BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL Pada bab ini diuraikan mengenai analisis dan interpretasi hasil perhitungan dan pengolahan data yang telah dilakukan pada bab IV. Analisis dan interpretasi hasil akan diuraikan lebih lanjut pada subbab di bawah ini. 5.1 Analisis Kuesioner Kenyamanan Ruang Mahasiswa Berdasarkan hasil kuesioner yang diisi oleh mahasiswa pada tabel 4.19 terlihat bahwa mahasiswa cenderung merasakan suhu yang lebih hangat daripada yang diharapkan. Sebagai contoh jadwal B sebelum kuliah, hasil persepsi termal sebelum kuliah sebesar 1,07, sedangkan hasil preferensi termal sebesar -1,54. Kondisi dengan nilai persepsi termal yang lebih besar di bandingkan nilai preferensi termal berarti mahasiswa menghendaki suhu yang lebih dingin dibandingkan dengan suhu yang dirasakan saat penelitian. Selain itu menurut mahasiswa, ruang kelas 303 mempunyai aliran udara yang kecil walaupun ruangan tersebut mempunyai beberapa ventilasi dan kipas angin yang berjumlah 3 buah. Hal ini terlihat dari hasil kuesioner yang menunjukkan nilai preferensi aliran udara lebih besar dari nilai persepsi aliran udara. Sebagai contoh jadwal B mempunyai nilai preferensi sebelum kuliah sebesar 1,33 sedangkan nilai persepsi aliran udara sebesar 1,15. Selain itu, menurut mahasiswa, kondisi ini agak mengganggu sehingga membuat kurang nyaman, yang ditunjukkan dengan hasil nilai negatif pada pertanyaan kenyamanan termal dan efek lingkungan kerja. 5.2 Analisis Temperatur Udara dan Kelembaban Udara Berdasarkan hasil pengumpulan data diperoleh suhu ruangan yang tinggi untuk kenyamanan termal yaitu 30,86º C. Hasil ini dikarenakan pengumpulan data terjadi pada musim kemarau dan diukur pada cuaca yang cerah demi memperoleh hasil pengukuran nilai panas yang optimal. Menurut SNI (2011), nilai tersebut telah melewati batas temperatur efektif yang di tentukan sehingga dapat menurunkan kenyamanan termal bagi pengguna ruang. Batas nyaman optimal yang ditetapkan SNI berkisar pada rentang suhu 22,8 C - 25,8 C dengan toleransi penerimaan sejuk (20,5 C - 22,8 C) commit dan hangat to user (20,5 C - 22,8 C ). V-1
Pada penelitian ini, setiap 0,1ºC dapat mempengaruhi HSI sebesar 0,836. Kelembaban udara rata-rata yang terukur sebesar 71,5 % yang melampaui batas yang ditetapkan oleh SNI yaitu berkisar antara 40%-60% untuk menjaga agar kadar oksigen tidak terlalu rendah dan kadar uap air tidak terlalu tinggi. Kondisi ini terjadi karena aliran udara pada ruang tersebut cenderung kurang sehingga kondisi udara dalam ruangan tidak mengalir ke luar sesuai kebutuhan sehingga kelembaban menjadi besar. Hal ini dapat memacu jantung untuk bekerja lebih cepat karena oksigen yang terdapat pada lingkungan berkurang (Purnomo dan Rizal, 2000). Keadaan suatu ruangan yang cenderung mempunyai kelembaban tinggi akan membuat tubuh lebih sulit mengeluarkan panas sehingga menyebabkan suhu tubuh naik. Sedangkan keadaan ruangan dengan kelembaban yang rendah akan menyebabkan penguapan panas menjadi lebih cepat dan kulit kering. Pada proses perbaikan dengan dehumudifier, penurunanan kelembaban membuat kondisi kelembaban sesuai dengan standar SNI 2001, namun kondisi ini masih belum bisa membuat kenyamanan termal sesuai, oleh karena itu perbaikan dilanjutkan pada air conditioner. Pada hasil perhitungan studi kasus ini, setiap penurunan 1% kelembaban dapat menurunkan HSI sebesar 0.833. 5.3 Analisis Aliran Udara Berdasarkan penelitian, aliran udara rata-rata yang dibutuhkan terlampau kecil yaitu 0.04 m/s, padahal ruangan tersebut mempunyai ventilasi yang cukup besar dan mempunyai inlet dan outlet yang sama besar pula. Hal ini dikarenakan ruangan tersebut cukup luas dengan cukup banyak pepohonan yang berada sekitar gedung tempat ruangan 303 berada. Bentuk jendela berbentuk bukaan dari bawah ( tipe top hung casement) hanya dapat menyalurkan aliran udara sebesar 75% dari udara yang akan melewatinya. Selain itu, terdapat tritisan dan batas tembok depan ruangan yang menghambat laju aliran udara untuk masuk kedalam ruangan. Bentuk tritisan yang lebar cenderung menghambat laju radiasi langsung sinar matahari ke dalam ruangan, namun hal itu juga mempengaruhi laju aliran udara karena akan terhambat oleh tritisan. Dari perhitungan, laju aliran udara yang dibutuhkan untuk mengalirkan panas yang terdapat dalam ruangan lebih besar dibandingkan dengan laju aliran udara yang ada pada saat penelitian. Aliran udara yang dibutuhkan untuk membuang commit panas to sebesar user 1,119 m³/s, sedangkan aliran V-2
udara yang mampu melewati ruangan hanya 0,648 m³/s. Selisih aliran udara sebesar 0,471 m³/s yang artinya bahwa ruangan memerlukan tambahan laju udara sebesar 0,471 m³/s untuk menyeimbangkan panas agar dapat mengalir ke luar ruangan. Apabila dikonversi kedalam kecepatan angin yang melewati jendela diperoleh nilai sebesar 0,33 m/s. Namun sesuai standar SNI (2011) bahwa untuk mempertahankan kondisi nyaman, aliran udara yang jatuh sebaiknya lebih besar 0,15 m/s dan tidak boleh lebih dari 0,25 m/s. Oleh karena itu dalam penelitian ini diambil perbaikan berupa penggunaaan air conditioner. 5.4 Analisis Kenyamanan Termal Berdasarkan nilai PMV, diperoleh hasil perhitungan sebesar 1,565 yang berarti kondisi ruangan dalam skala agak hangat ke hangat. Semakin besar nilai PMV, maka semakin panas pula ruangan tersebut. Pada standar ASHRAE (2001), mensyaratkan bahwa kondisi nyaman optimal seseorang pada nilai PMV rentang -0,5<PMV< 0,5. Sedangkan perhitungan diperoleh nilai HSI sebesar 71,48%. Dalam standar yang dikeluarkan ASHRAE (2010), untuk skala antara 70-90 % dapat diartikan potensial heat stress sangat besar dan mahasiswa harus mendapat asupan ion yang cukup. Hal ini didukung dengan hasil kuesioner yang telah diisi mahasiswa bahwa mereka merasa terganggu dan tidak nyaman dengan kondisi kenyamanan termal yang sedang dirasakan saat proses perkuliahan. Semakin tinggi nilai HSI, maka semakin tinggi pula potensial heat stress yang akan dialami oleh mahasiswa. Pada perhitungan PPD diperoleh hasil sebesar 54,6%, yang berarti sebanyak 54,6% mahasiswa cenderung merasa tidak nyaman dengan kondisi termal ruangan yang ada saat ini. Hal tersebut sesuai dengan kuesioner yang sebagian besar merasa tidak nyaman dan menghendaki suhu yang lebih dingin atau sejuk. Sedangkan menurut ASHRAE (2001), rentang kenyamanan optimal terjadi pada kondisi PPD tidak lebih dari 10%. 5.5 Analisis Pengguna Jumlah pengguna pada ruang tersebut kurang lebih 50 orang dengan luas kelas 9,39 m x 12 m. Kondisi ini sesuai dengan standar SNI (2011) yang menyebutkan bahwa setiap orang membutuhkan ruang 2 m 2 dalam melakukan aktivitas agar merasa nyaman. Namun besar panas yang dihasilkan manusia juga tergantung dari tingkat aktivitas yang dilakukan. Semakin tinggi aktivitas, maka tingkat metabolisme semakin meningkat sehingga menghasilkan panas yang lebih V-3
besar. Pakaian yang digunakan mahasiswa mempunyai nilai insulan sebesar 0,641, padahal SNI (2011) mensyaratkan nilai insulan pakaian yang digunakan pada musim panas sebaiknya sebesar 0,5 clo. Oleh karena itu diharapkan mahasiswa dapat menggunakan pakaian yang tepat sesuai dengan musimnya sehingga keadaan tubuh menjadi lebih nyaman. Efek pakaian yang digunakan juga mempengaruhi kenyamanan termal yang dirasakan mahasiswa saat perkuliahan. Dalam kasus ini, setiap 0,1 clo nilai insulan pakaian dapat menyebabkan naik atau turunnya HSI sebesar 0.838. 5.6 Analisis ruangan Ruang kelas mempunyai luasan jendela dan ventilasi yang cukup lebar. Hal ini memudahkan cahaya dari luar untuk masuk. Dampak kondisi ini dapat menaikkan intensitas sinar matahari yang masuk ke dalam ruangan sehingga menyebabkan naiknya suhu ruangan. Berdasarkan KEMENKES RI (2002), tentang kesehatan lingkungan kerja, setiap ruangan yang menerapkan ventilasi harus mempunyai luas ventilasi sebesar 15% dari luas lantainya. Pada kasus ini, ruangan mempunyai luas lantai 112,68 m² sehingga diperoleh syarat ventilasi sebesar 16,90 m². Hasil perhitungan luas bukaan diperoleh luasan ventilasi ruang kelas 303 sebesar 19,68 m² yang berarti dari sisi persyaratan sudah memenuhi. Dari sisi peletakan ventilasi tergolong bagus karena mempunyai sisi inlet dan outlet yang sama. Material dinding terbuat dari batu bata yang diplester dan kayu, dinding tersebut cenderung umum digunakan pada berbagai tipe bangunan, namun pada ruang kelas 303 tenik mesin terdapat banyak kaca. Hal ini memudahkan panas yang dibawa oleh aliran udara lebih mudah masuk. Walaupun terdapat banyak kaca, namun yang berfungsi sebagai jendela hanya sebagian, sehingga bagian tersebut tidak bisa digunakan sebagai ventilasi keluar masuknya udara dari luar. Berdasarkan tabel transmitan konstruksi yang ditulis Satwiko (2007), dapat disimpulkan semakin tebal dinding maka akan semakin kecil nilai transmitan dinding dan semakin tinggi tingkat kemampuan isolator dinding, semakin kecil pula tingkat transmitannya. V-4
Arah bangunan yang terbuka mengarah pada arah datangnya sinar matahari berperan juga dalam peningkatan panas dalam ruangan. Pada tempat penelitian, bangunan sudah berada pada arah yang tepat karena menghadap pada arah utara dan selatan, jika arah bangunan yang berbatasan dengan luar ruangan menghadap arah timur dan barat, maka tingkat panas panas yang masuk akan lebih besar, karena tingkat radiasi yang datang dari arah utara selatan sebesar 130 W/m² dan 97 W/m², sedangkan timur barat sebesar 112 W/m² dan 243 W/m². Oleh karena itu menyebabkan radiasi matahari yang masuk ke dalam kelas menjadi lebih kecil di bandingkan dengan arah bagian bangunan lainnya. Namun, semakin banyak dinding terbuka yang berbatasan dengan lingkungan luar, maka akan semakin besar pula panas yang dapat masuk. Pada ruang 303, terdapat dua dinding yang berbatasan langsung dengan lingkungan luar sehingga lebih memudahkan dan meningkatkan suhu ruangan menjadi lebih besar sesuai dengan perhitungan pada penelitian. Banyaknya barang elektronik dalam ruangan juga berperan dalam peningkatan panas dalam ruangan. Pada ruang tersebut, peralatan elektronik yang biasa digunakan dalm pembelajaran adalah LCD proyektor, lampu dan laptop. Semakin banyak barang elektronik, maka semakin naik pula panas yang dikeluarkan oleh peralatan tersebut. 5.7 Analisis Perbaikan Pada proses perbaikan beberapa hal yang dapat diperbaiki seperti elemen penyusun dinding, jumlah ventilasi, jumlah kaca, pertukaran udara per jam, dan suhu ruangan yang diharapkan. Pada suhu ruangan diubah naik dari 24,8ºC menjadi 25,8ºC dengan kelembaban sebesar 50% yang masih terdapat pada range zona nyaman optimal untuk menghemat energi. Material penyusun dinding dibuat dengan batu bata plester dilapisi gabus sebagai isolator agar dinding mempunyai nilai transmitan dinding yang lebih kecil dari sebelumnya seperti pada contoh kasus yang telah dikemukakan Satwiko (2007). Penambahan lapisan gabus akan menurunkan suhu karena lapisan tersebut akan membuat dinding mempunyai nilai transmitan sebesar 0,85, jauh lebih kecil ketika belum dilapisi yaitu sebesar 3,24. V-5
Pada kasus ini, setelah dihitung kebutuhan aliran udara, ternyata tidak dapat dipenuhi karena kebutuhan aliran udara yang masuk berdasarkan penelitian lebih besar daripada yang diteteapkan oleh SNI, sedangkan untuk faktor angin lebih bergantung ke alam sehingga diputuskan perbaikan dengan menggunakan air conditioner. Oleh karena itu pada bagian ventilasi di tutup di jadikan dinding agar udara panas tidak mengalir melalui ventilasi sedangkan pada bagian kaca luasnya dikurangi dari 17,73 m 2 menjadi 9,73 m 2 untuk memperkecil panas yang melaui kaca yaitu dengan menutup kaca bagian atas. Dari beberapa perbaikan tersebut maka diperoleh nilai HSI sebesar 39,4 yang mempunyai arti potensial heat stress kecil. Pada kebutuhan AC, dapat menurun dari awalnya 5,89 PK menjadi 2,75 PK, sehingga dapat menghemat energi. Sedangkan untuk PMV diperoleh nilai sebesar 0,43 yang masuk pada zona nyaman pada kenyamanan termal yang dikeluarkan ASHRAE (2011). Hasil PPD diperoleh 9,02% yang berarti masuk zona kenyamanan termal dari ASRHAE (2011). V-6