NILAI-NILAI PENDIDIKAN AGAMA HINDU PADA BANTEN PEMAHAYU ANGGA SARIRA DI DESA MENDOYO DANGIN TUKAD KECAMATAN MENDOYO KABUPATEN JEMBRANA

dokumen-dokumen yang mirip
UPACARA NGADEGANG NINI DI SUBAK PENDEM KECAMATAN JEMBRANA KABUPATEN JEMBRANA (Perspektif Nilai Pendidikan Agama Hindu)

I Ketut Sudarsana. > Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar. Menerapkan Ajaran-Ajaran Tri Kaya Parisudha Dalam Kehidupan Sehari-Hari

NILAI PENDIDIKAN AGAMA HINDU DALAM PENEMPATAN PATUNG GANESHA DI DESA MANISTUTU KECAMATAN MELAYA KABUPATEN JEMBRANA

ESTETIKA SIMBOL UPAKARA OMKARA DALAM BENTUK KEWANGEN

JURNAL PENELITIAN AGAMA HINDU 68

PRAKTIK BENTUK BANTEN PRAYASCITA DI KOTA DENPASAR

Oleh I Gede Juli Agus Puja Astawa Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

PEMENTASAN WAYANG LEMAH PADA UPACARA CARU BALIK SUMPAH DI DESA PAKRAMAN KENGETAN KECAMATAN UBUD KABUPATEN GIANYAR (Perspektif Pendidikan Agama Hindu)

PEMBELAJARAN AGAMA HINDU

Oleh I Gusti Ayu Sri Utami Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

Desain Penjor, Keindahan Yang Mewarnai Perayaan Galungan & Kuningan

UPACARA NGEREBEG DI PURA DUUR BINGIN DESA TEGALLALANG, KECAMATAN TEGALLALANG KABUPATEN GIANYAR (Perspektif Pendidikan Agama Hindu)

Oleh Ni Putu Ayu Putri Suryantari Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

BANTEN PIODALAN ALIT PURA AGUNG GIRI KERTHA BHUWANA SANISCARA UMANIS WATUGUNUNG ( SARASWATI )

Implikasi Kondisi Ekonomi Orang Tua Terhadap Motivasi Dan Hasil Belajar Siswa Oleh:

Putu Weddha Savitri Jurusan Sastra Inggris Universitas Udayana Abstrak

Oleh Ni Komang Sri Adnyani Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang sangat luas yang masyarakatnya terdiri

RITUAL MEKRAB DALAM PEMUJAAN BARONG LANDUNG DI PURA DESA BANJAR PACUNG KELURAHAN BITERA KECAMATAN GIANYAR

TRADISI NYAKAN DI RURUNG DALAM PERAYAAN HARI RAYA NYEPI DI DESA PAKRAMAN BENGKEL KECAMATAN BUSUNGBIU KABUPATEN BULELENG (Kajian Teologi Hindu)

Oleh Ni Putu Dwiari Suryaningsih Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

Oleh Pande Wayan Setiawati Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

PENDIDIKAN NILAI PADA TRADISI NYURUD AYU DALAM UPACARA PIODALAN DI DESA BERANGBANG KECAMATAN NEGARA KABUPATEN JEMBRANA

TUGAS AGAMA DEWA YADNYA

RITUAL PENGLUKATAN PADA HARI TUMPEK WAYANG DI DESA PAKRAMAN BANJARANGKAN KECAMATAN BANJARANGKAN KABUPATEN KLUNGKUNG (Kajian Teologi Hindu)

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai di masyarakat. Karya sastra ini mengandung banyak nilai dan persoalan

Manajemen Data Sistem Informasi Bebantenan Bagian Banten/Upakara Berbasis Web

PATULANGAN BAWI SRENGGI DALAM PROSESI NGABEN WARGA TUTUAN DI DESA GUNAKSA, KABUPATEN KLUNGKUNG (Kajian Estetika Hindu)

PENGGUNAAN BALE GADING DALAM UPACARA MAPENDES DI DESA DUDA TIMUR KECAMATAN

BAB I PENDAHULUAN. keragaman tradisi, karena di negeri ini dihuni oleh lebih dari 700-an suku bangsa

JURNAL PENELITIAN AGAMA HINDU 89

EKSISTENSI PURA TELEDU NGINYAH PADA ERA POSMODERN DI DESA GUMBRIH KECAMATAN PEKUTATAN KABUPATEN JEMBRANA (Perspektif Pendidikan Agama Hindu)

UPACARA BAYUH OTON UDA YADNYA DI DESA PAKRAMAN SIDAKARYA KECAMATAN DENPASAR SELATAN KOTA DENPASAR

KOMUNIKASI SIMBOLIK DALAM TRADISI CARU PALGUNA DI DESA PAKRAMAN KUBU KECAMATAN BANGLI KABUPATEN BANGLI

EKSISTENSI TIRTHA PENEMBAK DALAM UPACARA NGABEN DI KELURAHAN BALER-BALE AGUNG KECAMATAN NEGARA KABUPATEN JEMBRANA (Perspektif Pendidikan Agama Hindu)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENERAPAN METODE DEMONSTRASI DALAM MELAKSANAKAN TRI SANDYA PADA ANAK DI TK. HINDU CANANG SARI TEGALCANGKRIG KECAMATAN MENDOYO KABUPATEN JEMBRANA

BAB III DESKRIPSI HASIL PENELITIAN. Secara geografis lokasi penelitian ini berada di Jl. Ketintang Wiyata

CARU PANGALANG SASIH DI DESA ADAT MENGWI KECAMATAN MENGWI KABUPATEN BADUNG ( Kajian Filosofis Hindu )

KARYA ILMIAH : KARYA SENI MONUMENTAL

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. yang ada di Indonesia berbeda dengan yang ada di India, ini disebabkan oleh

OLEH : I NENGAH KADI NIM Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar. Pembimbing I

PEMARGI MELASTI LINGGIH IDA BHATARA RING PURA PUSEH

KELUARGA HINDU. Oleh : I Ketut Sudarsana Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

JURNAL PENELITIAN AGAMA HINDU 13

SANKSI PACAMIL DI DESA BLAHBATUH GIANYAR DITINJAU DARI PENDIDIKAN KARAKTER

UPACARA OTONAN PADA MASYARAKAT HINDU DI LINGKUNGAN SEKSARI KELURAHAN CAKRA UTARA. Gusti Ayu Santi Patni R

UPACARA NGAJAGA-JAGA DI PURA DALEM DESA ADAT TIYINGAN KECAMATAN PETANG KABUPATEN BADUNG (Perspektif Pendidikan Agama Hindu)

BAB IV ANALISIS DATA. A. Deskripsi aktivitas keagamaan menurut pemikiran Joachim Wach

PENGANTAR PENDIDIKAN AGAMA HINDU

Penyusunan Kompetensi Dasar Pendidikan Agama Hindu untuk Sekolah Dasar. Menunjukkan contoh-contoh ciptaan Sang Hyang Widhi (Tuhan)

Keindahan Desain Tamiang, Menghiasi Hari Raya Kuningan di Desa Penarungan

FUNGSI DAN MAKNA UPACARA MAPAG TOYA DI SUBAK ULUN SUWI DESA NAMBARU KECAMATAN PARIGI SELATAN KABUPATEN PARIGI MOUTONG. Ni Ketut Ratini * ABSTRAK

MAKALA-KALAAN DALAM PAWIWAHAN DI SANGGAH GEDE DESA ADAT KEROBOKAN KECAMATAN KUTA UTARA KABUPATEN BADUNG

Oleh: Kantor Kementerian Agama Kabupaten Gianyar. Ni Ketut Sudani. Abstract

BAB I PENDAHULUAN. pariwisata dunia, salah satu tradisi yang menarik untuk dikupas lebih lanjut adalah

DESKRIPSI KARYA SARADPULAGEMBAL THE SYMBOL OF TRI LOKA

HUBUNGAN TIGA PILAR AGAMA HINDU DILIHAT DARI ASPEK EKONOMI 1 I Made Sukarsa 2

PEMAHAMAN UPACARA CARU PENGERUWAK MASYARAKAT HINDU DI DESA SAUSU TAMBU KECAMATAN SAUSU KABUPATEN PARIGI MOUTONG (Perspektif Pendidikan Agama Hindu)

TRADISI NYUNGGI PRATIMA PADA UPACARA MELASTI DI DESA BUDENG KECAMATAN JEMBRANA KABUPATEN JEMBRANA (Perspektif Pendidikan Agama Hindu)

Esensi Tradisi Upacara Dalam Konsep Yadnya Ni Putu Sudewi Budhawati 48

16. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Hindu untuk Sekolah Dasar (SD)

Cara Membuat Lawar Bali

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TABUH RAH

TEORI PERTIMBANGAN SOSIAL Oleh : I Ketut Sudarsana Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

KARYA ILMIAH : KARYA SENI MONUMENTAL

TRADISI NYAAGANG DI LEBUH PADA HARI RAYA KUNINGAN DI DESA GUNAKSA KECAMATAN DAWAN KABUPATEN KLUNGKUNG (Perspektif Pendidikan Agama Hindu)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

SKRIP KARYA SENI GENITRI OLEH: I PUTU GEDE WAHYU KUMARA PUTRA NIM: PROGRAM STUDI S-1 SENI KARAWITAN JURUSAN SENI KARAWITAN

UPACARA WAYONAN DALAM NGEBEKIN DI DESA PAKRAMAN BANYUNING KECAMATAN BULELENG KABUPATEN BULELENG (Perspektif Pendidikan Agama Hindu)

PEMENTASAN TARI RATU BAKSAN DI PURATAMPURYANG DESA PAKRAMAN SONGAN KECAMATAN KINTAMANI KABUPATEN BANGLI (Perspektif Pendidikan Agama Hindu)

APLIKASI TETANDINGAN BANTEN PEJATI BERBASIS ANDROID

KAJIAN RAGAM DAN MAKNA SESAJEN PADA UPACARA PERANG TIPAT BANTAL DI DESA KAPAL KECAMATAN MENGWI KABUPATEN BADUNG PROVINSI BALI. Ni made kartika dewi

BAB I PENDAHULUAN UKDW

KOMUNIKASI SIMBOLIK DALAM UPACARA BULU GELES DI PURA PENGATURAN DESA PAKRAMAN BULIAN KECAMATAN KUBUTAMBAHAN KABUPATEN BULELENG

DESKRIPSI KARYA TARI KREASI S O M Y A. Dipentaskan pada Festival Nasional Tari Tradisional Indonesia di Jakarta Convention Centre 4-8 Juni 2008

I. PENDAHULUAN. Etnis Bali memiliki kebudayaan dan kebiasaan yang unik, yang mana kebudayaan

BHAKTI ANAK TERHADAP ORANG TUA (MENURUT AJARAN AGAMA HINDU) Oleh Heny Perbowosari Dosen Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

IMPLEMENTASI AJARAN TRI HITA KARANA PADA SEKAA TARUNA PAGAR WAHANA DI DESA ADAT PELAGA KECAMATAN PETANG, KABUPATEN BADUNG

EKSISTENSI PURA KAWITAN DI DESAYEH SUMBUL KECAMATAN MENDOYO KABUPATEN JEMBRANA

BAB I PENDAHULUAN. Agama Hindu meyakini bahwa Tuhan itu bersifat Monotheisme. Transendent, Monotheisme Imanent, dan Monisme. Monotheisme Transendent,

PANDANGAN MASYARAKAT TERHADAP UPACARA MERTI DESA DI DESA CANGKREP LOR KECAMATAN PURWOREJO KABUPATEN PURWOREJO

RELIGIUSITAS UMAT ISLAM SETELAH KONVERSI KE AGAMA HINDU DI DESA PAKRAMAN NYITDAH KECAMATAN KEDIRI KABUPATEN TABANAN (Kajian Teologi Hindu)

BAB III PENUTUP. dalam penulisan skripsi ini, mencoba mengambil beberapa kesimpulan yakni :

UPACARA NGERASAKIN DI DESA BANYUATIS (Kajian Bentuk Fungsi dan Makna)

Kerajinan Pis Bolong di Kabupaten Klungkung Oleh: I Made Berata (dosen PS Skriya Seni)

MAKNA FILOSOFIS PELAKSANAAN SUDDHI WADANI DALAM PERKAWINAN HINDU DI DESA PAKRAMAN LUMINTANG, KECAMATAN DENPASAR UTARA, KOTA DENPASAR

BERKURANGNYA PERAJIN PRETIMA DI BANJAR ANGGABAYA PENATIH, DENPASAR TIMUR, BALI. I Wayan Dirana

BAB V ANALISA DATA. A. Upacara Kematian Agama Hindu Di Pura Krematorium Jala Pralaya

Makna Upacara Caru Panca Sata Bagi Umat Hindu di Pura Agung Jagat Karana Kecamatan Krembangan Surabaya

3. Pengertian Hukum Karmaphala dalam Ajaran Agama Hindu adalah

KATA PENGANTAR. Penulis memohon maaf jika ada kesalahan dalam menulis Tugas Akhir ini. Denpasar, 17 Januari I Wayan Mei Sujana

PENDIDIKAN DALAM KELUARGA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

MELASTI (Upacara Ritual Masyarakat Hindu) SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Pusat Pelestarian Kesenian Wayang Kulit Tradisional Bali di Kabupaten Badung 1

PENDIDIKAN NILAI AGAMA HINDU DALAM UPACARA MENEK BAJANG DI DESA YEHEMBANG KECAMATAN MENDOYO KABUPATENN JEMBRANA

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG LAMBANG DAERAH KABUPATEN BADUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DISKRIPSI KARYA. Pameran Keragaman Seni Budaya Sebagai Pemersatu Bangsa Judul Karya: Keharmonisan

Transkripsi:

NILAI-NILAI PENDIDIKAN AGAMA HINDU PADA BANTEN PEMAHAYU ANGGA SARIRA DI DESA MENDOYO DANGIN TUKAD KECAMATAN MENDOYO KABUPATEN JEMBRANA Oleh Ni Made Indra Wahyuni Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar dek.wahyunindra@gmail.com Abstrak Agama Hindu memiliki suatu keyakinan terhadap Ida Sang Hyang Widhi Wasa yang bersumber pada Weda, dimana memiliki tiga aspek: Tattwa, Etika dan Upacara, sebuah upacara dalam suatu kegiatan keagamaan pada hakekatnya diwujudkan dalam bentuk yajna. Dilihat dari latar belakang masalah tersebut Nilai-Nilai Pendidikan Agama Hindu pada Banten Pemahayu Angga Sarira di Desa Mendoyo Dangin Tukad, Kecamatan Mendoyo, Kabupaten Jembrana, memiliki keunikan tersendiri dan sangat menarik untuk diteliti sebagai karya tulis dan karya ilmiah yang bersifat spesifik. Hasil dari penelitian yang didapatkan sebagai berikut fungsi dari Banten Pemahayu Angga Sarira yaitu melepaskan sifat kebutaan dalam angga sarira, karena setiap kali seseorang sakit maupun melakukan khilafan terdapat sifat bhuta yang mendominasi manusia, dengan Banten ini sifat bhuta yang ada dalam diri manusia bisa di Sunia kembali menjadi Dewa. Nilai pendidikan Agama Hindu pada banten pemahayu angga sarira adalah nilai tattwa terlihat pada pemahaman masyarakat terhadap fungsi dari pemahayu angga sarira tersebut sebagai persembahan suci secara tulus ikhlas, nilai etika terlihat pada proses pembuatan pemahayu angga sarira, nilai ritual upacara adalah sebagai wujud nyata dari umat Hindu dalam penyampaian rasa sujud bakti kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa agar diberikan keselamatan. Kata kunci : Banten Pemahayu Angga Sarira, Pendidikan Agama Hindu I. PENDAHULUAN Agama Hindu mempunyai landasan keyakinan dan kepercayaan yang digambarkan secara sistematis dalam kerangka dasar yaitu tattwa, susila, dan upacara. Dalam pelaksanaan ajaran Agama Hindu yang berdasarkan keyakinan dan kepercayaan dapat dilaksanakan upacara yadnya. Kata yadnya berasal dari bahasa Sansekerta akar kata Yaj artinya memuja, mempersembahkan, korban. Kemudian penulisannya diindonesiakan dari Yajna menjadi Yadnya. Salah satu bentuk yadnya yaitu banten. Banten mempunyai makna yang penting seperti : 1) Banten sebagai bahasa weda. 2) Banten lambang berserah diri, yaitu Banten bukanlah makanan untuk disuguhkan pada Hyang Widhi. Banten adalah bahasa simbol yang sakral menurut pandangan Hindu.3) Banten dalam konsep bhakti, yaitu dimana Bhakti merupakan kelanjutan dari sradha yang merupakan salah satu ajaran yang sangat ditekankan oleh Hindu. Sradha dan Bhakti sebagai aktivitas mendekatkan diri pada Hyang Widhi. (Wiana, 2009 : 5). 354

Begitu banyak jenis banten yang diwujudkan dalam bentuk, fungsi, dan pemberian nama yang berbeda sesuai dengan tingkatan dan jenis yadnya. Di Desa Mendoyo Dangin Tukad Kecamatan Mendoyo Kabupaten Jembrana mempergunakan banyak jenis banten dalam upacara yadnya, salah satu banten yang ada di Desa Mendoyo Dangin Tukad yaitu Banten Pemahayu Angga Sarira. Banten ini termasuk dalam caru, yang dimana caru adalah bentuk upakara yang ditujukan kepada bhuta agar terwujudnya keharmonisan alam. Caru termasuk dalam tingkat madya pada upakara Bhuta Yadnya. Penggunaan Banten Pemahayu Angga Sarira menurut masyarakat Desa Mendoyo Dangin Tukad meyakini banten ini dipandang sebagai media untuk menetralisir Bhuta yang terdapat dalam diri manusia agar Bhuta bisa disunia menjadi Dewa dan sifat-sifat kebutaan penyebab dari hal-hal buruk seperti sakit dan kecelakaan tidak lagi menghampiri manusia. Banyak masyarakat yang tidak mengetahui banten ini, masyarakat awam dominan mengetahui Caru yang penggunaannya hanya untuk menetralisir makrokosmos/bhuana agung. Begitu banyak timbul pertanyaaan dan pernyataan dari umat Hindu tentang banten pemahayu anggga sarira ini, dimana banten yang termasuk caru ini dalam prosesi pelaksanaanya seperti pawetonan atau otonan yang termasuk dalam manusa yadnya, selain itu banten ini kurang begitu banyak diketahui oleh umat Hindu. Maka atas dasar itulah muncul suatu keinginan untuk meneliti tentang bentuk, fungsi, dan nilai pendidikan yang terkandung dalam penggunaan Banten Pemahayu Angga Sarira yang termasuk dalam caru di Desa Mendoyo Dangin Tukad agar tidak lagi terjadi kesalahpahaman pemikiran khususnya pada umat Hindu dan Banten Pemahayu Angga Sarira agar lebih dikenal lagi pada masyarakat Hindu. II. PEMBAHASAN 1. Bentuk Banten Pemahayu Angga Sarira Bentuk Banten Pemahayu Angga Sarira yaitu sarana dan struktur tetandingan dari Banten Pemahayu Angga Sarira. Adapun sarana Banten Pemahayu Angga Sarira berupa : 1) Banten suci soroh; 2) Caru siap brumbun; 3) Pengimpas baya terdiri dari guling ayam biying dan angkedan pandan medui (berduri); 4) Caru siap Selem (Kala Boga); 5) Byakala dan Prayascita. Struktur Tentandingan Banten Pemahayu Angga Sarira yaitu - Suci Soroh Banten suci soroh terdiri dari beberapa banten yaitu sebagai berikut: Luan banten, yaitu banten yang terletak di hulu banten, yang terdiri dari: 1. Ketipat Daksina - Tandingan ketipat : memakai alas tamas kecil diatasnya diisi ketipat 6 buah, diisi tangkih yang berisi garam dan telur ayam rebus, dan canang sari. - Tandingan daksina : memakai srembeng atau wakul, diisi tampak dara, sedikit beras, base tempel/porosan, kelapa, telor itik, pisang, tebu, kojong, buah kemiri, buah kluwek/pangi, gegantusan, papeselan, biji ratus, benang tukelan, uang kepeng/pis bolong, sesari, sampyan payasan, dan canang sari. - Canang Gantal, Tetandingannya yaitu memakai alas tamas kecil, diisi tape, bantal, pisang, jajan gina, buah-buahan, dan canang sari. 2. Dua Buah Jerimpen, tetandingannya yaitu memakai sampiyan jaet guak yang ditempel dengan jajan sabun. 3. Banten Pengaturan Daar, yaitu berjumlah 11 tandingan tamas yang terdiri dari sepuluh tetandingan tamas yang sama ditambah 1 tetandingan yang disebut gurun. - Sepuluh tetandingan tamas yaitu setiap tetandingan memakai alas tamas kecil, diatasnya diisi 1 bantal pudak, 1 buah tape, 1 buah tebu, 1 buah pisang, 1 macam jenis jajan, 1 nasi kolong, 1 tangkih yang diisi kacang-kacang, dan 1 canang tajuh. 355

- Tetandingan Gurun : memakai alas tamas kecil diisi 2 bantal pudak, 2 buah tape, 2 buah tebu, 2 buah pisang, 2 macam jenis jajan, 2 nasi kolong, dua tangkih yang diisi kacang-kacang, 2 canang tajuh, dan 1 tetukon. 4. Banten Pisang Agung, tetandingannya yaitu memakai srembeng yang ukurannya sedikit lebih besar dari daksina. Isi srembeng yaitu sedikit beras, kelapa, 4 buah kwangen, 4 buah pisang, 1 buah gantusan, 1 buah telur ayam, ragi, ketumbar, gula merah, biji-bijan (kacang koma/jagung), umbi-umbian (keladi), tingkih, pangi, benang tridatu, canang payasan dan canang kili. 5. Banten Tegteg, yaitu sejenis jejahitan atau reringgitan yang terdiri dari jan lawangan, basang wayah, basang nguda, tipat pusuh, dinding payung, jambu sotong, tebu, tape, dan gantusan.. 6. Banten Sayut Pajegan, tetandingannya memakai alas tamas sayut kecil berisi empat buah kojong tabuan dirakit menjadi satu yang isinya bantal agung, tape, tebu, pisang, jajan, dan sampiyan sayut pajegan. 7. Banten Teterag, tetandingannya yaitu memakai alas wakul. Isi dari wakul yaitu dasarnya sampiyan sreok, tiga batang kekuwung, tetuasan paku pipid, tulang lindung, tetuasan cemara, tetuasan bungan isen, dan tetuasan cempaka. 8. Banten Suci, tetandingannya yaitu alasnya dipakai beberapa buah tamas, tetandingan tamas yang pertama atau paling bawah diisi pisang, tape, buah-buahan masingmasing lima iris, jajan sesamuhannya 1 biji tiap jenis dan warna jajannya putih dan kuning, tamas yang kedua berisi 2 iris pisang, tape, buah-buahan, jajan sesamuhannya 1 biji tiap jenis dan warna jajannya putih dan kuning. 9. Lampad, tetandingannya memakai alas tamas kecil, nasi kojong 1, nasi sengkulung 4, diatasnya diisi ceper yang berisi tangkih dengan diisi saur, kacang-kacang, dan rerasmen. Banten Pengotonan Banten pengotonan terdiri dari: 1. Banten Pengambean, tetandingannya yaitu pertama menggunakan alas tamas, diatasnya diisi raka-raka jangkep (tebu, tape, pisang, jajan, buah), nasi tumpeng putih 2, kojong tabuan 2, dan sampian pengambean. 2. Banten Pengulapan, tetandingannya yaitu memakai alas tamas, bantal, tape, tebu, jajan, pisang, nasi tumpeng putih 4, kojong tabuan 2 buah, dan sampiyan pengulapan (jaet guak). 3. Banten Pewayangan, tetandingannya yaitu dengan alas tamas, bantal, tape, tebu, jajan, pisang, nasi tumpeng putih 3, kojong tabuan 2, sampiyan pewayangan (piringan). 4. Banten Daar, tetandingannya yaitu dengan alas tamas, bantal, tape, tebu, jajan, pisang, nasi dengan alas ceper kecil 1, kacang-kacang dengan alas tangkih 1 buah, jukut-jukut dengan alas tangkih, dan canang daar. 5. Banten Saji, tetandingannya yaitu dengan alas tamas, bantal, tape, tebu, jajan, pisang, nasi tumpeng 2, kacang-kacang dengan alas tangkih, dan sampiyan peras. 6. Banten Peras, tetandingannya memakai alas tamas, bantal, tape, tebu, jajan, pisang, nasi tumpeng 2, kacang-kacang dengan alas tangkih, dan sampiyan peras. 7. Sesayut Pabersihan Sudamala, tetandingannya memakai alas tamas sesayut dengan dua buah ceper, yang isinya bantal, tape, tebu, canang sesayut, nasi dua buah ceper kecil nasi putih diatasnya berurutan nasi kuning, nasi hitam, nasi kuning. Ceper yang satunya diisi nasi putih diatasnya ditaburi bunga. b. Caru Siap Brumbun, tetandingannya pertama memakai alas kelatkat, diatasnya memakai daun pisang dan terdiri dari 8 urip. Diisi lima buah taledan dengan posisi 356

tempatnya, dibagian timur satu, dibagian selatan satu, dibagian barat ditaruh satu, dibagian utara ditaruh satu, dan di tengah-tengahnya satu. Selanjutnya pada masingmasing taledan diisi raka-raka (pisang, tebu, jajan, porosan silih asih), berisi olaholahan lawar barak dan putih, berisi sesate sesuai urip. Kemudian diatasnya ditempatkan ayam brumbun yang sudah dikuliti dan diatasnya diisi canang. c. Pengimpas Baya, tetandingannya terdiri dari ayam guling biying dan angkedan pandan medui (berduri). Angkedan pandan medui sudah termasuk di dalam banten byakala dan ayam guling biying dapat diletakkan diatas salah satu banten suci soroh. d. Caru Siap Selem, tetandingannya yaitu pertama memakai alas kelatkat, diatasnya memakai daun pisang dan terdiri dari 4 urip. Diisi lima buah taledan dengan posisi tempatnya, dibagian timur satu, dibagian selatan satu, dibagian barat ditaruh satu, dibagian utara ditaruh satu, dan di tengah-tengahnya satu. Selanjutnya pada masingmasing taledan di isi raka-raka (pisang, tebu, jajan, porosan silih asih), berisi olaholahan lawar barak dan putih, berisi sesate sesuai urip. Kemudian diatasnya ditempatkan ayam selem yang sudah dikuliti dan diatasnya diisi canang. e. Banten Byakala, tetandingannya pertama sidi sebagai alasnya kemudian diletakkan kulit sesayut, aled peras pandan berduri, nasi metimpuh, nasi metajuh, penek pamong, sampian nagasari dari daun andong merah. Kemudian disekitarnya diisi isuh-isuh, amel-amel, sasak mentah, pesucian, sorohan alit (peras,tulung,sesayut) yang diikat menjadi satu, penyeneng dari daun andong merah dan lis byakala. Sedangkan tetimpug diletakkan diluar sidi secara tersendiri. f. Banten Prayascita, tetandingannya pertama nyiru atau nampan disiapkan, kemudian diisi aled. Diatasnya disusuni pisang, tebu, tape gede, jajan uli, bagina, dan diisi pula dengan buah-buahan. Kemudian di belakangnya diisi nasi celongkong (bundaran dari janur). Tatakannya adalah daun tabia bun yang jumlahnya ganjil. Diatas nasi celongkong ditancapi dengan padang lepas dan muncuk daun dapdap. Selanjutnya diisi pula sorohan alit atau tebasan alit dan pebersihan payasan. Disertai lis senjata, coblong yang ada daun dapdap diulek, diatasnya disusuni dengan sampian padma. Setelah itu barulah diisi penyeneng dan sampian nagasari. 2. Fungsi Banten Pemahayu Angga Sarira Fungsi Banten Pemahayu Angga Sarira yaitu melepaskan sifat kebutaan dalam angga sarira, yang dimana bhuta yang ada dalam diri manusia bisa disunia kembali menjadi Dewa. Fungsi dari bagian-bagian banten pemahayu angga sarira yaitu: a. Suci soroh : memarisudha angga dan pengeleburan b. Caru siap brumbun : ngelukat sane dasa mala atau mala petaka supaya kedepannya tidak menemukan jalan sakit lagi. c. Pengimpas baya, terdiri dari kata pengimpas yang artinya menghindarkan dan baya artinya bahaya. Jadi fungsi pengimpas baya yaitu menghindarkan angga sarira dari segala malapetaka supaya menjauh dan tidak kembali menghampiri manusia tersebut. Pengimpas baya terdiri dari : 1) Ayam guling biying; 2) Angkedan pandan medui yang melambangkan pengimpas-impas karena Bhuta takut dengan objek atau tumbuhan yang berduri. d. Caru siap selem (Kala Boga), Kala artinya waktu atau Bhuta dan Boga artinya membersihkan. Jadi fungsinya disini membersihkan angga sarira dengan caru siap selem (kala boga). Dihaturkan kepada : 1) Sang Hyang Widhi, 2) Ke Pertiwi, 3) Dan terakhir ditatab oleh umatnya atau orang yang melakukan caru ini. e. Byakala: untuk menghilangkan kekotoran yang ada dalam diri manusia (bhuvana alit) maupun di alam (Bhuvana Agung). Prayascita: dipergunakan untuk mensucikan 357

pikiran atau wujud persembahan sebagai pembersihan, penyucian mala, leteh maupun sebel. Fungsi secara psikologi yang terdapat pada banten pemahayu angga sarira yaitu dimana orang yang melaksanakan upacara dengan banten pemahayu angga sarira mendapat kepuasan batin, sehingga apa yang mereka lakukan diyakini akan sesuai dengan apa yang diharapkan. 3. Nilai Pendidikan Agama Hindu Pada Banten Pemahayu Angga Sarira Nilai Pendidikan Agama Hindu pada Banten Pemahayu Angga Sarira yaitu 1) Nilai Dasar yaitu untuk menganalisis nilai pendidikan tattwa yaitu menekankan pada hakekat Banten Pemahayu Angga Sarira itu sendiri dalam artian masyarakat dapat secara langsung memahami akan sarana dan prasarana yang disajikan pada Banten Pemahayu Angga Sarira dan juga dapat dilihat dari petuah-petuah didalamnya mengandung petuah kebenaran atau tattwa seseorang yang melaksanakan otonan menggunakan Banten Pemahayu Angga Sarira mendapat perlindungan dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa dan tidak ada lagi marabahaya yang menghampiri diri manusia. 2) Nilai Intrumental yaitu untuk menganalisis nilai pendidikan etika yaitu terdapat dalam Banten Pemahayu Angga Sarira dapat dilihat dari proses pembuatan sarana atau upakara Banten Pemahayu Angga Sarira tersebut, seperti menerapkan ajaran Tri Kaya Parisuda. 3Nilai Praksis untuk menganalisis nilai pendidikan upacara dan nilai pendidikan estetika. Untuk nilai pendidikan upacara yaitu sebagai wujud nyata dari umat Hindu dalam penyampaian rasa sujud bakti kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa agar diberikan keselamatan dan marabahaya tidak lagi menghampiri manusia tersebut, sedangkan nilai pendidikan estetika yaitu terlihat pada tuesan reringgitan dan berbagai macam bunga yang digunakan. 3) Nilai Praksis yaitu untuk menganalisis nilai pendidikan upacara dan nilai pendidikan estetika. Untuk nilai pendidikan upacara yaitu sebagai wujud nyata dari umat Hindu dalam penyampaian rasa sujud bakti kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa agar diberikan keselamatan dan marabahaya tidak lagi menghampiri manusia tersebut, sedangkan nilai pendidikan estetika yaitu terlihat pada tuesan reringgitan dan berbagai macam bunga yang digunakan. III. SIMPULAN Dari hasil penelitian yang diperoleh dari Nilai-Nilai Pendidikan Agama Hindu Pada Banten Pemahayu Angga Sarira di Desa Mendoyo Dangin Tukad, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut : 1. Bentuk dari banten pemahayu angga sarira di Desa Mendoyo Dangin Tukad yaitu berupa sarana dan struktur tetandingannya. Adapun sarana dari banten pemahayu angga sarira terdiri dari Caru suci soroh, Caru ayam brumbun, Pengimpas baya terdiri dari guling ayam biying dan angkedan pandan medui, Caru Ayam Selem (Kala Boga), Byakala dan Prayascita. Sedangkan struktur tetandingannya disetiap daerah berbedabeda. 2. Fungsi banten pemahayu angga sarira di Desa Mendoyo Dangin Tukad adalah melepaskan sifat kebutaan dalam angga sarira, karena setiap kali seseorang sakit maupun melakukan kekhilafan terdapat sifat bhuta yang mendominasi manusia, dengan Banten Pemahayu Angga Sarira sifat bhuta yang ada dalam diri manusia bisa disunia kembali menjadi Dewa. Dalam tubuh manusia juga terdapat Dewa atau Tuhan dan sastra-sastra tersebut dihidupkan kembali. 3. Nilai Pendidikan Agama Hindu yang terkandung dalam Banten Pemahayu Angga Sarira di Desa Mendoyo Dangin Tukad, memiliki beberapa nilai pendidikan yaitu: 1) Nilai pendidikan Tattwa (Filsafat)/nilai dasar yang terdapat dalam banten pemahayu angga 358

sarira adalah artian masyarakat dapat secara langsung memahami akan sarana dan prasarana yang disajikan pada Banten Pemahayu Angga Sarira dan juga dapat dilihat dari petuah-petuah didalamnya mengandung petuah kebenaran atau tattwa seseorang yang melaksanakan otonan menggunakan Banten Pemahayu Angga Sarira mendapat perlindungan dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa dan tidak ada lagi marabahaya yang menghampiri diri manusia. 2) Nilai pendidikan Etika (susila)/nilai instrumental yang terdapat dalam banten pemahayu angga sarira adalah terdapat dalam penerapan ajaran Tri Kaya Parisudha. Dalam pembuatan suatu banten diperlukan suatu kecekatan dan keterampilan seperti dalam nanding banten (menata banten) diperlukan pikiran yang matang dan baik dimana dimaksudkan agar semua perlengkapan yang diperlukan oleh satu jenis banten tidak ada yang terlupakan. Selain itupula sor singgih base juga penting dalam penggunaan banten pemahayu angga sarira yaitu pada saat menyampaikan pitekel-pitekel agar terdengar lebih baik. 3) Nilai pendidikan Ritual Upacara/nilai praksis yang terdapat dalam banten pemahayu angga sarira adalah sebagai wujud nyata dari umat Hindu dalam penyampaian rasa sujud bakti kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa agar diberikan keselamatan dan marabahaya tidak lagi menghampiri manusia tersebut dan nilai pendidikan Ritual pada Banten Pemahayu Angga Sarira dapat dilihat pada saat pembuatan banten yang dilakukan oleh Saya. Upakara yang di pakai untuk Yadnya penempatannya harus tepat, dan cara matandingnya-nya juga harus benar. Untuk itu di dalam matanding banten. (4) Nilai Pendidikan estetika/nilai Praksis yang terdapat pada banten pemahayu angga sarira dimana terlihat pada tuesan reringgitan dan berbagai macam bunga yang digunakan. Melalui keindahan dari unsur-unsur yang membentuk banten merupakan sarana dalam mendidik manusia untuk memiliki kehalusan jiwa sehingga dalam menjalani kehidupannya manusia mampu hidup dalam ketentraman dan kedamaian jiwa. DAFTAR PUSTAKA Abraham, M.Maslow. 1993. Motivasi dan Kepribadian 1. Bandung: Remaja Rosda Karya Ananda kusuma, Sri Rshi. 1986. Kamus Bahasa Bali. Bali-Indonesia, Indonesia-Bali. Denpasar: CV Kayumas. Ghazali, Adeng Muchtar. 2011. Antropologi Agama. Bandung: Alfabeta. Kaelan. 2005. Metode Penelitian Kualitatif Bidang Filsafat: Paradigma Bagi Pengembangan Penelitian Interdispliner Bidang Filsafat, Budaya, Sosial, Semiotika, Sastra, Hukum, dan Seni. Yogyakarta: Paradigma. Sudarsana, I. K. (2016). PEMIKIRAN TOKOH PENDIDIKAN DALAM BUKU LIFELONG LEARNING: POLICIES, PRACTICES, AND PROGRAMS (Perspektif Peningkatan Mutu Pendidikan di Indonesia). Jurnal Penjaminan Mutu, (2016), 44-53. Sudarsana, I. K. (2015). PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH DALAM UPAYA PEMBANGUNAN SUMBER DAYA MANUSIA. Jurnal Penjaminan Mutu, (Volume 1 Nomor 1 Pebruari 2015), 1-14. Sudarsana, I. K. (2017). Interpretation Meaning of Ngaben for Krama Dadia Arya Kubontubuh Tirtha Sari Ulakan Village Karangasem District (Hindu Religious Education Perspective). Vidyottama Sanatana: International Journal of Hindu Science and Religious Studies, 1(1), 1-13. Swastika, I Ketut Pasek. 2008. Bhuta Yajna. Denpasar : Pustaka Bali Post. Triguna, I B. Gede Yudha,dkk, 2000. Teori Tentang Simbol. Denpasar : Widya Dharma. Wiana. 2009. Suksmaning Banten. Surabaya: Paramita. 359