BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Turnover Intention Keinginan karyawan untuk keluar dari perusahaan yakni mengenai pergerakan tenaga kerja keluar dari organisasi yang biasanya disebabkan oleh ketidakpuasannya akan pekerjaannya saat ini. Keinginanan keluar atau turnover dapat berupa pengunduran diri, perpindahan keluar unit organisasi, pemberhentian atau kematian anggota organisasi. turnover mengarah pada kenyataan akhir yang dihadapi organisasi berupa jumlah karyawan yang meninggalkan organisasi pada periode tertentu, sedangkan keinginan karyawan untuk berpindah mengacu pada hasil evaluasi individu mengenai kelanjutan hubungan dengan organisasi yang belum diwujudkan dengan tindakan pasti meninggalkan organisasi (Witasari, 2009). Yucel (2012) menyatakan turnover intention didefinisikan sebagai faktor mediasi antara niat untuk berhenti dan benar-benar berhenti bekerja dari perusahaan. Andini (2006) menyatakan bahwa keinginan untuk mengakhiri tugas atau meninggalkan organisasi berhubungan dengan rasa puas atau tidak puas individu terhadap pekerjaannya. Penyebab turnover antara lain kurang puasnya akan gaji yang diterima, kepuasan kerja dan komitmen organisasi yang rendah atas pekerjaannya yang ada sekarang dan termotivasi untuk mencari pekerjaan lain. Umumnya turnover adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan 10
kepergian karyawan dari sebuah organisasi. Ini merupakan masalah yang banyak dihadapi oleh manajer ataupun pemimpin organisasi untuk bersaing dalam menjamin kelangsungan hidup organisasinya. Kebanyakan teori menyatakan bahwa niat turnover timbul pada diri karyawan ketika kebutuhan mereka tidak terpenuhi dan pengaruh positif akan alternatif pekerjaan ditempat lain yang dianggap dapat memenuhi lebih dari kebutuhannya (Owolabi, 2012). Handaru (2012) menambahkan turnover intention merupakan keinginan seseorang untuk keluar dari organisasi, yaitu evaluasi mengenai posisi seseorang saat ini. Menurut Handi (2006) bahwa turnover intention adalah niat, kemauan atau kehendak indvidu itu sendiri untuk keluar dengan sendirinya dari organisasi. Sedangkan menurut Andini (2006) menyatakan bahwa keinginan untuk mengakhiri tugas atau meninggalkan organisasi berhubungan dengan rasa puas atau tidak puas individu terhadap pekerjaannya. Turnover menggambarkan pikiran individu untuk keluar, mencari pekerjaan ditempat lain, serta keinginan meninggalkan organisasi. Dengan tingginya tingkat turnover pada perusahaan akan semakin banyak menimbulkan berbagai potensi biaya baik itu biaya pelatihan yang sudah diinvestasikan pada karyawan, tingkat kinerja yang mesti dikorbankan, maupun biaya rekrutmen dan pelatihan kembali (Clugston, 2000). 2.1.2 Keadilan Organisasi Ketidakadilan digambarkan sebagai ketegangan atau kesukaran dalam bentuk kemarahan dan kebencian ketika seseorang merasa output nya tidak 11
sebanding dengan input mereka (Suciningtyas, 2004). Marissa (2010) menyatakan keadilan organisasi merupakan suatu perlakuan, maupun tindakan yang diterima oleh setiap karyawan sama tanpa memandang status jabatan atau kedudukan dan dapat dikatakan adil apabila karyawan mendapatkan hak-hak mereka sesuai dengan apa yang mereka kontribusikan kepada perusahaan. Ambrose et al. (2007) menyatakan Keadilan organisasi membedakan tiga jenis keadilan: keadilan distributif, prosedural, dan interaksional. Keadilan distributif mengacu pada keadilan yang dirasakan dari hasil yang diterima, keadilan prosedural mengacu pada keadilan yang dirasakan dari proses keputusan yang dibuat, sedangkan keadilan interaksional adalah keadilan yang dirasakan dari proses interaksi karyawan maupun dengan atasan. Owolabi (2012) menyatakan karyawan akan bereaksi terhadap tindakan dan keputusan yang dibuat oleh perusahaan setiap harinya. Persepsi karyawan akan adil atau tidak adilnya keputusan yang dibuat oleh perusahaan akan mempengaruhi karyawan didalam berperilaku. Persepsi karyawan terhadap ketidakadilan dalam perusahaan akan menghasilkan hasil yang positif dan hasil yang negatif. Bakhsi (2009) menyatakan Bahwa persepsi dari seorang karyawan mengenai keadilan organisasi sangatlah mempengaruhi sikap dan perilaku mereka dalam bekerja. Selain itu keadilan organisasi juga mempengaruhi kepuasan kerja, tingkat keinginan keluar, dan komitmen organisasi. Menurut Al-Zubi (2010) terdapat tiga dimensi didalam keadilan organisasi, yaitu keadilan distributif, keadilan prosedural, keadilan interaksional. 12
1. Keadilan Distributif. Keadilan distributif mengacu pada keadilan yang dirasakan dari hasil yang diterima individu di dalam organisasi. Hasil ini dapat didistribusikan atas dasar kesetaraan dengan menentukan keadilan distribusi melalui perbandingan dengan individu lain. 2. Keadilan Prosedural Keadilan prosedural mengacu pada persepsi individu tentang keadilan mengenai aturan dan prosedur yang mengatur suatu proses atau pembuatan keputusan di dalam organisasi. Secara umum menunjukkan bahwa jika proses dan prosedur organisasi yang dianggap adil, maka individu akan lebih puas dan akan membentuk sikap positif terhadap organisasi. 3. Keadilan Interaksional Keadilan interaksional mencakup berbagai tindakan yang menampilkan kepekaan sosial dan interaksi di dalam organisai. Seperti supervisor memperlakukan karyawan dengan hormat dan bermartabat. Ketidakadilan yang dirasakan individu tidak menyangkut masalah distributif atau prosedural dalam arti sempit, melainkan mengacu pada cara di mana individu diperlakukan secara interpersonal selama berinteraksi. 13
2.1.3 Kepuasan Kerja Seorang karyawan akan merasa nyaman dan tinggi loyalitasnya pada perusahaan apabila memperoleh kepuasan kerja sesuai dengan apa yang diinginkan (Devi, 2009). Hasibuan (2007:202) menyebutkan bahwa kepuasan kerja merupakan sikap emosional yang menyenangkan dan mencintai pekerjaannya. Sedangkan menurut Koesmono (2005) kepuasan memiliki arti suatu perasaan yang dialami seseorang, dimana apa yang diharapkan telah terpenuhi atau bahkan apa yang diterima telah melebihi yang diharapkan. Wibowo (2012:501) mendefinisikan kepuasan kerja adalah sikap umum terhadap pekerjaan seseorang, yang menunjukkan perbedaan antara jumlah penghargaan yang diterima pekerja dan jumlah yang mereka yakini seharusnya mereka terima. Al-Zubi (2010) menyebutkan, kepuasan kerja didefinisikan sebagai hubungan yang dirasakan antara apa yang diinginkan oleh individu dari pekerjaannya di dalam organisasi. Lung (2009) menyatakan dengan adanya rasa puas di dalam suatu pekerjaan maka pekerjaan yang dijalani oleh individu atau karyawan akan meningkat dan produktifitas perusahaan akan meningkat juga. Ibrayuni (2012) menambahkan kepuasan kerja merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi kepuasan hidup. Kepuasan kerja akan memberikan kontribusi yang besar terhadap kepuasan hidup seseorang, apabila waktu yang dibutuhkan untuk pekerja semakin banyak, tingginya tingkat sosial, dan banyaknya kesempatan untuk dapat menunjukan kemampuan dirinya. 14
Menurut Rhay et al. (2010) kepuasan kerja di definisikan sebagai keadaan dari keseluruhan cara pegawai merasakan dirinya atau pekerjaannya. dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja adalah perasaan yang menyokong atau tidak menyokong dalam diri pegawai yang berhubungan dengan pekerjaan maupun kondisi dirinya. Perasaan yang berhubungan dengan pekerjaan melibatkan aspekaspek seperti upaya, kesempatan pengembangan karier, hubungan dengan pegawai lain, penempatan kerja, dan struktur organisasi. Sementara itu, perasaan yang berhubungan dengan dirinya antara lain berupa umur, kondisi kesehatan, kemampuan dan pendidikan. Teori Kepuasan Kerja yang mendasari penelitian ini adalah Two Factor Theory yang dikemukakan oleh Frederick Herzberg mengusul bahwa faktorfaktor intrinsik terkait dengan kepuasan kerja, sedangkan faktor-faktor ekstrinsik yang menyebabkan ketidakpuasan kerja sebagai faktor-faktor higienis (hygiene factor) yang di dalamnya pengawasan, kebijakan perusahaan, hubungan dengan penyedia, kondisi kerja, gaji, hubungan dengan rekan kerja, kehidupan pribadi, hubungan dengan bawahan, status dan keamanan. Sedangkan faktor-faktor instrinsik (motivator) yang berkaitan dengan pekerjaan itu sendiri, tanggung jawab, kemajuan dan pertumbuhan. (Robbins,2010:112). Dalam Robbins (2010: 170) disebutkan bahwa kepuasan kerja adalah suatu sikap umum terhadap pekerjaan seseorang sebagai perbedaan antara banyaknya ganjaran yang diterima pekerja dengan banyaknya ganjaran yang 15
diyakini seharusnya diterima. Faktor-faktor yang menentukan kepuasan kerja yaitu : 1) Pekerjaan yang secara mental menantang Karyawan cenderung lebih menyukai pekerjaan yang memberi mereka kesempatan untuk menggunakan ketrampilan dan kemampuan mereka dan menawarkan beragam tugas, kebebasan, dan umpan balik. Pekerjaan yang terlalu kurang menantang akan menciptakan kebosanan, tetapi pekerjaan yang terlalu banyak menantang akan menciptakan frustasi dan perasaan gagal. Pada kondisi tantangan yang sedang, kebanyakan karyawan akan mengalami kesenangan dan kepuasan. 2) Gaji atau upah yang pantas Para karyawan menginginkan sistem upah dan kebijakan promosi yang mereka persepsikan sebagai adil dan segaris dengan pengharapan mereka. Bila upah dilihat sebagai adil yang didasarkan pada tuntutan pekerjaan, tingkat ketrampilan individu, dan standar pengupahan komunitas kemungkinan besar akan dihasilkan kepuasan. Promosi memberikan kesempatan untuk pertumbuhan pribadi, tanggung jawab yang lebih banyak, dan status sosial yang ditingkatkan. Oleh karena itu, individu individu yang mempersepsikan bahwa keputusan promosi dibuat secara adil, kemungkinan besar karyawan akan mengalami kepuasan dalam pekerjaannya. 16
3) Kondisi kerja yang mendukung Karyawan peduli akan lingkungan yang baik untuk kenyamanan pribadi maupun untuk mempermudah mengerjakan tugas yang baik. Studi studi membuktikan bahwa karyawan lebih menyukai keadaan sekitar yang aman, tidak berbahaya dan tidak merepotkan. Di samping itu, kebanyakan karyawan lebih menyukai bekerja dekat dengan rumah, dalam fasilitas yang bersih dan relatif moderen dan dengan alat-alat yang memadai. 4) Rekan sekerja yang mendukung Bagi kebanyakan karyawan, bekerja juga mengisi kebutuhan akan interaksi sosial. Oleh karena itu, tidaklah mengejutkan apabila mempunyai rekan sekerja yang ramah dan mendukung akan mengarah ke kepuasan kerja yang meningkat. Perilaku atasan juga merupakan determinan utama dari kepuasan. 5) Kesesuaian kepribadian dengan pekerjaan Teori kesesuaian kepribadian pekerjaan menyimpulkan bahwa kecocokan yang tinggi antara kepribadian seorang karyawan dan okupasi akan menghasilkan seorang individu yang lebih terpuaskan. Orang orang dengan tipe kepribadian yang sama dengan pekerjaannya memiliki kemungkinan yang besar untuk berhasil dalam pekerjaannya, sehingga mereka juga akan mendapatkan kepuasan yang tinggi. 17
Menurut Robbins dan Judge (2008:111), ada konsekuensi ketika karyawan menyukai pekerjaan mereka, dan ada konsekuensi ketika karyawan tidak menyukai pekerjaan mereka, yaitu sebagai berikut : 1) Exit (Keluar) Ketidakpuasan ditunjukan melalui perilaku yang mengarahkan pada meninggalkan organisasi, termasuk mencari posisi baru atau mengundurkan diri. 2) Voice (Aspirasi) Ketidakpuasan ditunjukan melalui usaha secara aktif dan konstruktif untuk memperbaiki keadaan termasuk menyarankan perbaikan mendiskusikan masalah dengan atasan dan berbagai bentuk aktivitas perserikatan. 3) Loyalty (Kesetiaan) Ketidakpuasan ditunjukkan secara pasif, tetapi optimistik dengan menunggu membaiknya kondisi, termasuk membela organisasi ketika berhadapan dengan kecaman eksternal dan mempercayai organisasi dan manajernya untuk melakukan hal yang benar. 4) Neglect (Pengabaian) Ketidakpuasan ditunjukan melalui tindakan secara pasif membiarkan kondisi semakin buruk, termasuk kemangkiran atau keterlambatan secara kronis, mengurangi usaha, dan meningkatkan tingkat kesalahan. 18
2.2 Model Konseptual Dan Hipotesis Penelitian 2.2.1 Kerangka Konseptual Untuk lebih memperjelas arah dari penelitian yang menunjukan bahwa adanya pengaruh keadilan organisasi, kepuasan kerja, dan keinginan untuk keluar dari perusahaan, maka dalam penelitian ini dapat diambil suatu jalur pemikiran yang diterjemahkan dalam model konseptual penelitian yang terlihat pada Gambar 2.1 Gambar 2.1 Model Konseptual Penelitian Keadilan Organisasi (X1) H2 Turnover Intention (Y2) H1 H3 H2 Kepuasan Kerja (Y1) Sumber : Berbagai Penelitian 2.2.2 Hipotesis Penelitian Menurut Sugiyono (2006:306), hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah yang masih bersifat sementara. Karena masih bersifat sementara maka harus dibuktikan kebenarannya melalui data empirik yang 19
terkumpul. Berdasarkan rumusan masalah, tujuan penelitian, landasan teori yang telah diuraikan sebelumnya, kerangka pemikiran serta dari beberapa penelitian sebelumnya terkait dengan variabel-variabel yang diteliti dalam penelitian ini, sehingga dapat ditarik hipotesis penelitian sebagai berikut. 2.2.2.1 Pengaruh Keadilan Organisasi terhadap Kepuasan Kerja. Penelitian yang dilakukan oleh Widyaningrum (2009) yang berjudul Pengaruh keadilan organisasi terhadap kepuasan kerja, Komitmen dan organizational citizenship behavior pegawai (studi kasus di rumah sakit bersalin Pura Raharja surabaya) menyatakan bahwa keadilan organisasi berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja di rumah sakit bersalin Pura Raharja. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Fatimah, et al (2011) yang berjudul The Relationships between Organizational Justice, Organizational Citizenship Behavior and Job Satisfaction menemukan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dan positif dari keadilan organisasi terhadap kepuasan kerja. Penelitian yang dilakukan oleh Putra (2014) yang berjudul Pengaruh Keadilan Organisasi pada Kepuasan Kerja dan Turnover Intention karyawan BPR Di Kabupaten Tabanan menunjukan bahwa keadilan organisasi berpengaruh positif pada kepuasan kerja karyawan di BPR kabupaten Tabanan. H1 : Keadilan Organisasi berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja 20
2.2.2.2 Pengaruh Keadilan Organisasi terhadap Turnover Intention. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Suciningtyas (2004) di industri mebel di Kota Semarang, membuktikan bahwa keadilan eksternal yang dirasakan akan secara negatif berpengaruh terhadap keinginan karyawan untuk keluar. Maka hasil penelitian membuktikan bahwa keadilan eksternal yang dirasakan oleh karyawan akan menurunkan niat mereka untuk keluar dari organisasi. penelitian yang dilakukan oleh Putra (2014) yang berjudul pengaruh keadilan organisasi pada kepuasan kerja dan turnover intention karyawan BPR di Kabupaten Tabanan menunjukan bahwa keadilan oranganisasi berpengaruh negatif dan signifikan pada keinginan karyawan untuk keluar dari perusahaan. Penelitian dari Handi (2014) yang berjudul Pengaruh Persepsi Karyawan tentang Keadilan Organisasi terhadap Intensi Turnover di PT. ENG Gresik didapatkan bahwa Keadilan distributif dan keadilan prosedural memiliki pengaruh yang signifikan terhadap intensi turnover, hal tersebut ditunjukkan secara jelas ketika dilakukan uji dengan analisis regresi. Hasil tersebut bahwa keadilan distributif dan keadilan prosedural mempunyai pengaruh terhadap intensi turnover mendukung penelitian sebelumnya yang telah dilakukan untuk menjelaskan pentingnya fenomena pengalokasian dalam organisasi. Sebagai contoh bahwa orang cenderung lebih puas dengan hasil yang mereka terima dengan adil dari pada yang mereka terima tidak adil. Selanjutnya, orang akan membandingkan kecukupan penghasilannya dengan harapan mereka atau dengan acuan standar tertentu. Jadi, jika karyawan merasa tidak puas dengan apa yang mereka terima 21
yang dibandingkan dengan acuan lain, mereka akan cenderung untuk keluar dari perusahaan. H2 : Keadilan organisasi berpengaruh negatif terhadap Turnover Intention. 2.2.2.3 Pengaruh Kepuasan Kerja terhadap Turnover Intention. Penelitian yang dilakukan oleh Kristanto (2014) yang berjudul pengaruh keadilan organisasional terhadap kepuasan kerja dan dampaknya terhadap komitmen, dan intensi keluar di PT INDONESIA POWER UBP BALI memperlihatkan kepuasan kerja berdampak negatif dan signifikan terhadap komitmen dan intensitas keluar. Jadi ketika karyawan menyukai pekerjaan mereka, kemudian mereka juga akan menikmati lingkungan kerja perusahaan dan membentuk ikatan dengan perusahaan. Andini (2013) mengatakan kepuasan kerja berpengaruh negatif terhadap intention to leave. Adanya pengaruh negatif kepuasan kerja yang terdiri dari kreatifitas dan kemandirian, kondisi kerja, tanggung jawab, kesempatan untuk maju, kepuasan individu, kreativitas dan pencapaian prestasi yang sesuai dengan keinginan karyawan akan berakibat pada rendahnya keinginan karyawan untuk meninggalkan organisasi tempat ia bekerja sekarang serta kemungkinan individu akan mencari pekerjaan pada organisasi lain. Aydogdu dan Asikgil (2011) juga berpendapat bahwa ada hubungan negatif antara kepuasan kerja dan keinginan keluar dikonfirmasi dengan analisis regresi. H3 : Kepuasan kerja berpengaruh negatif terhadap turnover intention. 22