IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Minyak Kelapa Sawit Kasar Karakteristik awal minyak kelapa sawit kasar yang diukur adalah warna, kadar air dan kotoran, asam lemak bebas, bilangan yodium, kandungan besi, kandungan tembaga, kandungan timbal, kandungan merkuri, dan kandungan arsen. Karakteristik minyak kelapa sawit kasar yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Karakteristik minyak kelapa sawit kasar yang digunakan Kriteria uji Satuan Sampel Persyaratan mutu Warna - Jingga kemerahmerahan Jingga kemerahmerahan Kadar air dan kotoran %, fraksi massa 0,32 maks 0,5 Asam lemak bebas (sebagai asam palmitat) %, fraksi massa 5,43 maks 5 Bilangan yodium g yodium/100 g 55,15 50-55 Kandungan besi (Fe) mg/kg 31,425 1,5 Kandungan tembaga (Cu) mg/kg 0,332 0,1 Kandungan timbal (Pb) mg/kg 0,121 0,1 Kandungan merkuri (Hg) mg/kg < 0,0002 0,05 Kandungan arsen (As) mg/kg < 0,002 maks 0,1 Dari tabel di atas dapat dilihat, minyak kelapa sawit kasar mempunyai kandungan merkuri dan arsen sesuai SNI 01-3741-2002 sedangkan kandungan besi, tembaga, dan timbal tidak sesuai SNI 01-3741-2002. Oleh sebab itu, proses pemurnian dilakukan untuk mereduksi kandungan besi, tembaga dan timbal pada minyak kelapa sawit tersebut. 22
B. Proses Pemurnian Minyak Kelapa Sawit 1. Penghilangan Getah (Degumming) Degumming merupakan proses penghilangan getah pada minyak kelapa sawit dengan cara penambahan asam. Tujuan utama dilakukan proses degumming adalah untuk menghilangkan fosfatida yang terdapat pada minyak tersebut. Fosfatida yang terdapat pada minyak dapat terhidratasi oleh asam sehingga fosfatida tersebut mudah larut dalam air. Selain menghilangkan fosfatida, proses degumming juga dapat mereduksi kandungan logam berat. Penambahan asam menyebabkan reaksi pengkelatan logam. Secara teoritis, penambahan asam pada saat degumming dapat berpengaruh terhadap kandungan fosfatida dan logam berat pada minyak tersebut. Asam fosfat dan asam sitrat digunakan saat degumming karena asam-asam tersebut layak untuk makanan dan biasa digunakan oleh industri. Perbedaan taraf kadar asam yang digunakan pada saat degumming merujuk pada Shahidi (2005) yaitu kadar asam optimal yang ditambahkan saat degumming antara 0,05 hingga 0,2%. Pada taraf tersebut, minyak yang dihasilkan mempunyai kandungan fosfatida kurang dari 4 mg/kg. bahwa kadar asam yang ditambahkan pada taraf 0,05%, 0,125%, dan 0,2% tidak berpengaruh nyata terhadap rendemen minyak hasil degumming. Rendemen minyak hasil degumming antara 98,42 hingga 99,02% dengan nilai rata-rata 98,76%. Kandungan fosfatida dan logam berat pada minyak kelapa sawit kurang dari 1% (Shahidi, 2005). Penghilangan fosfatida dan logam berat pada saat degumming tidak berpengaruh terhadap rendemen karena kandungan fosfatida dan logam berat yang dihilangkan pada saat degumming relatif kecil. 2. Netralisasi Netralisasi merupakan proses penghilangan asam lemak bebas pada minyak kelapa sawit. Netralisasi dilakukan dengan menambahkan kaustik soda. Banyaknya kaustik soda yang digunakan berdasarkan kandungan asam 23
lemak bebas pada sampel. Minyak kelapa sawit kasar yang digunakan mempunyai kadar asam lemak bebas sebesar 5,43%. Secara teoritis, untuk menetralkan 1 kg asam lemak bebas dalam minyak dibutuhkan sebanyak 0,149 kg kaustik soda kristal (Ketaren, 2005). Proses netralisasi minyak kelapa sawit membutuhkan kaustik soda berlebih sebanyak 0,02%. Kaustik soda yang dibutuhkan untuk netralisasi adalah 500 gram x 5,43% x 0,142 = 3,86 gram. Kaustik soda berlebih = 500 gram x 0,02% = 0,1 gram. Total kaustik soda yang digunakan = 3,96 gram. Konsentrasi larutan kaustik soda yang digunakan adalah 8% maka jumlah larutan kaustik soda yang digunakan adalah = 3,96/0,08 = 50 ml. Jadi, untuk menetralkan 500 gram minyak kelapa sawit yang mengandung 5,43% asam lemak bebas, dibutuhkan larutan kaustik soda dengan konsentrasi 8% sebanyak 50 ml. Rendemen hasil netralisasi dipengaruhi oleh banyaknya sabun yang dihasilkan dari reaksi penyabunan. Semakin banyak sabun yang dihasilkan maka semakin kecil rendemen hasil netralisasi. Rendemen hasil netralisasi antara 70,36 hingga 73,68% dengan nilai rata-rata 72,27%. Kaustik soda yang digunakan, selain bereaksi dengan asam lemak bebas juga bereaksi dengan trigliserida membentuk sabun. Dari data rendemen, sekitar 27,73% bagian minyak bereaksi dengan kaustik soda membentuk sabun. Kandungan asam lemak bebas pada sampel sebesar 5,43%. Berdasarkan data tersebut, sebanyak 22,3% trigliserida bereaksi dengan kaustik soda membentuk sabun. Reaksi penyabunan trigliserida ini menyebabkan penurunan rendemen. Menurut Shahidi (2005), proses netralisasi tidak berpengaruh terhadap kandungan logam berat. Proses netralisasi berpengaruh pada kandungan asam lemak bebas, fosfatida, pigmen, dan sabun. 3. Pemucatan (Bleaching) Pemucatan merupakan proses penghilangan warna pada minyak kelapa sawit dengan penambahan adsorben. Tujuan utama dilakukan proses pemucatan adalah untuk menghilangkan pigmen warna yang terdapat pada minyak tersebut. Pigmen warna seperti karoten yang terdapat pada minyak 24
kelapa sawit kasar, diadsorpsi oleh bentonit. Hal ini ditandai oleh warna gelap bentonit setelah proses pemucatan. Selain mengadsorpsi karoten, bentonit juga dapat mengadsorpsi logam berat. Menurut Obrien (2009), kapasitas adsorpsi tanah pemucat untuk mengadsorpsi zat warna dan logam dipengaruhi oleh struktur kisi-kisi molekul, struktur makropori, dan ukuran partikel. Bentonit yang telah mengadsorpsi pigmen warna dan logam berat mengendap sehingga dapat dipisahkan dari minyak dengan cara penyaringan. Rendemen hasil pemucatan dipengaruhi oleh banyaknya zat warna dan logam yang diadsorpsi oleh bentonit. Hasil analisis ragam pada tingkat kepercayaan 95% menunjukkan bahwa kadar bentonit yang ditambahkan pada taraf 0,8%, 1,4%, dan 2,0% tidak berpengaruh nyata terhadap rendemen minyak hasil pemucatan. Rendemen minyak hasil pemucatan antara 90,44 hingga 95,83% dengan nilai rata-rata 92,65%. Menurut Shahidi (2005), penambahan bentonit yang optimum pada saat pemucatan minyak kelapa sawit sebanyak 0,8 hingga 2,0%. Warna minyak kelapa sawit yang dimurnikan dengan penambahan bentonit tersebut sudah memenuhi standar yaitu warna kurang dari 3 R. C. Kandungan Logam Berat 1. Besi (Fe) Kandungan Besi pada sampel minyak kelapa sawit kasar yang digunakan sebesar 31,425 mg/kg. Buah kelapa sawit mengandung besi antara 0,1 hingga 0,3 mg/kg (Shahidi, 2005). Kandungan besi pada buah ini berasal dari tanah, pupuk, dan pestisida (Rohani, 2006). Sebagian besar kontaminasi besi pada minyak kelapa sawit kasar terjadi saat proses ekstraksi. Pencegahan kontaminasi besi pada saat proses ekstraksi sulit dilakukan karena banyak industri menggunakan besi sebagai bahan kontruksi mesin ekstraksi, tangki penyimpanan, pompa, dan pipa (Shahidi, 2005). Kandungan besi pada minyak kelapa sawit dapat menyebabkan bau apek pada konsentrasi lebih dari 2 mg/kg (Ketaren, 2005). 25
Proses pemurnian minyak kelapa sawit yang dilakukan menyebabkan penurunan kandungan besi pada sampel. Kandungan besi pada minyak kalapa sawit kasar sebesar 31,425 mg/kg sedangkan kandungan besi pada sampel minyak yang telah dimurnikan antara 0,027 hingga 2,083 mg/kg dengan nilai rata-rata 0,709 mg/kg. Grafik kandungan besi setiap sampel dapat dilihat pada Gambar 15. Gambar 15. Grafik Kandungan Besi Setiap Sampel Pada gambar di atas dapat dilihat perbandingan kandungan besi pada sampel dengan standar besi menurut SNI 01-3741-1995. Kandungan besi pada minyak goreng yang diperbolehkan maksimal 1,5 mg/kg. Semua sampel dengan perlakuan penambahan asam sitrat saat degumming memenuhi syarat SNI karena mengandung besi kurang dari 1,5 mg/kg. Tujuh dari sembilan sampel dengan perlakuan penambahan asam fosfat saat degumming memenuhi syarat SNI karena mengandung besi kurang dari 1,5 mg/kg. Kandungan besi pada minyak goreng untuk ekspor ke Uni Eropa maksimal 0,5 mg/kg (Maha, 2008). Standar internasional kandungan besi dapat dilihat pada Lampiran 7. Kandungan besi pada minyak goreng untuk ekspor lebih kecil dibandingkan dengan SNI 01-3741-1995 (maksimal 1,5 26
mg/kg). Tujuh dari sembilan sampel dengan perlakuan penambahan asam sitrat saat degumming memenuhi syarat ekspor. Semua sampel dengan perlakuan penambahan asam fosfat saat degumming tidak memenuhi syarat ekspor. bahwa kadar asam yang ditambahkan pada taraf 0,05%, 0,125%, dan 0,2% serta kadar bentonit yang ditambahkan pada taraf 0,8%, 1,4%, dan 2,0% tidak berpengaruh nyata terhadap kandungan besi pada minyak hasil pemurnian (Lampiran 6). Hal ini terjadi karena perbedaan taraf kadar asam dan bentonit yang ditambahkan terlalu kecil. Perbedaan taraf kadar asam dan bentonit yang digunakan pada penelitian ini merujuk pada Shahidi (2005) yaitu kadar asam optimal yang ditambahkan saat degumming antara 0,05 hingga 0,2% serta kadar bentonit optimal yang ditambahkan saat bleaching antara 0,8 hingga 2,0%. Fungsi asam pada saat degumming selain sebagai pengkelat logam juga sebagai penghidratasi fosfatida (Shahidi, 2005). Adanya fosfatida menyebabkan banyaknya asam yang bereaksi dengan logam berkurang sehingga perbedaan kandungan besi pada produk akhir tidak berbeda nyata. Fungsi bentonit pada saat bleaching selain sebagai pengadsorpsi logam juga sebagai pengadsopsi karoten Shahidi, 2005). Adanya karoten menyebabkan banyaknya bentonit yang mengadsorpsi logam berkurang sehingga perbedaan kandungan besi pada produk akhir tidak berbeda nyata. bahwa penggunaan jenis asam yang berbeda berpengaruh nyata terhadap kandungan besi pada minyak hasil pemurnian (Lampiran 6). Kandungan besi pada sampel dengan penambahan asam sitrat antara 0,027 hingga 1,308 mg/kg dengan nilai rata-rata 0,356 mg/kg. Kandungan besi pada sampel yang ditambahkan asam fosfat antara 0,630 hingga 2,083 mg/kg dengan nilai rata-rata 1,062 mg/kg. Kandungan besi pada sampel dengan perlakuan asam sitrat lebih kecil dibandingkan sampel dengan perlakuan asam fosfat. Penurunan kandungan besi pada sampel dengan perlakuan penambahan asam sitrat lebih besar dibandingkan dengan perlakuan 27
penambahan asam fosfat. Penurunan kandungan besi pada sampel dengan penambahan asam sitrat sebesar 98,87% sedangkan penambahan asam fosfat sebesar 96,62%. Penurunan kandungan besi dengan perlakuan penambahan asam sitrat lebih besar karena asam sitrat merupakan senyawa jenis asam karboksilat sehingga bisa larut dalam fraksi minyak (Shahidi, 2005). Kemampuan asam sitrat untuk larut dalam minyak menyebabkan peluang asam sitrat untuk bereaksi dengan besi menjadi lebih besar dibanding asam fosfat. Reaksi asam sitrat dengan besi membentuk senyawa kompleks. Reaksi tersebut dapat dilihat pada Gambar 16. Asam Sitrat Besi Kompleks Besi Gambar 16. Reaksi Pengkelatan Besi oleh Asam Sitrat (Ketaren, 2005) 2. Tembaga (Cu) Proses pemurnian minyak kelapa sawit yang dilakukan menyebabkan penurunan kandungan tembaga pada sampel. Kandungan tembaga pada sampel minyak sawit kasar yang digunakan sebesar 0,332 mg/kg. Kandungan tembaga pada sampel minyak setelah proses pemurnian antara 0,032 hingga 0,328 mg/kg dengan nilai rata-rata 0,117 mg/kg. Grafik kandungan tembaga setiap sampel dapat dilihat pada Gambar 17. 28
Gambar 17. Grafik Kandungan Tembaga Setiap Sampel Pada gambar di atas dapat dilihat perbandingan kandungan tembaga pada sampel dengan standar tembaga menurut SNI 01-3741-2002. Kandungan tembaga pada minyak goreng yang diperbolehkan maksimal 0,1 mg/kg. Semua sampel dengan perlakuan penambahan asam sitrat saat degumming memenuhi syarat SNI karena mengandung tembaga kurang dari 0,1 mg/kg. Dua dari sembilan sampel dengan perlakuan penambahan asam fosfat saat degumming memenuhi syarat SNI. Standar kandungan tembaga pada minyak goreng untuk ekspor ke Uni Eropa maksimal 0,05 mg/kg (Maha, 2008). Standar internasional kandungan tembaga lainya dapat dilihat pada Lampiran 7. Kandungan tembaga pada minyak goreng untuk ekspor lebih kecil dibandingkan dengan SNI 01-3741-2002 (maksimal 0,1 mg/kg). Enam dari sembilan sampel dengan perlakuan penambahan asam sitrat saat degumming memenuhi standar ekspor. Semua sampel dengan perlakuan penambahan asam fosfat saat degumming tidak memenuhi standar ekspor. bahwa kadar asam yang ditambahkan pada taraf 0,05%, 0,125%, dan 0,2% serta kadar bentonit yang ditambahkan pada taraf 0,8%, 1,4%, dan 2,0% 29
tidak berpengaruh nyata terhadap kandungan tembaga pada minyak hasil pemurnian (Lampiran 6). Fungsi asam pada saat degumming selain sebagai pengkelat logam juga sebagai penghidratasi fosfatida (Shahidi, 2005). Adanya fosfatida menyebabkan banyaknya asam yang bereaksi dengan tembaga berkurang sehingga perbedaan kandungan tembaga pada produk akhir tidak berbeda nyata. Fungsi bentonit pada saat bleaching selain sebagai pengadsorpsi logam juga sebagai pengadsopsi karoten (Shahidi, 2005). Adanya karoten menyebabkan banyaknya bentonit yang mengadsorpsi tembaga berkurang sehingga perbedaan kandungan tembaga pada produk akhir tidak berbeda nyata. bahwa penggunaan jenis asam yang berbeda berpengaruh nyata terhadap kandungan tembaga pada minyak hasil pemurnian (Lampiran 6). Kandungan tembaga pada minyak dengan penambahan asam sitrat antara 0,032 hingga 0,064 mg/kg dengan nilai rata-rata 0,045 mg/kg. Kandungan tembaga pada minyak yang ditambahkan asam fosfat antara 0,058 hingga 0,328 mg/kg dengan nilai rata-rata 0,189 mg/kg. Kandungan tembaga pada sampel dengan perlakuan asam sitrat lebih kecil dibandingkan sampel dengan perlakuan asam fosfat. Penurunan kandungan tembaga pada sampel dengan perlakuan penambahan asam sitrat lebih besar dibandingkan dengan perlakuan penambahan asam fosfat. Penurunan kandungan tembaga pada sampel dengan penambahan asam sitrat sebesar 86,39% sedangkan penambahan asam fosfat sebesar 43,17%. Penurunan kandungan tembaga dengan perlakuan penambahan asam sitrat lebih besar karena asam sitrat merupakan senyawa jenis asam karboksilat sehingga bisa larut dalam fraksi minyak (Shahidi, 2005). Kemampuan asam sitrat untuk larut dalam minyak menyebabkan peluang asam sitrat untuk bereaksi dengan tembaga menjadi lebih besar dibanding asam fosfat. Reaksi asam sitrat dengan tembaga membentuk senyawa kompleks. Reaksi tersebut dapat dilihat pada Gambar 18. 30
Asam Sitrat Tembaga Kompleks tembaga Gambar 18. Reaksi Pengkelatan Tembaga oleh Asam Sitrat (Debruyne, 2004) 3. Timbal (Pb) Proses pemurnian minyak kelapa sawit yang dilakukan menyebabkan perubahan kandungan timbal pada sampel. Kandungan timbal pada sampel minyak sawit kasar yang digunakan sebesar 0,121 mg/kg. Kandungan timbal pada sampel minyak setelah proses pemurnian antara 0,050 hingga 0,158 mg/kg dengan nilai rata-rata 0,117 mg/kg. Grafik kandungan timbal setiap sampel dapat dilihat pada Gambar 19. Gambar 19. Grafik Kandungan Timbal Setiap Sampel 31
Pada gambar di atas dapat dilihat perbandingan kandungan timbal pada sampel dengan standar kandungan timbal menurut SNI 01-3741-2002. Kandungan timbal pada minyak goreng yang diperbolehkan maksimal 0,1 mg/kg. Standar kandungan timbal pada minyak goreng untuk ekspor ke Uni Eropa maksimal 0,1 mg/kg (Maha, 2008). Standar kandungan timbal internasional lainnya dapat dilihat di Lampiran 7. Kandungan timbal pada minyak goreng untuk ekspor sama dengan SNI 01-3741-2002. Delapan dari sembilan sampel dengan perlakuan penambahan asam fosfat dan tiga dari sembilan sampel dengan perlakuan penambahan asam sitrat memenuhi syarat SNI karena mengandung timbal kurang dari 0,1 mg/kg. Sebagian besar kandungan timbal pada minyak hasil pemurnian mengalami penurunan. Kandungan timbal pada beberapa sampel minyak hasil pemurnian lebih besar dibandingkan dengan kandungan timbal pada minyak kelapa sawit kasar. Hal ini disebabkan persebaran timbal pada sampel minyak kelapa sawit diduga tidak merata. Logam tidak larut dalam minyak kelapa sawit tetapi terdapat dalam bentuk koloid. bahwa kadar asam yang ditambahkan pada taraf 0,05%, 0,125%, dan 0,2%, serta kadar bentonit yang ditambahkan pada taraf 0,8%, 1,4%, dan 2,0%, tidak berpengaruh nyata terhadap kandungan timbal pada minyak hasil pemurnian (Lampiran 6). Fungsi asam pada saat degumming selain sebagai pengkelat logam juga sebagai penghidratasi fosfatida (Shahidi, 2005). Adanya fosfatida menyebabkan banyaknya asam yang bereaksi dengan timbal berkurang sehingga perbedaan kandungan timbal pada produk akhir tidak berbeda nyata. Fungsi bentonit pada saat bleaching selain sebagai pengadsorpsi logam juga sebagai pengadsopsi karoten (Shahidi, 2005). Adanya karoten menyebabkan banyaknya bentonit yang mengadsorpsi timbal berkurang sehingga perbedaan kandungan timbal pada produk akhir tidak berbeda nyata. bahwa penggunaan jenis asam yang berbeda berpengaruh nyata terhadap kandungan timbal pada minyak hasil pemurnian (Lampiran 6). Kandungan 32
timbal pada sampel minyak hasil pemurnian dengan perlakuan asam fosfat lebih kecil dibandingkan sampel dengan perlakuan asam sitrat. Kandungan timbal pada minyak dengan penambahan asam sitrat antara 0,069 hingga 0,158 mg/kg dengan nilai rata-rata 0,112 mg/kg sedangkan kandungan timbal pada minyak yang ditambahkan asam fosfat antara 0,050 hingga 0,123 mg/kg dengan nilai rata-rata 0,076 mg/kg. Penurunan kandungan timbal pada sampel dengan perlakuan penambahan asam fosfat lebih besar dibandingkan dengan perlakuan penambahan asam sitrat. Penurunan kandungan timbal pada sampel dengan penambahan asam fosfat sebesar 36,85% sedangkan pada sampel penambahan asam sitrat sebesar 6,87%. Penurunan kandungan timbal pada masing-masing sampel relatif kecil bila dibandingkan dengan penurunan kandungan besi dan tembaga. Hal ini disebabkan sampel minyak kelapa sawit kasar yang digunakan mempunyai kandungan timbal relatif kecil. D. Aplikasi Perbaikan Proses Pemurnian Minyak Kelapa Sawit Pemurnian minyak kelapa sawit yang dilakukan pada penelitian ini dapat menurunkan kandungan logam berat. Perbandingan beberapa parameter asam sitrat dan asam fosfat dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 6. Perbandingan Asam Sitrat dan Asam Fosfat Parameter Asam sitrat Asam Fosfat Kandungan besi (Fe) rata-rata 0,356 mg/kg 1,062 mg/kg Kandungan tembaga (Cu) rata-rata 0,045 mg/kg 0,189 mg/kg Kandungan timbal (Pb) rata-rata 0,112 mg/kg 0,076 mg/kg Harga * $ 0,47/lb $ 0,38/lb *) Sumber : Anonim (2009) Dari tabel di atas dapat dilihat, sampel dengan perlakuan penambahan asam sitrat, mempunyai kandungan besi dan tembaga sesuai syarat SNI (kandungan besi maksimal 1,5 mg/kg dan kandungan tembaga maksimal 0,1 mg/kg) dan batas ekspor (kandungan besi maksimal 0,5 mg/kg dan kandungan tembaga maksimal 0,05 mg/kg). Selain itu, tiga dari sembilan sampel dengan 33
perlakuan penambahan asam sitrat, mempunyai kandungan timbal sesuai syarat SNI (kandungan timbal kurang dari 0,1 mg/kg). Asam sitrat dapat menurunkan logam berat lebih efektif dibanding asam fosfat. Asam sitrat dapat menurunkan logam berat lebih efektif dibanding asam fosfat tetapi asam sitrat mempunyai harga yang lebih tinggi dibanding asam fosfat. Oleh sebab itu, perlu dilakukan studi kelayakan untuk penggunaan asam sitrat pada pemurnian minyak kelapa sawit skala industri. 34