BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, otonomi daerah, serta akuntabilitas penyelenggaraan negara adalah tuntutan perkembangan lingkungan strategis nasional dan internasional. Lalu lintas dan angkutan jalan mempunyai peran strategis dalam mendukung pembangunan ekonomi, pengembangan wilayah dan integrasi nasional sebagai bagian dari upaya memajukan kesejahteraan umum. Oleh karena itu harus dikembangkan potensi dan perannya untuk mewujudkan keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran berlalu lintas dan angkutan jalan sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UU RI No. 22 Tahun 2009). Ketidakamanan dan ketidaktertiban dapat menyebabkan kecelakaan. Kecelakaan dapat terjadi pada setiap saat dan dimana saja. Namun kecelakaan itu lebih sering terjadi pada keadaan manusia berlalu lintas sebab lalu lintas itu terjadi hampir pada setiap detik kehidupan manusia dan terjadi dimana-mana. Kesibukan lalu lintas terjadi di darat, laut dan udara. Hingga dewasa ini perhatian masih banyak ditujukan pada lalu lintas darat walaupun masalah lalu lintas di laut dan udara tidak kalah menariknya. Karena angka kejadian dan kematian pada kecelakaan lalu lintas darat sangat tinggi, terutama dikarenakan cedera kepala. Sehingga dianggap jalan raya adalah kuburan terpanjang di dunia (Bustan, 2007).
Dalam Global Status report on Road Safety-Time for Action, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah mempublikasikan bahwa kematian akibat kecelakaan di jalan diperlakukan sebagai salah satu penyakit tidak menular dengan jumlah kematian tertinggi. WHO melaporkan pada tahun 2009 dari kajian di 178 negara, setiap tahun sekitar 1,3 juta orang meninggal dunia akibat kecelakaan lalu lintas dan 20-50 juta jiwa menderita luka/cacat dimana 90% terjadi di negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Sejak tahun 2004-2009 dilaporkan jumlah kematian akibat kecelakaan lalu lintas tidak terjadi penurunan yang signifikan. Pejalan kaki, pengemudi sepeda, dan pengemudi sepeda motor merupakan kelompok terbesar yang menjadi korban, jumlahnya hampir separuh dari total korban (DepKes RI, 2011). Jumlah tersebut di atas dipastikan akan terus bertambah menjadi 1,9 juta orang di tahun 2020 mendatang apabila tidak dilakukan apapun untuk menekan jumlah kecelakaan. Pada tahun 2030, kecelakaan lalu lintas di jalan diperkirakan menjadi penyebab kematian nomor 5 di dunia setelah penyakit jantung, stroke, paru dan infeksi saluran pernapasan. Atas keprihatinan kondisi yang ada saat ini, Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) meluncurkan Decade of Action for Road Safety (Dekade Aksi Keselamatan Jalan) dan Indonesia sangat mendukung langkah PBB tersebut. Dekade Aksi Keselamatan Jalan (DAKJ) yang memiliki rentang waktu 10 tahun (2010-2020), memiliki lima pilar yakni manajemen keselamatan jalan, infrastruktur, kendaraan yang lebih menjamin kesehatan, perilaku pengguna jalan, dan penanganan pasca kecelakaan (DepHub RI, 2011).
Berdasarkan data dari Kepolisian Republik Indonesia, selama tahun 2009 angka kecelakaan lalu lintas mencapai 57.726 kasus sedangkan pada tahun 2010 mencapai 61.606 kasus. Hal itu menunjukkan peningkatan sebesar 6,72 persen. Dimana tahun 2010 jumlah kematian akibat kecelakaan lalu lintas mencapai 31.234 jiwa. Rata-rata sebanyak 84 orang meninggal setiap harinya atau antara tiga hingga empat orang setiap jamnya. Dari jumlah tersebut 67% korban berada pada usia produktif, 22-50 tahun (DepHub RI, 2011). DKI Jakarta adalah provinsi dengan lalu lintas paling macet di Indonesia tetapi angka kematian akibat kecelakaan lalu lintas sangat tinggi di Jawa Timur. Menurut data Korps Lalu Lintas Kepolisian Republik Indonesia pada tahun 2010, dari 31.234 korban meninggal akibat kecelakaan lalu lintas di Indonesia, lebih dari 4.500 korban meninggal di Jawa Timur. Provinsi Jawa Tengah menjadi wilayah kedua dengan tingkat kematian tertinggi sekitar 4.300 jiwa, disusul oleh Provinsi Jawa Barat sekitar 4.200 jiwa. Di urutan keempat terdapat Sumatera Utara dengan korban sebanyak hampir 2.400 jiwa kemudian menyusul DKI Jakarta dengan korban 1.500 jiwa (Pramono, 2011). Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi pada Minggu, 11 Maret 2012 di Jakarta menyatakan kecelakaan lalu lintas mendominasi jumlah kecelakaan kerja yang terjadi di Indonesia. Hal ini karena sebanyak 40 persen kecelakaan kerja terjadi di jalan raya ketika para pekerja sedang berangkat kerja ataupun sepulang bekerja. Sesuai Peraturan Menteri Nomor 3 tahun 1994 Bab I pasal 1 butir 7 mengenai Jamsostek, pengertian kecelakaan kerja adalah kecelakaan berhubung dengan hubungan kerja, termasuk penyakit yang timbul karena hubungan kerja demikian pula
kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan berangkat dari rumah menuju tempat kerja dan pulang ke rumah melalui jalan biasa atau wajar dilalui (Gunawan, 2012). Kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja tahun 2010-2014 yaitu Indonesia berbudaya keselamatan dan kesehatan kerja tahun 2015. Diharapkan baik individu, masyarakat dan perusahaan sadar dan peduli akan keselamatan dan kesehatan kerja dimanapun berada karena menyadari keselamatan dan kesehatan kerja merupakan kebutuhan. Dengan demikian akan terwujudlah setiap orang berbudaya keselamatan dan kesehatan kerja, sehingga terciptalah pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja baik di rumah tangga, lingkungan masyarakat dan perusahaan/tempat kerja (Direktorat Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan Kementerian Tenaga Kerja Dan Transmigrasi RI, 2009). Keselamatan dalam berlalu lintas merupakan sesuatu hal yang harus diperhatikan dalam keselamatan kerja. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Keempat, defenisi kerja adalah melakukan sesuatu dan juga dapat diartikan sesuatu yang dilakukan untuk mencari nafkah (Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, 2008). Jadi seseorang yang sedang mengemudi atau menyeberang merupakan seseorang yang sedang melakukan kerja. Karena itu kecelakaan lalu lintas termasuk masalah yang juga harus diatasi dalam keselamatan dan kesehatan kerja. Kondisi lalu lintas di Sumatera Utara ini juga masih belum baik. Bahwa kesadaran keamanan, keselamatan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas di Sumatera Utara sampai saat ini masih tergolong rendah. Hal itu didukung dengan data kecelakaan lalu lintas di wilayah Sumatera Utara tahun 2009, yang tercatat sebanyak 3.170 kasus yang berarti per harinya terjadi 7-8 kasus kecelakaan lalu lintas dengan
korban jiwa meninggal dunia mencapai 1.571 jiwa atau tiga orang meninggal per harinya. Sementara data tahun 2010 sebanyak 3.634 kasus, artinya 8-9 kasus kecelakaan lalu lintas per hari dengan korban meninggal sebanyak 1.661 yang juga berarti 4-5 orang meninggal per harinya akibat kecelakaan lalu lintas. Data tersebut menunjukkan peningkatan kecelakaan lalu lintas yang signifikan, yakni 14,6 persen dan korban meninggal dunia juga meningkat 5,7 persen. Bahkan data yang ada menunjukkan hampir separuh dari kasus kecelakaan lalu lintas di Sumatera Utara berakibat fatal yakni meninggal dunia. Saat ini, pengguna jalan di Sumatera Utara khususnya di Kota Medan memiliki perilaku berkendaraan yang buruk yakni rendahnya kesadaran masyarakat terhadap peraturan lalu lintas yang berlaku (Irwansyah, 2011). Kejadian kecelakaan lalu lintas di Kota Medan tahun 2010 memang cenderung menurun namun angka kematian masih tinggi. Dari data yang dihimpun oleh Satuan Lalu Lintas Polresta Medan, pada tahun 2009 kecelakaan lalu lintas mencapai 1055 kasus dengan korban meninggal sebanyak 227 orang, luka berat sebanyak 846 orang dan luka ringan 577 orang. Sedangkan pada tahun 2010 terjadi 840 kasus kecelakaan lalu lintas dengan korban meninggal sebanyak 179 orang, luka berat sebanyak 800 orang dan luka ringan sebanyak 414 orang (Ridin, 2011). Potret buruk dalam berlalu lintas dengan angka kecelakaan lalu lintas darat yang angka kematiannya tinggi, membuat kecelakaan lalu lintas darat menjadi beban kesehatan masyarakat. Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui faktor-faktor penyebab kecelakaan lalu lintas di Kota Medan tahun 2010 sehingga selanjutnya dilakukan upaya pencegahan.
1.2. Perumusan Masalah Dari latar belakang di atas, yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apa saja faktor-faktor penyebab kecelakaan lalu lintas di Kota Medan tahun 2010. 1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum Adapun tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menggambarkan faktorfaktor penyebab kecelakaan lalu lintas yang terjadi di Kota Medan tahun 2010. 1.3.2. Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui tindakan tidak aman dari pengemudi penyebab kecelakaan 2. Untuk mengetahui tindakan tidak aman dari penumpang penyebab kecelakaan 3. Untuk mengetahui tindakan tidak aman dari pejalan kaki penyebab kecelakaan 4. Untuk mengetahui kondisi tidak aman dari kendaraan penyebab kecelakaan lalu lintas di Kota Medan tahun 2010. 5. Untuk mengetahui kondisi tidak aman dari lingkungan fisik penyebab kecelakaan 6. Untuk mengetahui karakteristik pengemudi, pelaku kecelakaan lalu lintas di Kota Medan tahun 2010.
7. Untuk mengetahui karakteristik kecelakaan lalu lintas menurut waktu, hari, bulan, lokasi, cuaca, volume lalu lintas dan jenis kendaraan di Kota Medan tahun 2010. 8. Untuk mengetahui jenis kecelakaan lalu lintas menurut jumlah kendaraan, jenis tabrakan dan akibat kecelakaan 1.4. Manfaat Penelitian 1. Sebagai bahan masukan bagi pihak yang berkompeten (terkait) tentang faktorfaktor penyebab kecelakaan lalu lintas di Kota Medan dalam upaya pencegahan kecelakaan lalu lintas. 2. Sebagai informasi bagi pengguna jalan tentang faktor-faktor penyebab kecelakaan lalu lintas (tindakan dan kondisi tidak aman) di Kota Medan agar tetap waspada dan mematuhi peraturan di dalam berlalu lintas. 3. Sebagai sarana meningkatkan wawasan dan pengetahuan penulis dalam menerapkan ilmu yang telah diperoleh selama perkuliahan. 4. Sebagai bahan masukan bagi mereka yang ingin melakukan penelitian selanjutnya dan referensi bagi perpustakaan FKM USU.