BAB III PERUMUSAN MASALAH

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV REKOMENDASI DAN RENCANA IMPLEMENTASI

5 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB IV ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL

BAB III SOLUSI BISNIS

BAB IV PEMECAHAN MASALAH

ANALISIS BUDAYA PERUSAHAAN BERBASIS KEWIRAUSAHAAN STUDI KASUS PT PAYA PINANG PENELITIAN PROYEK AKHIR. Oleh: MUFTI ARDIAN NIM :

BAB I PENDAHULUAN. pertanian (agro-based industry) yang banyak berkembang di negara-negara tropis

Budaya instansi yang dimiliki oleh suatu instansi harus dapat mendukung visi

REKOMENDASI DAN RENCANA IMPLEMENTASI

BAB III PERUMUSAN MASALAH

3 BAB III PERUMUSAN MASALAH

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

DAFTAR PUSTAKA. Churchill, Gilbert A. & Dawn Iacobucci (2005) Marketing Research: Methodological Foundations, 9e, South Western, Ohio, USA.

DAFTAR PUSTAKA. 1. Hisrich, Robert D Petters, Michael P, 2004, Entrepreneurship, McGraw Hills, New York

BAB I PENDAHULUAN. dalam realita ekonomi dan sosial masyarakat di banyak wilayah di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Kewirausahaan berperan penting dalam perekonomian bangsa dan

BAB I PROFIL PERUSAHAAN

BAB III PERUMUSAN MASALAH

ANALISIS BUDAYA ENTREPRENEURIAL DI PT BRANTAS ABIPRAYA

BAB III SOLUSI BISNIS

BAB II EKSPLORASI ISU BISNIS

ANALISIS BUDAYA ENTREPRENEURIAL DI PT. BANK MANDIRI, Tbk. CABANG SURAPATI BANDUNG. Penelitian Proyek Akhir. Oleh: AULIA NURUL HUDA NIM:

BAB IV REKOMENDASI DAN RENCANA IMPLEMENTASI

Contoh Perilaku dan Budaya Organisasi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II EKSPLORASI ISU BISNIS. Dalam proyek akhir ini, dasar pemikiran awal mengacu kepada tantangan bisnis

ANALISIS BUDAYA ENTREPRENEURIAL DI THE BRITISH INSTITUTE BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. Dalam mendorong pembangunan ekonomi nasional, salah satu alat dan

BAB III SOLUSI BISNIS. Pada prinsipnya penelitian dilakukan untuk menjawab masalah. Seperti yang telah

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan perusahaan besar adalah kelapa sawit. Industri kelapa sawit telah tumbuh

I. PENDAHULUAN. kebutuhan akan minyak nabati dalam negeri. Kontribusi ekspor di sektor ini pada

I. PENDAHULUAN. Komoditas kelapa sawit merupakan salah satu komoditas yang penting di

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap perusahaan memiliki rencana pengembangan. bisnis perusahaan untuk jangka waktu yang akan datang.

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian

ABSTRAK DAN EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN PEMBINAAN PERAN INDUSTRI BERBASIS TEBU DALAM MENUNJANG SWASEMBADA GULA NASIONAL.

BAB III SOLUSI BISNIS

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Lampiran 3 Klasifikasi ABC Lp3. Lampiran 4 Perhitungan Interval Waktu Lp4. Lampiran 5 Hasil Perhitungan Interval Waktu Lp5

BAB III SOLUSI BISNIS. Untuk mendapatkan langkah pemecahan yang tepat dan tidak terlalu melebar

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DANA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI DAFTAR PUSTAKA

4 BAB IV ANALISIS DAN INTEPRETASI DATA

I. PENDAHULUAN. keuangan setiap negara. Bank antara lain berperan sebagai tempat. penyimpanan dana, membantu pembiayaan dalam bentuk kredit, serta

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Volume dan Nilai Ekspor Minyak Sawit Indonesia CPO Turunan CPO Jumlah. Miliar)

PELUANG DAN PROSPEK BISNIS KELAPA SAWIT DI INDONESIA

BAB IV ANALISIS DAN INTERPRETASI DATA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pada 2020 dan berdasarkan data forecasting World Bank diperlukan lahan seluas

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dimana sektor pertanian merupakan

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. terdapat dua kolom nilai yang berbeda, yakni skor rata-rata subyek dari kategori level leader

BAB IV REKOMENDASI DAN RENCANA IMPLEMENTASI

Tabel 14 Kebutuhan aktor dalam agroindustri biodiesel

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kelapa sawit merupakan komoditas perdagangan global

LINGKUNGAN BISNIS PROSPEK BISNIS KELAPA SAWIT DI INDONESIA

PT AUSTINDO NUSANTARA JAYA Tbk. TANYA JAWAB PUBLIC EXPOSE Senin, 14 Mei Bagaimana target produksi dan penjualan Perseroan pada tahun 2018?

I. PENDAHULUAN. Sub sektor perkebunan memegang peranan penting dalam meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. banyak kebutuhan lainnya yang menghabiskan biaya tidak sedikit. Guna. sendiri sesuai dengan keahlian masing-masing individu.

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Bank adalah lembaga keuangan yang kegiatannya menghimpun. dan menyalurkan dana dari dan kepada masyarakat yang memiliki fungsi

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. tahun 1994 didirikanlah sebuah usaha dengan nama PT SUPRAJAYA 2001

1.1 Latar Belakang Masalah

4. ANALISIS SISTEM 4.1 Kondisi Situasional

DAFTAR PUSTAKA. Hisrich, Robert D & Petters, Michael P, 2004, Entrepreneurship, McGraw Hills, New York.

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis

ANALISIS BUDAYA ENTREPRENEURIAL DI. PT. BANK NEGARA INDONESIA, Tbk. CABANG ITB BANDUNG

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Studi komparansi kinerja..., Askha Kusuma Putra, FT UI, 2008

BAB I PENDAHULUAN. sawit nasional karena kelapa sawit merupakan salah satu komoditas unggulan di Indonesia dan

BAB IV REKOMENDASI DAN RENCANA IMPLEMENTASI. Seperti yang telah dibahas pada bab sebelumnya bahwa hasil akhir yang didapat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. terdiri dari tiga bentuk badan usaha yaitu swasta, BUMN dan koperasi. Badan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DANA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kelapa sawit merupakan komoditas perdagangan yang sangat

I. PENDAHULUAN. diarahkan pada berkembangnya pertanian yang maju, efisien dan tangguh.

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai perkebunan kelapa sawit terluas disusul Provinsi Sumatera. dan Sumatera Selatan dengan luas 1,11 juta Ha.

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan

INOVASI. Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Kewirausahaan dan Menajemen Inovasi pada Semester Genap KELAS C. Disusun oleh:

1. Bani Alkausar. 2. Muhammad Nur Hadi. 3. Lofie Bachtiar. 4. Randi Ilhamsyah. 5. Azwin Ramadhan. 6. Fauzi A. 7. Hamdan Usman

I. PENDAHULUAN. (agribisnis) terdiri dari kelompok kegiatan usahatani pertanian yang disebut

PIDATO UTAMA MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA PADA

PENDAHULUAN. Latar Belakang

MENGEMBANGKAN STRATEGI SI/TI Titien S. Sukamto

DAFTAR ISI. Halaman LEMBAR PENGESAHAN... i KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR LAMPIRAN...

BAB I PENDAHULUAN. Agribisnis kelapa sawit mempunyai peranan yang sangat besar dalam

BAB I PENDAHULUAN. berkembang dapat dikatakan sebagai tulang punggung perekonomian negara. Keberadaan

BAB 1 PENDAHULUAN. Disamping itu ada pula para ahli yang berpendapat bahwa kelapa sawit terbentuk pada saat

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting yang patut. diperhitungkan dalam meningkatkan perekonomian Indonesia.

PENDAHULUAN. untuk bisa menghasilkan kontribusi yang optimal. Indonesia, khususnya pengembangan agroindustri.

Kewirausahaan dan Memulai Bisnis Kecil

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian yang semakin tidak menentu, khususnya perbankan yang termasuk

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI. berkaitan dengan komitmen afektif dan budaya organisasi. karena mereka menginginkannya (Meyer dan Allen, 1997)

Transkripsi:

BAB III PERUMUSAN MASALAH 3.1 Alasan Pemilihan Masalah untuk Dipecahkan Industri perkebunan kelapa sawit di Indonesia berkembang sangat cepat. Terdapat banyak sekali perusahaan yang mengelola perkebunan kelapa sawit baik yang dikelola perusahaan swasta maupun perusahaan milik negara (BUMN) melalui PT Perkebunan Nusantara. Peningkatan luas areal perkebunan kelapa sawit juga meningkat dari tahun ke tahun. Jika pada tahun 1998 hanya 2,7 juta hektar dengan volume produksi minyak sawit mentah (crude palm oil) sebanyak 5,6 juta ton, maka pada tahun 2003 luas areal mencapai 4,8 juta hektar dengan produksi CPO 10,6 juta ton. Peningkatan itu tanpa didukung kredit murah dan anggaran pemerintah seperti selama tahun 1969-1997, tetapi murni kreativitas pelaku dunia usaha (Kompas, Jumat 27 Agustus 2004). Agrobisnis kelapa sawit oleh para ekonom disebut sebagai wonder oil karena sumbangannya yang sangat besar bagi perekonomian lokal. Usaha agrobisnis sawit telah memberikan kontribusi penting bagi perekonomian negara ini, sekaligus kemakmuran besar bagi pengusaha serta penghidupan bagi ribuan petani dan buruh yang terlibat di dalamnya. Total devisa ekspor produk berbasis minyak sawit mencapai 4,8 miliar dollar AS atau 8 persen dari total ekspor nonmigas Indonesia tahun 2004 (Kompas, Selasa 17 Mei 2005). Terlepas dari perkembangan industri ini yang sangat cepat dan kontribusinya yang sangat besar bagi perekonomian Indonesia, agrobisnis kelapa sawit memiliki isu-isu dan tantangan yang perlu dijawab untuk keberhasilan industri ini di masa depan. Isu-isu yang dihadapi dalam agrobisnis kelapa sawit di Indonesia antara lain masalah kurangnya koordinasi antarinstansi pemerintah. Koordinasi yang sangat lemah dalam pemberian izin pabrik kelapa sawit, tanpa memperhitungkan ketersediaan pasokan TBS di sekitar wilayah areal pabrik yang memiliki dampak negatif timbulnya pencurian TBS. Kelangkaan pasokan bibit yang bermutu di Indonesia akan menjadi hambatan dalam pengembangan perkebunan kelapa sawit, dan dampaknya di masa depan akan mempengaruhi kualitas kebun sawit dan menurunkan tingkat produktivitas. 16

Keberadaan sarana pendukung infrastruktur seperti akses jalan menuju ke perkebunan, lokasi tangki timbun atau ke pelabuhan ekspor juga masih sering terjadi. Dan masalah ketersediaan pupuk juga akan mempengaruhi kualitas dan produktivitas perkebunan kelapa sawit. Tantangan yang dihadapi oleh agrobisnis kelapa sawit adalah semakin meningkatnya permintaan dan kesadaran masyarakat dunia terhadap produk yang ramah lingkungan dan berkualitas tinggi. Produksi CPO yang berasal dari perkebunan yang melakukan pembakaran hutan yang mengakibatkan kerusakan hutan, erosi, dan rusaknya biodiversiti, seperti yang dilakukan oleh beberapa perusahaan, akan menurunkan citra produk CPO Indonesia di mata dunia. Kualitas CPO juga harus tetap dijaga karena peraturan perdagangan internasional yang cukup ketat. Meningkatnya luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia dibarengi juga dengan meningkatnya perusahaan-perusahaan yang mengelolanya. Perusahaan-perusahaan perkebunan yang baru banyak bermunculan karena prospek bisnis ini yang masih menjanjikan. Hal ini berarti semakin ketatnya persaingan dalam agribisnis kelapa sawit. Saat ini sudah banyak perusahaan yang menyadari kebutuhan budaya perusahaan yang berbasis kewirausahaan untuk dimiliki. Kebutuhan akan budaya entrepreneurship adalah sebagai respon atas sejumlah masalah yang menekan perusahaan yaitu pertumbuhan cepat jumlah kompetitor baru yang memperketat persaingan bisnis, ketidakpercayaan pada metode lama manajemen perusahaan, dinamisme pasar yang disebabkan perubahan lingkungan bisnis, dan perkembangan pasar yang menuntut pengembangan produk baru. Masalah-masalah yang dihadapi ini membuat perusahaan harus meninjau kembali budaya yang mereka miliki saat ini. Yang perlu dilakukan perusahaan adalah mengidentifikasi budaya perusahaan yang ada saat ini apakah sudah entrepreneurial atau belum. 17

3.2 Posisi Permasalahan yang Dipecahkan Kesuksesan dan kelangsungan PT Paya Pinang di masa depan akan sangat bergantung dari kemampuan perusahaan ini dalam mengatasi tantangan-tantangan dan menangkap peluangpeluang bisnis yang masih besar dalam agrobisnis kelapa sawit. Peluang bisnis dalam agribisnis kelapa sawit yang memiliki prospek cukup baik di masa depan adalah pengembangan biodiesel. Konsumsi bahan bakar minyak yang berasal dari minyak bumi selama ini masih menjadi pilihan utama, tetapi bahan bakar biodiesel sebagai alternatif telah dikembangkan oleh banyak negara termasuk Indonesia. Biodiesel adalah solar masa depan, penggunaan biodiesel diperkirakan akan terus meningkat di masa yang akan datang. PT Paya Pinang seharusnya menangkap peluang bisnis dari biodiesel ini karena merupakan peluang bisnis yang cukup bagus di masa depan. Selain peluang bisnis yang menjanjikan di atas, PT Paya Pinang dapat menjadi low-cost leadership dalam industri agrobisnis. Untuk menjadi produsen dengan biaya murah dalam agrobisnis memerlukan inovasi teknologi di bidang perkebunan dan meningkatkan kemampuan leadership dari karyawan terutama pada level manajerial. Budaya perusahaan yang dinilai perlu untuk dimiliki PT Paya Pinang untuk menjadi lowcost leadership dan mampu mendorong perusahaan untuk dapat menangkap peluang bisnis yang ada yaitu intrapreneurship, karena budaya ini akan mendorong karyawan untuk menghasilkan ide-ide inovatif, dukungan manajemen kepada karyawan atas ide-ide mereka, dan meningkatkan karakteristik kepemimpinan karyawan. Manajemen perusahaan harus menciptakan lingkungan entrepreneurial dalam perusahaan agar budaya intrapreneurship ini semakin kuat. 3.3 Tujuan Penelitian Penelitian proyek akhir ini dilakukan dengan tujuan untuk: Mengidentifikasi budaya perusahaan yang ada di PT Paya Pinang. Mengidentifikasi dimana kekuatan dan kelemahan orientasi kewirausahaan di PT Paya Pinang, yang dapat dijadikan landasan bagi PT Paya Pinang dalam mengambil langkahlangkah untuk meningkatkan orientasi kewirausahaan dan memperkuat budaya kewirausahaan. 18

Mengidentifikasi karakteristik kepemimpinan yang entrepreneurial di PT Paya Pinang untuk meningkatkan perilaku kepemimpinan yang mendukung budaya kewirausahaan. 3.4 Pembatasan Masalah Pembatasan masalah yang dilakukan dalam proyek penelitian akhir ini adalah: Penelitian ini hanya untuk mengidentifikasi budaya perusahaan yang berbasis kewirausahaan di PT Paya Pinang Pengumpulan data dalam penelitian ini hanya menggunakan kuesioner (EOS dan ELQ) dan wawancara yang dilakukan pada karyawan dan jajaran manajerial di PT Paya Pinang Analisis dan interpretasi hasil dalam penelitian ini terbatas sebagai landasan bagi PT Paya Pinang untuk membicarakan dan memprioritaskan fokus dan aksi entrepreneurial. 3.5 Tinjauan Pustaka 3.5.1 Tinjauan Umum tentang Budaya Perusahaan Budaya perusahaan memiliki peranan penting bagi kelangsungan dan kesuksesan perusahaan di masa yang akan datang. Budaya suatu perusahaan kerap kali berubah dari waktu ke waktu seiring dengan perubahan yang terjadi dalam lingkungan bisnis. Perusahaan senantiasa berusaha untuk dapat beradaptasi dengan perubahan lingkungan bisnis agar dapat terus bertahan dan sukses. Ketidakmampuan perusahaan untuk beradaptasi dengan perubahan lingkungan bisnis akan membuat perusahaan tidak mampu untuk menangkap peluang bisnis di pasar dan memenuhi kebutuhan konsumen yang pada akhirnya akan membuat perusahaan masuk ke dalam tahap penurunan. Untuk dapat beradaptasi yang perlu dilakukan perusahaan adalah dengan menyesuaikan perilaku perusahaan dan strategi pengelolaan bisnisnya dengan perubahan lingkungan bisnis. Perusahaan harus memiliki budaya perusahaan yang mampu untuk mendukung strategi pengelolaan bisnis dan perilaku karyawan agar dapat menjawab tantangan perubahan lingkungan 19

bisnis. Manajemen perusahaan harus mampu menciptakan budaya perusahaan yang dapat mendorong karyawannya untuk memiliki sikap-sikap dan perilaku yang dibutuhkan dalam mengatasi perubahan dalam lingkungan bisnis dan perilaku karyawan yang memberi nilai tambah bagi perusahaan. Untuk lebih memahami budaya perusahaan, terlebih dahulu ditinjau definisi dari budaya. Gareth Morgan menyebut budaya sebagai suatu pola perkembangan yang direfleksikan oleh suatu sistem sosial dimana di dalamnya tercakup antara lain pengetahuan, ideologi, nilai-nilai, hukum dan kebiasaan sehari-hari (Nurhayati, 2002). Budaya didefinisikan sebagai sistem dari nilai yang diyakini bersama (system of shared meaning) (Robbins, 2005). Budaya memiliki beberapa fungsi dalam organisasi/perusahaan. Pertama, budaya memiliki batasan peran yang jelas, yang menciptakan perbedaan antara satu perusahaan dengan perusahaan lain. Kedua, budaya membawa perasaan identitas bagi anggotanya. Ketiga, budaya memudahkan pembentukan komitmen yang lebih besar daripada kepentingan individual. Keempat, budaya meningkatkan stabilitas sistem sosial, budaya sebagai perekat sosial yang menolong perusahaan dalam membuat standar-standar yang sesuai untuk apa yang harus karyawan lakukan. Terakhir, budaya sebagai landasan dan mekanisme kontrol yang menuntun dan membentuk sikap-sikap dan perilaku-perilaku dari karyawan. Peran budaya dalam mempengaruhi perilaku karyawan menjadi semakin penting dalam tempat kerja saat ini (Robbins, 2005). Budaya perusahaan adalah pola dari keyakinan-keyakinan, harapan-harapan, dan nilainilai yang dimiliki oleh anggota perusahaan, dalam sebuah perusahaan norma-norma biasanya muncul untuk menentukan perilaku yang dapat diterima dari orang-orang mulai dari top management hingga karyawan. (Kuratko & Hodgetts, 2004). Hartanto mengatakan bahwa budaya organisasi dapat mempertinggi kemampuan dari organisasi untuk kelangsungan hidup dan beradaptasi eksternal menjadi lebih berarti untuk siapa saja yang terlibat (Nurhayati, 2002). Budaya perusahaan memiliki dampak dalam mempengaruhi perilaku karyawan. Agar budaya perusahaan yang dibangun oleh perusahaan dapat berhasil mempengaruhi perilaku karyawan, manajemen perusahaan dapat melakukan beberapa hal yaitu seleksi dalam penerimaan karyawan, tujuan dari proses seleksi adalah untuk menerima karyawan yang memiliki 20

pengetahuan, keahlian, kemampuan untuk melakukan pekerjaan dan juga apakah kandidat karyawan memiliki nilai-nilai yang konsisten dengan perusahaan. Manajemen perusahaan membantu karyawan baru dalam proses sosialisasi budaya perusahaan, karena karyawan baru dalam perusahaan belum sepenuhnya terdokrin dengan budaya perusahaan yang ada. Dan perilaku top management di perusahaan akan menjadi contoh bagi karyawan, untuk itu top management harus menunjukkan bagaimana perilaku yang diharapkan. Budaya perusahaan dapat dijadikan sumber daya yang penting untuk kesuksesan perusahaan karena budaya perusahaan yang baik akan mendukung visi, perilaku perusahaan dan strategi pengelolaan bisnis untuk dapat beradaptasi dengan perubahan lingkungan bisnis. Sebelum memanfaatkan budaya perusahaan sebagai sumber daya terlebih dahulu yang perlu dilakukan adalah mengidentifikasi budaya yang ada dalam perusahaan. Mengidentifikasi budaya perusahaan penting dilakukan untuk melihat apakah budaya perusahaan yang ada saat ini sudah mampu menjawab tantangan bisnis, apakah budaya perusahaan sudah mempengaruhi perilaku para karyawan, apakah budaya perusahaan mampu mendukung rencana strategi bisnis perusahaan, dan bagaimana perilaku top management memberi dampak terhadap budaya perusahaan. Saat ini budaya entrepreneurship menjadi topik yang sering dibicarakan dan didiskusikan karena karakteristik dari entrepreneurship yang dianggap mampu menjawab tantangan bisnis yang semakin kompleks dan mampu menangkap peluang bisnis baru di pasar. Pelaksanaan budaya entrepreneurship di perusahaan atau yang disebut corporate entrepreneurship saat ini sudah banyak dipraktekkan oleh perusahaan-perusahaan karena dapat berfungsi untuk meningkatkan kemampuan inovasi karyawan dan meningkatkan sifat kepemimpinan para karyawan. 3.5.2 Tinjauan Umum tentang Corporate Entrepreneurship Persaingan yang semakin ketat dalam bisnis membuat perusahaan-perusahaan berusaha untuk terus mengembangkan keunggulan kompetitifnya dan mengembangkan produk atau jasa baru untuk merebut pasar. Perusahaan-perusahaan besar saat ini mendapat tekanan baru dari 21

perusahaan-perusahaan kecil (start-up entrepreneur) yang lebih aktif dan berani dalam pengembangan dan peluncuran produk atau jasa baru ke pasar. Perusahaan kecil yang biasanya dimotori oleh seseorang atau beberapa orang entrepreneur bergerak lebih aktif dan lincah/cepat dalam mengejar peluang bisnis baru daripada perusahaan besar. Perusahaan kecil lebih memiliki semangat entrepreneurship dibandingkan dengan perusahaan besar (corporate). Kata corporate dan entrepreneurship kelihatannya bertolak belakang. Kata corporate sering diasosiasikan dengan kata-kata seperti besar, teratur, birokratis, formal, kaku, dan hirarkis. Sebaliknya, kata entrepreneurial sering diasosiasikan dengan katakata seperti kreatif, inventive, kecil, cepat, driven, dan menang (Thornberry, 2006). Perusahaan besar juga pada awalnya didirikan oleh entrepreneur orang yang memiliki ide inovatif, melihat peluang di pasar, dan mengubah mimpinya menjadi kenyataan. Tetapi seiring dengan proses pertumbuhan, perusahaan yang semula kecil ini menjadi besar, memiliki banyak lapisan, sangat terstruktur, dan birokratis. Dan ketika entrepreneur pendiri perusahaan sudah tidak ada lagi, perusahaan-perusahaan yang kini besar mulai kehilangan kemampuan untuk mengubah ide-ide baru menjadi produk atau jasa yang menarik konsumen karena sering terhadang oleh proses, prosedur, struktur, sistem, dan campur tangan eksekutif. Perusahaanperusahaan besar menjadi kehilangan semangat entrepreneurial dan seolah-olah terperangkap oleh kesuksesan mereka sendiri. Kehilangan semangat entrepreneurial menjadi masalah bagi perusahaan besar dalam menghadapi persaingan bisnis dengan kompetitor dan perubahan lingkungan bisnis yang sangat cepat. Sebuah organisasi/perusahaan sebenarnya sudah memiliki semangat entrepreneurial, dalam perusahaan besar yang konservatif pun perilaku entrepreneurial dapat ditemukan, bahkan organisasi pemerintahan yang paling birokratis pun mempunyai orang-orang yang berperilaku entrepreneurial. Tetapi seberapa besar tingkat entrepreneurial yang dimiliki oleh organisasi/perusahaan ini, apakah semangat entrepreneurial yang mereka miliki sudah cukup untuk menghadapi persaingan, perubahan lingkungan bisnis, dan membuat sebuah perusahaan sukses dan bertahan. 22

Entrepreneurship adalah proses menciptakan nilai dengan menggunakan sebuah paket sumberdaya yang unik untuk mengeksploitasi sebuah peluang. Definisi ini mempunyai empat komponen utama. Pertama, entrepreneurship melibatkan sebuah proses. Entrepreneurship dapat diatur, dapat dipecah menjadi langkah-langkah atau tahapan-tahapan. Sebagai sebuah proses, entrepreneurship dapat dipakai dalam konteks organisasi apapun. Kedua, entrepreneur menciptakan nilai yang tidak ada sebelumnya. Entrepreneur menciptakan nilai dalam perusahaan dan pasar. Ketiga, entrepreneurs menggunakan sumberdaya secara bersamaan dengan cara yang unik. Kombinasi unik dari uang, orang-orang, prosedur, teknologi, material, fasilitas, pengemasan, jalur distribusi, dan sumber daya lain mewakili makna dimana entrepreneurs menciptakan nilai dan yang membedakan usaha mereka. Keempat, entrepreneurship adalah perilaku yang mengejar peluang. Entrepreneurship adalah pengejaran peluang tanpa memandang sumberdaya yang dipunyai saat ini (Stevenson, 1999). Corporate entrepreneurship adalah tema yang digunakan untuk menjelaskan perilaku entrepreneurial di dalam perusahaan besar dan sedang. Shaker A. Zahra dalam Kuratko & Hodgetts (2004) menyatakan bahwa corporate entrepreneurship dapat berupa aktivitas formal atau informal yang bertujuan menciptakan bisnis baru dalam perusahaan melalui inovasi proses dan produk dan pengembangan pasar. Aktivitas-aktivitas ini dapat terjadi di perusahaan, divisi, unit bisnis, fungsional, atau tingkat proyek, yang bertujuan untuk meningkatkan posisi kompetitif perusahaan dan keadaan finansial. Perusahaan-perusahaan besar seharusnya menyadari bahwa mereka harus mengembalikan semangat entrepreneurship di dalam perusahaan atau melaksanakan corporate entrepreneurship agar mereka dapat meningkatkan posisi kompetitif perusahaan. Baik perusahaan kecil (start-up entrepreneur) maupun perusahaan besar (corporate entrepreneurship) memiliki persamaan dalam menjalankan entrepreneuship di posisi mereka masing-masing. Mereka sama-sama mengejar opportunity, menjalankan proses penciptaan nilai dengan kreatif dan inovatif, mengambil dan mengatasi resiko dalam menangkap peluang, dan membutuhkan entrepreneur yang mampu menyeimbangkan antara visi dengan kemampuan manajerial, sabar dan aktif dalam proses pengejaran peluang. Tetapi juga terdapat perbedaan dalam menjalankan entrepreneurship yang menjadi keunggulan atau kekurangan masing-masing. Perusahaan besar 23

memiliki sumber daya yang lebih besar dibandingkan start-up entrepeneur, memiliki jaringan yang lebih luas yang dapat dimanfaatkan, dan mempunyai kemampuan untuk menerima kegagalan yang lebih baik. Sebenarnya perusahaan besar memiliki potensi kesuksesan yang lebih baik, dengan keunggulan yang mereka punyai dibandingkan perusahaan kecil, apabila mereka menjalankan intrapreneurship. Perusahaan besar membutuhkan entrepreneur atau yang disebut intrapreneur untuk melaksanakan entrepreneurship di dalam perusahaan. Intrapreneur berperan layaknya entrepreneur dalam start-up company, dimana seorang intrapreneur harus memiliki karakteristik seorang pemimpin dan mengerti politik dalam perusahaan yang berguna untuk menciptakan lingkungan entrepreneurial dan mengajak atau menggerakkan orang-orang dalam perusahaan untuk bersama-sama mencapai tujuan, intrapreneur adalah orang yang mampu menciptakan nilai tambah bagi perusahaan karena mereka aktif dan mampu fokus dalam mengidentifikasi, berinovasi, dan menangkap peluang-peluang bisnis. Intrapreneur juga memiliki beberapa kendala dalam menjalankan corporate entrepreneurship seperti rumitnya jalur birokrasi, prosedur untuk menggunakan sumber daya, dan penghargaan yang tidak sepadan atas usaha mereka. Untuk itu perusahaan seharusnya memberikan dukungan bagi intrapreneur dengan menciptakan iklim intrapreneurship. Hisrich dan Peters (2004) menyatakan bahwa untuk menciptakan iklim intrapreneurship, sebuah perusahaan perlu mengembangkan lingkungan intrapreneurial (intrapreneurial environment) dan karakteristik kepemimpinan (leadership characteristics). Karakteristik lingkungan intrapreneurial yang baik meliputi beberapa hal yaitu: Organization operates on frontier of technology and new idea encouraged. Perusahaan harus menjadi yang terdepan dalam penelitian dan pengembangan (R&D) untuk pengembangan produk baru. Kunci kesuksesan untuk ide-ide pengembangan produk baru adalah mengembangkan teknologi terbaru dalam industrinya dan mendorong/mendukung munculnya ide-ide baru dari karyawan. Trial and error encouraged and failures allowed. Perusahaan harus menyadari bahwa dalam pengembangan produk inovatif yang baru memerlukan beberapa tahapan uji coba (trial and error). Sehingga menganggap bahwa 24

kesalahan dan kegagalan adalah wajar dan bagian dari proses untuk kesuksesan, bukannya langsung menghukum atau memecat atas kesalahan dan kegagalan. No opportunity parameters Intrapreneur bebas untuk mengejar opportunity yang mungkin untuk dijalankan, tidak membatasi kreativitas intrapreneur dalam menangkap peluang bisnis baru sekalipun peluang itu bukan bidangnya. Resources available and accessible Intrapreneur dalam upanya mengejar peluang bisnis baru membutuhkan akses yang mudah untuk memperoleh sumber daya perusahaan. Multidiscipline teamwork approach and long time horizon Keberhasilan proyek pengembangan produk baru bergantung pada kerjasama tim yang terdiri dari berbagai individu dengan latar belakang yang berbeda atau dari divisi yang berbeda. Perusahaan harus menyadari bahwa keberhasilan intrapreneur dalam mengembangkan produk membutuhkan waktu yang lama dan tidak ada jaminan pengembalian investasi perusahaan. Volunteer program Intrapreneur dalam perusahaan adalah orang-orang yang secara sukarela memilih untuk mengemukakan ide-idenya dan kemudian menjalankannya hingga selesai, dan bukannya orang-orang yang ditunjuk perusahaan untuk pengembangan produk baru. Appropriate reward system Intrapreneur selayaknya mendapatkan penghargaan atas usaha dan kemampuannya untuk pengembangan produk, dan kemauan untuk mengambil resiko. Penghargaan diberikan berdasarkan pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Sponsors and champions available Lingkungan intrapreneurial akan berjalan baik apabila manajemen memberi dukungan berupa sponsor (atasan yang mendukung) dan champions (karyawan yang menjalankan ide inovatif), manajemen perusahaan tidak hanya mendukung aktivitas kreatif tetapi juga memberikan bantuan perancanaan yang fleksibel untuk menentukan tujuan-tujuan yang baru ketika dibutuhkan. Support of top management Dukungan dari manajemen puncak baik dalam bentuk fisik ataupun dalam bentuk pemberian 25

persetujuan atas penggunaan sumberdaya, tanpa dukungan top management lingkungan intrapreneurial akan sulit tercipta. Seorang intrapreneur memiliki fokus dan perannya dalam menjalankan intrapreneurship di dalam perusahaan. Thornberry (2006) menggolongkan tipe kepemimpinan berdasarkan peran dan fokus. Berdasarkan perannya, tipe pemimpin ada dua yaitu pemimpin yang berperan aktif (activist) dan pemimpin yang berperan sebagai katalis (catalyst). Berdasarkan fokus, Thornberry juga menggolongkan tipe pemimpin menjadi dua yaitu pemimpin yang berfokus pada keadaan di luar perusahaan (external focus) dan pemimpin yang berfokus pada aset dan internal perusahaan (internal focus). Karakteristik kepimimpinan menurut Thornberry dapat dilihat pada gambar di bawah ini. Gambar 3.1 Karakteristik Kepimimpinan menurut Thornberry (2006) Tipe aktivis biasanya pemimpin yang bertindak sebagai penggerak dalam penciptaan nilai (value creation) dalam perusahaan. Pemimpin tipe aktivis menilai diri mereka berhubungan langsung dalam mengidentifikasi, mengembangkan, dan menangkap peluang-peluang bisnis baru yang menciptakan nilai tambah. 26

Tipe aktivis berdasarkan fokusnya dibagi menjadi dua yaitu miners yang berfokus internal dan explorers yang berfokus pada kondisi di luar perusahaan/eksternal: Tipe miners adalah pemimpin yang mampu melihat peluang untuk value creation dengan cara merampingkan proses atau memperbaiki penggunaan aset yang ada sehingga dapat meningkatkan daya saing dan nilai ekonomis. Mereka mampu menemukan cara-cara yang lebih murah dalam menjalankan bisnis perusahaan sementara mereka tetap menciptakan nilai yang lebih baik bagi konsumen. Tipe explorers terlibat langsung dalam value-creating activity yang bertujuan untuk mengembangkan pasar baru, produk/jasa baru. Explorers adalah penggerak utama dalam proses menangkap peluang. Tipe explorer terobsesi dalam menemukan cara-cara baru dan berbeda untuk mengembangkan bisnis, dan mereka cenderung mempertanyakan kebijakan perusahaan yang statusquo dan konvensional. Mereka mempunyai insting yang bagus dalam menemukan pasar yang belum tereksploitasi. Tipe katalis tidak terlibat langsung sebagai penggerak dalam menangkap peluang bisnis dan penciptaan nilai bagi perusahaan. Pemimpin tipe katalis adalah entrepreneurial architect dalam perusahaan yang fokus dalam membangun struktur atau iklim dimana karyawan dalam perusahaan mampu untuk mengidentifikasi, mengembangkan, dan menangkap peluang bisnis baru dan menciptakan nilai tambah. Tipe ini adalah cultural value setters yang merangsang perubahan budaya di dalam perusahaan untuk lebih entrepreneurial. Berdasarkan fokusnya tipe katalis dibagi menjadi dua yaitu accelerators (internal focus) dan integrators (external focus). Tipe accelerators biasanya pemimpin yang fokus dalam membentuk perilaku dan nilainilai yang akan mendorong karyawan untuk menciptakan nilai tambah. Pemimpin tipe ini menginginkan karyawannya untuk menemukan cara-cara baru dalam menjalankan bisnis dan sering mendorong karyawan untuk tidak mematuhi peraturan apabila cara ini dapat mengembangkan bisnis. Peran accelerators adalah sebagai katalis dan pelatih dalam meningkatkan kreativitas karyawannya, mendorong karyawannya untuk mempelajari skill baru dan mencoba hal-hal baru, dan menekankan bahwa kesalahan sering terjadi dalam proses pembelajaran. 27

Tipe integrators biasanya pemimpin yang sudah senior dalam perusahaan dan top level management. Fokus tipe integrators adalah menciptakan perusahaan yang bersifat entrepreneurial. Mereka melihat sebuah perusahaan secara menyeluruh (holistik) dan sebagai sebuah sistem sehingga upaya mereka adalah membangun budaya entrepreneurial di semua bagian perusahaan. Integrators biasanya tidak hanya menciptakan strategi entrepreneurial dalam perusahaan tetapi juga membangun sumber daya manusia, struktur, proses dan budaya yang dapat menunjang strategi tersebut. Mereka lebih tertarik untuk menciptakan organisasi yang entrepreneurial daripada mengejar suatu peluang bisnis. 28