BAB 1 PENDAHULUAN. terhadap infeksi nosokomial. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapat pasien

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. Keselamatan pasien (Patient Safety) adalah isu global dan nasional bagi

BAB I PENDAHULUAN. kualitas mutu pelayanan kesehatan. Rumah sakit sebagai tempat pengobatan, juga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Infeksi nosokomial merupakan problem klinis yang sangat

BAB 1 PENDAHULUAN. sistemik (Potter & Perry, 2005). Kriteria pasien dikatakan mengalami infeksi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

nosokomial karena penyakit infeksi. Di banyak negara berkembang, resiko perlukaan karena jarum suntik dan paparan terhadap darah dan duh tubuh jauh

PENDAHULUAN. dapat berasal dari komunitas (community acquired infection) atau berasal dari

BAB I PENDAHULUAN. mikroorganisme dapat terjadi melalui darah, udara baik droplet maupun airbone,

Infeksi yang diperoleh dari fasilitas pelayanan kesehatan adalah salah satu penyebab utama kematian dan peningkatan morbiditas pada pasien rawat

BAB I PENDAHULUAN. yang berarti keselamatan pasien adalah hukum yang tertinggi (Hanafiah & Amir,

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan kepada masyarakat memiliki peran yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi nosokomial atau yang sekarang dikenal dengan Healthcare Associated

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. (WHO, 2002). Infeksi nosokomial (IN) atau hospital acquired adalah

BAB I PENDAHULUAN. memberikan pelayanan yang bermutu sesuai dengan standar yang sudah ditentukan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kesehatan di berbagai belahan dunia dan merupakan risiko terhadap sistem

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi dan penyakit menular merupakan masalah yang masih dihadapi oleh negara-negara berkembang.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan Kesehatan Kerja di Rumah Sakit (K3RS). Dampak dari proses pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. Alat Pelindung Diri (APD) sangat penting bagi perawat. Setiap hari

PANDUAN WAWANCARA. Analisis Kemampuan Perawat dalam Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Nosokomial di Rumah Sakit Umum Mitra Medika Medan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. maka pada tahun 1976 Join Commission on Acreditation of Health Care

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan dan atau pelatihan medik dan para medik, sebagai tempat. lantai makanan dan benda-benda peralatan medik sehingga dapat

promotif (pembinaan kesehatan), preventif (pencegahan penyakit), kuratif (pengobatan penyakit) dan rehabilitatif (pemulihan kesehatan) serta dapat

PEDOMAN PENGORGANISASIAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI RSU AULIA BLITAR

BAB I PENDAHULUAN. Keselamatan menjadi isu global termasuk juga untuk rumah sakit. Ada lima isu

BAB I PENDAHULUAN. diselenggarakan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2009, maka diperlukan adanya fasilitas pelayanan kesehatan untuk

BAB I PENDAHULUAN. infeksi tersebut. Menurut definisi World Health Organization. (WHO, 2009), Healthcare Associated Infections (HAIs)

BAB 1 PENDAHULUAN. dinilai melalui berbagai indikator. Salah satunya adalah terhadap upaya

LAPORAN MONITORING DAN EVALUASI PENGGUNAAN APD DI RUMAH SAKIT SYAFIRA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Infeksi merupakan suatu keadaan ditemukan adanya agen infeksi

BAB 1 PENDAHULUAN. dibentuk oleh Kepala Rumah Sakit (Depkes RI, 2007). Menurut WHO (World

pola kuman 1. Program penerapan Kewaspadaan Isolasi 2. Program kegiatan surveilans PPI dan peta 4. Program penggunaan antimikroba rasional

BAB I PENDAHULUAN. serta pengobatan penyakit banyak digunakan alat-alat ataupun benda-benda

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan perpanjangan masa rawat inap bagi penderita. Risiko infeksi di

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Healthcare Associated Infections (HAIs) telah banyak terjadi baik di

BAB 1 PENDAHULUAN. langsung ataupun tidak langsung dengan mikroorganisme dalam darah dan saliva pasien.

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Infeksi nosokomial atau Hospital-Acquired Infection. (HAI) memiliki kontribusi yang besar terhadap tingkat

BAB I PENDAHULUAN. penyakit (kuratif) dan pencegahan penyakit (preventif) kepada masyarakat

BAB 1 PENDAHULUAN. ketidaknyamanan yang berkepanjangan sampai dengan kematian. Tindakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Nosokomial, yang saat ini disebut sebagai. dengan jumlah pasien dari jumlah pasien berisiko 160.

KERANGKA ACUAN KEGIATAN PROGRAM DIKLAT PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI (PPI) DI PUSKESMAS KALIBARU KULON

Pendahuluan BAB I. A. Latar Belakang Masalah

STANDAR PPI 1 PPI 1.1 PPI 2 PPI 3 PPI 4 PPI 5 PPI 6 PPI 6.1

BAB I PENDAHULUAN. rumah sakit. Rumah sakit merupakan salah satu sarana pelayanan. kesehatan kepada masyarakat. Rumah sakit memiliki peran penting

RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK PURI BETIK HATI. Jl. Pajajaran No. 109 Jagabaya II Bandar Lampung Telp. (0721) , Fax (0721)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan kepada masyarakat memiliki peran yang sangat penting dalam meningkatkan

Bagian XIII Infeksi Nosokomial

BAB I PENDAHULUAN UKDW. keseluruhan yang memberikan pelayanan kuratif maupun preventif serta

GAMBARAN PERILAKU PERAWAT DALAM PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI DI RUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA BANDUNG

BAB II PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI (PPI)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang ditunjukkan setelah pasien

BAB I PENDAHULUAN. yang kompleks, menggunakan gabungan alat ilmiah khusus dan rumit, dan

BAB 1 PENDAHULUAN. melindungi diri atau tubuh terhadap bahaya-bahaya kecelakaan kerja, dimana

BABI PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Rumah Sakit (RS) merupakan suatu unit yang sangat kompleks. Kompleksitas ini

BAB I PENDAHULUAN. Penyedia pelayanan kesehatan dimasyarakat salah satunya adalah rumah sakit. Peraturan menteri kesehatan Republik Indonesia Nomor

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit (RS) sebagai institusi pelayanan kesehatan, di dalamnya

BAB I PENDAHULUAN. kadang-kadang mengakibatkan kematian pada pasien dan kerugian keuangan

TINDAKAN PERAWAT DALAM PENCEGAHAN INFEKSI NOSOKOMIAL LUKA PASCA BEDAH

No. Kuesioner : I. Identitas Responden 1. Nama : 2. Umur : 3. Jenis Kelamin : 4. Pendidikan : 5. Pekerjaan : 6. Sumber Informasi :

Jurnal Keperawatan, Volume VIII, No. 2, Oktober 2012 ISSN

BAB 1 PENDAHULUAN. Keselamatan klien merupakan sasaran dalam program Patient Safety yang

BAB I PENDAHULUAN. satu penyebab kematian utama di dunia. Berdasarkan. kematian tertinggi di dunia. Menurut WHO 2002,

BAB I PENDAHULUAN. obat-obatan dan logistik lainnya. Dampak negatif dapat berupa kecelakaan

BAB 1 PENDAHULUAN. Hepatitis akut. Terdapat 6 jenis virus penyebab utama infeksi akut, yaitu virus. yang di akibatkan oleh virus (Arief, 2012).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. bertambah setiap tahunnya (Mores et al., 2014). Infeksi nosokomial adalah salah

BAB I PENDAHULUAN. memberikan pelayanan kesehatan (Saifuddin, 2006). Menurut WHO (World Health Organization), pada tahun 2013 AKI

BAB 1 PENDAHULUAN. pemberian obat secara intravena (Smeltzer & Bare, 2001).

FOKUS AREA : Program kepemimpinan dan koordinasi (PPI 1; 2;

TUJUAN? Mengidentifikasi kekuatan & area yang menjadi perhatian dalam program pencegahan dan pengendalian infeksi Menentukan tindakan yang diperlukan

BAB 1 PENDAHULUAN. kematian dan kecacatan secara terpadu dengan melibatkan berbagai multi

LAPORAN KEPATUHAN HAND HYGIENE RUMAH SAKIT UMUM HAJI SURABAYA BULAN JANUARI - MARET 2015

BAB I PENDAHULUAN. (World Health Organization (WHO), 2011). Menurut survei di Inggris,

BAB I PENDAHULUAN. Centre for Disease Control (CDC) memperkirakan setiap tahun terjadi

BAB I PENDAHULUAN. Rumah Sakit sebagai bagian lembaga penyelenggaraan pelayanan publik dituntut untuk

KERANGKA ACUAN PROGRAM DIKLAT PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI (PPI) DI RSIA ANUGRAH KUBURAYA

BAB 1 : PENDAHULUAN. mencetuskan global patient safety challenge dengan clean care is safe care, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan kesehatan semakin meningkat. Istilah infeksi nosokomial diperluas

BAB I PENDAHULUAN. yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat. darurat (Permenkes RI No. 147/ Menkes/ Per/ 2010).

ANALISIS KEMAMPUAN PERAWAT DALAM PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI NOSOKOMIAL DI RUMAH SAKIT UMUM MITRA MEDIKA MEDAN TAHUN 2016 TESIS.

BAB I PENDAHULUAN. (Permenkes RI No. 340/MENKES/PER/III/2010). Dalam memberikan

BAB 1 PENDAHULUAN. Sasaran pembangunan milenium (Millennium Development Goals/MDGs)

BAB 1 : PENDAHULUAN. intelejensi bagi setiap orang guna menjalani kegiatan serta aktifitas sehari-hari secara

BAB I PENDAHULUAN. maupun tidak langsung kematian pasien. Infeksi nasokomial ini dapat berasal dari

PROGRAM PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI RUMAH SAKIT UMUM BHAKTI YUDHA

DIREKTUR UTAMA RUMAH SAKIT...

Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. kuratif, rehabilitatif, dan preventif kepada semua orang. Rumah sakit merupakan

1. Pentingnya patient safety adalah a. Untuk membuat pasien merasa lebih aman b. Untuk mengurangi risiko kejadian yang tidak diharapkan Suatu

PPI TELUSUR SKO R 1 MATERI Pembentukan Tim PPI, pengorganisasian, operasional, program kerja, pelaksanaannya

BAB 1 PENDAHULUAN. yang selalu bertambah setiap tahunnya. Salah satu jenis infeksi tersebut adalah

BAB I PENDAHULUAN. tuntutan masyarakat untuk melindungi bayi sebelum, selama dan sesudah

Transkripsi:

1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mutu pelayanan kesehatan khususnya pelayanan keperawatan di rumah sakit dapat dinilai melalui berbagai indikator, salah satunya adalah melalui penilaian terhadap infeksi nosokomial. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapat pasien selama dirawat dan terjadi selama 72 jam, dimana sebelumnya pasien tersebut tidak menunjukkan tanda dan gejala infeksi pada saat masuk rumah sakit (Pristiwani, 2013). Menurut Darmadi (2008), infeksi nosokomial dapat meningkatkan morbidilitas dan mortalitas. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa infeksi nosokomial berpotensi menambah keparahan penyakit dan stres emosional yang mengurangi kualitas hidup pasien. Oleh karena itu, infeksi nosokomial saat ini termasuk sebagai salah satu tipe insiden keselamatan pasien di rumah sakit (KARS, 2015). Selain itu, dengan bertambahnya lama hari perawatan, penggunaan obat dan pemeriksaan penunjang karena adanya infeksi nosokomial akan meningkatkan biaya perawatan pasien (Nasution, 2012). Sehingga, terjadinya infeksi nosokomial menyebabkan ketidakpuasan baik pasien maupun keluarganya (Herpan, 2012). Pencegahan infeksi nosokomial dapat dilakukan dengan menggunakan standar kewaspadaan antara lain memakai Alat Pelindung Diri (APD), melakukan perawatan peralatan pasien dan instrumen tajam, pembersihan lingkungan, penempatan pasien 1

2 serta melakukan 5 langkah cuci tangan, yaitu: sebelum dan sesudah menyentuh pasien, sebelum dan sesudah tindakan atau aseptik, setelah terpapar cairan tubuh pasien, sebelum dan setelah melakukan tindakan invasif, setelah menyentuh area sekitar pasien atau lingkungan (Handojo, 2015). Namun, angka kejadian infeksi nosokomial di dunia masih sangat tinggi, baik di negara yang sedang berkembang maupun negara maju. Berdasarkan hasil literature review yang dilakukan oleh World Health Organization (WHO) dari beberapa hasil penelitian yang dipublikasi sejak tahun 1995-2008, diperoleh bahwa data prevalensi infeksi nosokomial di negara maju berkisar di antara 5,1% sampai 11,6%, sedangkan di negara yang sedang berkembang berkisar diantara 5-19%. (WHO, 2010). Centers of Disease Control and Prevention (CDC) pada tahun 2011 memperkirakan setidaknya terdapat 722.000 pasien menderita infeksi nosokomial di Amerika Serikat. Sekitar 75.000 pasien di antaranya meninggal dunia selama perawatan di rumah sakit. Di negara Indonesia sendiri, infeksi masih merupakan penyebab utama kematian dan kesakitan di rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya (Herpan, 2012). Menurut Nugraheni, dkk. (2012), infeksi nosokomial pada 10 Rumah Sakit Umum (RSU) pendidikan di Indonesia cukup tinggi yaitu diantara 6-16% dengan rata-rata 9,8% pada tahun 2010. Infeksi nosokomial yang paling umum terjadi adalah Infeksi Luka Operasi (ILO). Hasil penelitian terdahulu menunjukkan bahwa angka kejadian ILO pada rumah sakit di Indonesia bervariasi antara 2-18% dari keseluruhan prosedur pembedahan.

3 Di Kota Medan, infeksi luka operasi bersih pasca bedah juga terjadi di RSUP Haji Adam Malik pada tahun 2010 dengan angka prevalensi sebesar 5,6% (Jeyamohan, 2010). Selain itu juga diketahui adanya ILO di RSUD Dr.Pirngadi selama periode Juni hingga Desember 2015 yang tercatat sebesar 20,39%. Selain itu, hasil surveilans infeksi nosokomial di ruang rawat inap RSUD Dr.Pirngadi juga melaporkan kejadian Infeksi Aliran Darah Perifer (IADP) sebesar 9,62% (RSUD Dr.Pirngadi, 2015). Sebagai salah satu rumah sakit swasta di Kota Medan, angka kejadian infeksi nosokomial di RSU Mitra Medika selama periode Maret hingga Desember 2015 tercatat sebesar 17,39%. Sementara menurut Kepmenkes (2008), standar pelayanan minimal untuk indikator infeksi nosokomial di rumah sakit adalah 1,5%, sehingga dapat disimpulkan bahwa angka kejadian infeksi nosokomial di RSU Mitra Medika juga tergolong tinggi. Menurut WHO (2010) sumber infeksi nosokomial dapat berasal dari pengunjung, petugas rumah sakit, pasien atau lingkungan rumah sakit. Dalam rangka menurunkan angka kejadian infeksi nosokomial di RSU Mitra Medika sejak awal tahun 2015, rumah sakit telah menerapkan berbagai kebijakan terkait Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) seperti pembatasan jumlah pengunjung, membuat peraturan jam berkunjung, dan mengedukasi serta mempromosikan cuci tangan kepada keluarga pasien untuk menghindari transmisi penularan infeksi dari pengunjung (RSU Mitra Medika Medan, 2015).

4 Selain itu, juga dilakukan sterilisasi alat kesehatan oleh staf terlatih, swab ruangan berisiko tinggi seperti kamar operasi dan kamar perawatan intensif secara berkala guna memperoleh gambaran peta kuman, melengkapi fasilitas terkait PPI seperti Hand Rub di setiap ruangan dan mengganti disinfektan alkohol 70% botolan dengan alcohol swab yang lebih steril serta menyediakan APD untuk mencegah transmisi infeksi. Namun, berbagai upaya diatas tidak berhasil menurunkan infeksi nosokomial secara bermakna. WHO (2010) menyatakan bahwa kondisi tersebut dapat terjadi karena sumber utama penularan infeksi nosokomial adalah melalui tangan petugas rumah sakit. Menurut Darmadi (2008), tenaga keperawatan sebagai petugas yang selalu kontak dengan penderita (selama 24 jam) merupakan pelaksana terdepan dalam upaya pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial. Kurangnya perhatian perawat akan teknik steril saat melakukan tindakan, lamanya proses keperawatan, standar pelayanan yang kurang optimal serta padatnya penderita dalam ruangan yang dirawat oleh perawat mempengaruhi terjadinya infeksi nosokomial. Pristiwani (2013) juga menyatakan bahwa infeksi nosokomial berkaitan langsung dengan dengan peran perawat dalam pemberian asuhan keperawatan. Oleh karena itu, perawat diharapkan memiliki kemampuan mengendalikan infeksi nosokomial sesuai pedoman WHO (2002) yaitu menjaga kebersihan rumah sakit yang berpedoman terhadap kebijakan dan praktik keperawatan; pemantauan teknik aseptik termasuk cuci tangan dan penggunaan isolasi, melapor kepada dokter jika ada masalah atau tanda dan gejala infeksi pada saat pemberian layanan kesehatan; melakukan

5 isolasi jika pasien menunjukkan tanda-tanda dari penyakit menular; membatasi paparan pasien terhadap infeksi yang berasal dari pengunjung, staf rumah sakit, pasien lain atau peralatan yang digunakan untuk diagnosis atau asuhan keperawatan; serta mempertahankan keamanan peralatan, obat-obatan dan perlengkapan perawatan di ruangan dari penularan infeksi nosokomial. Menurut Depkes (2008), Untuk mendukung keberhasilan program PPI di rumah sakit juga diperlukan prosedur dan kebijakan PPI Perawat pelaksana dalam mencegah infeksi nosokomial memerlukan suatu rencana yang terintegrasi dengan pimpinan, memonitoring dan melaksanakan program dengan membatasi transmisi organisme dari atau antar pasien dengan cara mencuci tangan dan penggunaan sarung tangan, tindakan septik dan aseptik, sterillisasi, dan desinfektan, serta mengontrol risiko penularan dari lingkungan. Berdasarkan hasil studi awal di RSU Mitra Medika, tingginya angka infeksi nosokomial sebagaimana diuraikan di atas, kemungkinan disebabkan oleh masih rendahnya kemampuan perawat dalam menerapkan program PPI. Dari hasil wawancara dengan ketua Tim PPI diketahui bahwa sampai saat ini masih banyak perawat pelaksana yang kurang menjaga kebersihan ruangan, kadang tidak memakai APD, belum paham prinsip aseptik, sterilisasi alat dan sistem isolasi. Beberapa perawat baru bahkan belum pernah mengikuti pelatihan terkait PPI sebelumnya. Selain itu, dari data self assessment (kajian mandiri) yang dilakukan Komite PPI, diketahui bahwa kemampuan perawat dalam melaksanakan Standar Prosedur Operasional (SPO) terkait PPI secara baik dan benar masih dibawah 80%.

6 Adapun rincian self assessment tersebut yaitu: pelaksanaan SPO perawatan ganggren secara benar hanya sekitar 19,2%; SPO perawatan luka dan pengangkatan jahitan sebesar 35,87%; SPO pelaksanaan desinfeksi 69,77%; SPO melakukan hand hygiene (cuci tangan) 60,01 %. Hal ini kemungkinan melatarbelakangi terjadinya ILO sebesar 27,4% di RSU Mitra Medika selama periode Maret hingga Desember 2015. Sedangkan, untuk pelaksanaan SPO pemasangan infus perifer sebesar 76,39% dan SPO pemberian injeksi vena lewat saluran infus sebesar 78,69% yang melatarbelakangi angka kejadian flebitis sebesar 15,54% selama periode yang tersebut (RSU Mitra Medika Medan, 2015). Rendahnya kemampuan perawat dalam menerapkan PPI sebagaimana diuraikan di atas, kemungkinan disebabkan oleh pendidikan, lama bekerja, tempat tugas dan jumlah kebutuhan perawat yang belum sesuai. Sebagian besar perawat yang telah lama bekerja masih bergelar diploma, sedangkan perawat yang bergelar sarjana profesi hanya perawat baru. Selain itu, jumlah kebutuhan perawat masih belum sesuai dengan kondisi rumah sakit. Jumlah keseluruhan perawat di RSU Mitra Medika hanya 85 orang dengan kapasitas 112 tempat tidur. Adapun pembagian tempat tugas perawat tersebut adalah : 14 orang di instalasi gawat darurat, 15 orang di ruang perawatan intensif, 31 orang di ruang rawat inap dan ruang kebidanan, 6 orang di ruang bayi, 9 orang di instalasi bedah sentral, serta 10 orang di instalasi rawat jalan. Oleh karena itu, berdasarkan uraian latar belakang di atas dan fenomena kejadian infeksi nosokomial di RSU Mitra Medika Medan, maka penulis tertarik

7 untuk melakukan penelitian secara mendalam mengenai analisis kemampuan perawat dalam pencegahan dan pengendalikan infeksi nosokomial di rumah sakit ini. 1.2 Pertanyaan Penelitian Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka pertanyaan dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana kemampuan perawat dalam pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial di RSU Mitra Medika Medan? 2. Apa saja yang merupakan determinan kemampuan perawat dalam pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial di RSU Mitra Medika Medan. 1.3 Tujuan Penelitian Sesuai dengan pertanyaan penelitian di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui dan menganalisis kemampuan perawat dalam pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial di RSU Mitra Medika Medan. 2. Untuk mengetahui dan menganalisis determinan kemampuan perawat dalam pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial di RSU Mitra Medika Medan.

8 1.4 Manfaat Penelitian 1. Bagi Rumah Sakit Umum Mitra Medika Medan Dapat memberikan informasi tentang kemampuan perawat dalam pencegahan dan pengendalian infeksi sebagai upaya dalam menurunkan angka infeksi nosokomial di RSU Mitra Medika. 2. Bagi SDM di Rumah Sakit Dapat menjadi bahan masukan dalam meningkatkan kualitas terkait pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial di rumah sakit. 3. Bagi Peneliti Dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan dan pemahaman tentang pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit. 4. Bagi Peneliti Lanjutan Dapat menjadi bahan referensi dan perbandingan bagi penelitian lanjutan yang mengkaji topik yang relevan dengan penelitian ini.