BAB I PENDAHULUAN. kualitas mutu pelayanan kesehatan. Rumah sakit sebagai tempat pengobatan, juga

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingginya angka kejadian infeksi nosokomial mengindikasikan rendahnya kualitas mutu pelayanan kesehatan. Rumah sakit sebagai tempat pengobatan, juga merupakan sarana pelayanan kesehatan, dapat menjadi sumber infeksi. Infeksi yang ada di rumah sakit dapat ditularkan atau diperoleh melalui petugas kesehatan, pasien, pengunjung yang berstatus karier atau karena kondisi rumah sakit (Darmadi, 2008). Infeksi rumah sakit ( nosokomial ) dan infeksi dari pekerjaan merupakan masalah yang penting di seluruh dunia dan terus meningkat ( Alvarado 2000 ). Tingkat infeksi nasokomial berkisar dari serendah 1% diberapa Negara di Eropa dan Amerika sampai lebih dari 40% di Asia, Amerika Latin dan Afrika sub- Sahara ( Lynch dkk 1997). Prevalensi infeksi nosokomial di negara berkembang termasuk Indonesia, rata-rata sekitar 9,1 %. Penelitian yang dilakukan oleh Depkes RI pada tahun 2004, diperoleh data proporsi kejadian infeksi nosokomial di rumah sakit pemerintah adalah 55,1%, untuk rumah sakit swasta 35,7%, sedangkan untuk rumah sakit ABRI 9,1% (Depkes.RI, 2009). Salah satu strategi yang sudah terbukti bermanfaat dalam pengendalian infeksi nosokomial adalah peningkatan kemampuan petugas kesehatan dalam metode Universal Precautions (Kewaspadaan Universal). Merupakan suatu metode untuk meminimalkan pajanan darah dan cairan tubuh dari semua pasien, tanpa memperdulikan status infeksi. Dasar Kewaspadaan Universal (KU) adalah 1

2 2 melalui cuci tangan secara benar, penggunaan alat pelindung, desinfeksi dan pencegahan tusukan alat tajam, dalam upaya mencegah transmisi mikroorganisme melalui darah dan cairan tubuh (Sulianti, 2005). Perilaku cuci tangan perawat merupakan salah satu faktor yang mempunyai pengaruh besar terhadap kesehatan perawat dalam pencegahan terjadinya infeksi nosokomial. Sebagian besar infeksi dapat dicegah dengan prilaku mencuci tangan. Perawat memiliki andil yang sangat besar terhadap terjadinya penyebaran infeksi karena perawat berinteraksi secara langsung dengan pasien selama 24 jam (Sulianti, 2005). World Health Organization (WHO) dan berbagai lembaga mendirikan World Alliance for Patient Safety yang tujuannya antara lain menurunkan morbiditas, cedera dan kematian pasien. Konsensus perihal keselamatan pasien terkini menawarkan sembilan solusi patient safety rumah sakit, salah satunya adalah meningkatkan kebersihan tangan (hand hygiene) dengan prosedure 6 langkah cuci tangan untuk pencegahan infeksi nosokomial, yakni infeksi yang terjadi akibat pelayanan kesehatan di rumah sakit. Selain itu WHO juga mencetuskan global patient safety challenge dengan clean care is safe care, yaitu merumuskan inovasi strategi penerapan hand hygiene untuk petugas kesehatan dengan my five moments for hand hygiene (WHO, 2009). Hand hygiene adalah istilah umum yang ditujukan untuk setiap kegiatan membersihkan tangan, menggosokan tangan menggunakan handrub yang berbasis alkohol atau mencuci tangan menggunakan sabun dan air mengalir yang bertujuan untuk menekan atau menghambat pertumbuhan kuman pada tangan (Linda, 2004).

3 3 Adapun dilakukan dengan mencuci tangan: 1) sebelum kontak dengan pasien, 2) sebelum melakukan procedure/tindakan aseptik, 3) setelah prosedur/tindakan aseptik atau risiko terpapar cairan tubuh pasien, 4) setelah kontak dengan pasien, 5) setelah kontak dengan lingkungan sekitar pasien. Sebuah penelitian pada 40 rumah sakit, dilaporkan kepatuhan tenaga kesehatan yang melakukan hand hygiene sebelum dan setelah ke pasien bervariasi antara 24% sampai 89% (rata-rata 56,6%). Penelitian ini dilakukan setelah dipromosikannya program WHO dalam pengendalian infeksi seperti tersebut di atas (Larson, 2007). Menurut data Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2007, prevalensi nasional berperilaku benar dalam cuci tangan adalah 23,2% (Depkes RI, 2008). Manfaat cuci tangan pada dasarnya sudah dipahami dengan baik oleh setiap tenaga kesehatan, akan tetapi pedoman untuk praktiknya sulit untuk dilakukan. Kegagalan untuk melakukan kebersihan tangan dan kesehatan tangan yang tepat, dianggap sebagai sebab utama terjadinya infeksi nosokomial (Boyce dan Pittet, 2002). Banyak faktor yang berhubungan dengan perilaku cuci tangan di kalangan perawat. Menurut Tohamik (2003) bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan perawat terhadap tindakan pencegahan infeksi (cuci tangan) adalah faktor internal meliputi karakteristik individu (jenis kelamin, umur, jenis pekerjaan, masa kerja, tingkat pendidikan), faktor psikososial (sikap terhadap penyakit, ketegangan kerja, rasa takut dan persepsi terhadap resiko), faktor pengetahuan, faktor motivasi dan kesadaran. Faktor eksternal meliputi

4 4 faktor organisasi manajemen, faktor fasilitas, faktor tempat tugas, dan faktor bahan cuci tangan terhadap kulit. Rumah Sakit Umum Surya Husadha Denpasar adalah Rumah Sakit Swasta yang siap memenuhi harapan masyarakat dalam pelayanan kesehatan. Dengan visi menjadi Rumah Sakit Swasta dengan kualitas layanan premium yang terkemuka di Bali dan Indonesia bagian timur. Serta salah satu misinya yaitu menyelenggarakan kegiatan pelayanan kesehatan yang berkualitas dan aman (safety). Pada tahun 2009 rumah sakit ini telah lulus akreditasi dengan 12 pelayanan dan salah satu pokjanya adalah Pengendalian dan Pencegahan Infeksi (PPI). Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi nosokomial di Rumah Sakit Umum Surya Husadha disusun oleh Komite beserta Tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi yang disahkan dan ditandatangani oleh Direktur Rumah Sakit serta dievaluasi setiap tiga tahun sekali. Adapun program ini terdiri dari : 1) pelaksanaan kewaspadaan isolasi, 2) pencegahan infeksi pada pemasangan alat kesehatan dengan tindakan invasif atau bedah, 3) kegiatan surveilans infeksi rumah sakit dan pola kuman, 4) pelaksanaan pendidikan dan latihan kepada seluruh personil rumah sakit, pasien dan keluarga serta pengunjung, 5) pedoman penggunaan anti mikroba rasional. Namun demikian terkait dengan pelaksanaan patient safety perlu dilakukan evaluasi secara berkelanjutan guna menjamin keselamatan pasien dan mencegah terjadinya infeksi nosokomial. Sehingga sejak tahun 2012, Rumah Sakit Umum Surya Husadha membuat Kebijakan Nomor 003/RSU-SH/Keb-

5 5 DIR/V/2012 tentang Keselamatan Pasien yang menjadikan patient safety sebagai prioritas dalam pemberian pelayanan kesehatan. Salah satu usaha yang telah dilakukan adalah dengan membudidayakan lima saat mencuci tangan di kalangan seluruh pegawai di RSU Surya Husadha. Pada saat ini Rumah Sakit Umum Surya Husadha Denpasar sedang menggalakkan perilaku cuci tangan pada tenaga kesehatan khususnya perawat sebagai upaya untuk mencegah terjadinya infeksi nosokomial. Hal ini dilakukan karena tenaga kesehatan khususnya perawat adalah salah satu tenaga di rumah sakit yang secara langsung berinteraksi dengan pasien yang dapat menjadi sumber terjadinya infeksi nosokomial. Berdasarkan hasil surveillance PPI yang ada terhadap pelaksanaan cuci tangan di RSU Surya Husadha di ruang rawat inap lantai III pada Bulan Januari - Maret 2013 terkait lima saat mencuci tangan pada moment, yang melakukan cuci tangan sebelum kontak dengan pasien berjumlah 50,79% dan pada Bulan April - juni 2013 berjumlah 50,71%. Dari hasil survey tim PPI dalam pelaksanaan lima saat mencuci tangan, didapatkan beberapa alasan yang mendasar dalam keengganan melakukan cuci tangan diantaranya keterbatasan waktu, merasa tanganya bersih, kondisi pasien dan kurang praktis. Kondisi seperti ini tentu saja akan berisiko munculnya kasus-kasus seperti infeksi nosokomial. Berdasarkan hal tersebut maka peneliti tertarik mengidentifikasi faktor internal perawat yang berhubungan dengan pelaksanaan lima saat mencuci tangan di Rumah Sakit Umum Surya Husadha Denpasar.

6 6 1.2 Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana hubungan faktor internal perawat dengan pelaksanaan lima saat mencuci tangan di Rumah Sakit Umum Surya Husadha Denpasar? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan Umum Mengetahui hubungan faktor internal perawat dengan pelaksanaan lima saat mencuci tangan perawat di Rumah Sakit Umum Surya Husadha Denpasar Tujuan Khusus a. Mengidentifikasi faktor internal perawat dalam pelaksanaan lima saat mencuci tangan di Rumah Sakit Umum Surya Husadha Denpasar. b. Mengidentifikasi pelaksanaan lima saat mencuci tangan perawat di Rumah Sakit Umum Surya Husadha Denpasar. c. Menganalisis hubungan pengetahuan dengan pelaksanaan lima saat mencuci tangan perawat di Rumah Sakit Umum Surya Husadha Denpasar. d. Menganalisis hubungan sikap dengan pelaksanaan lima saat mencuci tangan perawat di Rumah Sakit Umum Surya Husadha Denpasar e. Menganalisis hubungan motivasi dengan pelaksanaan lima saat mencuci tangan perawat di Rumah Sakit Umum Surya Husadha Denpasar. f. Menganalisis hubungan faktor internal perawat dengan pelaksanaan lima saat mencuci tangan perawat di Rumah Sakit Umum Surya Husadha Denpasar.

7 7 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat Praktis a. Bagi pihak rumah sakit Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit. b. Bagi perawat Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dalam menerapkan prosedur lima saat mencuci tangan guna mencegah terjadinya infeksi nosokomial Manfaat Teoritis a. Bagi pendidikan ilmu keperawatan Menambah khasanah pengetahuan dalam upaya untuk mencegah terjadinya infeksi nosokomial yang berhubungan dengan perilaku cuci tangan perawat. b. Bagi peneliti selanjutnya Hasil ini dapat digunakan untuk melakukan penelitian lebih lanjut untuk dianalisis terutama faktor-faktor yang lebih dominan berhubungan dengan pelaksanaan lima saat mencuci tangan. 1.5 Keaslian Penelitian Berdasarkan telaah literatur, penelitian hubungan faktor internal perawat dengan pelaksanaan lima saat mencuci tangan di Rumah Sakit Surya Husadha Denpasar, penelitian lain yang berkaitan dengan judul penelitian ini, diantaranya adalah sebagai berikut:

8 8 a. Penelitian yang dilakukan Jamaludian dkk (2012) berjudul Kepatuhan Cuci Tangan 5 Momen di Unit Perawatan Intensif. Penelitian ini melibatkan 27 perawat di unit perawatan intensif sebagai subyek penelitian, yang sebelumnya telah diberikan kuliah tentang pengetahuan cuci tangan 5 momen sebagai sosialisasi program pengendalian infeksi WHO. Kesimpulan penelitian tersebut adalah program sosialisasi dapat meningkatkan pengetahuan dan kepatuhan cuci tangan 5 momen pada para perawat yang bekerja di unit perawatan intensif. b. Penelitian Fajar dkk., (2011) berjudul Hubungan Pengetahuan dan Sikap Terhadap Perilaku Cuci Tangan Pakai Sabun Pada Masyarakat di Desa Senuro Timur. Menggunakan sampel sebanyak 93 orang yang dipilih dengan teknik purposive sampling. Hasil penelitian didapatkan bahwa sebanyak 52,7% responden memiliki pengetahuan baik, dan 56,1% responden mempunyai sikap mendukung terhadap perilaku CTPS. Tidak ada hubungan antara pengetahuan masyarakat terhadap perilaku CTPS dengan nilai p value = 0,615. Ada hubungan antara sikap masyarakat terhadap perilaku CTPS dengan nilai p value = 0,0001.