PERILAKU PENCEGAHAN PENYAKIT DEMAM TIFOID PADA MAHASISWA PREVENTION BEHAVIOR IN STUDENTS TYHPOID FEVER

dokumen-dokumen yang mirip
PERBEDAAN PENGETAHUAN MAHASISWA LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN TENTANG PENCEGAHAN PENYAKIT DEMAM TIFOID

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Pembangunan nasional dapat

BAB I PENDAHULUAN. WHO memperkirakan jumlah kasus demam thypoid di seluruh dunia

ABSTRAK GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU SISWA TERHADAP PHBS DAN PENYAKIT DEMAM TIFOID DI SMP X KOTA CIMAHI TAHUN 2011.

Universitas Tribhuwana Tunggadewi Malang 2)

BAB 1 PENDAHULUAN. kesadaran (Rampengan, 2007). Demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella

BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang

FAKTOR RISIKO KEJADIAN DEMAM TYPOID PADA PASIEN RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT TMC TASIKMALAYA TAHUN Heti Damayanti 1) Nur Lina dan Sri Maywati 2)

* Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado. Kata kunci: demam tifoid, higiene perorangan, aspek sosial ekonomi

Ika Setyaningrum *), Suharyo**), Kriswiharsi Kun Saptorini**) **) Staf Pengajar Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro

BAB I PENDAHULUAN. Salmonella typhi, suatu bakteri gram-negative. Demam tifoid (typhoid fever atau

HUBUNGAN PENGETAHUAN KELUARGA TENTANG PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS) DENGAN KEJADIAN DEMAM THYPOID DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS DINOYO MALANG

PHBS yang Buruk Meningkatkan Kejadian Diare. Bad Hygienic and Healthy Behavior Increasing Occurrence of Diarrhea

BAB I PENDAHULUAN. Sumber penularan penyakit demam typhoid adalah penderita yang aktif,

PERILAKU IBU DALAM MENGASUH BALITA DENGAN KEJADIAN DIARE

BAB I PENDAHULUAN. 1 Anak usia sekolah di Indonesia ± 83 juta orang (

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG HYGIENE MAKANAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BAYI DI WILAYAH KERJA POSYANDU MELATI KELURAHAN TLOGOMAS MALANG ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. Survei morbiditas yang dilakukan oleh Subdit Diare Departemen Kesehatan

Kata Kunci : Tingkat Pengetahuan, Orang Tua, Balita, Zinc

BAB I PENDAHULUAN. diantaranya meninggal serta sebagian besar anak-anak berumur dibawah 5

BAB I PENDAHULUAN. rendah, cenderung meningkat dan terjadi secara endemis. Biasanya angka

NASKAH PUBLIKASI. Diajukan Oleh : Januariska Dwi Yanottama Anggitasari J

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah masalah kejadian demam tifoid (Ma rufi, 2015). Demam Tifoid atau

PENGARUH FAKTOR PRILAKU PENDUDUK TERHADAP KEJADIAN MALARIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TAMBELANG KECAMATAN TOULUAAN SELATAN KABUPATEN MINAHASA TENGGARA

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) merupakan masalah kesehatan

Sikni Retno Karminigtyas, Rizka Nafi atuz Zahro, Ita Setya Wahyu Kusuma. with typhoid fever in inpatient room of Sultan Agung Hospital at Semarang was

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU CUCI TANGAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA ANAK SD

masyarakat, bangsa dan negara yang ditandai oleh penduduknya yang hidup dalam lingkungan sehat, berperilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), mempunyai

FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN DEMAM TIFOID DI PUSKESMAS BUGANGAN KOTA SEMARANG TAHUN 2015

PEMODELAN LAJU KESEMBUHAN PASIEN RAWAT INAP TYPHUS ABDOMINALIS

The Incidence Of Malaria Disease In Society At Health Center Work Area Kema Sub-District, Minahasa Utara Regency 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi penyakit multisistemik yang disebabkan oleh kuman Salmonella

Skripsi ini untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun Oleh : Agung Triono J

Fajarina Lathu INTISARI

BAB I PENDAHULUAN. adalah masalah kejadian penyakit Tifoid (Thypus) di masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. yaitu program pemberantasan penyakit menular, salah satunya adalah program

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KESEMBUHAN PASIEN PENDERITA DEMAM TYPHOID DI RUANG PERAWATAN INTERNA RSUD KOTA MAKASSAR

PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN PENYAKIT SKABIES PADA SANTRI WUSTHO (SMP) DI PESANTREN AL-FALAH BANJARBARU


BAB 1 PENDAHULUAN. Di dalam bab ini akan dibahas tentang latar belakang penelitian, masalah

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN TINDAKAN PENCEGAHAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KELURAHAN MALALAYANG 2 LINGKUNGAN III

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG DIARE TERHADAP PERILAKU IBU DALAM PENCEGAHAN DIARE PADA BALITA DI PUSKESMAS GAMPING 1 SLEMAN YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. negara berkembang termasuk Indonesia (Depkes RI, 2007). dan balita. Di negara berkembang termasuk Indonesia anak-anak menderita

ABSTRAK. Kata Kunci: Pengetahuan, Sikap, Tindakan, dan Soil Transmitted Helminths. ABSTRACT

ANALISIS FAKTOR RISIKO KEJADIAN GOUTHY ARTHRITIS

Marieta K. S. Bai, SSiT, M.Kes. Abstract

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh bakteri Salmonella thypi dan Salmonella para thypi. Demam

Kata Kunci: Pengetahuan, Sikap, Tindakan, Sanitasi Lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. oleh infeksi saluran napas disusul oleh infeksi saluran cerna. 1. Menurut World Health Organization (WHO) 2014, demam tifoid

GAMBARAN PERILAKU MASYARAKAT DALAM PENCEGAHAN PENYAKIT Chikungunya DI KOTA PADANG. Mahaza, Awaluddin,Magzaiben Zainir (Poltekkes Kemenkes Padang )

BAB I PENDAHULUAN. prevalensinya paling tinggi di dunia. Berdasarkan laporan World Health

HUBUNGAN FREKUENSI JAJAN ANAK DENGAN KEJADIAN DIARE AKUT. (Studi pada Siswa SD Cibeureum 1 di Kelurahan Kota Baru) TAHUN 2016

Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Higienitas Pasien Skabies di Puskesmas Panti Tahun 2014

GAMBARAN PENGETAHUAN IBU TENTANG PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS UNGARAN KABUPATEN SEMARANG ARTIKEL

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado. Kata kunci: Status Tempat Tinggal, Tempat Perindukkan Nyamuk, DBD

TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG CUCI TANGAN PAKAI SABUN (CTPS) PADA SISWA SDN BATUAH I DAN BATUAH III PAGATAN

BAB 1 PENDAHULUAN. menular yang banyak menyebabkan kematian. Masalah tersebut menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara. Terdapat empat jenis virus dengue, masing-masing dapat. DBD, baik ringan maupun fatal ( Depkes, 2013).

ADLN - UNIVERSITAS AIRLANGGA

TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP SISWA-SISWI SMA TENTANG PENYAKIT MENULAR SEKSUAL DI SMA HARAPAN 1 MEDAN. Oleh: DONNY G PICAULY

Promotif, Vol.5 No.1, Okt 2015 Hal 09-16

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN TIFUS ABDOMINALIS DI KOTA SIBOLGA TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Tahun 2006, World Health Organization melaporkan lebih dari seperempat

Kata Kunci : Pengetahuan, Perawatan, Demam Berdarah Dengue

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara sekitar dari jumlah penduduk setiap tahunnya.gastritis

GAMBARAN PENGETAHUAN SIKAP DAN TINDAKAN IBU DALAM PERTOLONGAN PERTAMA PADA BALITA DIARE DI RUMAH DI WILAYAH PUSKESMAS KARANGNONGKO KLATEN

Gambaran Keterlambatan Mencari Pengobatan ke Pelayanan Kesehatan pada Penderita Leptospirosis dan Faktor-faktor Terkait di Kota Semarang

HUBUNGAN PAPARAN MEDIA INFORMASI DENGAN PENGETAHUAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE PADA IBU-IBU DI KELURAHAN SAMBIROTO SEMARANG

ABSTRAK PERBEDAAN PENGETAHUAN, SIKAP, PERILAKU SISWA-SISWI SMA NEGERI X DENGAN SMA SWASTA X KOTA BANDUNG TERHADAP INFFEKSI MENULAR SEKSUAL

ABSTRAK TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG HEPATITIS B PADA DOKTER GIGI DI DENPASAR UTARA

Maria Jita Iba Badu¹, Tedy Candra Lesmana², Siti Aspuah³ ABSTRACT

PERBEDAAN PENGETAHUAN HIV/AIDS PADA REMAJA SEKOLAH DENGAN METODE PEMUTARAN FILM DAN METODE LEAFLET DI SMK BINA DIRGANTARA KARANGANYAR

BAB 1 PENDAHULUAN. Di era reformasi, paradigma sehat digunakan sebagai paradigma

BAB 1 PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan hak asasi manusia yang harus diperhatikan untuk

Kata kunci: Hipertensi, Aktivitas Fisik, Indeks Massa Tubuh, Konsumsi Minuman Beralkohol

BAB I PENDAHULUAN. dapat menurunkan tingkat kesadaran (Rahmatillah et al., 2015). Demam tifoid

ABSTRAK. Pembimbing II : Kartika Dewi, dr., M.Kes., Sp.Ak

PENDAHULUAN. Herdianti STIKES Harapan Ibu Jambi Korespondensi penulis :

Kesehatan Reproduksi Remaja Putri di SMA Negeri 2 Takengon

DAFTAR ISI BAB II TINJAUAN PUSTAKA

FAKTOR KEBIASAAN DAN SANITASI LINGKUNGAN HUBUNGANYA DENGAN KEJADIAN DEMAM THYPOID DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS NGEMPLAK KABUPATEN BOYOLALI

EFEKTIFITAS STRATEGI UPSTREAM TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU HIDUP SEHAT GIGI MELALUI KONSELING PADA SISWA/I KELAS I SDN 12 PONTIANAK KOTA

Prosiding Pendidikan Dokter ISSN: X

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG ISPA DENGAN PENANGANAN BALITA ISPA

BAB I PENDAHULUAN. tidak dapat terpenuhi. Namun masalah gizi bukan hanya berdampak pada

PROFIL TINGKAT PENGETAHUAN PENDERITA KUSTA TENTANG PENYAKIT KUSTA DI PUSKESMAS KEMUNINGSARI KIDUL KABUPATEN JEMBER

Cindy K Dastian 1, Idi Setyobroto 2, Tri Kusuma Agung 3 ABSTRACT

TINGKAT KECEMASAN PADA PASIEN YANG HOSPITALISASI. Nugrahaeni Firdausi

Kata kunci: Status Tempat Tinggal, Tempat Perindukkan Nyamuk, DBD, Kota Manado

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Gejala utama

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

ABSTRAK. Pembimbing I : Dr. Felix Kasim, dr., M.Kes Pembimbing II : Budi Widyarto L, dr., MH

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN MELALUI SMALL GROUP DISCUSSION

Ririh Citra Kumalasari 1. Bagian Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Undip *)Penulis korespondensi:

KARAKTERISTIK PASIEN TUBERKULOSIS PARU DI PUSKESMAS TUMINTING MANADO

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN WANITA PEKERJA SEKS DENGAN PERILAKU PEMERIKSAAN PAP SMEAR DI LOKALISASI SUNAN KUNING SEMARANG

Transkripsi:

PERILAKU PENCEGAHAN PENYAKIT DEMAM TIFOID PADA MAHASISWA PREVENTION BEHAVIOR IN STUDENTS TYHPOID FEVER Syilvie De Nanda 1 ; Maulina 2 1 Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Syiah Kuala Banda Aceh 2 Bagian Keilmuan Keperawatan Komunitas Fakultas Keperawatan Universitas Syiah Kuala Banda Aceh Email: syilviedenanda@gmail.com; maulina.hamdi@yahoo.com ABSTRAK Demam tifoid merupakan salah satu penyakit endemik di Indonesia. Demam tifoid ditularkan melalui makanan dan minuman yang tercemar oleh bakteri Salmonella typhi. Banyaknya kejadian demam tifoid dapat dipengaruhi oleh kurangnya pengetahuan, sikap dan tindakan terhadap penyakit demam tifoid. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui perilaku pencegahan penyakit infeksi demam tifoid pada mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Syiah Kuala Banda Aceh. Desain penelitian adalah deskriptive. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah menggunakan kuesioner. Jumlah populasi sebesar 316 responden dengan teknik pengambilan sampel secara proportional random sampling berjumlah 75 responden. Uji analisis data menggunakan Univariat.Hasil analisa data diperoleh yaitu pengetahuanterhadap pencegahan penyakit demam tifoid berada pada kategori cukup (64,0%), Sikap terhadap pencegahan penyakit demam tifoid pada kategori cukup (45,3%) sedangkan tindakan terhadap pencegahan penyakit demam tifoid berada pada kategori baik (49,3%). Diharapkan kepada mahasiswa dapat meningkatkan informasi tentang PHBS seperti mempertahankan perilaku higiene, menjaga kesehatan dalam upaya pencegahan penyakit agar terhindar dari penyakit demam tifoid. Kata kunci : Perilaku, Penyakit Demam Tifoid, Mahasiswa ABSTRACT Typhoid fever is a disease endemic in Indonesia. Typhoid fever is transmitted through food and drink contaminated by the bacterium Salmonella typhi. The high incidence of typhoid fever may be affected by the lack of knowledge, attitudes and actions against typhoid fever. The purpose of this study to determine the behavior of infectious diseases prevention of typhoid fever at the students of the Faculty of Nursing, University of Syiah Kuala in Banda Aceh. The study design is deskriptive. Data collection method used was a questionnaire. Total population of 316 respondents sampling technique proportional random sampling were 75 respondents. Test data using univariate analysis. Results of analysis of data obtained by the knowledge on the prevention of typhoid fever in the category less (16.0%), attitudes towards the prevention of typhoid fever in the category less (13%) while the action on the prevention of typhoid fever in the category less (12, 0%). It is expected that students can improve information on PHBs such as maintaining hygiene behavior, maintaining health in disease prevention to avoid the disease typhoid fever. Keywords : Behavior, Typhoid fever, Student 1

PENDAHULUAN Tifus Abdominalis atau Demam Tifoid disebabkan Bakteri Salmonella Thypi. Bakteri Salmonella Thypi masuk ke tubuh kita melalui makanan dan minuman yang tercemar. Bakteri Salmonelta Thypi juga mungkin terdapat pada tinja, urin, atau muntahan penderita. Penularan Tifus Abdominalis lebih banyak penularan secara tidak langsung (90%) yaitu melalui makanan dan minuman. Penularan Tifus Abdominalis secara langsung hanya sekitar 10%. Makanan dan minuman yang menjadi sumber penularan adalah makanan dan minuman yang tidak dimasak dengan baik (kurang matang). Makanan yang sudah dimasak dengan baik juga dapat menularkan Tifus Abdominalis jika kontak dengan tangan yang kotor atau air yang mengandung Bakteri Salmonella Thypi (Djauli, 2009). Di Negara Indonesia penyakit Tifus Abdominalis bersifat endemik. Berdasarkan data kasus di rumah sakit besar di Indonesia, penyakit Tifus Abdominalis menunjukkan kecenderungan meningkat dari tahun ke tahun dengan rata-rata kesakitan 500/100.000 penduduk dengan Case Fatality Rate (CFR) antara 0,6-5% atau 3-25/100.000 (Kepmenkes RI No. 364, 2006). Pasien Tifus Abdominalis sangat dianjurkan dirawat di rumah sakit karena penyakit ini relatif mudah menular kepada anggota keluarga lain (Tambayong, 2000). Penelitian yang dilakukan oleh Herawati dan Ghani (2007) tentang hubungan faktor determinan dengan kejadian tifoid di Indonesia diperoleh bahwa prevalensi Tifus Abdominalis klinis nasional sebesar 600/100.000 (rentang : 300/100.000-000/100.000). Angka prevalensi penyakit menurut provinsi maka Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam menduduki peringkat pertama (600/100.000) selanjutnya Provinsi Bengkulu (500/100.000), dan Provinsi Gorontalo (400/100.000). Beberapa provinsi yang prevalensi Tifus Abdominalis diatas angka nasional adalah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Provinsi Bengkulu, Provinsi Jawa Barat, Provinsi Banten, Provinsi Nusa Tenggara Timur, Provinsi Nusa Tenggara Barat, Provinsi Kalimantan Barat, Provinsi Kalimantan Timur, Provinsi Kalimantan Tengah, Provinsi Kalimantan Selatan, Provinsi Sulawesi Selatan, Provinsi Sulawesi Tengah, Provinsi Gorontalo, Provinsi Papua Barat, dan Provinsi Papua. Fenomena yang terjadi di masyarakat, masih banyak warga yang tidak menerapkan perilaku higiene perseorangan meskipun tingkat pengetahuan dan sikap mereka tentang kesehatan sudah cukup baik. Hal yang demikianlah yang menyebabkan jumlah penderita demam tifoid meningkat setiap tahunnya. Meskipun pihak instansi kesehatan telah melakukan upaya promotif dan penyuluhan tentang pentingnya perilaku higiene perseorangan serta kesehatan lingkungan untuk mencegah dan menanggulangi penularan penyakit. Namun, upaya ini tidak akan berhasil tanpa adanya kesadaran tiap individu untuk merubah perilaku. Kunci utama keberhasilan dari terwujudnya masyarakat yang sehat adalah memulai kesadaran diri sendiri untuk berperilaku higiene dan sehat. METODE Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian yang bersifat deskriptif. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa/i regular Fakultas Keperawatan yang aktif di Universitas Syiah Kuala Banda Aceh tahun ajaran 2015/2016 yang terdiri dari 316 mahasiswa. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 75 orang. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah proportional random sampling (Arikunto,2013). Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner dalam bentuk online dengan 35 item pernyataan diantaranya pengetahuan terdiri dari 15 item pernyataan, sikap terdiri dari 10 item pernyataan dan tindakan terdiri dari 10 item pernyataan. Penelitian ini dilakukan setelah mendapatkan surat lulus uji etik dari tim komisi penilai etik Fakultas Keperawatan Universitas Syiah Kuala dengan kode penelitian 1626201156. HASIL Pengumpulan data dilakukan pada tanggal 22-23 Agustus 2016. Data yang diperoleh berdasarkan kuesioner terhadap 75 responden adalah sebagai berikut : 2

Tabel Distribusi Frekuensi Gambaran pengetahuan mahasiswa terhadap penyakit demam tifoid Pengetahuan No Kategori (f) (%) 15 48 12 16 64 20 Total 75 100 Berdasarkan tabel 1 menunjukkan bahwa pengetahuan responden dalam pencegahan penyakit demam tifoid adalah pada kategori cukup sebesar 64,0 %. Tabel Distribusi Frekuensi Gambaran sikap mahasiswa terhadap penyakit demam tifoid Sikap No Kategori (f) (%) 31 34 10 41,3 45,3 13,3 Total 31 100 Berdasarkan tabel menunjukkan bahwa sikap responden dalam pencegahan penyakit demam tifoid adalah pada kategori cukup sebesar 45,3 %. Tabel Distribusi Frekuensi Gambaran tindakan mahasiswa terhadap penyakit demam tifoid No Tindakan Kategori (f) (%) 37 29 9 49,3 38,7 12,0 Total 75 100 Berdasarkan tabel menunjukkan bahwa tindakan responden dalam pencegahan penyakit demam tifoid adalah pada kategori baik sebesar 49,3 %. PEMBAHASAN Pengetahuan Pencegahan Penyakit Demam Tifoid pada Mahasiswa Berdasarkan tabel 1 menunjukkan bahwa secara keseluruhan responden mendapatkan pengetahuan yang cukup dengan persentase 64,0% atau 48 orang. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Agus Widodo (2012,p.8) menunjukkan bahwa masih banyak responden yang mempunyai pengetahuan tentang demam tifoid yang rendah sebesar 39,7%. Rendahnya pengetahuan responden tentang demam tifoid sebagai akibat kurangnya informasi yang diterima dalam hal masalah kesehatan khususnya demam tifoid seperti tanda, gejala, cara penularan. Berdasarkan hasil penelitian mengenai jenis kelamin diperoleh data bahwa jumlah responden laki-laki maupun perempuan sama banyak dengan masingmasing sebesar 50%. Menurut Zulkoni (2010) menyatakan bahwa demam tifoid dapat menyerang semua umur dan siapa saja yang mempunyai kebiasaan kurang bersih dalam hal mengkonsumsi makanan. Faktor lain yang mempangaruhi pengetahuan responden adalah tingkat pendidikan. Hasil penelitian menunjukkan banyak responden berpendidikan SMA sebesar 51,7%. Undang-undang Nomor 33 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa tingkat pendidikan wajib belajar adalah 9 tahun yang meliputi pendidikan SD selama 6 tahun dan pendidikan SMP selama 3 tahun. SMA dan sederajat adalah pendidikan menengah, sedangkan pendidikan tinggi adalah DI, DII, DIII, Sarjana dan seterusnya adalah pendidikan lanjutan. Pengetahuan merupakan hasil tahu manusia, yang sekedar menjawabpertanyaan apa sesuatu itu. Beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan antara lain; pengalaman, tingkat pendidikan yang luas, keyakinan tanpa adanya pembuktian, fasilitas (televisi, radio, majalah, koran, buku), penghasilan, dan sosial budaya (Notoatmodjo, 2010). Maka dapat disimpulkan bahwa perbedaan pengetahuan mahasiswa laki-laki dan mahasiswa perempuan, dapat diketahui jenis kelamin perempuan mendapatkan pengetahuan dengan kategori baik karena perempuan lebih merasa peduli terhadap kesehatan tubuhnya. Akan tetapi, pada jenis kelamin laki-laki mendapatkan pengetahuan dengan kategori kurang. Sikap terhadap pencegahan Penyakit Demam Tifoid pada Mahasiswa Berdasarkan tabel 2 diketahui bahwa pada sikap terdapat 34 orang (45,3%) diantaranya termasuk dalam kategori cukup. 3

Berdasarkan hasil penelitian mengenai umur responden dewasaawal antara (25-40) sebanyak 65.5%. Banyaknya responden yang menderita sakit demam tifoid berkaitan denganaktivitas yang dilakukan yaitu berkerja sebagai wiraswasta yaitu tukang kayu. Responden yang pernah mengalami tifoid kurang memperhatikan dalam hal personal hygiene, menjaga pola makanyang benar, harus mengkonsumsi makanan yang lunak, kemudian menghindari makanan yang berminyak, pedas, dan asam, serta kurangi kegiatan yang terlalu menguras tenaga. Faktor risiko terbesar pada penyakit ini adalah mereka yangmempunyai kebiasaan kurang bersihdalam mengkonsumsi makanan.menurut Zulkoni (2010) bahwa tifoidbanyak menyerang anak usia 12-13tahun (70%-80%), pada usia 30-40tahun (10%-20%) dan di atas usia anak12-13 tahun sebanyak (5%-10%). Menurut Notoatmodjo (2005), sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap juga merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan juga merupakan pelaksanaan motif tertentu. Maka dapat disimpulakn bahaw perbedaan sikap mahasiswa laki-laki dan mahasiswa perempuan, dapat diketahui jenis kelamin perempuan mendapatkan sikap dengan kategori cukup karena perempuan lebih memperhatikan kebiasaan dalam hal personal higienenya. Akan tetapi, pada jenis kelamin laki-laki mendapatkan sikap terhadap pencegahan demam tifoid dengan kategori kurang. Tindakan terhadap pencegahanpenyakit Demam Tifoid pada Mahasiswa. Berdasarkan tabel 3 diketahui bahwa pada tindakan sebanyak 37 orang (49,3%) diantaranya termasuk dalam kategori baik. Hasil penelitian Evan (2007)dalam penelitiannya dengan kesimpulan bahwa diperlukan upaya advokasi dan komunikasi kepada masyarakat yang miskin untuk meningkatkan kesadaran pengetahuan tentang demam tifoid, dan pengenalan vaksin yang bermanfaat bagi peningkatan pengetahuan. Menerapkan perilaku hidup bersih dalam kaitannya agar tidak mengalami kekambuhan demam tifoid, merupakan langkah baik untuk menangkal penyakit, namun dalam praktiknya, upaya pencegahan yang kesannya sederhana tidak selalu mudah dilakukan terutama bagi mereka yangtidak terbiasa, kurangnya pengetahuan dan sedikitnya kesadaran diri bahwa demam tifoid dapat diderita oleh siapa sssaja terutama pada orang yang hidup dilingkungan kurang bersih (Depkes,2004). Menurut Notoatmodjo (2005), tindakan adalah gerakan atau perbuatan dari tubuh setelah mendapat rangsangan ataupun adaptasi dari dalam maupun luar tubuh suatu lingkungan. Tindakan seseorang terhadap stimulus tertentu akan banyak ditentukan oleh bagaimana kepercayaan dan perasaannya terhadap stimulus tersebut. Secara biologis, sikap dapat dicerminkan dalam suatu bentuk tindakan, namun tidak pula dapat dikatakan bahwa sikap tindakan memiliki hubungan yang sistematis. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek (practice), yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain. Oleh karena itu disebut juga over behavior. Maka dapat disimpulkan bahwa perbedaan tindakan mahasiswa laki-laki dan mahasiswa perempuan, dapat diketahui jenis kelamin perempuan mendapatkan tindakan dengan kategori baik karena perempuan lebih memperhatikan perilaku hidup bersih dan peduli terhadap kesehatannya. Akan tetapi, pada jenis kelamin laki-laki mendapatkan pengetahuan dengan kategori kurang. Berdasarkan hasil penelitian yang dikumpulkan melalui kuesioner, dapat diketahui bahwa bahwa masih ada responden yang berperilaku baik namun dalam pelaksanaan upaya pencegahan demam tifoid masih kurang. Sebaliknya ada responden yang berpengetahuan kurang namun upaya pencegahan kekambuhan demam tifoid justru baik, hal ini menunjukkan perlunya pendidikan kesehatan pada responden untuk meningkatkan pengetahuan tentang demam tifoid dan adanya pelaksanaan kebersihan lingkungan agar responden tidak terjangkit penyakit demam tifoid. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian serta pembahasan penelitian yang berjudul perilaku pencegahan Penyakit Demam Tifoid pada Mahasiswa Fakultas Keperawatan 4

Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, dapat disimpulkan bahwa pengetahuanterhadap pencegahan Penyakit Demam Tifoid pada Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Syiah Kuala Banda Aceh (p value = 0.015, sikap terhadap pencegahan Penyakit Demam Tifoid pada Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Syiah Kuala Banda Aceh (p value = 0.010). sedangkan tindakan sterhadap pencegahan Penyakit Demam Tifoid pada Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Syiah Kuala Banda Aceh (p value = 0.003). Disarankan kepada Institusi Keperawatan diharapkan dapat meningkatkan peran perawat khususnya perawat komunitas dalam memberikan pendidikan kesehatan kepada masyarakat mengenai demam tifoid, cara pencegahan penyakit, dan berkoordinasi dengan instansi terkait untuk melakukan kebersihan lingkungan yang masih kotor agar masyarakat tidak terjangkit demam tifoid. Bagi Responden meningkatkan informasi dan kesadaran diri tentang perilaku hidup bersih dan sehat seperti mempertahankan perilaku higiene, membersihkan sanitasi secara teratur, cukup istirahat, meningkatkan asupan gizi yang baik agar terhindar dari demam tifoid dan bagi peneliti selanjutnya diharapkan dalam penelitian selanjutnya tentang upaya pencegahan demam tifoid lebih variatif dan lebih luas yaitu dari adanya observasi dalam penelitian, menambah variable seperti factor social ekonomi, factor budaya dan lain-lain REFERENSI Arikunto, S. (2010). Prosedur penelitian suatu pendekatan praktik. Yogyakarta:Rineka Cipta Depkes RI. (2010). Angka kejadian tifus di Indonesia.http;//www.library.upnvj.a c.id/pdf. Diakses tanggal 23 april 2016 Evan S, Scott Wittet, Josefina B, Kteryna, Laura C and Jennifer. (2007). Use of formative research in developing a knowledge translation approach to rotavirus vaccine indroduction in developing countries. BMS Public Health. Http://www. Biomedcentral.com/content/pdf/1471-2458-7-28pdf Hastono,S.P,. & Sabri, L.(2010). Statistik kesehatan. Jakarta : Rajawali Hassan, R.,dkk.(2005). Tifus Abdominalis. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak Cetakan Ke 1 Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Jakarta Notoatmodjo, S. (2007). Promosi kesehatan dan ilmu perilaku. Jakarta: Rineka Cipta. Notoatmodjo, S. (2010). Metodelogi penelitian. Jakarta : Rineka Cipta Profil Kesehatan Provinsi Aceh. (2012). Profil Kesehatan Provinsi Aceh Tahun201http://www.depkes.go.id/ resources/download/profil/profil_ KES_PROVINSI_2012/01_Profil_K es_prov.aceh_201pdf. Dikutip pada tanggal 25 juli 2016 jam 17.00, dari Widoyono. (2008). Penyakit Tropis : Epidemiologi, Penularan, Pencegahan Dan Pemberantasan. Jakarta : Penerbit Erlangga WHO. (2003). Background Document : The Diagnosis, Treatment Adn Prevention Of Thypoid Fever. Communicable Disease Surveilans And Respons Vaccine And Biologis. Departemen Kesehatan RI. (2006). Keputusan Menteri Kesehatan RI No.364/Menkes/SK/V/2006/ Tentang Pedoman Pengendalian Demam Tifoid. Jakarta : Depkes RI Departemen Kesehatan RI. Laporan Hasil Riset Dasar (RISKESDAS) 2007. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2008 5