PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan di atas, maka kemudian penulis merumuskan beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Penerapan judicial review di Indonesia berdasarkan ketentuan UUD NRI Tahun 1945 dilakukan melalui dua kekuasaan kehakiman yakni oleh Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi. Kedua lembaga tersebut berwenang melakukan judicial review tetapi dengan objek yang berbeda, yakni Mahkamah Konstitusi menguji undang-undang terhadap Undang- Undang Dasar sedangkan Mahkamah Agung menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang. Terdapat pemisahan objek pelaksanaan judicial review bagi kedua kekuasaan kehakiman tersebut dan juga terdapat beberapa ketentuan peraturan perundang-undangan yang dibentuk sebagai upaya preventif untuk menghindari permasalahan atas penerapan judicial review melalui dua kekuasaan kehakiman. Tetapi meskipun demikian, permasalahan dalam penegakan hukum terkait judicial review masih belum dapat dihindarkan, apalagi dengan munculnya peristiwa hukum yang memperlihatan putusan Mahkamah Konstitusi menggugurkan pelaksanaan putusan Mahkamah Agung. Maka, model pelaksanaan judicial review dua atap telah menimbukan suatu hambatan terhadap proses penegakan negara hukum di Indonesia. Selama tidak ada perubahan pada masalah pokoknya
yakni kewenangan limitatif yang bersifat dua atap yang dimiliki Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi penegakan negara hukum masih akan sulit terwujud. 2. Terdapat beberapa alasan yang menjadi kesimpulan penulis dalam menemukan urgensi penerapan judicial review satu atap melalui Mahkamah Konstitusi di Indonesia, yakni: a. Benturan antara Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi yang terjadi pada tahun 2009 yang sama-sama telah menafsirkan ketentuan Undang-Undang Pemilu menimbulkan beberapa permasalahan, yakni munculnya penafsiran ganda antara Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi. Selain itu, pengguguran pelaksanaan putusan Mahkamah Agung oleh putusan Mahkamah Konstitusi. Potensi benturan antara Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi ini tentu harus dihindari oleh karena itu penerapan judicial review satu atap melalui Mahkamah Konstitusi menjadi solusi untuk menutup benturan tersebut, sehingga kewenangan Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi menjadi sinkron dalam memberikan kepastian hukum di Indonesia. b. Dengan penerapan judicial review secara dua atap penegakkan konstitusi secara integral di dalam peraturan perundang-undangan akan menghambat penegakkan konstitusi terhadap peraturan perundangundangan terutama peraturan perundang-undangan di bawah undangundang maka dalam hal ini penting untuk menyatuatapkan kewenangan judicial review sehingga penegakkan konstitusi secara
integral di dalam peraturan perundang-undangan akan tercapai termasuk terhadap peraturan perundang-undangan di bawah undangundang. c. Pengujian secara konstitusional terhadap peraturan perundangundangan akan dapat terakomodir ketika pelaksanaan judicial review satu atap melalui Mahkamah Konstitusi dapat diterapkan. Sehingga masyarakat yang merasa hak-hak konstitusionalnya dilanggar oleh peraturan perundang-undangan dapat mengajukan keberatan (complaint) kepada Mahkamah Konstitusi. d. Dengan pelaksanaan judicial review satu atap melalui Mahkamah Konstitusi maka penyelesaian perkara akan lebih efektif dan efisien. Mengingat saat ini Mahkamah Agung memiliki beban perkara yang cukup berat. Apalagi ditambah dengan perkara judicial review terhadap peraturan perundang-undangan di bahwa undang-undang. Maka dengan pelaksanaan judicial review yang hanya dimiliki oleh Mahkamah Konstitusi diharapkan beban perkara Mahkamah Agung akan menjadi lebih ringan begitupula dengan Mahkamah Konstitusi yang sudah tidak lagi memegang perkara sengketa hasil pemilihan umum kepala daerah sehingga Mahkamah Konstitusipun tidak akan memiliki beban perkara yang melimpah. 3. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa penting untuk menerapkan judicial review satu atap melalui Mahkamah Konstitusi. Penerapan tersebut kemudian hanya dapat dilakukan melalui amandemen kelima
terhadap ketentuan UUD NRI Tahun 1945. Sehingga segala permasalahan terkait dengan kewenangan limitatif judicial review dapat terselesaikan begitupun juga dengan upaya penegakan hukum di Indonesia. Judicial review merupakan sebuah cara untuk melindungi masyarakat dari kesewenang-wenangan pemerintah atas berbagai produk hukum yang diciptakannya. Selain itu, judicial review merupakan sebuah praktik guarantee of constitution terhadap seluruh produk hukum. Untuk menjamin itu semua dibutuhkan penerapan judicial review yang tepat sehingga penegakan hukum di dalam suatu negara dapat tercipta dengan baik. Bahkan lebih lanjut dengan penerapan tersebut, penegakan konstitusi dan juga penyelesaian rangkaian permasalahan yang saat ini masih terus menggantung di dalam kekuasaan kehakiman Indonesia akan mampu terselesaikan. Perlunya penegakan supremasi konstitusi dan kepastian hukum adalah kewajiban mutlak dalam negara yang menganut konsep negara hukum. Maka urgensi dari penyatuatapan kewenangan judicial review melalui Mahkamah Konstitusi sudah harus dilakukan dengan cara melakukan amandemen kelima terhadap UUD NRI Tahun 1945. B. Saran Berdasarkan kesimpulan diatas, penulis perlu menyampaikan beberapa saran untuk memberikan perbaikan terhadap pelaksanaan judicial review dalam usaha memberikan kepastian hukum di Indonesia, yakni: 1. Perlunya amandemen kelima terhadap UUD NRI Tahun 1945 untuk merubah ketentuan judicial review yang seharusnya diserahkan hanya
kepada Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga tunggal pelaksana judicial review atas seluruh peraturan perundang-undangan. Kemudian jika dilakukan amandemen maka selayaknya dilakukan dengan pertimbangan yang matang sesuai dengan syarat-syarat tujuan dari pelaksanaan amandemen, perlu juga diperhatikan bahwa konstitusi harus bersifat singkat, umum dan mendasar, bahkan meskipun dilakukan perubahan terhadap konstitusi, konstitusi tersebut haruslah diperlakukan secara terhormat. 2. Perlunya mengakomodir kewenangan judicial review terhadap seluruh peraturan perundang-undangan kepada Mahkamah Konstitusi dan diakomodirnya kewenangan constitutional question terhadap seluruh lingkup peradilan di Indonesia, sehingga semua produk hukum baik regeling (peraturan perundang-undangan), beschikking (ketetapan), dan vonnis (keputusan hakim) dapat diuji tingkat konstitusionalitasnya di dalam satu lembaga yaitu Mahkamah Konstitusi. Selain itu, perlu membatasi pelaksanaan excutive review, dengan tidak melaksanakan review yang berkaitan dengan pengujian peraturan daerah menggunakan batu uji konstitusi Undang-Undang Dasar NRI Tahun 1945, sehingga tidak menimbulkan benturan penafsiran antara Pemerintah dan Mahkamah Konstitusi. 3. Diharapkan terdapat penulisan hukum lainnya yang dapat melanjutkan penulisan hukum ini terutama terkait dengan potensi permasalahan yang muncul akibat judicial review satu atap yang hendak diterapkan di
Indonesia. Terutama mengenai kemungkinan melimpahnya beban perkara di Mahkamah Konstitusi dan juga potensi Mahkamah Konstitusi yang semakin otoriter akibat mengemban judicial review terhadap seluruh peraturan perundang-undangan.