PENUTUP. 1. Penerapan judicial review di Indonesia berdasarkan ketentuan UUD NRI. yakni Mahkamah Konstitusi menguji undang-undang terhadap Undang-

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Konsep mengenai kedaulatan di dalam suatu negara, berkembang cukup

Menggagas Constitutional Question Di Indonesia Oleh: Muchamad Ali Safa at (Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya)

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN

BAB I PENDAHULUAN. selanjutnya disebut UUD 1945 secara tegas menyatakan bahwa. berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. hukum dikenal adanya kewenangan uji materiil (judicial review atau

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 44/PUU-XIII/2015 Objek Praperadilan

BAB IV PENUTUP. sebelumnya, penulis menyimpulkan beberapa hal sebagai berikut:

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 108/PUU-XIV/2016 Peninjauan Kembali (PK) Lebih Satu Kali

keberadaan MK pd awalnya adalah untuk menjalankan judicial review itu sendiri dapat dipahami sebagai and balances antar cabang kekuasaan negara

SKRIPSI. Diajukan Guna Memenuhi Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh : Nama : Adri Suwirman.

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 80/PUU-XII/2014 Ketiadaan Pengembalian Bea Masuk Akibat Adanya Gugatan Perdata

KUASA HUKUM Dra. Endang Susilowati, S.H., M.H., dan Ibrahim Sumantri, S.H., M.Kn., berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 26 September 2013.

BAB I PENDAHULUAN. Peradilan Tata Usaha Negara telah diatur didalam Undang-Undang Nomor

SILABUS PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PENINGKATAN PEMAHAMAN HAK KONSTITUSIONAL WARGA NEGARA PUSAT PENDIDIKAN PANCASILA DAN KONSTITUSI

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan 1. Ada peluang yuridis perubahan non-formal konstitusi dalam hal bentuk negara

BAB II MAHKAMAH KONSTITUSI SEBAGAI BAGIAN DARI KEKUASAAN KEHAKIMAN DI INDONESIA. A. Penyelenggaraan Kekuasaan Kehakiman Sebelum Perubahan UUD 1945

URGENSI PERADILAN TATA USAHA MILITER DI INDONESIA. Oleh: Kapten Chk Sator Sapan Bungin, S.H.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA : 33/PUU-X/2012

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA Pointers Hakim Konstitusi Prof. Dr. Arief Hidayat, S.H.,M.S. Dalam Acara

PENGAWASAN KOMISI YUDISIAL TERHADAP KEHORMATAN KELUHURAN DAN MARTABAT PERILAKU HAKIM BERDASARKAN UUD NEGARA REPUBLIK INDONESIA 1945

Analisis Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Mengeluarkan Putusan Yang Bersifat Ultra Petita Berdasarkan Undang-Undangnomor 24 Tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. Negara dan Konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan.

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang (UU) tehadap Undang-Undang Dasar (UUD). Kewenangan tersebut

Pengujian Peraturan Perundang-undangan. Herlambang P. Wiratraman Fakultas Hukum Universitas Airlangga 30 Oktober 2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 117/PUU-XII/2014 Bukti Permulaan untuk Menetapkan Sebagai Tersangka dan Melakukan Penahanan

PERTANYAAN Bagaimanakan kasus Marbury vs Madison Apa alasan John Marshall membatalkan Judiciary Act. Bagaimana pemikiran Yamin tentang Yudisial Review

BAB I PENDAHULUAN. dapat diubah oleh MPR sekalipun, pada tanggal 19 Oktober 1999 untuk pertama

BAB I PENDAHULUAN. di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

PROSPEK MAHKAMAH KONSTITUSI SEBAGAI PENGAWAL DAN PENAFSIR KONSTITUSI. Oleh: Achmad Edi Subiyanto, S. H., M. H.

BAB I PENDAHULUAN. tinggi negara yang lain secara distributif (distribution of power atau

Kuasa Hukum Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, S.H., M.Sc., dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 2 Maret 2015.

RechtsVinding Online

Oleh: FAISAL MUHAMMAD SAFI I C

RINGKASAN PUTUSAN. Perkara Nomor 17/PUU-V/2007 : Henry Yosodiningrat, SH, dkk

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 41/PUU-XIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan

I. PEMOHON Perkumpulan Tukang Gigi (PTGI) Jawa Timur yang dalam hal ini di wakili oleh Mahendra Budianta selaku Ketua dan Arifin selaku Sekretaris

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 86/PUU-XIV/2016 Pemidanaan Bagi Penyedia Jasa Konstruksi Jika Pekerjaan Konstruksinya Mengalami Kegagalan Bangunan

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 40/PUU-XIII/2015 Pemberhentian Sementara Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 21/PUU-XIII/2015 Kewajiban Pelaku Pembangunan Rumah Susun Dalam Memfasilitasi Terbentuknya PPPSRS

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum OLEH : RANTI SUDERLY

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 33/PUU-XIV/2016 Kewenangan Mengajukan Permintaan Peninjuan Kembali. Anna Boentaran,. selanjutnya disebut Pemohon

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 84/PUU-XII/2014 Pembentukan Pengadilan Hubungan Industrial di Kabupaten/Kota

Kuasa Hukum Badrul Munir, S.Sg., SH., CL.A, dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 2 April 2015.

Ringkasan Putusan.

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 85/PUU-XIV/2016 Kewajiban Yang Harus Ditaati Oleh Pelaku Usaha Dalam Melaksanakan Kerjasama Atas Suatu Pekerjaan

TAFSIR KONSTITUSI TERHADAP SISTEM PERADILAN DIINDONESIA* Oleh: Winarno Yudho

I. UMUM

BAB V KESIMPULA DA SARA

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 24/PUU-XII/2014 Pengumuman Hasil Penghitungan Cepat

Konferensi Pers Presiden RI Tentang Kasus Hukum Ketua MK, tgl 5 Okt 2013, di Jakarta Sabtu, 05 Oktober 2013

KUASA HUKUM Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, S.H., M.Sc., dkk berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 20 Maret 2014.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 52/PUU-XIV/2016 Penambahan Kewenangan Mahkamah Kontitusi untuk Mengadili Perkara Constitutional Complaint

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 33/PUU-XIV/2016 Kewenangan Mengajukan Permintaan Peninjuan Kembali. Anna Boentaran,. selanjutnya disebut Pemohon

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 41/PUU-XIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan

BAB 1 PENDAHULUAN. Penuntutan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), hlm ), hlm.94.

BAB III GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 21/PUU-XIII/2015 Kewajiban Pelaku Pembangunan Rumah Susun Dalam Memfasilitasi Terbentuknya PPPSRS

PENGENALAN MAHKAMAH KONSTITUSI DAN PENDIDIKAN KESADARAN BERKONSTITUSI 1 Oleh: Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH. 2

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam

RechtsVinding Online

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 6/PUU-XII/2014 Pemberian Manfaat Pasti Pensiun Bagi Peserta Dana Pensiun

URGENSI MENYEGERAKAN PEMBAHASAN RUU KITAB HUKUM PEMILU Oleh: Achmadudin Rajab * Naskah diterima: 17 Juli 2016; disetujui: 15 September 2016

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 99/PUU-XV/2017 Tafsir konstitusional frasa rakyat pencari keadilan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 99/PUU-XIII/2015 Tindak Pidana Kejahatan Yang Menggunakan Kekerasan Secara Bersama-Sama Terhadap Barang

KEWENANGAN MENGUJI KONSTITUSIONALITAS PERATURAN DAERAH TERHADAP UUD 1945

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu permasalahan yang sering muncul dalam hubungan kerja adalah

Prospek Mahkamah Konstitusi Sebagai Pengawal dan Penafsir Konstitusi - Achmad Edi Subiyanto, S. H., M. H.

-2- memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dipe

A. Kronologi pengajuan uji materi (judicial review) Untuk mendukung data dalam pembahasan yangtelah dikemukakan,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011:

Selasa, 17 November 2009 HUBUNGAN NEGARA HUKUM DAN DEMOKRASI

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kekuasaan raja yang semakin absolut di Negara Perancis

Kuasa Hukum Badrul Munir, S.Sg., SH., CL.A, dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 2 April 2015.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 36/PUU-XV/2017

ANALISIS PENGUJIAN PENGADUAN KONSTITUSIONAL (CONSTITUTIONAL COMPLAINT)

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 39/PUU-XII/2014 Hak Memilih

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 016/PUU-I/2003

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 25/PUU-XIII/2015 Pemberhentian Sementara Pimpinan KPK Karena Ditetapkan Sebagai Tersangka

I. PARA PEMOHON Deden Rukman Rumaji; Eni Rif ati; Iyong Yatlan Hidayat untuk selanjutnya secara bersama-sama disebut Para Pemohon.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 19/PUU-XIII/2015 Batas Waktu Penyerahan/Pendaftaran Putusan Arbitrase Internasional

KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MENGUJI PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG DALAM SISTEM HUKUM DI INDONESIA. Oleh : DJOKO PURWANTO

BAB II DESKRIPSI (OBYEK PENELITIAN) hukum kenamaan asal Austria, Hans Kelsen ( ). Kelsen menyatakan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan suatu kemajuan besar bagi perkembangan demokrasi di

BAB V PENUTUP. Berdasarkan pada deskripsi dan analisis yang telah dilakukan diperoleh

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 21/PUU-XIV/2016 Frasa Pemufakatan Jahat dalam Tindak Pidana Korupsi

BAB II HAK KONSTITUSIONAL WARGA NEGARA. konstitusi negara adalah pengaturan terkait Hak Asasi Manusia (human right). Negara

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 65/PUU-VIII/2010 Tentang Pengajuan Saksi Yang Meringankan Tersangka/Terdakwa ( UU Hukum Acara Pidana )

PANCASILA DAN EMPAT PILAR KEHIDUPAN BERBANGSA. Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1.

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 5/PUU-XII/2014 Tugas dan Wewenang Notaris dan Formasi Jabatan Notaris

I. PEMOHON Tomson Situmeang, S.H sebagai Pemohon I;

II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian materiil Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (UU 2/2004).

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan olehnya dapat di pertanggung jawabkan dihadapan hukum.

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 066/PUU-II/2004

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan Ketiga UUD 1945 mengamanahkan pembentukan lembaga yudikatif lain

Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan

KUASA HUKUM Ir. Tonin Tachta Singarimbun, S.H., dkk berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 28 Februari 2013

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 24/PUU-XII/2014 Pengumuman Hasil Penghitungan Cepat

Transkripsi:

PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan di atas, maka kemudian penulis merumuskan beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Penerapan judicial review di Indonesia berdasarkan ketentuan UUD NRI Tahun 1945 dilakukan melalui dua kekuasaan kehakiman yakni oleh Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi. Kedua lembaga tersebut berwenang melakukan judicial review tetapi dengan objek yang berbeda, yakni Mahkamah Konstitusi menguji undang-undang terhadap Undang- Undang Dasar sedangkan Mahkamah Agung menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang. Terdapat pemisahan objek pelaksanaan judicial review bagi kedua kekuasaan kehakiman tersebut dan juga terdapat beberapa ketentuan peraturan perundang-undangan yang dibentuk sebagai upaya preventif untuk menghindari permasalahan atas penerapan judicial review melalui dua kekuasaan kehakiman. Tetapi meskipun demikian, permasalahan dalam penegakan hukum terkait judicial review masih belum dapat dihindarkan, apalagi dengan munculnya peristiwa hukum yang memperlihatan putusan Mahkamah Konstitusi menggugurkan pelaksanaan putusan Mahkamah Agung. Maka, model pelaksanaan judicial review dua atap telah menimbukan suatu hambatan terhadap proses penegakan negara hukum di Indonesia. Selama tidak ada perubahan pada masalah pokoknya

yakni kewenangan limitatif yang bersifat dua atap yang dimiliki Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi penegakan negara hukum masih akan sulit terwujud. 2. Terdapat beberapa alasan yang menjadi kesimpulan penulis dalam menemukan urgensi penerapan judicial review satu atap melalui Mahkamah Konstitusi di Indonesia, yakni: a. Benturan antara Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi yang terjadi pada tahun 2009 yang sama-sama telah menafsirkan ketentuan Undang-Undang Pemilu menimbulkan beberapa permasalahan, yakni munculnya penafsiran ganda antara Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi. Selain itu, pengguguran pelaksanaan putusan Mahkamah Agung oleh putusan Mahkamah Konstitusi. Potensi benturan antara Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi ini tentu harus dihindari oleh karena itu penerapan judicial review satu atap melalui Mahkamah Konstitusi menjadi solusi untuk menutup benturan tersebut, sehingga kewenangan Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi menjadi sinkron dalam memberikan kepastian hukum di Indonesia. b. Dengan penerapan judicial review secara dua atap penegakkan konstitusi secara integral di dalam peraturan perundang-undangan akan menghambat penegakkan konstitusi terhadap peraturan perundangundangan terutama peraturan perundang-undangan di bawah undangundang maka dalam hal ini penting untuk menyatuatapkan kewenangan judicial review sehingga penegakkan konstitusi secara

integral di dalam peraturan perundang-undangan akan tercapai termasuk terhadap peraturan perundang-undangan di bawah undangundang. c. Pengujian secara konstitusional terhadap peraturan perundangundangan akan dapat terakomodir ketika pelaksanaan judicial review satu atap melalui Mahkamah Konstitusi dapat diterapkan. Sehingga masyarakat yang merasa hak-hak konstitusionalnya dilanggar oleh peraturan perundang-undangan dapat mengajukan keberatan (complaint) kepada Mahkamah Konstitusi. d. Dengan pelaksanaan judicial review satu atap melalui Mahkamah Konstitusi maka penyelesaian perkara akan lebih efektif dan efisien. Mengingat saat ini Mahkamah Agung memiliki beban perkara yang cukup berat. Apalagi ditambah dengan perkara judicial review terhadap peraturan perundang-undangan di bahwa undang-undang. Maka dengan pelaksanaan judicial review yang hanya dimiliki oleh Mahkamah Konstitusi diharapkan beban perkara Mahkamah Agung akan menjadi lebih ringan begitupula dengan Mahkamah Konstitusi yang sudah tidak lagi memegang perkara sengketa hasil pemilihan umum kepala daerah sehingga Mahkamah Konstitusipun tidak akan memiliki beban perkara yang melimpah. 3. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa penting untuk menerapkan judicial review satu atap melalui Mahkamah Konstitusi. Penerapan tersebut kemudian hanya dapat dilakukan melalui amandemen kelima

terhadap ketentuan UUD NRI Tahun 1945. Sehingga segala permasalahan terkait dengan kewenangan limitatif judicial review dapat terselesaikan begitupun juga dengan upaya penegakan hukum di Indonesia. Judicial review merupakan sebuah cara untuk melindungi masyarakat dari kesewenang-wenangan pemerintah atas berbagai produk hukum yang diciptakannya. Selain itu, judicial review merupakan sebuah praktik guarantee of constitution terhadap seluruh produk hukum. Untuk menjamin itu semua dibutuhkan penerapan judicial review yang tepat sehingga penegakan hukum di dalam suatu negara dapat tercipta dengan baik. Bahkan lebih lanjut dengan penerapan tersebut, penegakan konstitusi dan juga penyelesaian rangkaian permasalahan yang saat ini masih terus menggantung di dalam kekuasaan kehakiman Indonesia akan mampu terselesaikan. Perlunya penegakan supremasi konstitusi dan kepastian hukum adalah kewajiban mutlak dalam negara yang menganut konsep negara hukum. Maka urgensi dari penyatuatapan kewenangan judicial review melalui Mahkamah Konstitusi sudah harus dilakukan dengan cara melakukan amandemen kelima terhadap UUD NRI Tahun 1945. B. Saran Berdasarkan kesimpulan diatas, penulis perlu menyampaikan beberapa saran untuk memberikan perbaikan terhadap pelaksanaan judicial review dalam usaha memberikan kepastian hukum di Indonesia, yakni: 1. Perlunya amandemen kelima terhadap UUD NRI Tahun 1945 untuk merubah ketentuan judicial review yang seharusnya diserahkan hanya

kepada Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga tunggal pelaksana judicial review atas seluruh peraturan perundang-undangan. Kemudian jika dilakukan amandemen maka selayaknya dilakukan dengan pertimbangan yang matang sesuai dengan syarat-syarat tujuan dari pelaksanaan amandemen, perlu juga diperhatikan bahwa konstitusi harus bersifat singkat, umum dan mendasar, bahkan meskipun dilakukan perubahan terhadap konstitusi, konstitusi tersebut haruslah diperlakukan secara terhormat. 2. Perlunya mengakomodir kewenangan judicial review terhadap seluruh peraturan perundang-undangan kepada Mahkamah Konstitusi dan diakomodirnya kewenangan constitutional question terhadap seluruh lingkup peradilan di Indonesia, sehingga semua produk hukum baik regeling (peraturan perundang-undangan), beschikking (ketetapan), dan vonnis (keputusan hakim) dapat diuji tingkat konstitusionalitasnya di dalam satu lembaga yaitu Mahkamah Konstitusi. Selain itu, perlu membatasi pelaksanaan excutive review, dengan tidak melaksanakan review yang berkaitan dengan pengujian peraturan daerah menggunakan batu uji konstitusi Undang-Undang Dasar NRI Tahun 1945, sehingga tidak menimbulkan benturan penafsiran antara Pemerintah dan Mahkamah Konstitusi. 3. Diharapkan terdapat penulisan hukum lainnya yang dapat melanjutkan penulisan hukum ini terutama terkait dengan potensi permasalahan yang muncul akibat judicial review satu atap yang hendak diterapkan di

Indonesia. Terutama mengenai kemungkinan melimpahnya beban perkara di Mahkamah Konstitusi dan juga potensi Mahkamah Konstitusi yang semakin otoriter akibat mengemban judicial review terhadap seluruh peraturan perundang-undangan.