Mengapa proyeksi di Indonesia menggunakan WGS 84?

dokumen-dokumen yang mirip
Sistem Geodetik Global 1984 (WGS 1984 ) Dalam Menentukan Nilai Gravitasi Normal (G n )

By. Y. Morsa Said RAMBE

BENTUK BUMI DAN BIDANG REFERENSI

Materi : Bab IV. PROYEKSI PETA Pengajar : Ira Mutiara A, ST

PROYEKSI PETA DAN SKALA PETA

Modul 13. Proyeksi Peta MODUL KULIAH ILMU UKUR TANAH JURUSAN TEKNIK SIPIL POLIBAN. Modul Pengertian Proyeksi Peta

Sistem Proyeksi Peta. Arif Basofi PENS 2012

Datum Geodetik & Sistem Koordinat Maju terus

Datum dan Ellipsoida Referensi

Bab II TEORI DASAR. Suatu batas daerah dikatakan jelas dan tegas jika memenuhi kriteria sebagai berikut:

Bab ini memperkenalkan mengenai proyeksi silinder secara umum dan macam proyeksi silinder yang dipakai di Indonesia.

REKONSTRUKSI/RESTORASI REKONSTRUKSI/RESTORASI. Minggu 9: TAHAPAN ANALISIS CITRA. 1. Rekonstruksi (Destripe) SLC (Scan Line Corrector) off

KONSEP GEODESI UNTUK DATA SPASIAL

PERATURAN KEPALA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL NOMOR 15 TAHUN 2013 /2001 TENTANG SISTEM REFERENSI GEOSPASIAL INDONESIA 2013

Sistem Proyeksi Peta. Arif Basofi PENS 2015

Proyeksi Peta. Tujuan

DAFTAR PUSTAKA. 1. Abidin, Hasanuddin Z.(2001). Geodesi satelit. Jakarta : Pradnya Paramita.

BAB II DASAR TEORI II.1 Sistem referensi koordinat

GEODESI DASAR DAN PEMETAAN

K NSEP E P D A D SA S R

Konsep Geodesi Data Spasial. Arif Basofi PENS 2013

SISTEM KOORDINAT SISTEM TRANSFORMASI KOORDINAT RG091521

SURVEYING (CIV 104) PERTEMUAN 2 : SISTEM SATUAN, ARAH DAN MENENTUKAN POSISI DALAM SURVEYING

SISTEM KOORDINAT SISTEM TRANSFORMASI KOORDINAT RG091521

Konsep Geodesi untuk Data Spasial. by: Ahmad Syauqi Ahsan

I. RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN (RKPM) MINGGU 6

CORPORATE SOCIAL RESPONSIBLE

SISTEM INFORMASI SUMBER DAYA LAHAN

Pertemuan 3. Penentuan posisi titik horizontal dan vertikal

Jadi huruf B yang memiliki garis kontur yang renggang menunjukkan kemiringan/daerahnya landai.

PENENTUAN POSISI DENGAN GPS UNTUK SURVEI TERUMBU KARANG. Winardi Puslit Oseanografi - LIPI

BEBERAPA PEMIKIRAN TENTANG SISTEM DAN KERANGKA REFERENSI KOORDINAT UNTUK DKI JAKARTA. Hasanuddin Z. Abidin

Gambar 1. prinsip proyeksi dari bidang lengkung muka bumi ke bidang datar kertas

PENGENALAN GPS & PENGGUNAANNYA

BAB I Pengertian Sistem Informasi Geografis

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN

APA ITU ILMU UKUR TANAH?

PENGENALAN GPS & PENGGUNAANNYA

MODUL 3 REGISTER DAN DIGITASI PETA

PENGENALAN GPS & PENGGUNAANNYA Oleh : Winardi & Abdullah S.

Anyelir Dita Permatahati, Ir. Sutomo Kahar, M.Si *, L.M Sabri, ST, MT *

sensing, GIS (Geographic Information System) dan olahraga rekreasi

BAB II DASAR TEORI 2.1 Populasi Penduduk 2.2 Basis Data

URGENSI PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS LAUT DALAM MENGHADAPI OTONOMI DAERAH DAN GLOBALISASI. Oleh: Nanin Trianawati Sugito*)

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

Bab IV ANALISIS. 4.1 Hasil Revisi Analisis hasil revisi Permendagri no 1 tahun 2006 terdiri dari 2 pasal, sebagai berikut:

Home : tedyagungc.wordpress.com

ASPEK-ASPEK GEODETIK DALAM HUKUM LAUT

ANALISA PETA LINGKUNGAN PANTAI INDONESIA (LPI) DITINJAU DARI ASPEK KARTOGRAFIS BERDASARKAN PADA SNI

BAB IV ANALISIS. 4.1 Analisis Terhadap Penentuan Datum, Titik Dasar dan Garis Pangkal

BAB IV ANALISIS RUMUS TRIGONOMETRI DALAM PENERAPANNYA PADA TEORI PENENTUAN ARAH KIBLAT

MEMBACA DAN MENGGUNAKAN PETA RUPABUMI INDONESIA (RBI)

MODUL 2 REGISTER DAN DIGITASI PETA

PEMANFAATAN GPS UNTUK PERENCANAAN PENGELOLAAN DAN PEMETAAN LAHAN LAPORAN PRAKTIKUM MEKANISASI PERTANIAN

Sistem Koordinat Peta. Tujuan

Adipandang YUDONO

GEODESI FISIS Isna Uswatun Khasanah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. tujuan dan manfaat penelitian. Berikut ini uraian dari masing-masing sub bab. I.1. Latar Belakang

Analisis Perbedaan Perhitungan Arah Kiblat pada Bidang Spheroid dan Ellipsoid dengan Menggunakan Data Koordinat GPS

LAPORAN PRAKTIKUM SIG ACARA II TRANSFORMASI PROYEKSI DAN DIGITASI ON SCREEN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Gambaran ellipsoid, geoid dan permukaan topografi.

Studi Anomali Gayaberat Free Air di Kota Surabaya

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

Transformasi Datum dan Koordinat

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I-1

Penentuan Tinggi Orthometrik Gunung Semeru Berdasarkan Data Survei GPS dan Model Geoid EGM 1996

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

Orthometrik dengan GPS Heighting Kawasan Bandara Silvester Sari Sai

Penggunaan Egm 2008 Pada Pengukuran Gps Levelling Di Lokasi Deli Serdang- Tebing Tinggi Provinsi Sumatera Utara

MENGGAMBAR BATAS DESA PADA PETA

Sistem Koordinat Global/Dunia (Global/World Coordinat system) Sistem koordinat global menganut pembagian wilayah dunia menjadi 4 bidang

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 20/Menhut-II/2011 TENTANG PEDOMAN PEMETAAN KAWASAN HUTAN TINGKAT KABUPATEN/KOTA

Bab III KAJIAN TEKNIS

TATA CARA PEMBERIAN KODE NOMOR URUT WILAYAH KERJA PERTAMBANGAN MINYAK BUMI DAN GAS BUMI

MAKALAH SISTEM TRANSFORMASI KOORDINAT 2 DIMENSI DISUSUN OLEH : HERA RATNAWATI 16/395027/TK/44319

LAPORAN PRAKTIKUM MATA KULIAH PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

BAB II LANDASAN TEORI

A. Peta 1. Pengertian Peta 2. Syarat Peta

ANALISIS KETELITIAN DATA PENGUKURAN MENGGUNAKAN GPS DENGAN METODE DIFERENSIAL STATIK DALAM MODA JARING DAN RADIAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 141 TAHUN 2017 TENTANG PENEGASAN BATAS DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

TUGAS 1 ASISTENSI GEODESI SATELIT. Sistem Koordinat CIS dan CTS

PEDOMAN PENEGASAN BATAS DAERAH

BAB III PENGOLAHAN DATA ALOS PRISM

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan penulis adalah metode penelitian

Jurnal Geodesi Undip April 2015

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 20/Menhut-II/2011 TENTANG PEDOMAN PEMETAAN KAWASAN HUTAN TINGKAT KABUPATEN/KOTA

METODE PENGUKURAN TRIANGULASI

BAB I PENDAHULUAN BAB I. PENDAHULUAN

Bab II Tinjauan Pustaka

BAB III PERANCANGAN PETA BATAS LAUT TERITORIAL INDONESIA

Nur Meita Indah Mufidah

BAB IV ANALISIS PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB V TINJAUAN MENGENAI DATA AIRBORNE LIDAR

MATERI KULIAH PEMETAAN SUMBERDAYA HAYATI LAUT

Transkripsi:

Nama : Muhamad Aidil Fitriyadi NPM : 150210070005 Mengapa proyeksi di Indonesia menggunakan WGS 84? Jenis proyeksi yang sering di gunakan di Indonesia adalah WGS-84 (World Geodetic System) dan UTM (Universal Transverse Mercator) WGS-84 (World Geodetic System) adalah ellipsoid terbaik untuk keseluruhan geoid. Penyimpangan terbesar antara geoid dengan ellipsoid WGS-84 adalah 60 m di atas dan 100 m di bawah-nya. Bila ukuran sumbu panjang ellipsoid WGS-84 adalah 6 378 137 m dengan kegepengan 1/298.257, maka rasio penyimpangan terbesar ini adalah 1 / 100 000. Indonesia, seperti halnya negara lainnya, menggunakan ukuran ellipsoid ini untuk pengukuran dan pemetaan di Indonesia. WGS-84 diatur, diimpitkan sedemikian rupa diperoleh penyimpangan terkecil di kawasan Nusantara RI. Titik impit WGS-84 dengan geoid di Indonesia dikenal sebagai datum Padang (datum geodesi relatif) yang digunakan sebagai titik reference dalam pemetaan nasional. Sebelumnya juga dikenal datum Genuk di daerah sekitar Semarang untuk pemetaan yang dibuat Belanda. Menggunakan ER yang sama WGS-84, sejak 1995 pemetaan nasional di Indonesia menggunakan datum geodesi absolut. DGN-95. Dalam sistem datum absolut ini, pusat ER berimpit dengan pusat masa bumi. Proyeksi UTM merupakan proyeksi Peta yang banyak di pilih dan di gunakan dalam kegiatan pemetaan di Indonesia karena di nilai memenuhi syarat2 ideal yang sesuai dengan bentuk, letak dan luas Indonesia. Spesifikasi UTM antara lain adalah (1) menggunakan bidang silender yang memotong bola bumi pada dua meridian standart yang mempunyai faktor skala k=1, (2) Lebar zone 6 dihitung dari 180 BB dengan nomor zone 1 hingga ke 180 BT dengan nomor zone 60. Tiap zone mempunyai meridian tengah sendiri, (3) setiap zone memiliki meridian tengah sendiri dengan faktor perbesaran = 0.9996, (4) Batas paralel tepi atas dan tepi bawah adalah 84 LU dan 80 LS dan (5) proyeksinya bersifat konform. Menurut Frans (iagi.net) UTM menggunakan silinder yg membungkus ellipsoid dengan kedudukan sumbu silindernya tegak lurus sumbu tegak ellipsoid (sumbu perputaran bumi), sehingga garis singgung ellipsoid dan silinder merupakan garis yg berhimpit dengan garis bujur pada ellipsoid. Akibatnya, titik2 pada garis tersebut terletak pada kedua bidang, sehingga posisinya walaupun dipindahkan (diproyeksikan), dari ellipsoid ke silinder, tidak akan mengalami perubahan (distorsi). WGS (World Geodetic System) 1984 adalah datum geodetik yang direalisasikan dan dipantau oleh NIMA (National Imagery and Mapping) Amerika Serikat. WGS 84 adalah sistem yang saat ini digunakan oleh sistem satelit navigasi GPS. Penerapan sistim WGS-1984

merupakan datum global dimana penyimpangannya tehadap kondisi topografi setempat lebih besar dibanding dengan sistim GRS 1967 yang lebih mendekati kondisi topografi setempat, namun untuk perhitungan gravitasi normal relatif masih bisa diabaikan. Untuk memperoleh keseragaman garavitasi normal transformasi koordinat antar kedua sistim tidak terlalu sulit dilakukan sehingga diupayakan keseragaman anomali gravitasi sistim datum lama dengan sistim anomali gravitasi baru yang bersifat lebih global tunggal. Pemetaan anomali gravitasi sistim WGS 1984 lebih gampang disambungkan dengan peta-peta sistim lainnnya sehingga dengan mudah membuat sistim basis data anomali gravitasi yang tunggal.

Dalam pertemuan International Association of Geodesy (IAG) yang dilakukan di Madrid Tahun 1924, telah menetapkan Elipsoid Hayford 1909 sebagai Elipsoid Referensi Internasional. Pertemuan ini juga menetapkan kecepatan rotasi bumi (ω) dan nilai gravitasi normal di ekuator (Ge). Dengan demikian, Elipsoid Hayford 1909 ditetapkan acuan geometrik ( posisi geodetik ) dan medan gravitasi bumi. Kemudian pada tahun 1967 IAG mengadakan pertemuan di Luceme, intinya membicarakan masalah elipsoid reference Hayford 1909. Berdasarkan hasil penelitian lebih lanjut diketahui bahwa elipsoid dan rumusan gravitasi normal yang disusun berdasarkan parameter elipsoid tersebut dinilai belum mencerminkan keadaan yang sebenarnya. Kemudian IAG pada pertemuan General Assembly International Union of Geodesy and geophysics ( IUGG ) ke XV di Moskow, Agustus 1971 mendefinisikan suatu elipsoid referensi yang dinamakan Geodetic Reference System 1967 (GRS 1967). Dalam kongres IUGG yang ke XVII di Camberra dikemukakan bahwa GRS 1967 ternyata belum sesuai dengan keadaan data yang terkumpul kemudian, sehingga perlu diganti dengan sistem referensi yang lebih sesuai. Maka keluarlah Sistem referensi pengganti yang dikenal GRS 1980. Dalam perkembangan selanjutnya, Departemen Pertahanan Amerika Serikat menemukan World Geodetic System 1984 (WGS 1984) yang merupakan perbaikan sistim sebelumnya. Tabel 1. menunjukkan parameter elipsoid referensi GRS 1967, GRS 1980 dan WGS 1984. DATUM INDONESIA Datum Lokal Pengukuran topografi di Indonesia dimulai sejak tahun 1862 hingga tahun 1880, yaitu sejak dilakukannya pengukuran triangulasi di Pulau Jawa. Dalam pengukuran triangulasi ini, setiap titik ukur harus saling terlihat sehingga titik tersebut biasanya dibuat di atas gunung. Pembuatan triangulasi di Jawa berjumlah 114 titik dihitung berdasarkan acuan triangulasi di gunung Genuk, Jawa Tengah untuk perhitungan lintang dan azimuthnya menganggap Jakarta meridian nol untuk perhitungan bujur. Sistim triangulasi ini dihitung berdasarkan elipsoid Bessel 1841, dan pada tahun 1883 pengukuran triangulasi ini diperluas ke Pulau Sumatra, Bali dan Lombok. Tahun 1911 dilakukan pembuatan triangulasi di pulau Sulawesi tetapi karena keterbatasan teknologi saat itu sistem triangulasi ini tidak terikat dengan di Jawa, Sumatra, Bali dan Lombok. Triangulasi Sulawesi dihitung dengan acuan titik triangulasi di gunung Moncong Lowe, Sulawesi Selatan untuk perhitungan lintang dan azimuth dengan menganggap Ujungpandang sebagai meridian nol untuk perhitungan bujur. Datum Indonesia 1974

dimana : a : Setengah sumbu panjang elipsoid b : Setengah sumbu pendek elipsoid f : Pengepengan elipsoid Ge : Nilai anomali gravitasi normal di ekuator Gp : Nilai anomali gravitasi di kutub ω : Kecepatan rotasi bumi ß1 : Konstanta gravitasi normal pada lintang ϕ ß2 : Konstanta gravitasi normal pada lintang ϕ Pemetaan topografi di Indonesia diperlukan ilmu pengetahuan dan teknologi tinggi untuk dapat mempersatukan sitim-sistim referensi datum, sehingga seluruh wilayah dapat tercakup dalam satu sistim pemetaan. Dengan diketemukannya teknologi pengukuran yang menggunakan sarana satelit (satelit Doppler) maka wilayah-wilayah yang tersebar di Indonesia dapat dipersatukan. Untuk menunjang sistim pemetaan tunggal di Indonesia, pada tahun 1975 Ketua badan kordinasi survei dan pemetaan nasional (Bakorsurtanal) mengeluarkan surat bernomor 019.2.2/I/1975 tentang penggunaan GRS 1967 sebagai ellipsoid referensi di Indonesia. Keputusan ini didasarkan karena lebih teliti baik untuk ilmiah maupun keperluan praktis dan pembuatan peta skala kecil maupun besar. GRS 1967 dapat mencakup seluruh wilayah Indonesia dalam satu sistim sehingga tercipta sistim referensi tunggal. GRS 1967 ini dinamai oleh Bakosurtanal Sferoid Nasional Indonesia (SNI). Untuk menentukan orientasi elipsoid referensi dalam ruang, maka kemudian SNI dihimpitkan dengan elipsoid NWL-9D ( sistim referensi teknologi Doppler ) ditittik eksentris (Stasiun Doppler BP-A 1884) di Padang. Dengan demikian stasiun Doppler BP-A ini dianggap sebagai datum tunggal geodesi di Indonesia. Datum ini diberi nama oleh Bakosurtanal Datum Indonesia 1974 dan merupakan datum relatif.

Datum Geodesi Nasional 1995 Cara penentuan posisi dan pengolahan data dengan pengamatan Doppler untuk membangun jaringan kontrol geodesi di Indonesia tidak seragam karena sebagian tidak diproses dengan menggunakan broadcast ephemeris sedangkan sebagian lagi di proses dengan menggunakan precise ephemeris, sehingga dari segi ketelitian jaringan kontrol geodesi nasional belum seragam. Dengan digunakannya teknologi baru yaitu Global Positioning System (GPS), maka dibangunlah Jaringan Kontrol Geodesi Nasional (JKGN) orde nol yang tersebar merata di seluruh wilayah Indonesia. Pengolahan data sepenuhnya menggunakan precise ephemeris sehingga posisigeodetik dalam jaringan ini mempunyai ketelitian yang seragam. Berdasarkan hasil pengukuran JKGN ini maka Ketua Bakosurtanal menetapkan Datum Geodesi Nasional 1995 (DGN 1995 ) sebagai datum tunggal Indonesia menggantikan datum sebelumnya yaitu DI-1974. Datum ini menggunakan elipsoid referensi WGS 1984, serta merupakan datum geosentrik ( datum absolut). Gambar 2. Pembuatan Sistim Pemetaan di Indonesia pertama kali