VII. ANALISIS TINGKAT KESEJAHTERAAN PEDAGANG DI TAMAN MARGASATWA RAGUNAN. 7.1 Pengaruh TMR terhadap Terciptanya Lapangan Usaha

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Lampiran 1. Lokasi Tempat Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

POTRET TINGKAT KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA PEMBUDIDAYAIKAN DI CIGANJUR JAKARTA SELATAN

ANALISIS TINGKAT KESEJAHTERAAN PEDAGANG IKAN SEGAR AIR TAWAR DI PASAR KIARACONDONG

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional ini mencakup pengertian yang

3 METODOLOGI PENELITIAN

4 TINGKAT KESEJAHTERAAN NELAYAN

BAB VI KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN RUMAHTANGGA PETANI PESERTA PROGRAM PEMBERDAYAAN PETANI MELALUI TEKNOLOGI DAN INFORMASI PERTANIAN (P3TIP)

I. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. para ahli yang berkaitan dengan topik-topik kajian penelitian yang terdapat dalam

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional ini mencakup pengertian yang

IDENTIFIKASI TINGKAT KEKUMUHAN DAN POLA PENANGANAN YANG TEPAT DI KAWASAN KUMUH KELURAHAN TANJUNG KETAPANG TAHUN 2016

PENGARUH KETIMPANGAN GENDER TERHADAP TINGKAT KEMISKINAN PADA RUMAH TANGGA BURUH TANI

Gambar 1 Kerangka pemikiran metodologi penelitian.

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

KUESIONER PERAN IBU. Lampiran:

14 KRITERIA MISKIN MENURUT STANDAR BPS ; 1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8m2 per orang.

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Untuk memberikan arah jalannya penelitian ini akan disajikan beberapa pendapat

RINGKASAN EKSEKUTIF HASIL PENDATAAN SUSENAS Jumlah (1) (2) (3) (4) Penduduk yang Mengalami keluhan Sakit. Angka Kesakitan 23,93 21,38 22,67

III. METODELOGI PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional ini mencakup pengertian yang

I. PENDAHULUAN. dan pada umumnya penduduk negara ini tinggal di daearah pedesaan yang bekerja

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 28 TAHUN 2013 TENTANG INDIKATOR KELUARGA MISKIN DI KABUPATEN BANYUWANGI

BAB V STATUS GIZI BALITA DAN LINGKUNGAN RENTAN GIZI DI DESA PECUK. A. Gambaran Status Gizi Baik Balita di Desa Pecuk

Mangrove dan Pesisir Vol. III No. 3/

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

Lampiran 1 KUISIONER PENELITIAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA HUTAN OLEH MASYARAKAT DESA BUNIWANGI KECAMATAN PELABUHAN RATU KABUPATEN SUKABUMI

VIII. ANALISIS DAMPAK EKONOMI KEBERADAAN WISATA ALAM HUTAN WISATA PUNTI KAYU PALEMBANG

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS

PADUAN WAWANCARA PENELITIAN. : Fenomena Kemiskinan Pada Masyarakat Petani Sawah. : Desa Karang Anyar Kecamatan Jati Agung

BAB IV GAMBARAN UMUM DESA POLOBOGO

GAMBARAN UMUM KARAKTERISTIK RESPONDEN Gambaran Umum Pengunjung (Wisatawan) ada pengunjung yang berasal dari luar negeri (wisatawan mancanegara)

SURVEI KOMUTER MEBIDANG 2015

SURVEI DEMOGRAFI DAN KESEHATAN INDONESIA 2012 DAFTAR RUMAH TANGGA I. PENGENALAN TEMPAT II. KUNJUNGAN PETUGAS TANGGAL BULAN

BAB I PENDAHULUAN. Masalah ini menjadi perhatian nasional dan penanganannya perlu dilakukan

PROFIL KECAMATAN TOMONI 1. KEADAAN GEOGRAFIS


IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Kelurahan Penjaringan terletak di Kecamatan Penjaringan, Kotamadya

MARGINALISASI PEREMPUAN DALAM INDUSTRIALISASI PEDESAAN

V. PASAR TRADISIONAL KOTA BOGOR

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. perbedaan fenomena geosfer dengan sudut pandang kelingkungan, kewilayahan,

BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT

ANALISIS PENDAPATAN DAN TINGKAT KESEJAHTERAAN MASYARAKAT NELAYAN DANAU PULAU BESAR DAN DANAU BAWAH DI KECAMATAN DAYUN KABUPATEN SIAK PROPINSI RIAU

I. PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan sektor penunjang pertumbuhan ekonomi sebagai

'8~ ~ 'P~ 'Pol. 11?1. 1P> TINGKAT KESEJAHTERAAN NELAYAN BAGAN MOTOR TELUK BANTEN, KABUPATEN SERANG, PROVINSI BANTEN

BAB VI. KARAKTERISTIK PEDAGANG MARTABAK KAKI LIMA DAN WARUNG TENDA PECEL LELE DI KOTA BOGOR

Gambar 4. Kerangka Habitat Equivalency Analysis V. GAMBARAN UMUM WILAYAH. Wilayah penelitian pada masyarakat Kecamatan Rumpin secara

Artikel ini sudah dipublikasikan di Jurnal Agribis, Vol 3 No 1, Januari 2011 Hal

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH MARET 2014

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 29 TAHUN 2016 T E N T A N G INDIKATOR LOKAL KELUARGA MISKIN DI KABUPATEN CIAMIS

SENSUS PENDUDUK 1980

VI. ALOKASI WAKTU KERJA, KONTRIBUSI PENDAPATAN, DAN POLA PENGELUARAN RUMAHTANGGA PETANI LAHAN SAWAH

KLASIFIKASI INDUSTRI A. Industri berdasarkan klasifikasi atau penjenisannya 1. Aneka industri 2. Industri mesin dan logam dasar

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI

III. METODOLOGI PENELITIAN. untuk mendapatkan data dan melakukan analisis terhadap tujuan penelitian.

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Geografi adalah ilmu yang mempelajari persamaan dan perbedaan fenomena geosfer dengan

VII. KEMISKINAN DI TINGKAT RUMAHTANGGA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

GAMBARAN UMUM. dan berpenduduk jiwa dengan luas wilayah 90,58 km 2. Kecamatan Raman. Utara memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut :

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam melakukan kegiatan sehingga juga akan mempengaruhi banyaknya

PERMOHONAN BANTUAN UANG DUKA. Kepada Yth. BUPATI KUDUS Melalui Kepala Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Kudus

Daftar Pertanyaan Kuesioner


PROFIL KEMISKINAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA SEPTEMBER 2015

METODE PENELITIAN. Jenis dan sumber data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah sebagai

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Pengertian Geografi menurut Ikatan Geografi Indonesia (IGI) dalam Sumadi

Lampiran 1. Peta Rencana Pola Ruang Pantai Selatan

PROVINSI JAWA TENGAH

I. PENDAHULUAN. obyek wisata yang apabila dikelola dengan baik akan menjadi aset daerah bahkan

BAB I PENDAHULUAN. keterbukaan sosial dan ruang bagi debat publik yang jauh lebih besar. Untuk

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Unit Penangkapan Payang Alat tangkap

FORM WAWANCARA PROGRAM KELUARGA HARAPAN 2011

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN SEPTEMBER 2012

I. FAKTOR INTERNAL RESPONDEN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. a) Letak, Luas, dan Batas Daerah Penelitian

V. GAMBARAN UMUM. Desa Lulut secara administratif terletak di Kecamatan Klapanunggal,

PROFIL DESA. Profil Kelurahan Loji. Kondisi Ekologi

Baru dapat 1,5 kilogram kotor, kata Tarsin dalam bahasa Jawa, akhir Maret lalu.

KEMENTRIAN AGAMA INSTITUT HINDU DHARMA NEGERI DENPASAR

VIII. DAMPAK EKONOMI KEBERADAAN LOKASI TAMAN WISATA TIRTA SANITA Analisis Dampak Ekonomi Kegiatan Wisata Taman Wisata Tirta Sanita

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. konteks keruangan. Kajian geografi terbagi menjadi dua yaitu geografi fisik yang

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. 1. Kaitan Antara Geografi Ekonomi Dengan Usaha Petani Singkong

V. GAMBARAN UMUM. permukaan laut, dan batas-batas wilayah sebagai berikut : a) Batas Utara : Kabupaten Banyuasin

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

BERITA RESMI STATISTIK

Daftar Tabel. halaman. Bab I Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya A. Lahan dan Hutan

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. ahli dan lembaga-lembaga yang berkaitan dengan penelitian ini.

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Gambaran Umum Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Bandar Lampung

PROFIL KEMISKINAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

BAB 5 KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN. dengan lingkungannya yang baru.

VI. KARAKTERISTIK PENGUNJUNG TAMAN WISATA ALAM GUNUNG PANCAR. dari 67 orang laki-laki dan 33 orang perempuan. Pengunjung TWA Gunung

BAB I PENDAHULUAN. oleh orang dewasa. Hal ini disebabkan oleh anak-anak yang dianggap masih

IV. GAMBARAN UMUM. A. Kondisi Geografis Kota Yogyakarta memiliki luas sekitar 32,5 km 2 atau 1,02 % dari luas

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. diperbaharui, karena memiliki proses pembentukan yang cukup lama serta

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG

Transkripsi:

VII. ANALISIS TINGKAT KESEJAHTERAAN PEDAGANG DI TAMAN MARGASATWA RAGUNAN 7. Pengaruh TMR terhadap Terciptanya Lapangan Usaha Keberadaan pariwisata memberikan dampak postif bagi pengelola, pengunjung, pedagang, dan pemerintah daerah setempat. Hal ini juga berlaku pada TMR tidak hanya memberikan dampak positif sebagai hutan kota yang masih ada di Jakarta, tempat wisata bagi masyarakat yang ingin berlibur tetapi juga memberikan dampak ekonomi berupa terciptanya lapangan pekerjaan. Salah satu dampak postif adanya TMR yaitu terciptanya lapangan pekerjaan. Lapangan pekerjaan yang tercipta berupa kesempatan masyarakat sekitar untuk membuka unit usaha. TMR memiliki berbagai unit usaha baik barang maupun jasa. Kepemilikan unit usaha di kawasan TMR berasal dari masyarakat sekitar dan pihak swasta. Taman Margasatwa Ragunan memiliki unit usaha baik barang maupun jasa, antara lain yaitu: jasa foto, penyewaan sepeda, makanan, minuman, cenderamata, aksesoris, boneka, dan mainan anak. Adapun yang menjadi fokus penelitian mengenai analisis pendapatan pedagang yaitu pedagang yang memiliki unit usaha seperti: pecel, kios minuman, es krim, aksesoris dan mainan anak, boneka, rumah makan, dan kerak telor. Pada kegiatan berdagang, pemilik unit usaha menempati tempattempat yang telah disediakan pihak pengelola TMR dan tidak diperkenankan berkeliling menjual barang dan jasa. Peraturan tersebut dibuat bertujuan memberikan kenyamanan pengunjung dalam melakukan kegiatan wisata. Informasi mengenai jumlah unit usaha di TMR yang telah disebutkan selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 8. 87

Tabel 8. Unit Usaha di Taman Margasatwa Ragunan Jenis Unit Usaha Jumlah Unit Usaha Presentase(%) Pecel 0 9.85 Kios Minuman 8 0. Es Krim 5.68 Aksesoris & Mainan Anak. Boneka 8.89 Rumah Makan 5 8.8 Kerak Telor.5 Jumlah 76 00 Sumber: Subbagian Tata Usaha Taman Margasatwa Ragunan, 0 7. Karakteristik Responden Pedagang di TMR Pedagang yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah mereka yang memiliki unit usaha resmi di TMR dan telah berumahtangga. Penentuan jumlah responden menggunakan rumus slovin didapat responden berjumlah 7 dari 76 unit usaha. Adapun responden pedagang terdiri dari 0 pedagang pecel, 9 pedagang minuman, pedagang es krim, 9 pedagang aksesoris dan mainan anak, pedagang boneka, 5 pemilik rumah makan, 5 pedagang kerak telor. Pada Tabel 9 mengenai karakteristik responden pedagang dapat diketahui bahwa mayoritas pedagang berjenis kelamin perempuan sebanyak 6 orang (6.0 %) dari total responden dan berjenis kelamin lakilaki sebanyak 7 orang (6.99%). Usia responden berkisar antara 8 sampai 67 tahun. Mayoritas pedagang berusia 7 sampai 7 tahun yaitu sebanyak 5 orang (.5%) sedangkan kelompok usia yang paling sedikit yaitu 58 sampai 67 tahun sebanyak 6 orang (8.%). Lama usaha yang telah dijalankan responden mulai dari tahun hingga ada yang sudah berjualan selama 0 tahun. Sebagian besar responden telah berjualan selama 6 sampai 0 tahun dengan jumlah responden sebanyak 6 orang (5.6%) dari total responden. Sedangkan jumlah responden sedikit yang telah berjualan selama lebih dari 5 tahun yaitu hanya sebanyak 5 orang (6.85%). Dilihat dari tingkat pendidikan sebagian besar responden berlatar belakang SLTA 88

yaitu sebanyak 6 orang (5.6%) dan yang hanya sedikit sekali yang tingkat pendidikan terkhir S dan diploma dengan masingmasing orang (.7%). Jumlah anggota keluarga yang dimiliki responden berkisar dari sampai 7 orang. Sebagian besar responden memiliki anggota keluarga sebanyak sampai orang dengan presentase 6.8% atau 7 orang. Sedangkan paling sedikit responden yang memiliki anggota keluarga sebanyak 7 sampai 8 orang dengan presentase.% atau orang. Lebih jelasnya dapat dilihat pada Lampiran 8. Tabel 9. Karakteristik Responden Pedagang di TMR Kriteria Jumlah (orang) Presentase (%) Jenis Kelamin Lakilaki 7 6.99 Perempuan 6 6.0 Total 7 00 Usia 77 tahun 5.5 87 tahun.5 857 tahun 9 6.0 5867 tahun 6 8. Total 7 00 Lama Usaha < 5 tahun 9 6.0 60 tahun 6 5.6 5 tahun 9. 60 tahun 0.69 5 tahun 5.8 > 5 tahun 5 6.85 Total 7 00 Tingkat Pendidikan SD 5.5 SLTP 0 7.9 SLTA 6 5.6 Diploma.7 S.7 Total 7 00 Jumlah Anggota Keluarga orang 5.8 orang 7 6.8 56 orang 9 6.0 78 orang. Total 7 00 Sumber: Data Primer, 0 89

7. Pendapatan Responden Rumah Tangga Pedagang Pendapatan rumah tangga adalah jumlah pendapatan yang diperoleh dari hasil kerja anggota rumah tangga (suami, istri, dan anak). Pendapatan yang diperoleh pedagang bisa juga berasal dari unit usaha yang dimilik atau diluar unit usaha. Sebagian besar pedagang yang berjenis kelamin perempuan menjalankan unit usaha untuk membantu suaminya yang juga bekerja mencari nafkah. Ratarata pendapatan pedagang dari unit usahanya masingmasing sebesar Rp 8,,05.9 per tahunnya. Pendapatan pedagang di TMR berkisar antara Rp 5.500.000,00 sampai Rp 65.000.000,00 per tahun. Pendapatan terkecil berasal dari unit usaha es krim sedangkan pendapatan terbesar berasal dari unit usaha boneka. Pendapatan per tahun tiaptiap unit usaha dapat dilihat pada Lampiran 9. Berdasarkan Tabel 0 pendapatan ratarata per tahun unit usaha yang ada di TMR. Pendapatan ratarata per tahun paling besar berasal dari unit usaha boneka yaitu sebesar Rp 98,6,000.00(,0%). Pendapatan ratarata per tahun terbesar berasal dari unit usaha boneka karena pedagang boneka memiliki keuntungan yang paling besar dibandingkan unit usaha lainnya dari setiap produk yang terjual. Sedangkan pendapatan ratarata per tahun terkecil berasal dari unit usaha es krim yaitu sebesar Rp.6.66,6 (,79%). Hal ini disebabkan karena pedagang es krim memiliki keuntungan yang paling kecil tiap harinya dibandingkan unit usaha lainnya. Sebagian besar pedagang es krim biasanya hanya berjualan pada hari sabtu dan minggu serta hari libur nasional, mereka tidak berjualan di hari biasa karena sangat sepinya pembeli. Menurut mereka alasan untuk tidak berjualan di hari biasa karena keuntungan yang diperoleh pada hari biasa tidak sebanding dengan biaya dan curahan waktu kerja yang dikeluarkan mereka. 90

Tabel 0. Ratarata Pendapatan Per Tahun Unit Usaha No. Jenis Usaha Ratarata Pendapatan per tahun (Rp) Presentase (%) Boneka 98,6,000.00,0 Kerak Telor,98,0., Minuman 8,,69.6,9 Es Krim,6,66.6,80 5 PKL,577,666.67 0,6 6 Rumah Makan 6,,8. 0,96 7 Pecel 6,,577.78 8,60 Jumlah 06,0,77.0 00 Sumber: Data Primer, 0 7.. Kontribusi Usaha Pariwisata terhadap Tingkat Pendapatan Rumah Tangga Pedagang Pendapatan rumah tangga pedagang adalah pendapatan seluruh anggota keluarga yang terdiri dari suami, istri, dan anak. Sumber pendapatan pada rumah tangga pedagang pada penelitian ini berasal dari unit usaha di TMR dan di luar unit usaha. Sebagian besar responden pedagang menjadikan usaha pariwisata sebagai sumber utama pendapatan sedangkan lainnya menjadikan usaha pariwisata sebagain pekerjaan sampingan. Sumber pendapatan responden pedagang berasal dari pendapatan suami atau istri dan anak yang telah bekerja. Sumber pendapatan lain berasal dari kiriman uang dari anak yang tidak lagi hidup bersama dalam satu rumah. Adapun pendapatan ratarata pedagang per tahun dapat dilihat pada Tabel dan Lampiran 9. Tabel. Ratarata Pendapatan Rumah Tangga Pedagang Menurut Sumber Pendapatan Sumber Pendapatan Ratarata Pendapatan Rumah Presentase Tangga (Rp per Tahun) (%) Unit Usaha Pariwisata Non Unit Usaha Pariwisata 8,,05.9 0,86,07.0 65,05,95 Total 58,67,. 00 Sumber: Data Primer, 0 9

Pada Tabel, dapat diketahui bahwa ratarata pendapatan rumah tangga pedagang sebesar Rp 58.67.,. Sumber pendapatan dari unit usaha di TMR lebih besar dibandingkan dengan di luar unit usaha yaitu sebesar Rp 8..05,9. Kontribusi unit usaha sebagian besar memiliki presentase di antara 70,0 00,00% hal ini mengindikasikan unit usaha pariwisata sebagai sumber utama pendapatan rumah tangga. Hal ini dapat disimpulkan juga bahwa sebagain besar pedagang di TMR menjadikan unit usaha pariwisata sebagai mata pencaharian pokok rumah tangga mereka. Pada Tabel dapat diketahui tipologi usaha berdasarkan kontribusi usaha pariwisata yaitu: sebanyak 6 orang (9,%) menjadikan usaha pariwisata di TMR sebagai usaha pokok, sebanyak 9 orang (9,7%) sebagai cabang usaha, dan 8 orang (0,96%) sebagai usaha sambilan. Tabel. Kontribusi Unit Usaha Pariwisata di TMR terhadap Pendapatan Pedagang Kontribusi Unit Usaha Pariwisata di TMR terhadap Pendapatan Pedagang (%) 0,000,00 0,070,00 70,000,00 Responden Keluarga Pedagang 8 9 6 Presentase (%) 0,96 9,7 9, Total 7 00 Sumber: Data Primer, 0 7. Pengeluaran Responden Rumah Tangga Pedagang Pengeluaran atau konsumsi per kapita per tahun responden pedagang dapat dibedakan menjadi dua, yaitu konsumsi pangan dan non pangan. Konsumsi pangan merupakan pengeluaran rumah tangga untuk membeli bahan makanan. Sedangkan konsumsi non pangan merupakan pengeluaran rumah tangga untuk sandang, keperluan mandi dan mencuci, bayar hutang, sewa, retribusi, biaya pendidikan, listrik, air, tagihan telepon, dan lainlain. 9

Ratarata pengeluaran per kapita per tahun responden rumah tangga pedagang adalah sebesar Rp 7.879.65,05. Adapun pengeluaran per kapita per tahun responden rumah tangga pedagang berkisar dari Rp.80.000,00 sampai Rp 9.0.000,00. Pengeluaran per kapita per tahun terkecil berasal dari keluarga responden pedagang es krim dan terbesar berasal dari keluarga responden pedagang boneka (Lampiran ). 7.5 Indikator Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga Responden Pedagang Peniliaian tingkat kesejahteraan rumah tangga responden menggunakan kriteria Badan Pusat Statisik (BPS) dalam SUSENAS 99 yang dimodifikasi, yaitu dengan memasukkan kriteria kemiskinan Sajogyo dan kriteria kemiskinan Direktorat Jenderal Tata Guna Tanah. Indikator kesejahteraan yang diukur menurut BPS pada SUSENAS 99 yang dimodifikasi antara lain yaitu pendapatan rumah tangga per tahun, konsumsi rumah tangga per bulan, keadaan tempat tinggal, fasilitas tempat tinggal, kesehatan anggota rumah tangga, kemudahan mendapatkan pelayanan kesehatan, kemudahan memasukkan anak ke jenjang pendidikan, kemudahan mendapatkan fasilitas transportasi, kehidupan beragama, rasa aman dari gangguan tindak kejahatan, dan kemudahan dalam melakukan olahraga. 7.5. Pendapatan Rumah Tangga dengan Kriteria Kemiskinan Direktorat Jenderal Tata Guna Tanah Kriteria kemiskinan menurut Direktorat Jenderal Tata Guna Tanah menggunakan pendekatan pendapatan per kapita per tahun responden rumah tangga pedagang yang dibandingkan dengan konsumsi kebutuhan sembilan bahan pokok dalam setahun sesuai harga yang berlaku di daerah penelitian. 9

Sembilan bahan pokok yang dihitung adalah 00 kg beras, 5 kg ikan asin, 6 kg gula pasir, 6 kg minyak goreng, 60 liter minyak tanah, 9 kg garam, 0 batang sabun, meter tekstil kasar, dan meter batik kasar. Berdasarkan harga sembilan bahan pokok yang berlaku pada saat penelitian, jumlah nilai sembilan bahan pokok tersebut adalah Rp..000,00. Hargaharga Sembilan pokok dapat dilihat pada lampiran 9. Pendapatan per kapita per tahun responden pedagang diperoleh dari pendapatan per tahun dari unit usaha pariwisata di TMR ditambah pendapatan per tahun diluar unit usaha pariwisata dibagi dengan jumlah anggota keluarga yang ada dirumah. Pendapatan per kapita per tahun rumah tangga yang diteliti berdasarkan kriteria yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Tata Guna Tanah. Kriteria tersebut yaitu: Tidak Miskin, jika pendapatan per kapita per tahun bernilai lebih dari Rp.6.000,00 (di atas 00% dari harga sembilan bahan pokok), Hampir miskin, jika pendapatan per kapita per tahunlebih dari Rp.95.70,00 sampai Rp.6.000,00 (500% dari harga Sembilan bahan pokok), Miskin, jika pendapatan per kapita per tahun antara Rp.7.500,00 sampai Rp.95.70,00 (755% dari harga sembilan bahan pokok), dan Miskin Sekali, jika pendapatan per kapita per tahun kurang dari Rp.7.500,00 (di bawah 75% dari harga sembilan bahan pokok). Ratarata pendapatan per kapita per tahun mereka adalah sebesar Rp 5.0.9,9. Hal ini dapat dilihat pada Tabel dan secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 0. Responden pedagang yang termasuk kategori tidak miskin sebanyak 68 keluarga (9,5%), hampir miskin sebanyak keluarga (5,8%), dan satu keluarga yang termasuk dalam kategori miskin (,7%). 9

Tabel. Tingkat Kemiskinan Responden Pedagang Menurut Direktorat Jenderal Tata Guna Tanah Jumlah No. Kriteria Responden (keluarga).... Tidak Miskin (pendapatan per kapita per tahun > Rp.6.000,00) Hampir miskin (pendapatan per kapita per tahun lebih dari Rp.95.70,00 s.d Rp.6.000,00) Miskin (pendapatan per kapita per tahun antara Rp.7.500,00 s.d Rp.95.70,00) Miskin sekali (pendapatan per kapita per tahun < Rp.7.500,00) 68 Presentase (%) 9,5 5,8,7 Jumlah 7 00 Sumber: Data Primer, 0 7.5. Pengeluaran Rumah Tangga dengan Kriteria Kemiskinan Sajogyo Pengeluaran rumuah tangga menurut kriteria kemiskinan Sajogyo adalah pengeluaran per kapita per tahun. Pengeluaran per kapita per tahun diperoleh dengan cara membagi total pengeluaran per tahun dengan jumlah anggota keluarga. Kriteria kemiskinan Sajogyo berdasarkan nilai jumlah beras per tahun yang dibandingkan dengan pengeluaran per kapita per tahun dari rumah tangga. Harga beras ditentukan dari harga ratarata beras dipasaran pada saat penelitian yaitu sebesar Rp 8.000,00 per kilogram. Konsep kemiskinan Sajogyo mempunyai empat kriteria yaitu: Tidak Miskin, jika pengeluaran per kapita per tahun lebih besar dari Rp.80.000,00 (konsumsi per kapita per tahun > 80 kg beras), Miskin, jika pengeluaran per kapita per tahun lebih dari Rp.880.000,00 sampai Rp.80.000,00 (konsumsi per kapita per tahun lebih dari 6080 kg beras), Miskin Sekali, jika pengeluaran per kapita per tahun antara Rp.90.000,00 sampai Rp.880.000,00 (konsumsi per kapita per tahun antara 0 95

60 kg beras), Paling Miskin, jika pengeluaran per kapita per tahun kurang dari Rp.90.000,00 (konsumsi per kapita per tahun < 0 kg beras). Tabel. Tingkat Kemiskinan Responden Pedagang Menurut Sajogyo No. Kriteria Jumlah Responden keluarga Presentase (%).. Tidak miskin (pengeluaran per kapita per tahun > Rp.80.000,00) Miskin (Pengeluaran per kapita lebih 65 6 89,0 8, dari Rp.880.000,00 s.d Rp.80.000,00). Miskin sekali (pengeluaran per,7 kapita per tahun antara Rp.90.000,00 s.d Rp.880.000,00). Paling miskin (pengeluaran per kapita per tahun < Rp.90.000,00) Jumlah 7 00 Sumber: Data Primer, 0 Berdasarkan Tabel dan Lampiran pengeluaran per kapita per tahun responden pedagang ratarata sebesar Rp 7,879,65.05. Hal ini menunjukkan sebagian besar responden pedagang termasuk dalam kategori tidak miskin. Berdasarkan Tabel diketahui bahwa responden pedagang yang termasuk kategori tidak miskin berjumlah 65 keluarga (89,0%), kategori miskin sebanyak 6 keluarga (8,%), dan kategori miskin sekali berjumlah keluarga (,7%). 7.5. Keadaan Tempat Tinggal Indikator keadaan tempat tinggal terdiri dari beberapa unsur, yaitu: jenis atap, bilik, status kepemilikan, jenis lantai, dan luas lantai. Keadaan tempat tinggal dibedakan menjadi tiga, yaitu permanen (skor 5), semi permanen (skor 0), dan non permanen skor (59). Berdasarkan Lampiran diketahui bahwa keadaan tempat tinggal responden pedagang yaitu sebagian besar permanen sebanyak 7 keluarga (97,6%) dan semi permanen sebanyak keluarga (,7%).Adapun indikator tempat tinggal dapat dilihat pada Tabel 5. 96

Tabel 5. Indikator Keadaan Tempat Tinggal Rumah Tangga Pedagang Jumlah Kriteria Skor % Responden. Atap Genting Asbes Seng Sirap Daun. Bilik Tembok Setengah tembok Kayu Bambu Kayu Bambu. Status Milik sendiri Sewa Menumpang. Lantai Porselin Ubin Plester Papan Tanah 5. Luas Bangunan Luas (>00m ) Sedang (5000m ) Sempit (<50m ) Sumber: Data Primer, 0 5 6 6 9. 9..7 Total 7 00 5 7 97.6.7.7 Total 7 00 5 6 5 7..9 6.85 Total 7 00 5 6 7. 8.9 9.59.7 Total 7 00 7 9.8.8 6.99 Total 7 00 Berdasarkan data dan hasil yang diperoleh pada Tabel 5, maka dapat diambil suatu informasi berdasarkan jumlah terbanyak pada masingmasing unsurunsur keadaan tempat tinggal. Hasil yang diperoleh yaitu sebanyak 6 responden (9,%) menggunakan genting sbagai atapnya dan 6 responden (9,%) juga menggunakan asbes sebagai atap rumahnya. Sebanyak 7 responden (97,6%) menggunakan tembok sebagai bilik rumah. Sebanyak 5 97

responden (7,%) mengakui rumah yang ditempatinya adalah milik sendiri. Sebanyak 6 responden (8,9%) menggunakan ubin sebagai lantai rumahnya. Sebanyak responden (%) memiliki rumah dengan luas berkisar antara 50 00 m. 7.5. Fasilitas Tempat Tinggal Fasilitas tempat tinggal yang dimiliki juga dapat dijadikan status sosial ekonomi rumah tangga selain keadaan tempat tinggal. Unsurunsur yang ada di dalam indikator ini yaitu: luas pekarangan rumah, fasilitas hiburan, alat pendingin, sumber penerangan, bahan bakar, sumber air, dan fasilitas MCK yang dimilki. Fasilitas tempat tinggal terbagi menjadi tiga kategori yaitu lengkap (skor 7), Cukup (skor 0), dan kurang (skor 7). Berdasarkan pada Tabel 6 dan Lampiran diketahui bahwa sebanyak 7 responden (98,6%) memiliki fasilitas tempat tinggal yang lengkap dan hanya responden (,7%) yang fasilitas tempat tinggal yang cukup. Tabel 6. Indikator Fasilitas Tempat Tinggal Rumah Tangga Pedagang Kriteria Skor Jumlah Responden %. Luas Pekarangan Luas (>00m ) Sedang (5000m ) Sempit (<50m ). Hiburan DVD/VCD Player TV Tape recorder Radio. Pendingin AC Lemari Es Kipas Angin Alam. Penerangan Listrik Petromax Lampu tempel 7 6. 9.59 86.0 Total 7 00 8 7 8 9 6.97.0 0..9 Total 78 00 56 70 7.97 7.59.8 5.96 Total 0 00 7 00 98

5. Bahan Bakar Gas Minyak Tanah Kayu 6. Sumber Air PAM Sumur bor Sumur Mata Air Hujan Sungai 7. MCK Kamar mandi sendiri Umum Sungai Kebun Total 7 00 7 98.6.7 Total 7 00 6 5 5 5 6 6.85 7..9 Total 7 00 7 98.6.7 Total 7 00 Sumber: Data Primer, 0 7.5.5 Kesehatan Anggota Rumah Tangga Indikator ini melihat seberapa banyak anggota rumah tangga yang sakit dalam satu bulan. Jika dalam satu bulan terdapat kurang dari 5% dari seluruh anggota rumah tangga sering sakit termasuk dalam kategori bagus (skor), 5 50% sering sakit termasuk kategori sedang (skor ), dan jika lebih dari 50% sering sakit maka termasuk dalam kategori kurang (skor ). Berdasarkan data yang diperoleh dapat dilihat pada Lampiran 7 menunjukkan kesehatan keluarga responden pedagang termasuk dalam kategori yaitu: bagus sebanyak 66 responden (90.%), kategori sedang sebanyak 6 responden (8,%), dan kurang sebanyak responden (,%). 7.5.6 Kemudahan Mendapatkan Pelayanan Kesehatan Kemudahan mendapatkan pelayanan kesehatan meliputi beerapa aspek yaitu: jarak ke rumah sakit dari tempat tinggal, jarak ke poliklinik, biaya berobat, penanganan berobat, kemudahan mendapatkan alat KB, kemudahan konsultasi KB, dan harga obat. Indikator ini masuk ke dalam salah satu yang menilai 99

bagaimana tingkat kesejahteraan rumah tangga pedagang. Adapun kriteriakriteria yang termasuk dalam indikator kemudahan mendapatkan pelayanan kesehatan tersaji pada Tabel 7. Tabel 7. Indikator Kemudahan Kemudahan Mendapatkan Pelayanan Kesehatan Bagi Rumah Tangga Pedagang Jumlah Kriteria Skor % Responden. Jarak RS terdekat 0 km 0,0 km > km Tidak ada. Jarak ke poliklinik 0 km 0,0 km > km Tidak ada. Biaya berobat Terjangkau Cukup terjangkau Sulit terjangkau. Penanganan berobat Baik Cukup Kurang 5. Alat KB Mudah didapat Cukup mudah Sulit 6. Konsultasi KB Mudah Cukup Sulit 7. Harga obat Terjangkau Cukup terjangkau Sulit terjangkau 0.09 58.90 Total 7 00 6 8.56 6. Total 7 00 5 8 7..66. Total 7 00 5 8 7.60.66.7 Total 7 00 69 9.5 5.8 Total 7 00 66 7 90. 9.59 Total 7 00 5 9 7.60 6.0.7 Total 7 00 Sumber: Data Primer, 0 00

Kategori mendapatkan pelayanan kesehatan terbagi menjadi tiga, yaitu: mudah (skor 8%), cukup (skor 7), dan sulit (skor 8). Berdasarkan Tabel 8 dan perhitungan pada Lampiran, dapat diketahui bahwa sebanyak 0 responden (5,79%) mengatakan mudah mendapatkan pelayanan kesehatan, sebanyak responden (,8%) mengatakan cukup mudah dan sebanyak responden (,7%) mengatakan sulit mendapatkan pelayanan kesehatan. 7.5.7 Kemudahan Memasukkan Anak ke Jenjang Pendidikan Indikator kemudahan memasukkan anak ke suatu jenjang pendidikan terdiri dari biaya sekolah, jarak ke sekolah, prosedur penerimaan. Pada indikator ini digolongkan menjadi tiga kategori yaitu: mudah (skor 80), cukup (skor 67), dan sulit (skor 5). Indikator tersebut dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Indikator Kemudahan Memasukkan Anak ke Jenjang Pendidikan Bagi Rumah Tangga Pedagang Kriteria Skor Jumlah % Responden. Biaya sekolah Terjangkau 0.09 Cukup terjangkau 9 9.7 Sulit terjangkau 5.07 Belum sekolah 0.. Jarak ke sekolah 0 km 0,0 km > km Tidak ada Belum sekolah. Prosedur Penerimaan Mudah Cukup Sulit Belum sekolah Total 7 00 0 6 6.57 9.. Total 7 00 0 6 7 8.56 9.59.7. Total 7 00 Sumber: Data Primer, 0 0

Pada Tabel 8 diketahui bahwa sebagian besar untuk biaya sekolah sebanyak 0 responden (,09%) mengatakan terjangkau, jarak ke ssekolah sebagian besar responden berjumlah 6 orang (9,%) mengatakan jarak ke sekolah lebih dari km dari tempat tinggal. Sedangkan sebagian besar untuk prosedur penerimaan sebanyak 6 responden (8,56%) mengatkan mudah. Berdasarkan Tabel 8 dan Lampiran 5 dapat disimpulkan tentang kemudahan memasukkan anak ke suatu jenjang pendidikan bahwa sebanyak 7 responden (,9%) mengatakan mudah, sebanyak 0 responden (5,79%) mengatakan cukup mudah, sebanyak responden (7,8%) mengatakan sulit, dan sebanyak responden (,%) mengaku belum bersekolah. 7.5.8 Kemudahan Mendapatkan Fasilitas Transportasi Indikator kemudahan mendapatkan fasilitas transportasi mencakup ongkos dan biaya, fasilitas kendaraan, dan kepemilikan kendaraan. Terdapat tiga kategori yaitu mudah (skor 79), cukup (skor 56), dan sulit (skor ). Tabel 9. Indikator Kemudahan Mendapatkan Fasilitas Transportasi Jumlah Kriteria Skor Responden. Ongkos dan biaya Terjangkau Cukup terjangkau Sulit terjangkau. Fasilitas kendaraan Tersedia Cukup tersedia Sulit tersedia. Kepemilikan Sendiri Sewa Ongkos 5 7 7.97.9.7 Total 7 00 6 9 86.0..7 Total 7 00 6 % 8.9 5.07 Total 7 00 Sumber: Data Primer, 0 0

Berdasarkan pada Tabel 9 diketahui bahwa sebanyak 5 responden (7,97%) mengatakan ongkos dan biaya cukup terjangkau, untuk fasilitas kendaraan sebanyak 6 responden (86,0%) mengatakan tersedia, dansebanyak 6 responden (8,9%) mengaku memiliki kendaraan sendiri. Kesimpulan yang didapat dari Tabel 9 dan Lampiran 6, bahwa sebagian besar responden mengatakan mudah sebanyak 66 orang (90,%). 7.5.9 Kehidupan Beragama Indikator kehidupan beragama dilihat dari toleransi antar umat beragama. Berdasarkan data yang diperoleh diketahui bahwa sebanyak 5 responden (7,97%) mengatakan toleransi antar umat beragama di lingkungan rumah masingmasing tinggi, kemudian sebanyak 8 responden (,66%) mengatakan toleransi antar umat beragama yang cukup, dan sebanyak responden (,%) mengatakan toleransi yang kurang antar umat beragama. 7.5.0 Rasa Aman dari Gangguan Kejahatan Indikator rasa aman didasarkan pada sering atau tidaknya terjadi tindak kejahatan di lingkungan tempat tinggal. Lingkungan dikatakan aman jika tidak pernah mengalami tindak kejahatan, kurang aman jika pernah mengalami tindak kejahatan, dan kurang aman jika sering mengalami tindak kejahatan. Berdasarkan data yang diperoleh sebanyak 67 responden (9,78%) mengatakan aman, sebanyak 5 responden (6,85%) mengatakan cukup aman, dan sebanyak responden (,%) mengatakan lingkungan tempat tinggal mereka kurang aman (Lampiran 7).. 0

7.5. Kemudahan Berolahraga Kemudahan melakukan olahraga ditunjang dengan keberadaan fasilitas olahraga baik itu ketersediaan lahan berupa lapangan dan peralatan olahraga. Berdasarkan Lampiran 7 hasil penelitian diketahui bahwa sebanyak 5 responden (7,%) mengaku mudah melakukan olahraga, kemudian sebanyak 7 responden (,9%) mengaku cukup mudah melakukan olahraga, dan sebanyak responden (5,8%) mengaku sulit melakukan olahraga. 7.6 Tingkat Kesejahteraan Responden Pedagang Pengukuran tingkat kesejahteraan berdasarkan indikator kesejahteraan menurut Badan Pusat Statistik pada SUSENAS 99 yang dimodifikasi membagi tiga kategori tingkat kesejahteraan, yaitu tingka kesejahteraan tinggi (skor 75), tingkat kesejahteraan sedang (skor 96), dan tingkat kesejahteraan rendah (skor 8). Berdasarkan perhitungan dari data yang diperoleh diketahui bahwa keseluruhan responden pedagang, rumah tangga mereka termasuk dalam ketegori tingkat kesejahteraan tinggi (Lampiran 8). Pada pengukuran tingkat kemiskinan menurut Direkorat Jenderal Tata Guna Tanah diketahui sebanyak 69 responden (9,5%) masuk dalam kategori tidak miskin, responden (,%) masuk dalam kategori hampir miskin, dan responden (,7%) masuk dalam kategori miskin. Sedangkan kriteria kemiskinan menurut Sajogyo diketahui sebanyak 65 responden (89,0%) masuk dalam kategori tidak miskin, 6 responden (8,%) masuk dalam kategori miskin, dan responden (,7%) masuk dalam kategori miskin sekali. Hasil yang diperoleh dari kedua kriteria kemiskinan sebelumnya berbeda sekali dengan pengukuran tingkat kesejahteraan yang menyatakan seluruh responden rumah tangga pedagang masuk 0

dalam kategori tingkat kesejahteraan tinggi. Hal ini disebabkan pengukuran tingkat kesejahteraan menurut Badan Pusat Statistik pada SUSENAS 99 yang didalamnya juga terdapat kriteria kemiskinan menurut Direktorat Jenderal Tata Guna Tanah dan Sajgoyo terdapat beberapa unsur dari indikatorindikator lainnya dimana perspektif penilain dari masingmasing responden bersifat subjektif karenaada halhal tertentu dalam kesejahteraan yang tidak dapat dinilai dan diukur. 05