BAB III DASAR PERANCANGAN INSTALASI AIR CONDITIONING

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III DASAR PERANCANGAN INSTALASI AIR CONDITIONING"

Transkripsi

1 BAB III DASAR PERANCANGAN INSTALASI AIR CONDITIONING 3.1 Perngertian dan Standar Pengkondisian Udara Bangunan Pengkondisian udara adalah suatu usaha ang dilakukan untuk mengolah udara dengan cara mendinginkan, mengeringkan atau bahkan membersihkan udara suatu ruangan agar mencapai kondisi nyaman. Ruangan dengan kondisi yang Nyaman sangat di butuhkan penghuni di dalamnya untuk melakukan suatu aktivitas. Peningkatan produktivitas kerja dapat dicapai apabila lingkungan kerja disekitarnya nyaman dan kondusif. Kondisi perencanaan dalam merancang sistem pengkondisian udara telah di atur di dalam standar nasional Indonesia. Berdasarkan SNI 6390:2011 untuk memenuhi kenyamanan termal pengguna bangunan kondisi perancanaan gedung di wilayah dataran rendah dengan tempratur udara maksimum rata rata sekitar 34 C DB dan 27 C WB ditetapkan bahwa perencanaan kondisi ruang kerja bertemperatur bola kering berkisal antara 24 C hingga 27 C ± 1,5 C dengan kelembaban 65% ± 10%. Untuk dapat mencapai kondisi nyaman ruangan kerja sesuai standar tersebut maka dibutuhkan suatu sistem pengkondisian udara. Perancangan sistem pengkondisian udara didasarkan pada estimasi beban pendingin ruangan, sehingga udara diperoleh sistem pengkondidian udara yang paling sesuai dengan kondisi ruangan tersebut. Estimasi beban pendingin yang harus dilakukan karena adanya perubahan kondisi udara di luar gedung yang terus-menerus berubah sepanjang hari. Pengertian dari beban pendingin adalah laju pengambilan energi panas oleh mesin pendingin dari udara didalam ruangan. Fungsi dari pengambilan energi panas tersebut adalah untuk menjaga temperatur dan kelembaban udara didalam ruangan agar tetap berada didalam kisaran kondisi yang didinginkan. Untuk melakukan estimasi beban pendinginan gedung pada perancangan ini, di gunakan software cooling load estimation Trace 700 version yang berbasis pada Laporan Kerja Praktek 9

2 metode CLTD (Cooling Load Temperature Difference)/CLF (Cooling Load Factor). 3.2 Siklus Pendingin Kompresi Uap Siklus pendingin kompresor uap adalah satu siklus perpindahan energi yang diterapkan pada sebuah mesin pendingin. Mesin pendingin yang menerapkan siklus pendingin kompresi uap pada umumnya banyak di gunakan dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu keuntungan menggunakan siklus kompresi uap adalah tidak membutuhkan tempat yang relatif besar karena bentuk dan ukurannya yang kompak. Komponen utama yang terdapat pada siklus ini yaitu kompresor, kondensor, evaporator dan alat ekspansi. Pada gambar 3.1 berikut dapat dilihat skema sederhana. Gambar 3.1. skema peralatan pada siklus mesin pendingin kompresor uap Penjelasan dari proses siklus pendingin kompresi uap adalah sebagai berikut. Pada proses (1-2), fluida kerja berupa refrigeran memasuki kompresor sehingga tekanan uap refrigeran akan naik dengan naiknya temperatur uap refrigeran tersebut. Pada proses (2-3), uap refrigeran akan masuk kedalam kondensor untuk didinginkan dan terjadilah proses perubahan fasa refrigeran dari uap menjadi cairan. Proses pendinginan tersebut terjadi akibat adanya pertukaran panas antara uap refrigeran dengan fluida pendingin biasanya berupa udara sekitar atau air pendingin. Pada proses (3-4), refrigeran yang sudah berbentuk fasa cair masuk ke alat ekspansi, di dalam alat ekspansi tersebut tekanan refrigeran di turunkan, sehingga saat refrigeran keluar dari alat ekspansi refrigeran berfasa campuran cair dan uap, proses Laporan Kerja Praktek 10

3 berlangsung pada entalphi konstan. Pada proses (4-1), terjadi proses penguapan refrigeran. Proses penguapan ini terjadi karena adanya pertukaran panas antara refrigeran dengan fluida yang didinginkan. Pada saat keluar dari evaporator refrigeran akan berfasa uap jenuh. Proses selanjutnya refrigeran akan masuk kembali menuju kompresor, dan begitu seterusnya. Diagram P-H dari siklus pendingin kompresor uap pada sebuah mesin pendingin di tunjukan pada Gambar 3.2. Pada diagram tersebut terdapat garis putusputus yang menunjukan proses standar dari siklus kompresi uap, dan garis penuh menunjukkan proses aktual yang berlangsung. Perbedaannya pada siklus aktual terjadi penurunan tekanan pada peralatan evaporator dan kondensor, serta terjadi kenaikan entropi pada kompresor. Gambar 3.2. diagram P-h siklus pendingin kompresi uap ideal dan aktual Untuk menentukan prestasi dari sebuah mesin pendingin dapat di tentukan dari nilai Coefficient Of Performance (COP) atau dengan nilai Energy Efficiency Ratio (EER). Nilai COP adalah perbandingan antara besar laju perpindahan panas yang terjadi di evaporator (Qev) dibandingkan dengan laju kerja yang di butuhkan kompresor (Wk) seperti yang di tunjukkan pada Persamaan (3.1). dan nilai EER adalah perbandingan laju perpindahan panas yang terjadi di evaporator dibandingkan dengan laju kerja yang di butuhkan seluruh peralatan yang berada pada siklus kompresi uap (Wp). Peralatan yang di maksud adalah kompresor, fan evaporator, dan Laporan Kerja Praktek 11

4 fan condensor. Besarnya nilai EER di tunjukkan pada persamaan (3.2). (3.1) (3.2) Keterangan : = Coefficient Of Performance EER = Energy Efficiency Ratio (%) = Laju Perpindahan Panas Evaporator (KW) = Laju Kerja Kompresor (KW) = Laju Kerja Peralatan (KW) 3.3 Langkah-langkah Perhitungan Estimasi Beban Pendingin Dalam menghitung beban pendinginan gedung terdapat beberapa hal penting yang perlu diperlakukan diantaranya yaitu: 1. Data spesifikasi bangunan Data spesifikasi bangunan dapat berupa dimensi bangunan, arah orientasi bangunan, dan data fisik. Data tersebut dibutuhkan untuk menyediakan informasi terkait hal-hal perhitungan beban pendingan. 2. Kondisi ruangan dalam Komdisi ruangan dalam merupakan kondisi temperatur dan kelembaban yang di tetapkan sedemikian rupa sehingga penghuni merasa nyaman di dalam ruangan. 3. Kondisi udara luar Kondisi udara luar merupakan data parameter cuaca berupa temperatur bola kering (Tdb) dan kelembaban relatif (RH) yang ditetapkan sebagai acuan dasar perhitungan beban pendingin. 4. Pengelompokan beban pendingin Laporan Kerja Praktek 12

5 Secara umum beban pendingin dikelompokkan menjadi tiga tipe yaitu panas sensibel, panas laten, dan panas total. 5. Perhitungan beban pendinginan Beban pendingin yang diperhitungkan dalam perhitungan terbagi menjadi dua bagian, yaitu beban internal dan beban eksternal. Beban internal adalah beban panas yang berasal dari dalam ruangan yang dikondisikan, sedangkan beban eksternal adalah beban panas yang berasal dari luar ruangan yang di kondisikan. 6. Rekapitulasi hasil perhitungan beban pendingin Setelah beban-beban pendinginan tersebut dihitung lalu dilakukan proses rekapitulasi data berdasarkan kelompoknya sehingga dapat digunakan sebagai dasar acuan dalam merancang sistem pengkondisian udara Data Spesifikasi Bangunan Data spesifikasi bangunan berupa data fisik sangat diperlukan dalam proses perhitungan estimasi beban pendingin. Data fisik tersebut meliputi beberapa hal seperti lokasi gedung, letak geografis, orientasi gedung, fungsi gedung, material fisik gedung, koefisien perpindahan panas global gedung, serta denah ruangan dalam gedung Komponen Fisik Gedung dan Koefisien Perpindahan Panas Global Sebuah gedung memiliki beberapa komponen fisik penyusun dengan fungsi tertentu. Salah satu fungsi terpenting yaitu sebagai pelindung dari perubahan cuaca yang terjadi di lingkungan luar sekitar gedung. Tidak hanya melindungi dari perubahan cuaca tetapi juga melindungi dari pancaran panas matahari yang diterima sepanjang hari. Komponen fisik gedung tersebut berupa atap, dinding, kaca jendela, plafon, dan lantai. Karena adanya panas yang diterima oleh gedung sepanjang waktu setiap harinya maka komponen fisik penyusun gedung akan menyerap energi panas tersebut dan menghantarkannya ke dalam gedung. Laporan Kerja Praktek 13

6 Dengan timbulnya laju perpindahan panas yang terjadi pada masingmasing komponen fisik gedung menyebabkan perhitungan koefisien perpindahan panas global suatu komponen fisik penyusun gedung menjadi penting. Hasil perhitungan koefisien perpindahan panas global tersebut akan menjadi salah satu faktor dalam perhitungan beban pendinginan yang terjadi. Koefisien perpindahan panas global merupakan suatu nilai dari penjumlahan hambatan termal konduksi dan konveksi. Fungsi dari perhitungan tersebut yaitu digunakan untuk mengetahui besarnya energi panas yang masuk ke dalam gedung. Semakin besar nilai dari koefisien perpindahan panas global maka akan semakin besar juga laju energi panas yang terjadi. Hal yang menentukan nilai koefisien perpindahan panas global adalah bahan-bahan penyusun masing-masing komponen fisik bangunan. Untuk mendapatkan nilai koefisien perpindahan panas global diperlukan data seperti ketebalan (t) dari bahan penyusun, dan nilai konduksivitas termal bahan (k) yang digunakan untuk menghitung nilai hambatan termal konduksi (R). Besarnya nilai hambatan termal konduksi (R) ditunjukkan pada Persamaan (3.3). (3.3) Keterangan : R = Hambatan termal konduksi ( K/W) t = Ketebalan bahan penyusun (m) k = Konduktivitas termal bahan penyusun (W/mK) Setelah mendapatkan nilai hambatan termal konduksi (R) maka nilai koefisien perpindahan panas global akan didapat. Besarnya nilai koefisien perpindahan panas global ditunjukkan pada Persamaan (3.4). (3.4) Keterangan : U = Koefisien perpindahan panas global (W/m2K) Laporan Kerja Praktek 14

7 R = Hambatan termal konduksi (m2k/w) Untuk masing-masing komponen fisik penyusun gedung memiliki nilai koefisien perpindahan panas global tersendiri. Komponen fisik berupa atap, dinding, plafon, kaca jendela, partisi, dan lantai masing-masing juga memiliki komponen penyusun yang berbeda beda satu dengan yang lainnya sehingga perlu dilakukan perhitungan secara rinci untuk mendapatkan nilai koefisien perpindahan panas global. Di bagian teratas dari sebuah gedung terdapat dua bagian penyusun yaitu atap dan plafon atau langit-langit. Atap merupakan penyusun bangunan atas yang berkontak langsung dengan udara luar dan menyerap energi panas matahari secara langsung. Sedangkan plafon adalah komponen penyusun gedung di sisi atas berfungsi untuk membatasi ruangan yang ingin dikondisikan dengan ruangan diatasnya. Data terkait material penyusun, ketebalan tiap lapisan, dan besarnya koefisien perpindahan panas global atap akan ditunjukkan pada Tabel 3.2, dan untuk plafon akan ditunjukkan pada Tabel 3.3. Tabel 3.2 Koefisien perpindahan panas global atap Laporan Kerja Praktek 15

8 Tabel 3.3 Koefisien perpindahan panas global plafon Bagian sisi samping gedung terdapat dua komponen fisik penyusun yaitu dinding, dan kaca jendela. Dinding adalah penyusun bagian sisi terbesar pada sebuah gedung dan terdiri dari dua bagian yaitu dinding sisi luar (outer wall) serta dinding sisi dalam (inner wall). Dinding sisi luar (outer wall) merupakan bagian dinding yang berkontak langsung dengan udara luar, sedangkan untuk dinding sisi dalam (inner wall) merupakan dinding yang membatasi ruangan dengan ruangan lain. Untuk dinding sisi dalam (inner wall) dapat juga digunakan sebagai bagian dari partisi di dalam sebuah ruangan. Partisi adalah bagian dinding yang membatasi antara ruangan yang dikondisikan dengan ruangan yang tidak dikondisikan. Data terkait material penyusun, ketebalan tiap lapisan dan besarnya koefisien perpindahan panas global ditujukkan pada Tabel 3.4. Laporan Kerja Praktek 16

9 Tabel 3.4 Koefisien perpindahan panas global outer wall dan inner wall Kondisi Ruangan Dalam Gedung Kondisi yang akan dikondisikan pada ruangan di dalam gedung adalah temperatur dan kelembaban. Menurut SNI 6390:2011 temperatur dan kelembaban standar untuk mencapai kenyamanan di Indonesia adalah 25,5ºC ± 1,5ºC dan kelembaban relatif 60% ± 5% Kondisi Ruangan Luar Gedung Parameter cuaca yang diterapkan untuk menentukan kondisi udara di luar ruangan adalah temperatur bola kering (Tdb) dan kelembaban relatif (RH) udara setiap bulan. Kondisi udara di luar gedung menurut standar ASHRAE yang diterapkan pada software cooling load estimation Trace 700 ditunjukkan pada Tabel 3.6. Laporan Kerja Praktek 17

10 Tabel 3.6 Temperatur dan kelembaban relatif udara udara kota Jakarta Pengelompokan Beban Pendinginan Beban pendinginan yang harus diatasi oleh peralatan sistem pengkondisian udara terbagi menjadi tiga komponen utama yaitu beban panas sensibel, beban panas laten, dan beban panas total. Beban panas sensibel merupakan panas yang dihasilkan akibat dari adanya perbedaan temperatur antara luar gedung dengan di dalam ruangan. Beban panas laten merupakan panas yang dihasilkan oleh perubahan fasa uap air yang terkandung di udaran di dalam ruangan. Sedangkan beban panas total adalah total akumulasi dari beban panas sensibel dan beban panas laten. 3.4 Perhitungan Beban Pendinginan Sumber dari beban pendinginan dapat berasal dari dalam maupun luar ruangan. Beban pendinginan yang berasal dari luar ruangan disebut sebagai beban eksternal, sedangkan beban pendinginan yang berasal dari dalam ruangan disebut sebagai beban internal. Dari dua macam kategori beban tersebut dapat dihitung besar beban pendinginan yang terjadi secara terpisah. Perhitungan secara rinci terhadap dua kategori beban tersebut sangat diperlukan untuk memperkirakan beban pendinginan yang terjadi. Laporan Kerja Praktek 18

11 3.4.1 Perhitungan Beban Pendinginan Eksternal Beban eksternal merupakan beban panas yang berasal dari luar ruangan. Beban eksternal dapat berupa beban akibat adanya radiasi, beban akibat adanya konduksi, dan beban akibat terjadinya pertukaran udara. Berikut adalah penjelasan dari masing-masing beban eksternal tersebut : 1. Beban pendinginan akibat radiasi Radiasi panas dari matahari yang terjadi terhadap gedung merupakan salah satu sumber panas yang diperhitungkan dalam menentukan beban pendinginan ruangan. Beban panas akibat radiasi terjadi melalui kaca yang terpasang di sisi samping sebuah gedung. Besar radiasi yang terjadi melalui kaca disebut dengan Solar Heat Gain Factor (SHGF). Faktor lain yang menentukan kemampuan kaca dalam meneruskan panas yang berasal dari matahari adalah nilai Shading Coefficient (SC). Nilai koefisien tersebut berkisar pada rentang angka 0 sampai 1. Setiap jenis kaca pasti memiliki nilai SC masing-masing yang berbeda. Pada software cooling load estimation Trace 700 nilai SC akan didapatkan dengan memilih jenis kaca yang digunakan. Besarnya nilai kalor radiasi yang terjadi akan terus berubah-ubah sepanjang waktu setiap harinya. Sehingga untuk mewakili nilai radiasi tersebut dapat digunakan suatu koefisien yaitu Cooling Load Factor (CLF). Hal lain yang diperlukan dalam menghitung nilai kalor radiasi adalah luas permukaan kaca. Perhitungan beban pendinginan akibat radiasi yang terjadi pada kaca ditunjukkan pada Persamaan (3.5). = A x SC x SHGF x CLF (3.5) Keterangan : = Beban pendinginan akibat radiasi matahari (W) A = Luas permukaan kaca ( ) SC = Shading Coefficient SHGF = Solar Heat Gain Factor Laporan Kerja Praktek 19

12 CLF = Cooling Load Factor untuk kaca 2. Beban pendinginan akibat konduksi Besar kalor konduksi yang terjadi pada gedung berasal dari fenomena perpindahan panas melalu dinding. Perpindahan panas dapat terjadi karena adanya perbedaan temperatur antara udara luar dengan udara yang berada di dalam ruangan. Beban panas konduksi yang dialami oleh dinding gedung selalu berubah dalam kondisi tidak tunak. Apabila beban konduksi masih dalam kondisi tunak dapat dihitung dengan Persamaan (3.6). = U x A x ( ) (3.6) Keterangan : = Laju perpindahan panas konduksi (W) U = Koefisien perpindahan panas global (W/ K) A = Luas area perpindahan panas (m2) = Temperatur udara luar (K) = Temperatur udara dalam (K) Persamaan (2.6) tidak berlaku jika keadaan tidak tunak. Sedangkan untuk mendapatkan besar beban pendinginan akibat konduksi diperlukan nilai beban konduksi dalam keadaan tidak tunak. Sehingga dibutuhkan suatu koefisien yang dapat mengganti sehingga beban pendinginan akibat konduksi dapat dihitung. Nilai koefisien tersebut adalah cooling load temperature difference (CLTD). Nilai CLTD menggambarkan perbedaan temperatur yang sama dengan laju panas akibat perbedaan temperatur udara luar dan ruangan tiap waktu. Hal yang mempengaruhi besarnya nilai CLTD adalah posisi relatif matahari, posisi konstruksi bangunan, orientasi arah bangunan, dan letak geografis. Untuk dapat menghitung laju perpindahan panas akibat konduksi dapat dihitung dengan Persamaan (3.7). Laporan Kerja Praktek 20

13 = U x A x CLTD (3.7) Keterangan : = Laju perpindahan panas konduksi (W) U = Koefisien perpindahan panas global (W/ K) A = Luas area perpindahan panas ( ) CLTD = Cooling load temperature difference (K) 3. Beban pendinginan akibat pertukaran udara Pertukaran udara pada suatu ruangan sangat diperlukan yaitu untuk mendapatkan udara yang lebih bersih dan segar. Udara akibat dari pertukaran udara akan membuat ruangan tetap nyaman dihuni. Pertukaran udara dibagi menjadi dua macam yaitu yang terjadi secara disengaja dan tidak disengaja. Pertukaran udara yang disengaja yaitu melalui ventilasi, seperti melalui sebuah pengolah udara. Sedangkan pertukaran udara secara tidak disengaja disebut infiltrasi, yaitu pertukaran udara melalui celah sempit pada atap, jendela, atau bahkan pintu. Pertukaran udara yang terjadi akibat perbedaan temperatur dan kelembaban di dalam dan luar ruangan akan menghasilkan beban pendinginan ruangan, sehingga harus diatasi oleh peralatan sistem pengkondisian udara. Beban pendinginan akibat adanya pertukaran udara terbagi menjadi dua macam yaitu beban pertukaran udara sensibel dan beban pertukaran udara laten. Beban pertukaran udara sensibel dipengaruhi oleh perbedaan temperatur antara ruangan yang dikondisikan dengan udara luar. Untuk menghitung besar beban pertukaran udara sensibel dapat menggunakan Persamaan (3.8). OASH = 1,08 x cfm x ( ) (3.8) Keterangan : OASH = Beban pendinginan sensibel akibat pertukaran udara (Btu/h) cfm = Laju aliran udara (f /s) Laporan Kerja Praktek 21

14 To = Temperatur udara luar ( ) Ti = Temperatur udara dalam ( ) Sedangkan beban pertukaran udara laten dipengaruhi oleh rasio kelembaban udara dan dapat dihitung dengan Persamaan (3.9). OALH = 0,68 x cfm x ( ) (3.9) Keterangan : OALH = Beban pendinginan laten akibat pertukaran udara (Btu/h) cfm = Laju aliran udara (f /s) Wo = Rasio kelembaban udara luar (grains uap air/lb udara kering) Wi = Rasio kelembaban udara dalam (grains uap air/lb udara kering) Besar nilai cfm yang digunakan diatur di dalam standar nasional Indonesia nomor SNI Pada aturan standar tersebut tercantum besaran kebutuhan laju udara ventilasi untuk beberapa jenis fungsi gedung, sebagai contoh untuk apartemen dan ruang kerja kantor membutuhkan 0,15 ( /min)/orang Perhitungan Beban Pendinginan Internal Beban pendinginan internal adalah beban pendinginan yang berasal dari dalam ruangan. Beban tersebut dapat bersumber dari panas penghuni yang sedang beraktivitas, panas dari lampu yang menyala, dan peralatan listrik di dalam ruangan yang sedang dioperasikan. Ketiga sumber panas tersebut akan menghasilkan panas ke lingkungan sekitarnya. Bentuk panas tersebut dikategorikan menjadi dua macam beban pendinginan yaitu beban sensibel dan beban laten. Berikut adalah penjelasan terkait beban pendinginan internal yang terjadi di dalam ruangan : 1. Kalor penghuni Tubuh manusia saat melakukan aktivitas secara umum akan menghasilkan panas. Panas tersebut berasal dari proses oksidasi di dalam tubuh yang biasa disebut dengan metabolisme. Beban panas yang dihasilkan dibagi menjadi dua jenis yaitu beban sensibel dan beban laten. Laporan Kerja Praktek 22

15 Beban sensibel terjadi karena adanya proses radiasi dari tubuh manusia ke permukaan benda sekitar dan proses konveksi dari permukaan tubuh ke udara sekitar. Sedangkan beban laten dihasilkan melalui air yang menguap pada permukaan tubuh, dan melalui proses pernafasan. Besarnya nilai beban sensibel dan laten dari tubuh manusia dengan berbagai aktivitas telah diatur di dalam standar nasional Indonesia (SNI ). Data terkait besarnya nilai beban sensibel dan beban laten ditunjukkan pada Tabel 3.7. Tabel 3.7 Laju pertambahan kalor dari penghuni di dalam ruangan Laporan Kerja Praktek 23

16 Untuk menghitung besar beban pendinginan yang dihasilkan oleh penghuni yang beraktifitas dapat dihitung menggunakan Persamaan (3.10) dan Persamaan (3.11). = N x (3.10) = N x (3.11) Keterangan : = Beban pengdinginan sensibel penghuni (W) = Beban pendinginan laten penghuni (W) N = Jumlah penghuni = Panas sensibel penghuni berdasarkan aktivitas (W) = Panas laten penghuni berdasarkan aktivitas (W) 2. Beban pendinginan akibat lampu Beban pendinginan akibat lampu berasal dari panas yang dihasilkan lampu saat beroperasi. Lampu beroperasi dengan cara mengubah energi listrik menjadi panas dan cahaya. Panas yang terjadi pada lampu disalurkan menjadi tiga bagian, yaitu melalui radiasi ke permukaan sekitar, melalui konduksi ke material terdekat dan konveksi ke udara sekitar. Lampu terbagi menjadi dua jenis yaitu lampu incandescent dan fluorescent. Kedua jenis lampu tersebut dibedakan berdasarkan kemampuannya. Untuk lampu incandescent mengubah 10% daya input menjadi cahaya, sedangkan 90% dihasilkan menjadi panas. Panas tersebut disalurkan melalui radiasi sebesar 80% dan 10% melalui konveksi dan konduksi. Sedangkan lampu fluorescent mengubah 25% daya input menjadi cahaya, dan 75% menjadi panas. Panas disalurkan melalui radias sebesar 25% da 50% melalui konveksi dan konduksi ke dalam ruangan. Perhitungan untuk mendapatkan beban pendinginan dari lampu untuk lampu jenis incandescent dan fluorescent berbeda. Pada lampu Laporan Kerja Praktek 24

17 fluorescent memiliki faktor pengali yaitu ballast factor. Beban pendinginan dari lampu dapat dihitung dengan Persamaan (3.12) untuk lampu incandescent dan Persamaan (3.13) untuk lampu fluorescent. = total light watts x (3.11) = 1,25 x total light watts x (3.13) Keterangan : = Beban pendinginan lampu (W) Total light watts = Panas sensibel yang dihasilkan lampu (W) = Cooling Load Factor lampu 3. Beban pendinginan akibat peralatan listrik Peralatan listrik yang digunakan di dalam ruangan dapat menimbulkan panas sehingga menjadi salah satu sumber beban pendinginan. Pada umumnya jenis beban panas yang dihasilkan oleh peralatan listrik yang sedang beroperasi adalah beban sensibel dan beban laten. Contoh beban panas yang berasal dari peralatan listrik yang sedang dioperasikan adalah panas dari motor listrik, setrika uap, fan, pompa, dll. Perhitungan beban pendinginan akibat dari peralatan listrik yang beroperasi di dalam ruangan dapat dihitung dengan Persamaan (3.14) untuk beban sensibel, Persamaan (3.15) untuk beban laten, dan Persamaan (3.16) untuk beban sensibel dari motor listrik = N x x (3.14) = N x (3.15) = N x x (1 ) (3.16) Keterangan : = Beban pendinginan sensibel peralatan listrik (W) = Beban pendinginan laten peralatan listrik (W) = Beban pendinginan sensibel motor listrik (W) N = Jumlah peralatan = Panas sensibel peralatan listrik (W) Laporan Kerja Praktek 25

18 = Panas laten peralatan listrik (W) = Panas sensibel motor listrik (W) = Cooling Load Factor peralatan listrik = Efisiensi motor listrik 3.5 Rekapitulasi hasil perhitungan beban pendinginan Rekapitulasi hasil perhitungan beban pendinginan adalah perhitungan akumulatif dari total beban pendinginan yang terjadi baik dari luar ruangan maupun dari dalam ruangan. Beban pendinginan yang terjadi dikelompokkan berdasarkan jenis panas yang terjadi yaitu beban panas sensibel dan beban panas laten. Dari total tersebut akan diperoleh panas total dan sensible heat factor sehingga dapat memilih peralatan sistem pengkondisian udara yang tepat. 3.6 Jenis Peralatan Sistem Pengkondisian Udara Peralatan sistem pengkondisian udara adalah suatu alat yang berfungsi untuk mengkondisikan udara dan terdiri dari beberapa bagian di dalamnya. Peralatan sistem pengkondisian udara dibagi menjadi dua jenis yaitu sistem ekspansi langsung (direct expansion) dan sistem chiller Sistem Ekspansi Langsung (Direct Expansion) Peralatan sistem pengkondisian udara dengan sistem ekspansi langsung digunakan untuk pendinginan kapasitas kecil sampai menengah. Disebut dengan sistem ekspansi langsung karena memiliki koil yang langsung terhubung dengan alat ekspansi. Ciri-ciri dari sistem ekspansi langsung adalah memiliki sistem yang kompak, tidak membutuhkan instalasi pipa air sejuk, mudah dipasang baik di dalam ruangan yang dikondisikan maupun berdekatan, dan peralatan sistem ekspansi langsung relatif terjangkau dari segi biaya.penggunaan sistem ekspansi langsung secara umum diterapkan di rumah, dan kantor pribadi dengan ukuran yang relatif kecil. Sistem ekspansi langsung dengan sistemnya yang sederhana menggunakan komponen-komponen utama pada mesin pendingin. Peralatan sistem pengkondisian sistem ekspansi langsung terbagi menjadi tiga jenis yaitu sistem unit jendela (window Laporan Kerja Praktek 26

19 unit), sistem unit terpisah (split unit), dan sistem package unit Sistem Unit Jendela (Window Unit) Pada sistem unit jendela kondensor dan evaporator berada di dalam satu tempat tidak terpisah. Secara umum unit tersebut ditempatkan pada tembok, coil unit (evaporator) berada di sisi dalam ruangan dan condensing unit (kondensor) berada di sisi luar ruangan. Skema sistem unit jendela ditunjukkan pada Gambar 3.6. Gambar 3.6 Skema sistem unit jendela Sistem Unit Terpisah (Split Unit) Sistem unit terpisah merupakan sistem dengan kondensor dan evaporator terpisah. Kondensor pada sistem ini ditempatkan di sisi luar ruangan dan dihubungkan dengan menggunakan pipa menuju evaporator yang berada di dalam ruangan. Pipa yang digunakan pada sistem ini berfungsi untuk mengalirkan refrigeran, sehingga pada umumnya pipa yang digunakan pada sistem unit terpisah relatif panjang. Peralatan pengkondisian udara sistem unit terpisah terbagi menjadi beberapa kelompok berdasarkan letak evaporator, yaitu wall mounted unit, floor standing unit, concealed ceiling unit, suspended ceiling unit, dan cassette unit.wall mounted unit adalah sistem unit terpisah dengan evaporator yang diletakkan di dinding. Floor standing unit adalah sistem unit terpisah dengan evaporator didirikan di Laporan Kerja Praktek 27

20 lantai. Concealed ceiling unit adalah sistem unit terpisah dengan evaporator yang diletakkan di dalam plafon. Suspended ceiling unit adalah sistem unit terpisah dengan evaporator yang digantung pada plafon. Cassette unit adalah sistem unit terpisah dengan evaporator diletakkan pada plafon. Contoh skema dari split unit sederhana tipe wall mounted unit ditunjukkan pada Gambar 3.7. Gambar 3.7 Skema sistem unit terpisah Sistem Package Unit Sistem package unit memiliki skema sistem yang hampir sama dengan sistem unit jendela, akan tetapi pada sistem package unit dapat difungsikan untuk mengkondisikan banyak ruangan dan unit tidak diletakkan pada tembok atau jendela. Cara kerja sistem ini yaitu udara yang telah dikondisikan pada unit dialirkan ke dalam ruangan-ruangan melalui duct, begitu juga sebaliknya. Terdapat dua jenis sistem package unit yang terbagi berdasarkan fluida yang mendinginkan refrigeran pada bagian kondensor, yaitu sistem package unit berpendingin udara (air cooled), dan sistem package unit berpendingin air (water cooled). Pada sistem package unit air cooled fluida yang digunakan adalah udara yang berfungsi sebagai media pendingin Laporan Kerja Praktek 28

21 dan dialirkan dengan menggunakan fan. Sedangkan pada sistem package unit water cooled fluida yang digunakan adalah air sebagai media pendingin dan dialirkan dengan peralatan tambahan seperti pompa serta menara pendingin. Skema package unit ditunjukkan pada Gambar 3.8. Gambar 3.8 Skema sistem package unit Sistem Chiller Sistem chiller merupakan sistem kerja peralatan pengkondisian udara yang menggunakan siklus kompresi uap untuk mendinginkan air dan menghasilkan air sejuk. Air sejuk yang dihasilkan oleh sistem chiller digunakan untuk mendinginkan udara di setiap ruangan yang akan dikondisikan. Salah satu keunggulan sistem ini adalah dapat mengatasi beban pendinginan yang besar, sehingga pada umumnya sering diterapkan untuk bangunan tingkat tinggi. Komponen peralatan dari sistem chiller terdiri dari chiller unit pengolah udara, dan pompa. Prose pendistribusian air sejuk yang telah dihasilkan oleh chiller dilakukan dengan bantuan pompa. Air sejuk tersebut dialirkan menuju peralatan pengolah udara yang terdapat di setiap ruangan yang akan dikondisikan. Laporan Kerja Praktek 29

22 Sistem chiller terbagi menjadi dua jenis berdasarkan fluida yang digunakan untuk mendinginkan refrigeran pada bagian kondensor, yaitu air cooled dan water cooled. Untuk jenis water cooled dibutuhkan peralatan tambahan berupa menara pendingin. Sedangkan untuk sistem pengolahan udara pada unit pengolah udara yang mengalirkan udara menuju ke dalam ruangan terbagi menjadi dua, yaitu sistem air keseluruhan (all water system) dan sistem udara keseluruhan (all air system) Sistem Air Keseluruhan (All Water System) Sistem air keseluruhan merupakan sistem dengan peralatan pengolah udara berada di dalam atau di dekat ruangan yang akan dikondisikan. Air sejuk yang telah didinginkan akan mempertukarkan panas dengan udara yang berada di dalam ruangan menggunakan koil pendingin. Alat penukar panas tersebut disebut dengan fan coil unit. Untuk mengalirkan udara yang telah didinginkan ke dalam ruangan digunakan duct, begitu pula untuk udara balik. Air sejuk untuk mendinginkan udara disirkulasikan dalam suatu sistem tertutup menggunakan pipa dari mesin pendingin (chiller). Sebuah skema sistem air keseluruhan dan contoh penggunaannya ditunjukkan pada Gambar 3.9. Gambar 3.9 Sistem air keseluruan dan penggunaannya Laporan Kerja Praktek 30

23 Sistem Udara Keseluruhan (All Air System) Sistem udara keseluruhan merupakan sistem dengan peralatan pengolah udara berada jauh dari ruangan yang dikondisikan. Pada sistem ini air sejuk dialirkan ke peralatan pengolah udara dan hanya udara yang dikondisikan yang dipasok ke dalam ruangan. Oleh karena posisi dari peralatan pengolah udara pada sistem ini letaknya jauh dari ruangan yang akan dikondisikan maka dibutuhkan sistem saluran udara (duct) untuk menyalurkan udara dingin yang telah dikondisikan ke dalam ruangan. Pada sistem udara keselurahan terbagi menjadi dua kategori yaitu sistem volume konstan dengan temperatur berubah-ubah, dan sistem temperatur konstan dengan volume yang berubah-ubah. Sistem volume konstan dengan temperatur berubah sangat cocok untuk ruangan dengan beban pendinginan yang stabil dan ventilasi yang tidak terlalu banyak, sedangkan sistem temperatur konstan dengan volume berubah digunakan pada ruangan dengan zona lebih dari satu. Skema sederhana terkait sistem udara keseluruhan ditunjukkan pada Gambar Gambar 3.10 Skema sistem udara keseluruhan Laporan Kerja Praktek 31

Laporan Tugas Akhir 2012 BAB II DASAR TEORI

Laporan Tugas Akhir 2012 BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI 2.1 Sistem Tata Udara [sumber : 5. http://ridwan.staff.gunadarma.ac.id] Sistem tata udara adalah proses untuk mengatur kondisi suatu ruangan sesuai dengan keinginan sehingga dapat memberikan

Lebih terperinci

BAB 9. PENGKONDISIAN UDARA

BAB 9. PENGKONDISIAN UDARA BAB 9. PENGKONDISIAN UDARA Tujuan Instruksional Khusus Mmahasiswa mampu melakukan perhitungan dan analisis pengkondisian udara. Cakupan dari pokok bahasan ini adalah prinsip pengkondisian udara, penggunaan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Pengertian Sistem Heat pump

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Pengertian Sistem Heat pump BAB II DASAR TEORI 2.1 Pengertian Sistem Heat pump Heat pump adalah pengkondisi udara paket atau unit paket dengan katup pengubah arah (reversing valve) atau pengatur ubahan lainnya. Heat pump memiliki

Lebih terperinci

BAB III DATA ANALISA DAN PERHITUNGAN PENGKONDISIAN UDARA

BAB III DATA ANALISA DAN PERHITUNGAN PENGKONDISIAN UDARA BAB III DATA ANALISA DAN PERHITUNGAN PENGKONDISIAN UDARA Data analisa dan perhitungan dihitung pada jam terpanas yaitu sekitar jam 11.00 sampai dengan jam 15.00, untuk mengetahui seberapa besar pengaruh

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 10 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 PSIKROMETRI Psikrometri adalah ilmu yang mengkaji mengenai sifat-sifat campuran udara dan uap air yang memiliki peranan penting dalam menentukan sistem pengkondisian udara.

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR. 2.1 Pengertian Sistem Tata Udara

BAB II TEORI DASAR. 2.1 Pengertian Sistem Tata Udara BAB II TEORI DASAR 2.1 Pengertian Sistem Tata Udara Sistem tata udara adalah suatu sistem yang digunakan untuk menciptakan suatu kondisi pada suatu ruang agar sesuai dengan keinginan. Sistem tata udara

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. BAB II Dasar Teori

BAB II DASAR TEORI. BAB II Dasar Teori BAB II DASAR TEORI 2.1 Pengertian Air Conditioner Air Conditioner (AC) digunakan untuk mengatur temperatur, sirkulasi, kelembaban, dan kebersihan udara didalam ruangan. Selain itu, air conditioner juga

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR. Laporan Tugas Akhir 4

BAB II TEORI DASAR. Laporan Tugas Akhir 4 BAB II TEORI DASAR Sistem tata udara adalah suatu proses mendinginkan/memanaskan udara sehingga dapat mencapai suhu dan kelembaban yang diinginkan/dipersyaratkan. Selain itu, mengatur aliran udara dan

Lebih terperinci

AIR CONDITIONING SYSTEM. Oleh : Agus Maulana Praktisi Bidang Mesin Pendingin Pengajar Mesin Pendingin Bandung, 28 July 2009

AIR CONDITIONING SYSTEM. Oleh : Agus Maulana Praktisi Bidang Mesin Pendingin Pengajar Mesin Pendingin Bandung, 28 July 2009 AIR CONDITIONING SYSTEM Oleh : Agus Maulana Praktisi Bidang Mesin Pendingin Pengajar Mesin Pendingin Bandung, 28 July 2009 Fungsi dan Klasifikasi Air Conditioning System Fungsi : sistim yang dibuat untuk

Lebih terperinci

STUDI KINERJA MESIN PENGKONDISI UDARA TIPE TERPISAH (AC SPLIT) PADA GERBONG PENUMPANG KERETA API EKONOMI

STUDI KINERJA MESIN PENGKONDISI UDARA TIPE TERPISAH (AC SPLIT) PADA GERBONG PENUMPANG KERETA API EKONOMI STUDI KINERJA MESIN PENGKONDISI UDARA TIPE TERPISAH (AC SPLIT) PADA GERBONG PENUMPANG KERETA API EKONOMI Ozkar F. Homzah 1* 1 Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Tridinanti Palembang Jl.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 1. Prinsip Kerja Mesin Pendingin Penemuan siklus refrigerasi dan perkembangan mesin refrigerasi merintis jalan bagi pembuatan dan penggunaan mesin penyegaran udara. Komponen utama

Lebih terperinci

BAGIAN II : UTILITAS TERMAL REFRIGERASI, VENTILASI DAN AIR CONDITIONING (RVAC)

BAGIAN II : UTILITAS TERMAL REFRIGERASI, VENTILASI DAN AIR CONDITIONING (RVAC) BAGIAN II : UTILITAS TERMAL REFRIGERASI, VENTILASI DAN AIR CONDITIONING (RVAC) Refrigeration, Ventilation and Air-conditioning RVAC Air-conditioning Pengolahan udara Menyediakan udara dingin Membuat udara

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Tabel 2.1 Daya tumbuh benih kedelai dengan kadar air dan temperatur yang berbeda

BAB II DASAR TEORI. Tabel 2.1 Daya tumbuh benih kedelai dengan kadar air dan temperatur yang berbeda BAB II DASAR TEORI 2.1 Benih Kedelai Penyimpanan benih dimaksudkan untuk mendapatkan benih berkualitas. Kualitas benih yang dapat mempengaruhi kualitas bibit yang dihubungkan dengan aspek penyimpanan adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengeringan Pengeringan adalah proses mengurangi kadar air dari suatu bahan [1]. Dasar dari proses pengeringan adalah terjadinya penguapan air ke udara karena perbedaan kandungan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Perencanaan pengkondisian udara dalam suatu gedung diperlukan suatu perhitungan beban kalor dan kebutuhan ventilasi udara, perhitungan kalor ini tidak lepas dari prinsip perpindahan

Lebih terperinci

Konservasi energi sistem tata udara pada bangunan gedung

Konservasi energi sistem tata udara pada bangunan gedung Konservasi energi sistem tata udara pada bangunan gedung 1. Ruang lingkup 1.1. Standar ini memuat; perhitungan teknis, pemilihan, pengukuran dan pengujian, konservasi energi dan rekomendasi sistem tata

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 ALAT PENGKONDISIAN UDARA Alat pengkondisian udara merupakan sebuah mesin yang secara termodinamika dapat memindahkan energi dari area bertemperatur rendah (media yang akan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI

BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI 2.1 Sistem refrigerasi kompresi uap Sistem refrigerasi yang umum dan mudah dijumpai pada aplikasi sehari-hari, baik untuk keperluan rumah tangga, komersial dan industri adalah sistem

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PERANCANGAN ULANG MESIN AC SPLIT 2 PK. Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Dalam Mencapai Gelar Strata Satu ( S-1 ) Teknik Mesin

TUGAS AKHIR PERANCANGAN ULANG MESIN AC SPLIT 2 PK. Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Dalam Mencapai Gelar Strata Satu ( S-1 ) Teknik Mesin TUGAS AKHIR PERANCANGAN ULANG MESIN AC SPLIT 2 PK Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Dalam Mencapai Gelar Strata Satu ( S-1 ) Teknik Mesin U N I V E R S I T A S MERCU BUANA Disusun oleh : Nama : Ari Siswoyo

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Tabel Hasil Pengujian Beban Kalor Setelah dilakukan perhitungan beban kalor didalam ruangan yang meliputi beban kalor sensible dan kalor laten untuk ruangan dapat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Refrigerasi Refrigerasi merupakan suatu kebutuhan dalam kehidupan saat ini terutama bagi masyarakat perkotaan. Refrigerasi dapat berupa lemari es pada rumah tangga, mesin

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR. PERHITUNGAN BEBAN PENDINGIN RUANG UTAMA Lt. 3 KANTOR MANAJEMEN PT SUPERMAL KARAWACI DENGAN METODE CLTD

TUGAS AKHIR. PERHITUNGAN BEBAN PENDINGIN RUANG UTAMA Lt. 3 KANTOR MANAJEMEN PT SUPERMAL KARAWACI DENGAN METODE CLTD TUGAS AKHIR PERHITUNGAN BEBAN PENDINGIN RUANG UTAMA Lt. 3 KANTOR MANAJEMEN PT SUPERMAL KARAWACI DENGAN METODE CLTD Diajukan guna melengkapi sebagian syarat dalam mencapai gelar Sarjana Strata Satu (S1)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Definisi Pengkondisian Udara

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Definisi Pengkondisian Udara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Definisi Pengkondisian Udara Sistem pengkondisian udara adalah suatu proses mendinginkan atau memanaskan udara sehingga dapat mencapai temperatur dan kelembaban yang sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB IV PERHITUNGAN PENDINGIN GEDUNG

BAB IV PERHITUNGAN PENDINGIN GEDUNG BAB IV PERHITUNGAN PENDINGIN GEDUNG 4.1. Survey Penggunaan Gedung Survey yang dilakukan pada PT.FOOD STATION di jalan raya Cipinang (Pasar Induk), Jakarta Timur. Posisi gedung menghadap dari utara ke selatan

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN.

BAB III PERANCANGAN. BAB III PERANCANGAN 3.1 Beban Pendinginan (Cooling Load) Beban pendinginan pada peralatan mesin pendingin jarang diperoleh hanya dari salah satu sumber panas. Biasanya perhitungan sumber panas berkembang

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. W. Arismunandar, Heizo Saito, 1991, Penyegaran Udara, Cetakan ke-4, PT. Pradnya Paramita, Jakarta

DAFTAR PUSTAKA. W. Arismunandar, Heizo Saito, 1991, Penyegaran Udara, Cetakan ke-4, PT. Pradnya Paramita, Jakarta DAFTAR PUSTAKA W. Arismunandar, Heizo Saito, 1991, Penyegaran Udara, Cetakan ke-4, PT. Pradnya Paramita, Jakarta Standar Nasional Indonesia (SNI) : Tata Cara Perancangan Sistem Ventilasi dan Pengkondisian

Lebih terperinci

PERANCANGAN ULANG INSTALASI TATA UDARA VRV SYSTEM KANTOR MANAJEMEN KSO FORTUNA INDONESIA JAKARTA PUSAT

PERANCANGAN ULANG INSTALASI TATA UDARA VRV SYSTEM KANTOR MANAJEMEN KSO FORTUNA INDONESIA JAKARTA PUSAT PERANCANGAN ULANG INSTALASI TATA UDARA VRV SYSTEM KANTOR MANAJEMEN KSO FORTUNA INDONESIA JAKARTA PUSAT LASITO NIM: 41313110031 PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. BAB II Dasar Teori. 2.1 AC Split

BAB II DASAR TEORI. BAB II Dasar Teori. 2.1 AC Split BAB II DASAR TEORI 2.1 AC Split Split Air Conditioner adalah seperangkat alat yang mampu mengkondisikan suhu ruangan sesuai dengan yang kita inginkan, terutama untuk mengkondisikan suhu ruangan agar lebih

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 sistem Blast Chiller [PT.Wardscatering, 2012] BAB II DASAR TEORI

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 sistem Blast Chiller [PT.Wardscatering, 2012] BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI 2.1 Blast Chiller Blast Chiller adalah salah satu sistem refrigerasi yang berfungsi untuk mendinginkan suatu produk dengan cepat. Waktu pendinginan yang diperlukan untuk sistem Blast

Lebih terperinci

Laporan Tugas Akhir 2012 BAB II DASAR TEORI

Laporan Tugas Akhir 2012 BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI 2.1 Definisi Vaksin Vaksin merupakan bahan antigenik yang digunakan untuk menghasilkan kekebalan aktif terhadap suatu penyakit sehingga dapat mencegah atau mengurangi pengaruh infeksi

Lebih terperinci

PENGARUH TEKANAN TERHADAP PENGKONDISIAN UDARA SISTEM EKSPANSI UDARA

PENGARUH TEKANAN TERHADAP PENGKONDISIAN UDARA SISTEM EKSPANSI UDARA PENGARUH TEKANAN TERHADAP PENGKONDISIAN UDARA SISTEM EKSPANSI UDARA Sumanto 1), Wayan Sudjna 2), Harimbi Setyowati 3), Andi Ahmad Rifa i Prodi Teknik Industri 1), Prodi Teknik Mesin 2), Prodi Teknik Kimia

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI

BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI 2.1 Penyimpanan Energi Termal Es merupakan dasar dari sistem penyimpanan energi termal di mana telah menarik banyak perhatian selama beberapa dekade terakhir. Alasan terutama dari penggunaan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. apartemen, dan pusat belanja memerlukan listrik misalnya untuk keperluan lampu

II. TINJAUAN PUSTAKA. apartemen, dan pusat belanja memerlukan listrik misalnya untuk keperluan lampu II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sistem Tata Udara Hampir semua aktifitas dalam gedung seperti kantor, hotel, rumah sakit, apartemen, dan pusat belanja memerlukan listrik misalnya untuk keperluan lampu penerangan,

Lebih terperinci

PERHITUNGAN ULANG SISTEM PENGKONDISIAN UDARA PADA GERBONG KERETA API PENUMPANG EKSEKUTIF MALAM (KA. GAJAYANA)

PERHITUNGAN ULANG SISTEM PENGKONDISIAN UDARA PADA GERBONG KERETA API PENUMPANG EKSEKUTIF MALAM (KA. GAJAYANA) PERHITUNGAN ULANG SISTEM PENGKONDISIAN UDARA PADA GERBONG KERETA API PENUMPANG EKSEKUTIF MALAM (KA. GAJAYANA) DOSEN PEMBIMBING: ARY BACHTIAR KRISHNA PUTRA, S.T, M.T, Ph.D TANTY NURAENI 2107100631 JURUSAN

Lebih terperinci

ANALISA KEBUTUHAN BEBAN PENDINGIN DAN DAYA ALAT PENDINGIN AC UNTUK AULA KAMPUS 2 UM METRO. Abstrak

ANALISA KEBUTUHAN BEBAN PENDINGIN DAN DAYA ALAT PENDINGIN AC UNTUK AULA KAMPUS 2 UM METRO. Abstrak ANALISA KEBUTUHAN BEBAN PENDINGIN DAN DAYA ALAT PENDINGIN AC UNTUK AULA KAMPUS 2 UM METRO. Kemas Ridhuan, Andi Rifai Program Studi Teknik Mesin Universitas muhammadiyah Metro Jl. Ki Hjar Dewantara No.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Potensi dan kapasitas terpasang PLTP di Indonesia [1]

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Potensi dan kapasitas terpasang PLTP di Indonesia [1] BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Dewasa ini kelangkaan sumber energi fosil telah menjadi isu utama. Kebutuhan energi tersebut setiap hari terus meningkat. Maka dari itu, energi yang tersedia di bumi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Umum Mesin pendingin atau kondensor adalah suatu alat yang digunakan untuk memindahkan panas dari dalam ruangan ke luar ruangan. Adapun sistem mesin pendingin yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 44 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENDAHULUAN Pada bab ini akan dilakukan perhitungan beban pendinginan (cooling load) dari hasil pengumpulan data di lapangan untuk mengetahui parameter yang dibutuhkan

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Hotel Sapadia Siantar. Hotel Danau Toba International Medan. Rumah Sakit Columbia Asia Medan

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Hotel Sapadia Siantar. Hotel Danau Toba International Medan. Rumah Sakit Columbia Asia Medan BAB III METODELOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.1.1 Tempat Penelitian Tempat penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: Hotel Sapadia Siantar Hotel Danau Toba International

Lebih terperinci

Gambar 2.21 Ducting AC Sumber : Anonymous 2 : 2013

Gambar 2.21 Ducting AC Sumber : Anonymous 2 : 2013 1.2.3 AC Central AC central sistem pendinginan ruangan yang dikontrol dari satu titik atau tempat dan didistribusikan secara terpusat ke seluruh isi gedung dengan kapasitas yang sesuai dengan ukuran ruangan

Lebih terperinci

PERHITUNGAN DAN METODE KONSTRUKSI SISTEM PENDINGINAN TERHADAP AUDITORIUM

PERHITUNGAN DAN METODE KONSTRUKSI SISTEM PENDINGINAN TERHADAP AUDITORIUM PERHITUNGAN DAN METODE KONSTRUKSI SISTEM PENDINGINAN TERHADAP AUDITORIUM Krisanto Elim 1, Anthony Carissa Surja 2, Prasetio Sudjarwo 3, dan Nugroho Susilo 4 ABSTRAK : Tujuan penelitian sistem tata udara

Lebih terperinci

Penggunaan Refrigeran R22 dan R134a pada Mesin Pendingin. Galuh Renggani Wilis, ST.,MT

Penggunaan Refrigeran R22 dan R134a pada Mesin Pendingin. Galuh Renggani Wilis, ST.,MT Penggunaan Refrigeran R22 dan R134a pada Mesin Pendingin Galuh Renggani Wilis, ST.,MT ABSTRAKSI Pengkondisian udara disebut juga system refrigerasi yang mengatur temperature & kelembaban udara. Dalam beroperasi

Lebih terperinci

BAB III PERENCANAAN, PERHITUNGAN BEBAN PENDINGIN, DAN PEMILIHAN UNIT AC

BAB III PERENCANAAN, PERHITUNGAN BEBAN PENDINGIN, DAN PEMILIHAN UNIT AC BAB III PERENCANAAN, PERHITUNGAN BEBAN PENDINGIN, DAN PEMILIHAN UNIT AC Dalam perancangan pemasangan AC pada Ruang Dosen dan Teknisi, data-data yang dibutuhkan diambil dari berbagai buku acuan. Data-data

Lebih terperinci

BAB III PERHITUNGAN BEBAN PENDINGIN

BAB III PERHITUNGAN BEBAN PENDINGIN 57 BAB III PERHITUNGAN BEBAN PENDINGIN 3.1 Beban Pendingin Tabel 3.1.1 Flow Chart Perhitungan Beban kalor gedung secara umum ada 2 macam yaitu kalor sensible dan kalor laten. Beban kalor laten dan sensible

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. temperatur di bawah 123 K disebut kriogenika (cryogenics). Pembedaan ini

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. temperatur di bawah 123 K disebut kriogenika (cryogenics). Pembedaan ini BAB II TINJAUAN PUSTAKA 21 Mesin Refrigerasi Secara umum bidang refrigerasi mencakup kisaran temperatur sampai 123 K Sedangkan proses-proses dan aplikasi teknik yang beroperasi pada kisaran temperatur

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI Prinsip Kerja Mesin Refrigerasi Kompresi Uap

BAB II DASAR TEORI Prinsip Kerja Mesin Refrigerasi Kompresi Uap 4 BAB II DASAR TEORI 2.1 Sistem Pengkondisian Udara Pengkondisian udara adalah proses untuk mengkondisikan temperature dan kelembapan udara agar memenuhi persyaratan tertentu. Selain itu kebersihan udara,

Lebih terperinci

Analisis Konsumsi Energi Listrik Pada Sistem Pendingin Ruangan (Air Conditioning) Di Gedung Direktorat Politeknik Negeri Pontianak

Analisis Konsumsi Energi Listrik Pada Sistem Pendingin Ruangan (Air Conditioning) Di Gedung Direktorat Politeknik Negeri Pontianak 13 Analisis Konsumsi Energi Listrik Pada Sistem Pendingin an (Air Conditioning) Di Gedung Direktorat Politeknik Negeri Pontianak Rina Dwi Yani Program Studi Manajemen Energi, Magister Teknik Elektro Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Air Conditioning (AC) adalah suatu mesin pendingin sebagai sistem pengkondisi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Air Conditioning (AC) adalah suatu mesin pendingin sebagai sistem pengkondisi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Air Conditioning (AC) adalah suatu mesin pendingin sebagai sistem pengkondisi udara yang digunakan dengan tujuan untuk memberikan rasa nyaman bagi penghuni

Lebih terperinci

PENGARUH MEDIA PENDINGIN AIR PADA KONDENSOR TERHADAP KEMAMPUAN KERJA MESIN PENDINGIN

PENGARUH MEDIA PENDINGIN AIR PADA KONDENSOR TERHADAP KEMAMPUAN KERJA MESIN PENDINGIN PENGARUH MEDIA PENDINGIN AIR PADA KONDENSOR TERHADAP KEMAMPUAN KERJA MESIN PENDINGIN Kemas. Ridhuan 1), I Gede Angga J. 2) Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Metro Jl. Ki Hjar

Lebih terperinci

STUDI EVALUASI SISTEM PENGKONDISIAN UDARA DI JURUSAN TEKNIK ELEKTRO KAMPUS BUKIT JIMBARAN DENGAN MENGGUNAKAN SOFTWARE

STUDI EVALUASI SISTEM PENGKONDISIAN UDARA DI JURUSAN TEKNIK ELEKTRO KAMPUS BUKIT JIMBARAN DENGAN MENGGUNAKAN SOFTWARE STUDI EVALUASI SISTEM PENGKONDISIAN UDARA DI JURUSAN TEKNIK ELEKTRO KAMPUS BUKIT JIMBARAN DENGAN MENGGUNAKAN SOFTWARE M. N. Hanifan, 1 I.G.D Arjana, 2 W. Setiawan 3 1,2,3 Jurusan Teknik Elektro, FakultasTeknik,UniversitasUdayana

Lebih terperinci

BAB IV PERHITUNGAN DAN PERANCANGAN BEBAN PENDINGIN 4.1 PERHITUNGAN SECARA MANUAL DAN TEORISTIS

BAB IV PERHITUNGAN DAN PERANCANGAN BEBAN PENDINGIN 4.1 PERHITUNGAN SECARA MANUAL DAN TEORISTIS 56 BAB IV PERHITUNGAN DAN PERANCANGAN BEBAN PENDINGIN 4.1 PERHITUNGAN SECARA MANUAL DAN TEORISTIS Perhitungan beban thermal secara manual dan teoristis merupakan prinsip dasar. Beban termal pada sebuah

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. ABSTRAK... iii. DAFTAR GAMBAR... viii. DAFTAR TABEL... x. DAFTAR NOTASI... xi Rumusan Masalah...

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. ABSTRAK... iii. DAFTAR GAMBAR... viii. DAFTAR TABEL... x. DAFTAR NOTASI... xi Rumusan Masalah... DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i ABSTRAK... iii ABSTRACT... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR TABEL... x DAFTAR NOTASI... xi BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Rumusan Masalah...

Lebih terperinci

Gambar 5. Skematik Resindential Air Conditioning Hibrida dengan Thermal Energy Storage

Gambar 5. Skematik Resindential Air Conditioning Hibrida dengan Thermal Energy Storage BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN Prinsip Kerja Instalasi Instalasi ini merupakan instalasi mesin pendingin kompresi uap hibrida yang berfungsi sebagai mesin pendingin pada lemari pendingin dan pompa kalor pada

Lebih terperinci

ANALISA AUDIT KONSUMSI ENERGI SISTEM HVAC (HEATING, VENTILASI, AIR CONDITIONING) DI TERMINAL 1A, 1B, DAN 1C BANDARA SOEKARNO-HATTA

ANALISA AUDIT KONSUMSI ENERGI SISTEM HVAC (HEATING, VENTILASI, AIR CONDITIONING) DI TERMINAL 1A, 1B, DAN 1C BANDARA SOEKARNO-HATTA ANALISA AUDIT KONSUMSI ENERGI SISTEM HVAC (HEATING, VENTILASI, AIR CONDITIONING) DI TERMINAL 1A, 1B, DAN 1C BANDARA SOEKARNO-HATTA Budi Yanto Husodo 1,Nurul Atiqoh Br. Siagian 2 1,2 Program Studi Teknik

Lebih terperinci

Studi Eksperimen Pemanfaatan Panas Buang Kondensor untuk Pemanas Air

Studi Eksperimen Pemanfaatan Panas Buang Kondensor untuk Pemanas Air Studi Eksperimen Pemanfaatan Panas Buang Kondensor untuk Pemanas Air Arif Kurniawan Jurusan Teknik Mesin Institut Teknologi Nasional (ITN) Malang E-mail : arifqyu@gmail.com Abstrak. Pada bagian mesin pendingin

Lebih terperinci

KONSERVASI ENERGI PADA SISTEM TATA UDARA DAN SELUBUNG BANGUNAN GEDUNG. Oleh : Ir. Parlindungan Marpaung

KONSERVASI ENERGI PADA SISTEM TATA UDARA DAN SELUBUNG BANGUNAN GEDUNG. Oleh : Ir. Parlindungan Marpaung KONSERVASI ENERGI PADA SISTEM TATA UDARA DAN SELUBUNG BANGUNAN GEDUNG Oleh : Ir. Parlindungan Marpaung 1. SISTEM SISTEM AC 2. PRINSIP KONSERVASI PADA AC 3 KASUS Indonesia iklim tropis Indonesia berada

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB III PERANCANGAN SISTEM BAB III PERANCANGAN SISTEM 3.1 Batasan Rancangan Untuk rancang bangun ulang sistem refrigerasi cascade ini sebagai acuan digunakan data perancangan pada eksperiment sebelumnya. Hal ini dikarenakan agar

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. pengembangan dari teknologi mesin pendingin. Alat ini dipakai bertujuan untuk

BAB II DASAR TEORI. pengembangan dari teknologi mesin pendingin. Alat ini dipakai bertujuan untuk BAB II DASAR TEORI 2.1 Pengertian Umum Air Conditioning (AC) atau alat pengkondisi udara merupakan modifikasi pengembangan dari teknologi mesin pendingin. Alat ini dipakai bertujuan untuk memberikan udara

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI. 2.1 Tinjauan Pustaka

BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI. 2.1 Tinjauan Pustaka BAB II DASAR TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Untuk memperbaiki kualitas ikan, dibutuhkan suatu alat yaitu untuk menjaga kondisi ikan pada kondisi seharusnya dengan cara menyimpannya didalam sebuah freezer yang

Lebih terperinci

ANALISA KOMPARASI PENGGUNAAN FLUIDA PENDINGIN PADA UNIT PENGKONDISIAN UDARA (AC) KAPASITAS KJ/H

ANALISA KOMPARASI PENGGUNAAN FLUIDA PENDINGIN PADA UNIT PENGKONDISIAN UDARA (AC) KAPASITAS KJ/H ANALISA KOMPARASI PENGGUNAAN FLUIDA PENDINGIN PADA UNIT PENGKONDISIAN UDARA (AC) KAPASITAS 19010 19080 KJ/H Koos Sardjono, Ahmad Puji Prasetio Universitas Muhammadiyah Jakarta, Jurusan Teknik Mesin ABSTRAK

Lebih terperinci

Pengantar Sistem Tata Udara

Pengantar Sistem Tata Udara Pengantar Sistem Tata Udara Sistem tata udara adalah suatu proses mendinginkan/memanaskan udara sehingga dapat mencapai suhu dan kelembaban yang diinginkan/dipersyaratkan. Selain itu, mengatur aliran udara

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PELAKSANAAN 3.1 PROSEDUR PERANCANGAN SISTEM PENGKONDISIAN UDARA. Penentuan Kondisi Ruang. Termal Dalam Gedung

BAB III METODOLOGI PELAKSANAAN 3.1 PROSEDUR PERANCANGAN SISTEM PENGKONDISIAN UDARA. Penentuan Kondisi Ruang. Termal Dalam Gedung 32 BAB III METODOLOGI PELAKSANAAN 3.1 PROSEDUR PERANCANGAN SISTEM PENGKONDISIAN UDARA MULAI Fungsi Penentuan Kondisi Ruang Termal Dalam Gedung Data Gedung Perhitungan Beban Pendingin Data Cuaca & ` Iklim

Lebih terperinci

BAB III PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN. Perhitungan beban pendinginan office PT. XX yang berlokasi di Jakarta

BAB III PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN. Perhitungan beban pendinginan office PT. XX yang berlokasi di Jakarta BAB III PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN Perhitungan beban pendinginan office PT. XX yang berlokasi di Jakarta selatan, terdiri dari dua lantai yaitu: Lantai 1, terdiri dari : firs aid, locker female, toilet

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA State of the art penelitian BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA Mesin refrigerasi Siklus Kompresi Uap Standar (SKU) pada adalah salah satu jenis mesin konversi energi, dimana sejumlah energi dibutuhkan untuk menghasilkan

Lebih terperinci

BAB IV DASAR TEORI 4.1 Sistem Pengkondisian Udara

BAB IV DASAR TEORI 4.1 Sistem Pengkondisian Udara 24 BAB IV DASAR TEORI 4.1 Sistem Pengkondisian Udara Sistem pengkondisian udara adalah usaha untuk mengatur temperatur dan kelembaban udara agar menghasilkan kenyamanan termal (thermal comfort) bagimanusia.

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PERHITUNGAN

BAB IV ANALISIS DAN PERHITUNGAN BAB IV ANALISIS DAN PERHITUNGAN 4.1 Analisa Data Pengumpulan data di maksudkan untuk mendapatkan gambaran dalam proses perhitungan beban pendingin pada ruang kerja lantai 2, data-data yang di perlukan

Lebih terperinci

SISTEM PENGKONDISIAN UDARA (AC)

SISTEM PENGKONDISIAN UDARA (AC) Pertemuan ke-9 dan ke-10 Materi Perkuliahan : Kebutuhan jaringan dan perangkat yang mendukung sistem pengkondisian udara termasuk ruang pendingin (cool storage). Termasuk memperhitungkan spatial penempatan

Lebih terperinci

BAB IV. ducting pada gedung yang menjadi obyek penelitian. psikometri untuk menentukan kapasitas aliran udara yang diperlukan untuk

BAB IV. ducting pada gedung yang menjadi obyek penelitian. psikometri untuk menentukan kapasitas aliran udara yang diperlukan untuk BAB IV PERHITUNGAN RANCANGAN PENGKONDISI UDARA Pada bab ini akan dilakukan perhitungan rancangan pengkondisian udara yang meliputi perhitungan beban pendinginan, analisa psikometri, dan perhitungan rancangan

Lebih terperinci

Konservasi energi sistem tata udara pada bangunan gedung

Konservasi energi sistem tata udara pada bangunan gedung Standar Nasional Indonesia Konservasi energi sistem tata udara pada bangunan gedung ICS 91.160.01 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Pendahuluan... ii 1. Ruang lingkup... 1 2. Acuan...

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Umum Chiller atau mesin refrigerasi adalah peralatan yang biasanya menghasilkan media pendingin utama untuk bangunan gedung, dengan mengkonsumsi energi secara langsung

Lebih terperinci

PENENTUAN EFISIENSI DAN KOEFISIEN PRESTASI MESIN PENDINGIN MERK PANASONIC CU-PC05NKJ ½ PK

PENENTUAN EFISIENSI DAN KOEFISIEN PRESTASI MESIN PENDINGIN MERK PANASONIC CU-PC05NKJ ½ PK PROS ID I NG 2 0 1 3 HASIL PENELITIAN FAKULTAS TEKNIK PENENTUAN EFISIENSI DAN KOEFISIEN PRESTASI MESIN PENDINGIN MERK PANASONIC CU-PC05NKJ ½ PK Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA State of the art penelitian Residential Air Conditioning (RAC) didisain untuk memindahkan kalor dari dalam ruangan (indoor) dan membuangnya ke bagian luar ruangan atau ke lingkungan

Lebih terperinci

benar kering. Kandungan uap air dalam udara pada untuk suatu keperluan harus dibuang atau malah ditambahkan. Pada bagan psikometrik ada dua hal yang p

benar kering. Kandungan uap air dalam udara pada untuk suatu keperluan harus dibuang atau malah ditambahkan. Pada bagan psikometrik ada dua hal yang p BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Alat Pendingin Central Alat pendingin central merupakan alat yang digunakan untuk mengkondisikan udara ruangan, dimana udara dingin dari alat tersebut dialirkan

Lebih terperinci

UNJUK KERJA PENGKONDISIAN UDARA MENGGUNAKAN HEAT PIPE PADA DUCTING DENGAN VARIASI LAJU ALIRAN MASSA UDARA

UNJUK KERJA PENGKONDISIAN UDARA MENGGUNAKAN HEAT PIPE PADA DUCTING DENGAN VARIASI LAJU ALIRAN MASSA UDARA UNJUK KERJA PENGKONDISIAN UDARA MENGGUNAKAN HEAT PIPE PADA DUCTING DENGAN VARIASI LAJU ALIRAN MASSA UDARA Sidra Ahmed Muntaha (0906605340) Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Indonesia

Lebih terperinci

BAGIAN III PRINSIP-PRINSIP ESTIMASI BEBAN PENDINGIN TATA UDARA

BAGIAN III PRINSIP-PRINSIP ESTIMASI BEBAN PENDINGIN TATA UDARA BAGIAN III PRINSIP-PRINSIP ESTIMASI BEBAN PENDINGIN TATA UDARA UNIT 9 SUMBER-SUMBER PANAS Delapan unit sebelumnya telah dibahas dasar-dasar tata udara dan pengaruhnya terhadap kenyamanan manusia. Juga

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Pengkondisian Udara Pengkondisian udara adalah salah satu sistem yang digunakan untuk mengatur dan mempertahankan keadaan udara yang meliputi temperatur, kelembaban

Lebih terperinci

BAB IV: KONSEP Pendekatan Konsep Bangunan Hemat Energi

BAB IV: KONSEP Pendekatan Konsep Bangunan Hemat Energi BAB IV: KONSEP 4.1. Konsep Dasar Perancangan Konsep dasar yang akan di gunakan dalam perancangan ini adalah Arsitektur hemat energi yang menerapkan Pemanfaatan maupun efisiensi Energi dalam rancangan bangunan.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN Bahan Penelitian Pada penelitian ini refrigeran yang digunakan adalah Yescool TM R-134a.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN Bahan Penelitian Pada penelitian ini refrigeran yang digunakan adalah Yescool TM R-134a. 3.1. Lokasi Penelitian BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Motor Bakar Jurusan Teknik Mesin Universitas Sebelas Maret Surakarta. 3.2. Bahan Penelitian Pada penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. selanjutnya jumlah dan kualitas dari udara yang dikondisikan tersebut dikontrol.

BAB I PENDAHULUAN. selanjutnya jumlah dan kualitas dari udara yang dikondisikan tersebut dikontrol. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebutuhan akan kondisi udara yang nyaman pada saat ini sudah menjadi kebutuhan yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia, terutama pada kendaraan seperti

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print)

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print) A634 Perencanaan Ulang Sistem Pengkondisian Udara pada Lantai 1 dan 2 Gedung Surabaya Suite Hotel di Surabaya Wahyu Priatna dan Ary Bachtiar Krishna Putra Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Air Conditioner Split Air Conditioner (AC) split merupakan sebuah alat yang digunakan untuk mengkondikan udara didalam ruangan sesuai dengan yang diinginkan oleh penghuni.

Lebih terperinci

Jurnal Pembuatan Dan Pengujian Alat Uji Prestasi Sistem Pengkondisian Udara (Air Conditioning)Jenis Split

Jurnal Pembuatan Dan Pengujian Alat Uji Prestasi Sistem Pengkondisian Udara (Air Conditioning)Jenis Split PEMBUATAN DAN PENGUJIAN ALAT UJI PRESTASI SISTEM PENGKONDISIAN UDARA (AIR CONDITIONING)JENIS SPLIT ZUBERI, Program Studi Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Pasir Pengaraian E-mail: zuberi2016@gmail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 8 BAB I PENDAHULUAN 11 Latar Belakang Energi memiliki peranan penting dalam menunjang kehidupan manusia Seiring dengan perkembangan zaman kebutuhan akan energi pun terus meningkat Untuk dapat memenuhi

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA 11 BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1 PENDAHULUAN Air conditioner atau yang biasa di sebut AC merupakan sebuah alat yang mampu mengondisikan udara. Dengan kata lain, AC berfungsi sebagai penyejuk udara. Penggunaan

Lebih terperinci

PENGARUH STUDI EKSPERIMEN PEMANFAATAN PANAS BUANG KONDENSOR UNTUK PEMANAS AIR

PENGARUH STUDI EKSPERIMEN PEMANFAATAN PANAS BUANG KONDENSOR UNTUK PEMANAS AIR PENGARUH STUDI EKSPERIMEN PEMANFAATAN PANAS BUANG KONDENSOR UNTUK PEMANAS AIR Arif Kurniawan Institut Teknologi Nasional (ITN) Malang; Jl.Raya Karanglo KM. 2 Malang 1 Jurusan Teknik Mesin, FTI-Teknik Mesin

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PERAWATAN & PERBAIKAN CHILLER WATER COOLER DI MANADO QUALITY HOTEL. Oleh : RIVALDI KEINTJEM

LAPORAN AKHIR PERAWATAN & PERBAIKAN CHILLER WATER COOLER DI MANADO QUALITY HOTEL. Oleh : RIVALDI KEINTJEM LAPORAN AKHIR PERAWATAN & PERBAIKAN CHILLER WATER COOLER DI MANADO QUALITY HOTEL Oleh : RIVALDI KEINTJEM 13021024 KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL POLITEKNIK NEGERI MANADO JURUSAN TEKNIK ELEKTRO 2016 BAB

Lebih terperinci

PENGARUH KECEPATAN UDARA PENDINGIN KONDENSOR TERHADAP KOEFISIEN PRESTASI AIR CONDITIONING

PENGARUH KECEPATAN UDARA PENDINGIN KONDENSOR TERHADAP KOEFISIEN PRESTASI AIR CONDITIONING Marwan Effendy, Pengaruh Kecepatan Udara Pendingin Kondensor Terhadap Kooefisien Prestasi PENGARUH KECEPATAN UDARA PENDINGIN KONDENSOR TERHADAP KOEFISIEN PRESTASI AIR CONDITIONING Marwan Effendy Jurusan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. 4.1 Rangkaian Alat Uji Dan Cara Kerja Sistem Refrigerasi Tanpa CES (Full Sistem) Heri Kiswanto / Page 39

BAB IV PEMBAHASAN. 4.1 Rangkaian Alat Uji Dan Cara Kerja Sistem Refrigerasi Tanpa CES (Full Sistem) Heri Kiswanto / Page 39 BAB IV PEMBAHASAN Pada pengujian ini dilakukan untuk membandingkan kerja sistem refrigerasi tanpa metode cooled energy storage dengan sistem refrigerasi yang menggunakan metode cooled energy storage. Pengujian

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Simulator Pengertian simulator adalah program yg berfungsi untuk menyimulasikan suatu peralatan, tetapi kerjanya agak lambat dari pada keadaan yg sebenarnya. Atau alat untuk melakukan

Lebih terperinci

Disusun oleh : Nama : Linggar G. C. M. A. Semester Genap SMK NEGERI 1 CIMAHI

Disusun oleh : Nama : Linggar G. C. M. A. Semester Genap SMK NEGERI 1 CIMAHI Disusun oleh : Nama : Linggar G. C. M. A. Kelas : XI TP A Semester Genap SMK NEGERI 1 CIMAHI Teknik Pendingin & Tata Udara 2010/2011 KATA PENGANTAR Allhamdulillahi rabbil alamiin, pertama-tama marilah

Lebih terperinci

BAB III PERHITUNGAN. Tugas Akhir

BAB III PERHITUNGAN. Tugas Akhir BAB III PERHITUNGAN 3.1 Beban Pendingin Ruangan Beban pendingin ruangan adalah beban laju aliran panas yang harus dipindahkan dari udara ruangan untuk mempertahankan temperatur ruangan sesuai yang diinginkan.

Lebih terperinci

Pertemuan 6: SISTEM PENGHAWAAN PADA BANGUNAN

Pertemuan 6: SISTEM PENGHAWAAN PADA BANGUNAN AR-3121: SISTEM BANGUNAN & UTILITAS Pertemuan 6: SISTEM PENGHAWAAN PADA BANGUNAN 12 Oktober 2009 Dr. Sugeng Triyadi PENDAHULUAN Penghawaan pada bangunan berfungsi untuk mencapai kenyamanan thermal. Dipengaruhi:

Lebih terperinci

PENGHITUNGAN BEBAN KALOR PADA GEDUNG AULA UNIVERSITAS SULTAN FATAH DEMAK

PENGHITUNGAN BEBAN KALOR PADA GEDUNG AULA UNIVERSITAS SULTAN FATAH DEMAK PENGHITUNGAN BEBAN KALOR PADA GEDUNG AULA UNIVERSITAS SULTAN FATAH DEMAK Rio Bagas Program Studi Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sultan Fatah (UNISFAT) Jl. Sultan Fatah No. 83 Demak Telp. (0291)

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. perpindahan kalor dari produk ke material tersebut.

BAB II DASAR TEORI. perpindahan kalor dari produk ke material tersebut. BAB II DASAR TEORI 2.1 Sistem Refrigerasi Refrigerasi adalah suatu proses penarikan kalor dari suatu ruang/benda ke ruang/benda yang lain untuk menurunkan temperaturnya. Kalor adalah salah satu bentuk

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Blood Bank Cabinet

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Blood Bank Cabinet BAB II DASAR TEORI 2.1 Blood Bank Cabinet Darah merupakan suatu cairan yang sangat penting bagi manusia karena berfungsi sebagai alat transportasi serta memiliki banyak kegunaan lainnya untuk menunjang

Lebih terperinci

BAB III DATA GEDUNG DAN LINGKUNGAN

BAB III DATA GEDUNG DAN LINGKUNGAN BAB III DATA GEDUNG DAN LINGKUNGAN 3.1 Letak Geografis Gedung Ofice PT. Karya Intertek Kencana ( Jakarta Barat ) berdasarkan data dari Badan Meterologi dan Geofisika, Jakarta terletak pada garis bujur

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. ABSTRAK... iv. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR GAMBAR... xi. DAFTAR GRAFIK...xiii. DAFTAR TABEL... xv. NOMENCLATURE...

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. ABSTRAK... iv. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR GAMBAR... xi. DAFTAR GRAFIK...xiii. DAFTAR TABEL... xv. NOMENCLATURE... JUDUL LEMBAR PENGESAHAN KATA PENGANTAR... i ABSTRAK... iv... vi DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR GRAFIK...xiii DAFTAR TABEL... xv NOMENCLATURE... xvi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Perumusan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENGAMBILAN

BAB III METODOLOGI PENGAMBILAN BAB III METODOLOGI PENGAMBILAN 3.1 Metodologi Data Perhitungan Beban Pendingin Ada dua faktor yang akan menjadi beban dari suatu sistim mesin pendingin yaitu beban internal dan beban eksternal. Beban internal

Lebih terperinci

Pemanfaatan Sistem Pengondisian Udara Pasif dalam Penghematan Energi

Pemanfaatan Sistem Pengondisian Udara Pasif dalam Penghematan Energi Pemanfaatan Sistem Pengondisian Udara Pasif dalam Penghematan Energi Lia Laila Prodi Teknologi Pengolahan Sawit, Institut Teknologi dan Sains Bandung Abstrak. Sistem pengondisian udara dibutuhkan untuk

Lebih terperinci

OPTIMASI SISTEM PENGKONDISIAN UDARA PADA KERETA REL LISTRIK

OPTIMASI SISTEM PENGKONDISIAN UDARA PADA KERETA REL LISTRIK 277 Jurnal Teknik Mesin (JTM): Vol. 06, No. 4, Oktober 2017 OPTIMASI SISTEM PENGKONDISIAN UDARA PADA KERETA REL LISTRIK Wendy Satia Novtian, Budhi Muliawan Suyitno, Rudi Hermawan Program Studi Teknik Mesin,

Lebih terperinci