci. Hal ini

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang jumlah penduduknya terus

BAB 1 PENDAHULUAN. mampu memproduksi matriks ekstraseluler yang disebut Extracelluler Polymeric

BAB I PENDAHULUAN. Propolis adalah campuran dari sejumlah lilin lebah dan resin yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. 26/KEPMEN-KP/2013 tentang Penetapan Jenis-jenis Hama

I. PENDAHULUAN. masamo (Clarias gariepinus >< C. macrocephalus) merupakan lele varian baru.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan berproduksi secara maksimal adalah kelompok ayam pada peternakan tersebut

I. PENDAHULUAN. tinggi. Budidaya ikan mas telah lama berkembang di Indonesia, karena selain

BAB I PENDAHULUAN. Hasil penelitian menunjukan bahwa penyakit ternak di Indonesia dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pencernaan pada manusia. Bakteri Escherichia coli pertama kali ditemukan oleh Theodor

BAB I PENDAHULUAN. protektif bagi sistem pencernaan, probiotik juga diketahui memiliki banyak

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. anak ayam yang baru menetas yang disebabkan oleh berbagai jenis bakteri.

BAB I PENDAHULUAN. Dari catatan sejarah dapat diketahui bahwa fitoterapi atau terapi menggunakan

I. PENDAHULUAN. dialami oleh siapa saja dan dapat terjadi dimana saja baik dirumah, tempat

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi di Indonesia masih termasuk dalam sepuluh penyakit

BAB I PENDAHULUAN. penyakit MAS (Motile Aeromonas Septicemia). Penyakit ini juga dikenal sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Tingginya angka kesakitandan angka kematian terutama pada negara

BAB I PENDAHULUAN. di Jawa Tengah (Purwanti et al., 2014). Lele dumbo merupakan jenis persilangan lele

PENDAHULUAN. Latar Belakang. manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Kebutuhan protein hewani dapat

BAB II LANDASAN TEORI. sekitarnya. Dalam keadaan ini, enzim-enzim polimorfonuklear secara

BAB I. PENDAHULUAN. tahun Sedangkan dalam Undang-undang Republik Indonesia No. 18 tahun

Pseudomonas aeruginosa adalah kuman patogen oportunistik yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Kontaminasi Pada Pangan

BAB I PENDAHULUAN. dan telah lama dimanfaatkan sebagai sumber protein yang cukup penting bagi

Transkripsi:

PENDAHULUAN Latar Belakang Broiler atau ayam pedaging merupakan ternak yang efisien dalam menghasilkan daging. Daging ayam merupakan jenis daging yang paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Konsumsi daging ayam pedaging per kapita di Indonesia mengalami pertumbuhan yang positif setiap tahunnya dibandingkan jenis-jenis daging lain. Rata-rata pertumbuhan konsumsi daging ayam pedaging adalah sebesar 4,60% per tahun (Departemen Pertanian, 2013). Staphylococcus aureus dapat menjadi penyebab infeksi pada manusia maupun hewan (Warsa, 1994). Pada ayam pedaging S. aureus dapat menyebabkan beberapa penyakit seperti artritis, bumble foot, dermatitis, osteomyelitis, dan swollen head. Kasus bumble foot maupun artritis pada ayam menyebabkan gangguan gerak, kepincangan, dan tidak dapat berjalan. Adanya gangguan gerak pada ayam pedaging akan menyebabkan ayam tidak dapat berkompetisi memperoleh pakan yang cukup sehingga menyebabkan kerugian usaha perunggasan. Hal ini disebabkan karena terjadinya penurunan berat badan, mahalnya biaya pengobatan, serta resistensi infeksi yang sulit dimusnahkan dari peternakan (Tabbu, 2002). Pada kasus dermatitis, osteomylitis, swollen head dapat menyebabkan terhambatnya pertumbuhan dan memerlukan biaya pengobatan serta beresiko terjadinya produk ayam yang tercemar Staphylococcus aureus patogen (Chotiah, 2009). Bakteri S. aureus dapat menjadi sumber keracunan pangan karena mensekresikan dua jenis toksin yang mempunyai 1

aktivitas sebagai superantigen yaitu enterotoksin dan Toxic Shock Syndrome (TSS) Toxin. Secara sistemik, enterotoksin juga dapat menyebabkan shock syndrome. Jika Toxic Shock Syndrome (TSS) Toxin memasuki sirkulasi darah akan menyebabkan gejala shock, mual, dan muntah (Clements, 1997; Todar, 2005). Patogenesis bakteri ini sering dihubungkan dengan infeksi luka bernanah baik pada manusia maupun pada hewan. Staphylococcus aureus dapat menyebabkan lesi permukaan pada kulit seperti melepuh dan furunkulosis. Penggunaan antibiotik yang irrasional pada peternakan ayam pedaging beresiko menyebabkan terjadinya resistensi. Antibiotik pada pemeliharaan ayam pedaging biasanya digunakan untuk memacu pertumbuhan, efisiensi pakan, serta pengobatan penyakit bakterial. Resistensi S. aureus asal ternak terhadap antibiotik menyebabkan kerugian yang besar bagi peternak. Ayam yang terinfeksi S. aureus tidak akan sembuh meskipun sudah dilakukan pengobatan. Hal itu menyebabkan biaya pengobatan meningkat sedangkan ayam masih dalam kondisi sakit sehingga pertumbuhan badan terhambat dan waktu pemeliharaan lebih lama. Methicillin Resistent Staphylococcus aureus (MRSA) yang diisolasi dari unggas dapat menimbulkan bahaya bagi kesehatan masyarakat karena terbukti bahwa klon MRSA berpotensi zoonosis. Manusia dapat terinfeksi secara peroral melalui konsumsi daging ayam atau bersinggungan dengan ayam yang terinfeksi MRSA (Vose et al., 2005). Keberadaan S. aureus pada kulit merupakan suatu keuntungan bagi bakteri ini untuk terhindar dari fagosit. Sel-sel yang berfungsi memfagosit yaitu leukosit polimorfonuklear (berinti polimorf), fagosit mononuklear (monosit dan makrofag) 2

dan makrofag tertentu terdapat pada sistem retikuloendotelial. Staphylococcus aureus dapat dimusnahkan dari permukaan kulit dengan terapi antibiotika, namun bakteri akan tetap tumbuh pada jaringan ikat yang lebih dalam, menyebabkan S. aureus cenderung menjadi resisten terhadap antibiotika (Paryati, 2002). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sifat patogenesitas Methicillin Resistent Staphylococcus aureus (MRSA) dibanding dengan Methicillin Sensitive Staphylococcus aureus (MSSA) isolat ayam secara in vitro terhadap kemampuan sistem imunitas seluler dengan uji fagositosis sel polimorfonuklear dan makrofag. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, dapat disusun permasalahan sebagai berikut: 1. Apakah terdapat isolat Staphylococcus aureus asal ayam pedaging yang resisten terhadap methicillin dan berbagai antibiotika yang lain? 2. Apakah Staphylococcus aureus yang resisten terhadap methicillin dapat dikonfirmasi pada tingkat molekuler terhadap keberadaan gen yang menyandi resistensi methicillin atau gen meca? 3. Apakah Methicillin Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) mempunyai kemampuan menghindar dari sistem imun seluler melalui fagositosis leukosit polimorfonuklear dan sel-sel makrofag? 4. Apakah opsonisasi bakteri dengan menggunakan serum dapat meningkatkan sistem imunitas seluler hospes dalam melawan Staphylococcus aureus? 3

Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengetahui resistensi Staphylococcus aureus yang menginfeksi ayam terhadap berbagai antibiotika terutama methicillin. 2. Mengetahui resistensi Staphylococcus aureus terhadap methicillin di tingkat molekuler terhadap keberadaan gen yang menyandi resistensi methicillin atau gen meca melalui Polymerase Chain Reaction (PCR). 3. Mengetahui potensi Methicillin Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) dalam menghindar dari sistem imun seluler melalui uji fagositosis leukosit polimorfonuklear dan sel-sel makrofag. 4. Mengetahui peran opsonisasi pada Staphylococcus aureus dengan menggunakan serum yang mengandung opsonin dalam meningkatkan sistem imunitas seluler hospes. Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini yaitu dapat mengetahui sifat patogenesitas Methicillin Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) dalam menginfeksi ayam. Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai informasi ilmiah yang penting dalam melakukan tindakan pencegahan dan pengembangan strategi dalam pengendalian infeksi MRSA. 4

Keaslian Penelitian Penelitian tentang kemampuan sistem pertahanan tubuh seluler dengan uji fagositosis secara in vitro telah banyak dilakukan, seperti yang dilakukan oleh Javed et al. (2009) yang meneliti tentang uji fagositosis leukosit polimorfonuklear manusia terhadap strain MRSA dan MSSA isolat asal manusia secara in vitro. Hasil penelitian tersebut mengindikasikan bahwa kemampuan MRSA dalam menghindari sistem imun hospes lebih baik daripada MSSA. Salgado et al. (2004) meneliti tentang fagositosis neutrofil dan monosit manusia terhadap strain MRSA, MSSA, dan Staphylococcus aureus Cowan I dengan menggunakan serum untuk mengopsonisasi bakteri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa fagositosis dengan opsonisasi pada ketiga strain bakteri tersebut lebih efisien daripada fagositosis tanpa opsonisasi meskipun mortalitas strain MRSA tetap lebih rendah dibandingkan dengan strain yang lain. Sebelumnya Sugiartanti (2012) telah meneliti tentang kemampuan fagositosis makrofag terhadap Staphylococcus aureus asal karkas, bumble foot, dan artritis pada ayam secara in vitro. Hasil penelitian membuktikan bahwa jumlah Staphylococcus aureus yang difagosit oleh makrofag dengan jumlah tertinggi adalah isolat bumble foot (22,37 bakteri/sel makrofag), diikuti isolat karkas (18,75 bakteri/sel makrofag) dan isolat asal artritis (14,90 bakteri/sel makrofag) (p<0,05). Berdasarkan perbedaan kemampuan makrofag dalam fagositosis, kemungkinan Staphylococcus aureus isolat artritis lebih patogen dibandingkan dengan isolat asal bumble foot dan karkas. Dalam penelitian ini ingin diketahui lebih lanjut kemungkinan adanya strain S. aureus pada ayam yang bersifat resisten terhadap methicillin dan berbagai 5

antibiotika lain dan ingin diketahui sifat resistensinya terhadap imunitas seluler hospes melalui uji fagositosis sel neutrofil dan makrofag. Penelitian ini penting untuk dilakukan karena dengan adanya strain MRSA pada ayam berpotensi menular kepada konsumen ayam pedaging, sehingga diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar pengendalian infeksi MRSA dan usaha penjaminan keamanan pangan. 6