ANALISIS KEMAMPUAN PERAWAT DALAM PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI NOSOKOMIAL DI RUMAH SAKIT UMUM MITRA MEDIKA MEDAN TAHUN 2016 TESIS.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS KEMAMPUAN PERAWAT DALAM PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI NOSOKOMIAL DI RUMAH SAKIT UMUM MITRA MEDIKA MEDAN TAHUN 2016 TESIS."

Transkripsi

1 ANALISIS KEMAMPUAN PERAWAT DALAM PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI NOSOKOMIAL DI RUMAH SAKIT UMUM MITRA MEDIKA MEDAN TAHUN 2016 TESIS Oleh CHINTAMI OCTAVIA /IKM PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT MEDAN 2016

2 ANALISIS KEMAMPUAN PERAWAT DALAM PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI NOSOKOMIAL DI RUMAH SAKIT UMUM MITRA MEDIKA MEDAN TAHUN 2016 TESIS Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Rumah Sakit pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Oleh CHINTAMI OCTAVIA /IKM PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT MEDAN 2016

3

4 Telah diuji Pada Tanggal: 8 Agustus 2016 PANITIA PENGUJI TESIS Ketua Anggota : Dr. Drs. Zulfendri, M.Kes : 1. Masnelly Lubis, S.Kep, MARS 2. dr. Heldy B.Z, M.P.H 3. Siti Zahara Nasution, S.Kp, MNS

5 PERNYATAAN ANALISIS KEMAMPUAN PERAWAT DALAM PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI NOSOKOMIAL DI RUMAH SAKIT UMUM MITRA MEDIKA MEDAN TAHUN 2016 TESIS Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Medan, Agustus 2016 Penulis Chintami Octavia /IKM

6 ABSTRAK Infeksi nosokomial sangat berpengaruh terhadap kondisi kesehatan pasien secara menyeluruh dan dapat meningkatkan morbiditas serta mortalitas. Akan tetapi, angka kejadian infeksi nosokomial hingga saat ini masih tinggi. Di RSU Mitra Medika Medan tercatat sebesar 17,39% selama periode Maret-Desember Masalah pada penelitian ini adalah kurangnya kemampuan perawat dalam mencegah dan mengendalikan infeksi nosokomial. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis kemampuan perawat terkait hal tersebut serta determinannya di RSU Mitra Medika Medan. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan interaktif. Sumber informan sebanyak 7 orang perawat pelaksana, 7 orang kepala ruang dan 1 orang IPCN. Pengumpulan data melalui wawancara mendalam, studi dokumentasi dan observasi. Analisis diuraikan dalam bentuk deskriptif melalui langkah pengumpulan data, reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 8 kemampuan perawat dalam pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial belum sesuai dengan aturan menurut WHO. Determinan dalam pelaksanaannya antara lain pendidikan perawat, lama bekerja, tempat tugas, kebutuhan SDM dan alat pendukung, kenyamanan terhadap fasilitas pendukung, pelatihan/sosialisasi, monitoring dan evaluasi serta koordinasi antar unit. Kesimpulan penelitian bahwa kemampuan perawat dalam pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial di RSU Mitra Medika Medan masih belum optimal dan banyak hambatan dalam pelaksanaannya. Disarankan bagi manajemen rumah sakit dan Tim PPI untuk melakukan penyegaran kembali materi tentang PPI, mengadakan pertemuan rutin, monitoring terhadap penerapan SPO, melaksanakan evaluasi di semua unit perawatan dan menambah fasilitas pendukung serta SDM sesuai kebutuhan. Kata Kunci : Kemampuan, Perawat, Pencegahan dan Pengendalian, Infeksi Nosokomial i

7 ABSTRACT Nosocomial infections were very influential on the patient's overall health condition and can increase morbidity as well as mortality. However, the nosocomial infections incidence was still high. There were % cases at Mitra Medika Hospital, Medan during March-December This study problem was the lack of nurses ability in the prevention and control of nosocomial infections. This study purpose was to determine and analyze the nurses ability related to it as well as the determinant at Mitra Medika Hospital, Medan. The study was a qualitative research with an interactive approach. The informants consisted of 7 executive nurses, 7 ward heads, and 1 IPCN. The data were gathered by in-depth interviews, documentary study, and observation. The analysis outlined in descriptive form through the steps of data collection, data reduction, data presentation and conclusion. The results showed that the 8 nurses ability in the prevention and control of nosocomial infections has not been in accordance with WHO rules. Determinant in its application included the nurse education, work length, work locations, need for human resources and support tools, comfortability of the support facilities, training/socialization, monitoring and evaluation as well as coordination among units. Conclusion of the study was that the nurses ability in the prevention and control of nosocomial infections at this hospital was still not optimal and there were many obstacles in its application. Suggested for hospital management and IPC team to conduct refresher material about IPC, hold regular meetings, monitor of the application of the SOPs, conduct evaluations in all care units and add support facilities as well as human resources as needed. Keywords: Ability, Nurse, Prevention and Control, Nosocomial Infections ii

8 KATA PENGANTAR Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul Analisa Kemampuan Perawat dalam Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Nosokomial di RSU. Mitra Medika Medan Tahun 2016 Penulis menyadari bahwa penyusunan tesis ini tidak dapat terlaksana dengan baik tanpa adanya bantuan dan kerjasama dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:. 1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H, M.Hum, selaku Rektor Universitas Sumatera Utara. 2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si selaku Dekan dan Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. 3. Dra. Nurmaini, M.K.M., Ph.D, selaku Wakil Dekan I Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. 4. Prof. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si, selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. 5. Dr. Drs. Zulfendri, M.Kes selaku Pembimbing I dan Masnelly Lubis, S.Kep, MARS selaku Pembimbing II yang selama ini dengan penuh perhatian, kesabaran, dan ketelitian memberikan bimbingan, arahan, petunjuk, hingga selesainya tesis ini. iii

9 6. dr. Heldy B.Z, M.P.H, selaku Penguji I yang telah bersedia menguji dan memberikan masukan guna penyempurnaan tesis ini. 7. Siti Zahara Nasution, S.Kp, MNS, selaku Penguji II yang telah bersedia menguji dan memberikan masukan guna penyempurnaan tesis ini. 8. Para Dosen, staf dan semua pihak yang terkait di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Rumah Sakit pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu pengetahuan dan menyediakan fasilitas selama penulis mengikuti pendidikan. 9. Direktur Rumah Sakit Umum Mitra Medika Medan yaitu dr. Arifah Devi Fitriani, M.Kes beserta jajaran yang telah berkenan memberikan izin untuk melakukan penelitian sehingga tesis ini dapat selesai. 10. Teristimewa buat orangtua tercinta Ayahanda Tjiong Hok dan Ibunda Tjan Gek Tie yang telah membesarkan penulis dengan sepenuh hati, selalu memberikan dukungan moril, material, dan doa selama penulis menjalani pendidikan. 11. Seluruh teman-teman satu angkatan, khususnya dr. Erik Winarno, M.Kes dan Lia Handayani, S.K.M, M.Kes serta Julita Arnis, S.K.M, M.Kes yang telah menyumbangkan masukan, saran serta kritikan untuk kesempurnaan tesis ini. iv

10 Penulis juga menyadari bahwa tesis ini masih terdapat kekurangan, untuk itu kritik dan saran yang mendukung sangat penulis harapkan. Akhirnya penulis menyerahkan semua kepada Tuhan Yang Maha Esa untuk memohon Ridho-Nya, semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi dunia pendidikan dan kesehatan. Medan, Agustus 2016 Penulis Chintami Octavia /IKM v

11 RIWAYAT HIDUP Penulis bernama Chintami Octavia berumur 28 tahun dilahirkan di Aekkanopan pada tanggal 24 Oktober 1988 beragama Buddha. Penulis anak keempat dari 4 bersaudara dari pasangan Tjiong Hok dan Tjan Gek Tie. Penulis berstatus belum menikah. Pendidikan formal penulis dimulai dari pendidikan di SD Sultan Hasanuddin Aekkanopan dan lulus pada tahun 2000, SMP Sultan Hasanuddin dan lulus pada tahun 2003, SMU Sutomo-1 Medan dan lulus pada tahun Penulis melanjutkan kuliah di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan dan lulus pada tahun Pada tahun 2014 penulis melanjutkan kuliah di Program Studi S-2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Peminatan Administrasi Rumah Sakit Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Penulis mulai bekerja tahun 2012 sebagai dokter internship di RSUD T. Mansyur Kota Tanjung Balai, kemudian pada tahun 2013 penulis bekerja sebagai dokter umum dan manajer di Rumah Sakit Martha Friska P.Brayan dan pada tahun 2015 bekerja sebagai manajer di Rumah Sakit Umum Mitra Medika Medan sampai sekarang. vi

12 DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK... i ABSTRACT... ii KATA PENGANTAR... iii RIWAYAT HIDUP... v DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR LAMPIRAN... xii BAB 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Pertanyaan Penelitian Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... 8 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA Infeksi Nosokomial Definisi Infeksi Nosokomial Jenis-Jenis Infeksi Nosokomial Gejala Klinis Infeksi Nosokomial Indikator Infeksi Nosokomial Faktor-Faktor yang Memengaruhi Infeksi Nosokomial Peran Perawat dalam Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Nosokomial Menjaga Kebersihan Rumah Sakit Pelaksanaan Cuci Tangan Menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) Melakukan Teknik Aseptik Melapor Kepada Dokter Jika ada Tanda dan Gejala Infeksi Melakukan Isolasi terhadap Pasien dengan Penyakit Menular Membatasi Paparan Pasien terhadap Infeksi yang Berasal dari Pengunjung Mempertahankan Keamanan Peralatan dan Perlengkapan Perawatan dari Penularan Infeksi Nosokomial vii

13 2.3 Kemampuan Definisi Kemampuan Kemampuan Kerja Perawat Landasan Teori Fokus Penelitian BAB 3. METODE PENELITIAN Jenis Penelitian Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi Penelitian Waktu Penelitian Sumber Informasi (Informan) Metode Pengumpulan Data Analis Data BAB 4. HASIL PENELITIAN Gambaran Umum RSU Mitra Medika Medan Sejarah Perkembangan RSU Mitra Medika Medan Visi dan Misi Kegiatan Pelayanan Penyajian dan Analisis Hasil Penelitian Karakteristik Informan Kemampuan Perawat dalam PPI di RSU Mitra Medika Menjaga Kebersihan Rumah Sakit Pelaksanaan Cuci Tangan Menggunakan Alat Pelindung Diri Menggunakan Teknik Aseptik Melapor kepada Dokter Jika Ada Tanda dan Gejala Infeksi Melakukan Isolasi terhadap Pasien dengan Penyakit Menular Membatasi Paparan Pasien terhadap Infeksi yang Berasal dari Pengunjung Mempertahankan Keamanan Peralatan dan Perlengkapan dari Perawatan dari Penularan Infeksi Nosokomial viii

14 BAB 5. PEMBAHASAN Menjaga Kebersihan Rumah Sakit Pelaksanaan Cuci Tangan Menggunakan Alat Pelindung Diri Menggunakan Teknik Aseptik Melapor kepada Dokter Jika Ada Tanda dan Gejala Infeksi Melakukan Isolasi terhadap Pasien dengan Penyakit Menular Membatasi Paparan Pasien terhadap Infeksi yang Berasal dari Pengunjung Mempertahankan Keamanan Peralatan dan Perlengkapan dari Perawatan dari Penularan Infeksi Nosokomial BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN ix

15 DAFTAR TABEL No. Judul Halaman 4.1. Distribusi Karakteristik Informan di RSU Mita Medika Matriks Hasil Observasi terhadap Kemampuan Perawat dalam Menjaga Kebersihan Rumah Sakit Matrik Hasil Observasi tentang Kemampuan Perawat dalam Melaksanakan Cuci Tangan Matrik Hasil Observasi tentang Kemampuan Perawat dalam Menggunakan Alat Pelindung Matrik Hasil Observasi tentang Kemampuan Perawat dalam Menggunakan Teknik Aseptik Matrik Hasil Observasi tentang Kemampuan Perawat dalam Melapor kepada Dokter Jika Ada Tanda dan Gejala Infeksi Matrik Hasil Observasi tentang Kemampuan Perawat dalam Melakukan Isolasi terhadap Pasien dengan Penyakit Menular Matrik Hasil Observasi tentang Kemampuan Perawat dalam Membatasi Paparan Pasien terhadap Infeksi yang Berasal dari Pengunjung Matrik Hasil Observasi tentang Kemampuan Perawat dalam Mempertahankan Keamanan Peralatan dan Perlengkapan Perawatan dari Penularan Infeksi Nosomial x

16 DAFTAR GAMBAR No. Judul Halaman 2.1. Fokus Penelitian xi

17 DAFTAR LAMPIRAN No. Judul Halaman 1. Panduan Wawancara Lembar Observasi Surat Izin Penelitian dari Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat USU Surat Izin Penelitian dari RSU Mitra Medika Surat Telah Selesai Meneliti dari RSU Mitra Medika xii

18 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mutu pelayanan kesehatan khususnya pelayanan keperawatan di rumah sakit dapat dinilai melalui berbagai indikator, salah satunya adalah melalui penilaian terhadap infeksi nosokomial. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapat pasien selama dirawat dan terjadi selama 72 jam, dimana sebelumnya pasien tersebut tidak menunjukkan tanda dan gejala infeksi pada saat masuk rumah sakit (Pristiwani, 2013). Menurut Darmadi (2008), infeksi nosokomial dapat meningkatkan morbidilitas dan mortalitas. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa infeksi nosokomial berpotensi menambah keparahan penyakit dan stres emosional yang mengurangi kualitas hidup pasien. Oleh karena itu, infeksi nosokomial saat ini termasuk sebagai salah satu tipe insiden keselamatan pasien di rumah sakit (KARS, 2015). Selain itu, dengan bertambahnya lama hari perawatan, penggunaan obat dan pemeriksaan penunjang karena adanya infeksi nosokomial akan meningkatkan biaya perawatan pasien (Nasution, 2012). Sehingga, terjadinya infeksi nosokomial menyebabkan ketidakpuasan baik pasien maupun keluarganya (Herpan, 2012). Pencegahan infeksi nosokomial dapat dilakukan dengan menggunakan standar kewaspadaan antara lain memakai Alat Pelindung Diri (APD), melakukan perawatan peralatan pasien dan instrumen tajam, pembersihan lingkungan, penempatan pasien 1

19 2 serta melakukan 5 langkah cuci tangan, yaitu: sebelum dan sesudah menyentuh pasien, sebelum dan sesudah tindakan atau aseptik, setelah terpapar cairan tubuh pasien, sebelum dan setelah melakukan tindakan invasif, setelah menyentuh area sekitar pasien atau lingkungan (Handojo, 2015). Namun, angka kejadian infeksi nosokomial di dunia masih sangat tinggi, baik di negara yang sedang berkembang maupun negara maju. Berdasarkan hasil literature review yang dilakukan oleh World Health Organization (WHO) dari beberapa hasil penelitian yang dipublikasi sejak tahun , diperoleh bahwa data prevalensi infeksi nosokomial di negara maju berkisar di antara 5,1% sampai 11,6%, sedangkan di negara yang sedang berkembang berkisar diantara 5-19%. (WHO, 2010). Centers of Disease Control and Prevention (CDC) pada tahun 2011 memperkirakan setidaknya terdapat pasien menderita infeksi nosokomial di Amerika Serikat. Sekitar pasien di antaranya meninggal dunia selama perawatan di rumah sakit. Di negara Indonesia sendiri, infeksi masih merupakan penyebab utama kematian dan kesakitan di rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya (Herpan, 2012). Menurut Nugraheni, dkk. (2012), infeksi nosokomial pada 10 Rumah Sakit Umum (RSU) pendidikan di Indonesia cukup tinggi yaitu diantara 6-16% dengan rata-rata 9,8% pada tahun Infeksi nosokomial yang paling umum terjadi adalah Infeksi Luka Operasi (ILO). Hasil penelitian terdahulu menunjukkan bahwa angka kejadian ILO pada rumah sakit di Indonesia bervariasi antara 2-18% dari keseluruhan prosedur pembedahan.

20 3 Di Kota Medan, infeksi luka operasi bersih pasca bedah juga terjadi di RSUP Haji Adam Malik pada tahun 2010 dengan angka prevalensi sebesar 5,6% (Jeyamohan, 2010). Selain itu juga diketahui adanya ILO di RSUD Dr.Pirngadi selama periode Juni hingga Desember 2015 yang tercatat sebesar 20,39%. Selain itu, hasil surveilans infeksi nosokomial di ruang rawat inap RSUD Dr.Pirngadi juga melaporkan kejadian Infeksi Aliran Darah Perifer (IADP) sebesar 9,62% (RSUD Dr.Pirngadi, 2015). Sebagai salah satu rumah sakit swasta di Kota Medan, angka kejadian infeksi nosokomial di RSU Mitra Medika selama periode Maret hingga Desember 2015 tercatat sebesar 17,39%. Sementara menurut Kepmenkes (2008), standar pelayanan minimal untuk indikator infeksi nosokomial di rumah sakit adalah 1,5%, sehingga dapat disimpulkan bahwa angka kejadian infeksi nosokomial di RSU Mitra Medika juga tergolong tinggi. Menurut WHO (2010) sumber infeksi nosokomial dapat berasal dari pengunjung, petugas rumah sakit, pasien atau lingkungan rumah sakit. Dalam rangka menurunkan angka kejadian infeksi nosokomial di RSU Mitra Medika sejak awal tahun 2015, rumah sakit telah menerapkan berbagai kebijakan terkait Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) seperti pembatasan jumlah pengunjung, membuat peraturan jam berkunjung, dan mengedukasi serta mempromosikan cuci tangan kepada keluarga pasien untuk menghindari transmisi penularan infeksi dari pengunjung (RSU Mitra Medika Medan, 2015).

21 4 Selain itu, juga dilakukan sterilisasi alat kesehatan oleh staf terlatih, swab ruangan berisiko tinggi seperti kamar operasi dan kamar perawatan intensif secara berkala guna memperoleh gambaran peta kuman, melengkapi fasilitas terkait PPI seperti Hand Rub di setiap ruangan dan mengganti disinfektan alkohol 70% botolan dengan alcohol swab yang lebih steril serta menyediakan APD untuk mencegah transmisi infeksi. Namun, berbagai upaya diatas tidak berhasil menurunkan infeksi nosokomial secara bermakna. WHO (2010) menyatakan bahwa kondisi tersebut dapat terjadi karena sumber utama penularan infeksi nosokomial adalah melalui tangan petugas rumah sakit. Menurut Darmadi (2008), tenaga keperawatan sebagai petugas yang selalu kontak dengan penderita (selama 24 jam) merupakan pelaksana terdepan dalam upaya pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial. Kurangnya perhatian perawat akan teknik steril saat melakukan tindakan, lamanya proses keperawatan, standar pelayanan yang kurang optimal serta padatnya penderita dalam ruangan yang dirawat oleh perawat mempengaruhi terjadinya infeksi nosokomial. Pristiwani (2013) juga menyatakan bahwa infeksi nosokomial berkaitan langsung dengan dengan peran perawat dalam pemberian asuhan keperawatan. Oleh karena itu, perawat diharapkan memiliki kemampuan mengendalikan infeksi nosokomial sesuai pedoman WHO (2002) yaitu menjaga kebersihan rumah sakit yang berpedoman terhadap kebijakan dan praktik keperawatan; pemantauan teknik aseptik termasuk cuci tangan dan penggunaan isolasi, melapor kepada dokter jika ada masalah atau tanda dan gejala infeksi pada saat pemberian layanan kesehatan; melakukan

22 5 isolasi jika pasien menunjukkan tanda-tanda dari penyakit menular; membatasi paparan pasien terhadap infeksi yang berasal dari pengunjung, staf rumah sakit, pasien lain atau peralatan yang digunakan untuk diagnosis atau asuhan keperawatan; serta mempertahankan keamanan peralatan, obat-obatan dan perlengkapan perawatan di ruangan dari penularan infeksi nosokomial. Menurut Depkes (2008), Untuk mendukung keberhasilan program PPI di rumah sakit juga diperlukan prosedur dan kebijakan PPI Perawat pelaksana dalam mencegah infeksi nosokomial memerlukan suatu rencana yang terintegrasi dengan pimpinan, memonitoring dan melaksanakan program dengan membatasi transmisi organisme dari atau antar pasien dengan cara mencuci tangan dan penggunaan sarung tangan, tindakan septik dan aseptik, sterillisasi, dan desinfektan, serta mengontrol risiko penularan dari lingkungan. Berdasarkan hasil studi awal di RSU Mitra Medika, tingginya angka infeksi nosokomial sebagaimana diuraikan di atas, kemungkinan disebabkan oleh masih rendahnya kemampuan perawat dalam menerapkan program PPI. Dari hasil wawancara dengan ketua Tim PPI diketahui bahwa sampai saat ini masih banyak perawat pelaksana yang kurang menjaga kebersihan ruangan, kadang tidak memakai APD, belum paham prinsip aseptik, sterilisasi alat dan sistem isolasi. Beberapa perawat baru bahkan belum pernah mengikuti pelatihan terkait PPI sebelumnya. Selain itu, dari data self assessment (kajian mandiri) yang dilakukan Komite PPI, diketahui bahwa kemampuan perawat dalam melaksanakan Standar Prosedur Operasional (SPO) terkait PPI secara baik dan benar masih dibawah 80%.

23 6 Adapun rincian self assessment tersebut yaitu: pelaksanaan SPO perawatan ganggren secara benar hanya sekitar 19,2%; SPO perawatan luka dan pengangkatan jahitan sebesar 35,87%; SPO pelaksanaan desinfeksi 69,77%; SPO melakukan hand hygiene (cuci tangan) 60,01 %. Hal ini kemungkinan melatarbelakangi terjadinya ILO sebesar 27,4% di RSU Mitra Medika selama periode Maret hingga Desember Sedangkan, untuk pelaksanaan SPO pemasangan infus perifer sebesar 76,39% dan SPO pemberian injeksi vena lewat saluran infus sebesar 78,69% yang melatarbelakangi angka kejadian flebitis sebesar 15,54% selama periode yang tersebut (RSU Mitra Medika Medan, 2015). Rendahnya kemampuan perawat dalam menerapkan PPI sebagaimana diuraikan di atas, kemungkinan disebabkan oleh pendidikan, lama bekerja, tempat tugas dan jumlah kebutuhan perawat yang belum sesuai. Sebagian besar perawat yang telah lama bekerja masih bergelar diploma, sedangkan perawat yang bergelar sarjana profesi hanya perawat baru. Selain itu, jumlah kebutuhan perawat masih belum sesuai dengan kondisi rumah sakit. Jumlah keseluruhan perawat di RSU Mitra Medika hanya 85 orang dengan kapasitas 112 tempat tidur. Adapun pembagian tempat tugas perawat tersebut adalah : 14 orang di instalasi gawat darurat, 15 orang di ruang perawatan intensif, 31 orang di ruang rawat inap dan ruang kebidanan, 6 orang di ruang bayi, 9 orang di instalasi bedah sentral, serta 10 orang di instalasi rawat jalan. Oleh karena itu, berdasarkan uraian latar belakang di atas dan fenomena kejadian infeksi nosokomial di RSU Mitra Medika Medan, maka penulis tertarik

24 7 untuk melakukan penelitian secara mendalam mengenai analisis kemampuan perawat dalam pencegahan dan pengendalikan infeksi nosokomial di rumah sakit ini. 1.2 Pertanyaan Penelitian Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka pertanyaan dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana kemampuan perawat dalam pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial di RSU Mitra Medika Medan? 2. Apa saja yang merupakan determinan kemampuan perawat dalam pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial di RSU Mitra Medika Medan. 1.3 Tujuan Penelitian Sesuai dengan pertanyaan penelitian di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui dan menganalisis kemampuan perawat dalam pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial di RSU Mitra Medika Medan. 2. Untuk mengetahui dan menganalisis determinan kemampuan perawat dalam pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial di RSU Mitra Medika Medan.

25 8 1.4 Manfaat Penelitian 1. Bagi Rumah Sakit Umum Mitra Medika Medan Dapat memberikan informasi tentang kemampuan perawat dalam pencegahan dan pengendalian infeksi sebagai upaya dalam menurunkan angka infeksi nosokomial di RSU Mitra Medika. 2. Bagi SDM di Rumah Sakit Dapat menjadi bahan masukan dalam meningkatkan kualitas terkait pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial di rumah sakit. 3. Bagi Peneliti Dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan dan pemahaman tentang pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit. 4. Bagi Peneliti Lanjutan Dapat menjadi bahan referensi dan perbandingan bagi penelitian lanjutan yang mengkaji topik yang relevan dengan penelitian ini.

26 9 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Infeksi Nosokomial Definisi Infeksi Nosokomial Infeksi nosokomial atau Health Care-Associated Infection (HCAI) adalah suatu infeksi yang terjadi selama pasien mendapat pelayanan di fasilitas kesehatan, dimana tidak didapatkan tanda infeksi maupun gejala pasien sedang dalam masa inkubasi pada saat masuk rumah sakit. (WHO, 2010). Infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapat dari rumah sakit yang terjadi pada pasien yang dirawat selama 72 jam (Brooker, 2008). Menurut Potter dan Perry (2005), infeksi nosokomial terjadi di rumah sakit karena mikroorganisme patogen yang menginfeksi pasien melalui pemberian pelayanan kesehatan. Darmadi (2008) menyatakan bahwa infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapat oleh pasien ketika dalam proses asuhan keperawatan atau dirawat di rumah sakit. Infeksi nosokomial terjadi karena adanya transmisi mikroba patogen yang bersumber dari lingkungan rumah sakit dan perangkatnya. Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa infeksi nosokomial adalah infeksi lokal maupun sistemik yang terjadi tidak dalam masa inkubasi melainkan saat klien dirawat di rumah sakit. 9

27 Jenis-Jenis Infeksi Nosokomial Jenis-jenis infeksi nosokomial menurut Gruendemann (2005) adalah : 1. Infeksi Luka Operasi (ILO) Risiko timbulnya ILO ditentukan oleh 3 faktor yakni jumlah dan jenis kontaminasi mikroba pada luka, keadaan luka pada akhir operasi (ditentukan oleh teknik pembedahan dan proses penyakit yang dihadapi selama operasi), dan kerentanan pejamu. 2. Infeksi Saluran Kemih (ISK) Infeksi ini berkaitan dengan prosedur pemakaian kateter indweling dan sistem drainase kemih atau peralatan urologis lainnya. Kateter indweling membentuk suatu mekanisme yang memungkinkan bakteri masuk ke dalam kandung kemih. Lama pemasangan kateter merupakan variabel penting dalam menentukan apakah seorang pasien terkena infeksi. Sedangkan pada sistem drainase yang tertutup akan menurunkan risiko ISK. 3. Infeksi Aliran Darah (Bloodstream infections) Infeksi ini berkaitan dengan pemasangan selang intravaskular (infus). Lama pemasangan selang intravaskular merupakan penentu utama kolonisasi bakteri. Semakin lama selang terpasang, semakin tinggi pula risiko infeksi. 4. Dekubitus Luka dekubitus adalah luka pada kulit dan atau jaringan yang di bawahnya yang terjadi di rumah sakit karena tekanan yang terus menerus akibat tirah

28 11 baring. Luka dekubitus akan terjadi bila penderita tidak dibolak-balik atau dimiringkan dalam waktu 2 x 24 jam. 5. Ventilator Associated Pneumonia (VAP) VAP adalah bentuk infeksi rumah sakit yang paling sering ditemui di Unit Perawatan Intensif (UPI), khususnya pada pasien yang menggunakan ventilasi mekanik. Menurut Widyaningsih (2012), VAP adalah pneumonia yang didapat di rumah sakit yang terjadi selama 48 jam pasien mendapat bantuan ventilasi mekanik, baik melalui pipa endotrakea maupun pipa trakeostomi. Klasifikasi lain dari infeksi nosokomial digolongkan berdasarkan tipe organisme dan tipe/bagian infeksi. Berdasarkan tipe organisme, infeksi nosokomial terdiri dari infeksi akibat bakteri, virus, jamur, parasite, protozoa, rickettsia, prion (partikel protein yang terinfeksius), serta infeksi akibat organisme tidak teridentifikasi. Sedangkan, berdasarkan tipe/bagian infeksi terbagi atas infeksi bloodstream, infeksi bagian yang dioperasi, abses, pneumonia, infeksi pada kanul IV, infeksi protesis, infeksi drain/tube urin dan infeksi jaringan lunak (Komite Keselamatam Pasien Rumah Sakit, 2015) Gejala Klinis Infeksi Nosokomial Gejala klinis infeksi nosokomial dapat terjadi secara lokal dan sistemik (Potter dan Perry, 2005). Gejala klinis lokal akan memberikan gambaran klinik sesuai dengan organ yang diserang misalnya bila organ paru yang diserang akan menimbulkan gejala seperti batuk, sesak nafas, nyeri dada, gelisah dan sebagainya.

29 12 Bila organ pencernaan yang terkena maka akan menimbulkan gejala klinis seperti mual, muntah, kembung, kejang perut, dan sebagainya (Darmadi, 2008). Gejala klinis sistemik menimbulkan gejala yang lebih banyak dari pada gejala klinis lokal. U mumnya menyebabkan demam, merasa lemas, nafsu makan menurun, mual, pusing, pembesaran kelenjar limfe dan sebagainya (Potter dan Perry, 2005). Darmadi (2008) juga menyatakan suatu infeksi didapat dari rumah sakit apabila memiliki ciri-ciri: 1. Pada waktu penderita mulai dirawat di rumah sakit tidak didapatkan tandatanda klinis dari infeksi tersebut. 2. Pada waktu penderita mulai dirawat di rumah sakit, tidak sedang dalam masa inkubasi dari infeksi tersebut. Tanda-tanda klinis infeksi tersebut timbul sekurang-kurangnya setelah 3 x 24 jam sejak mulai perawatan. 3. Infeksi tersebut bukan merupakan sisa (residual) dari infeksi sebelumnya. 4. Bila saat mulai dirawat di rumah sakit sudah tidak ada tanda-tanda infeksi, dan terbukti infeksi tersebut didapat penderita ketika dirawat di rumah sakit yang sama, serta belum pernah dilaporkan sebagai infeksi nosokomial Indikator Infeksi Nosokomial Menurut Kemenkes RI (2010), indikator infeksi nosokomial dikumpulkan melalui proses surveilans yang dilakukan oleh Tim PPI Rumah Sakit. Tim PPI bertanggung jawab atas pengumpulan data tersebut di atas, karena mereka yang memiliki keterampilan dalam mengidentifikasi infeksi rumah sakit sesuai dengan kriteria yang ada. Sedangkan pelaksana pengumpul data adalah Infection Prevention

30 13 Control Nurse (IPCN) yang dibantu Infection Prevention Control Link Nurse (IPCLN). Mekanisme pelaksanaan surveilans dimulai dengan pengisian dan pegumpulan formulir surveilans setiap pasien berisiko oleh IPCLN di unit rawat masing-masing setiap hari. Pada a wal bulan berikutnya, paling lambat tanggal 5 formulir surveilans diserahkan ke Tim PPI dengan diketahui dan ditandatangani Kepala Ruangan. Apabila ada kecurigaan terjadi infeksi, IPCLN segera melaporkan ke IPCN untuk ditindaklanjuti (investigasi). Numerator dari masing-masing indikator infeksi nosokomial adalah angka kejadian infeksi, sedangkan denominator ditentukan oleh jenis infeksi rumah sakit. Adapun indikator infeksi nosokimial di rumah sakit menurut Kemenkes (2010), meliputi :

31 Faktor-Faktor yang Memengaruhi terjadinya Infeksi Nosokomial Darmadi (2008) mengemukakan beberapa faktor yang berperan dalam terjadinya infeksi nosokomial adalah: 1. Faktor-faktor luar (extrinsic factors) Faktor-faktor luar yang berpengaruh dalam proses terjadinya infeksi nosokomial seperti: a. Petugas pelayanan medis (dokter, perawat, bidan, tenaga laboratorium, dan sebagainya). b. Peralatan dan dan material medis (jarum, kateter, instrumen, respirator, kain/doek, kassa, dan lain-lain). c. Lingkungan terdiri dari lingkungan internal seperti ruangan perawatan, kamar bersalin, dan kamar bedah, serta lingkungan eksternal seperti halaman rumah sakit dan tempat pembuangan sampah atau pengelolahan limbah. d. Makanan dan atau minuman (hidangan yang disajikan setiap saat kepada penderita). e. Penderita lain (keberadaan penderita lain dalam satu kamar atau ruangan perawatan dapat merupakan sumber penularan). f. Pengunjung atau keluarga (keberadaan tamu atau keluarga dapat merupakan sumber penularan). 2. Faktor-faktor yang ada dalam diri penderita (instrinsic factors) seperti: umur, jenis kelamin, kondisi umum penderita, risiko terapi, atau adanya penyakit lain yang menyertai (multipatologi) beserta komplikasinya.

32 15 3. Faktor keperawatan seperti lamanya hari perawatan (length of stay), menurunnya standar pelayanan perawatan, serta padatnya penderita dalam satu ruangan. 4. Faktor mikroba seperti tingkat kemampuan invasi serta tingkat kemampuan merusak jaringan, lamanya paparan (length of exposure) antara sumber penularan (reservoir) dengan penderita. 2.2 Peran Perawat dalam Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Nosokomial Perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan sangat berkaitan dengan terjadinya infeksi nosokomial di rumah sakit karena perawat bertanggung jawab menyediakan lingkungan yang aman bagi pasien terutama dalam PPI proses keperawatan. Jadi, perawat merupakan pelaksana terdepan dalam upaya pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial (Potter dan Perry, 2005). Faktor standar asuhan keperawatan yang mempengaruhi terjadinya infeksi nosokomial adalah klasifikasi dan jumlah ketenagaan yang memiliki kemampuan dalam menjalankan dan mempraktikkan teknik aseptik; peralatan dan obat yang sesuai, siap pakai dan cukup; ruang perawatan secara fisik dan higienis yang memadai; aspek beban kerja dalam pembagian jumlah penderita dengan tenaga keperawatan, dan jumlah pasien yang dirawat (Darmadi, 2008). Selain itu, peran perawat dalam pengendalian infeksi adalah menyediakan layanan konsultasi mengenai semua aspek PPI dengan menggunakan metode yang berdasarkan bukti penelitian, praktisi, dan keefektifan biaya (Brooker, 2008).

33 16 WHO (2002) dalam jurnal Prevention of Hospital-Acquired Infection menyatakan bahwa perawat adalah pelaksana pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial dalam: Menjaga Kebersihan Rumah Sakit Semua institusi kesehatan harus memiliki pedoman untuk pembuangan materi sampah infeksi menurut kebijakan lokal dan negara. Perawat dalam membuang sampah cair yang terkontaminasi (misalnya darah, urine, tinja, jaringan dan duh tubuh lainnya) memerlukan penanganan khusus karena resiko infeksi terhadap petugas kesehatan yang menangani. Perawat memakai sarung tangan, kacamata pelindung dan celemek, buang sampah cair pada wastafel atau ke dalam toilet kemudian disiram. Wadah tempat sampah cair didesinfeksi dengan larutan klorin 0,5% selama 10 menit (Depkes, 2008). Selain itu, spesimen laboratorium dari semua pasien ditangani seolah-olah spesimen tersebut dapat menyebabkan infeksi. Semua materi sampah yang berasal dari pasien dibuang pada tempat sampah khusus. Setelah memberikan suntikan, perawat harus membuang jarum pada tempat yang tahan tusukan. Jangan pernah melepaskan, membengkokkan atau mematahkan jarum suntik yang telah digunakan dengan tangan. (Potter dan Perry, 2005). Menurut WHO (2002), tindakan kebersihan lingkungan rumah sakit adalah sebagai berikut: 1. Pembersihan rutin diperlukan untuk menjamin lingkungan rumah sakit untuk tampak bersih, dan bebas dari debu dan tanah. Kebanyakan dari mikroorganisme

34 17 terdapat dalam lingkungan atau benda yang kotor, dan tujuan pembersihan rutin adalah untuk membuang kotoran tersebut. Baik sabun ataupun deterjen memiliki aktivitas antimikroba, dan proses pembersihan pada dasarnya tergantung pada tindakan mekaniknya. 2. Seharusnya ada kebijakan yang menetapkan frekuensi pembersihan dan alat pembersih yang digunakan untuk dinding, lantai, jendela, tempat tidur, tirai, tabir, perlengkapan, mebel, kamar mandi dan toilet, serta semua peralatan medis yang dapat digunakan kembali. 3. Metode harus sesuai dengan kemungkinan tingkat kontaminasi dan tingkat pembersihan yang diperlukan. Hal ini dapat dicapai dengan mengelompokkan area ke salah satu dari 4 zona rumah sakit, yaitu: a. Zona A: tidak ada kontak dengan pasien. Pembersihan normal domestik (misalnya administrasi dan perpustakaan). b. Zona B: perawatan pasien yang tidak terinfeksi dan tidak rentan dibersihkan dengan prosedur yang tidak menerbangkan debu. Sapu atau pembersih debu tidak dianjurkan. Penggunaan larutan deterjen dapat meningkatkan kualitas pembersihan. Hama di area lain yang tampak kontaminasi dengan darah dan cairan tubuh terlebih dahulu dibersihkan. c. Zona C: pasien yang terinfeksi (ruangan yang terpisah). Bersihkan dengan larutan deterjen atau disinfektan dengan peralatan pembersih yang terpisah untuk setiap ruangan.

35 18 d. Zona D: pasien yang sangat rentan (pemisahan yang terlindung) atau kawasan yang terlindung seperti ruangan operasi, ruang pengiriman, unit perawatan intensif, unit bayi prematur, dan unit hemodialisa. Bersihkan menggunakan larutan deterjen atau disinfektan dan peralatan kebersihan yang terpisah. Semua permukaan di zona B, C, D, dan semua kawasan toilet harus dibersihkan setiap hari. 4. Pengujian bakteriologi pada lingkungan tidak dianjurkan kecuali dalam keadaan tertentu seperti penyelidikan epidemi dimana ada dugaan sumber infeksi dari lingkungan. Pemantauan dialisis air sesuai standar untuk jumlah bakteri. Kualitas pengendalian saat praktek pembersihan Pelaksanaan Cuci Tangan Tangan dapat menularkan infeksi di rumah sakit dan dapat diminimalkan dengan kebersihan tangan yang sesuai. Dalam mencuci tangan sering dilakukan tidak optimal. Hal ini dikarenakan berbagai alasan, misalnya kurangnya peralatan yang sesuai, tingginya perbandingan jumlah perawat dengan pasien, alergi terhadap produk pencuci tangan, kurangnya pengetahuan perawat tentang risiko dan cara mencuci tangan yang baik dan benar, serta terlalu lama waktu yang direkomendasikan untuk mencuci tangan (WHO, 2002). 1. Syarat-syarat mencuci tangan: a. Penggerak air: wastafel besar yang membutuhkan sedikit perawatan, dengan perangkat antisplash dan pengendali tanpa menggunakan tangan.

36 19 b. Produk: sabun atau antiseptik tergantung pada prosedur. Disinfektan tangan dengan cairan pencuci beralkohol dengan teknik antiseptik untuk membersihkan tangan secara fisik. c. Fasilitas pengering tanpa kontaminasi (handuk sekali pakai jika memungkinkan). 2. Prosedur mencuci tangan: Seharusnya ada kebijakan tertulis dan prosedur untuk mencuci tangan. Perhiasan, jam tangan dan kuku palsu harus dilepaskan sebelum mencuci tangan. Prosedur kebersihan tangan minimal dapat dibatasi untuk tangan dan pergelangan tangan sedangkan untuk prosedur pembedahan mencakup tangan dan lengan bawah. Prosedur akan berbeda dengan perkiraan risiko terjadinya infeksi kepada pasien: a. Perawatan rutin (minimal) : Menurut Depkes (2008), cuci tangan secara rutin wajib dilakukan oleh setiap perawat pada saat melakukan 5 momen, yaitu: sebelum kontak dengan pasien; sebelum melakukan tindakan/prosedur terhadap pasien; setelah tindakan atau prosedur atau berisiko terpapar cairan tubuh pasien; setelah kontak dengan pasien; dan setelah menyentuh lingkungan sekitar pasien. 1) Teknik mencuci tangan dengan sabun air mengalir a) Buka kran dan basahi tangan dengan air. b) Tuangkan sabun cair secukupnya. c) Gosok kedua telapak tangan hingga merata.

37 20 d) Gosok punggung dan sela-sela jari tangan kiri dengan tangan kanan dan sebaliknya. e) Gosok kedua telapak tangan dan sela-sela jari. f) Jari-jari sisi dalam dari kedua tangan saling mengunci dan saling digosokkan. g) Gosok ibu jari kiri berputar kearah bawah dalam genggaman tangan kanan dan sebaliknya. h) Gosokkan dengan memutar ujung jari-jari tangan kanan di telapak tangan kiri dan sebaliknya. i) Bilas tangan dengan air bersih. j) Keringkan tangan dengan menggunakan handuk kertas. k) Gunakan handuk kertas tersebut untuk memutar kran sewaktu mematikan air. l) Setiap gerakan dilakukan sebanyak 7 kali. Lamanya seluruh prosedur sebaiknya selama detik. 2) Teknik mencuci tangan dengan antiseptik berbasis alkohol. a) Tuangkan segenggam penuh bahan antiseptik berbasis alkohol ke dalam tangan. b) Gosok kedua telapak tangan hingga merata. c) Gosok punggung dan sela-sela jari tangan kiri dengan tangan kanan dan sebaliknya. d) Gosok kedua telapak tangan dan sela-sela jari.

38 21 e) Jari-jari sisi dalam dari kedua tangan saling mengunci dan saling digosokkan. f) Gosok ibu jari kiri berputar kearah bawah dalam genggaman tangan kanan dan sebaliknya. g) Gosokkan dengan memutar ujung jari-jari tangan kanan di telapak tangan kiri dan sebaliknya. h) Biarkan tangan mongering. i) Setiap gerakan dilakukan sebanyak 4 kali. Lamanya seluruh prosedur sebaiknya selama detik. b. Tindakan pembedahan: Pada tindakan pembedahan cuci tangan meliputi tangan dan lengan bawah, cuci dengan sabun antiseptik dan waktu berkisar 3-5 menit. Pembersihan tangan dan lengan bawah: mencuci tangan biasa, kemudian cuci tangan dengan menggunakan desinfektan, lalu menggosok tangan, bilas dan ulangi sekali lagi dengan menggunakan desinfektan lalu keringkan. 3. Ketersediaan sumber daya Peralatan dan produk yang ada di seluruh rumah sakit atau fasilitas perawatan kesehatan tidaklah sama. Produk yang digunakan dan tata cara mencuci tangan juga akan berbeda tergantung pada ketersediaan alat dan fasilitas mencuci tangan Menggunakan Alat Pelindung Diri (APD)

39 22 Perlindungan barrier harus sudah tersedia bagi perawat seperti gaun, masker, sarung tangan, dan kacamata pelindung (Depkes, 2008). 1. Gaun Pelindung Gaun pelindung melindungi perawat dan pengunjung dari kontak dengan bahan dan darah atau cairan tubuh yang terinfeksi. Gaun diwajibkan bila masuk ke ruang isolasi. Melepaskan gaun sebelum keluar dari ruangan isolasi pasien, setelah gaun dilepaskan, pastikan bahwa pakaian tidak kontak dengan lingkungan lain. Adapun teknik pemakaian gaun pelindung adalah sebagai berikut: a. Cara memasang gaun pelindung : 1) Tutupi badan sepenuhnya dari leher hingga lutut, lengan hingga bagian pergelangan tangan dan selubungkan ke balakang punggung. 2) Ikat di bagian belakang leher dan pinggang. b. Cara melepas gaun pelindung : 1) Ingatlah bahwa bagian depan gaun dan lengan gaun pelindung telah terkontaminasi. 2) Lepas tali. 3) Tarik dari leher dan bahu dengan memegang bagian dalam gaun pelindung 4) Balik gaun pelindung. 5) Lipat atau gulung menjadi gulungan dan letakkan di wadah yang telah disediakan untuk diproses ulang atau buang di tempat sampah infeksius. 2. Masker

40 23 Masker yang terbuat dari kapas, kasa, atau kertas kurang efektif. Masker kertas dengan bahan sintetis untuk penyaring adalah penghalang yang efektif melawan mikroorganisme. Masker digunakan dalam berbagai situasi. Menurut WHO (2002), persyaratan mengenakan masker berbeda untuk tujuan yang berbeda. a. Pelindung dari pasien: Perawat mengenakan masker untuk bekerja di ruangan operasi, merawat pasien yang terganggu kekebalannya, atau pasien dengan rongga tubuh yang terpapar dengan lingkungan luar. b. Pelindung bagi perawat: Perawat harus mengenakan masker ketika merawat pasien dengan infeksi pernafasan, atau saat melakukan bronchoscopy atau pemeriksaan serupa. Pasien dengan infeksi yang dapat ditularkan melalui sirkulasi udara harus mengenakan masker bedah saat berada diluar ruang isolasi/ ruang perawatan mereka. Teknik menggunakan masker menurut Depkes (2008) adalah: a. Cara memasang masker 1) Eratkan tali atau karet elastis pada bagian tengah kepala dan leher. 2) Paskan klip hidung dari logam fleksibel pada batang hidung. 3) Paskan dengan erat pada wajah dan dibawah dagu sehingga melekat dengan baik. 4) Periksa ulang pengepasan masker. b. Cara melepas masker Ingatlah bahwa bagian depan masker telah terkontaminasi. Jangan disentuh.

41 24 3. Sarung Tangan Sarung tangan digunakan untuk: a. Pelindung dari pasien: perawat mengenakan sarung tangan untuk prosedur pembedahan, perawatan pasien dengan sistem kekebalan tubuhnya terganggu, prosedur invasif. b. Sarung tangan yang tidak steril dapat dipakai untuk kontak dengan selaput lendir pasien dimana tangan akan mudah terkontaminasi. c. Pelindung bagi perawat: perawat menggunakan sarung tangan yang tidak steril untuk merawat pasien dengan penyakit menular yang ditularkan melalui sentuhan, atau melakukan bronchoscopies atau pemeriksaan yang serupa. d. Tangan harus dicuci saat sarung tangan dibuka atau diganti. e. Sarung tangan sekali pakai tidak dapat dipakai kembali. f. Lateks atau polivinil klorida adalah bahan yang paling sering digunakan untuk sarung tangan. Kualitas sarung tangan yang baik yakni tidak adanya pori-pori atau lubang dan durasi penggunaan sangat bervariasi dari satu jenis sarung tangan ke sarung tangan yang lain. Alergi terhadap lateks dapat terjadi, dan pekerjaan program kesehatan harus memiliki kebijakan untuk mengevaluasi dan mengelola masalah ini. Teknik penggunaan sarung tangan adalah sebagai berikut: a. Cara memasang sarung tangan: Tarik hingga menutupi bagian pergelangan tangan gaun isolasi. b. Cara melepas sarung tangan:

42 25 1) Ingatlah bahwa bagian luar sarung tangan telah terkontaminasi. 2) Pegang bagian luar sarung tangan dengan sarung tangan lainnya, lepaskan. 3) Pegang sarung tangan yang telah dilepas dengan menggunakan tangan yang masih memakai sarung tangan. 4) Selipkan jari tangan yang sudah tidak memakai sarung tangan di bawah sarung tangan yang belum dilepas di pergelangan tangan. 5) Lepaskan sarung tangan di atas sarung tangan pertama. 6) Buang sarung tangan di tempat sampah infeksius. 4. Kacamata Pelindung Bila melakukan prosedur invasif yang dapat menimbulkan droplet atau percikan dari darah atau cairan tubuh lainnya, perawat harus menggunakan kacamata pelindung. Kacamata pelindung dapat tersedia dalam bentuk kacamata plastik. Kacamata harus terpasang pas sekeliling wajah sehinnga cairan tidak dapat masuk antara wajah dan kacamata (Garner dalam Potter dan Perry, 2005). 5. Topi Topi digunakan untuk menutup rambut dan kulit kepala sehingga serpihan kulit dan rambut tidak masuk ke dalam luka selama pembedahan. 6. Pelindung kaki Pelindung kaki digunakan untuk melindungi kaki dari cedera akibat benda tajam atau benda berat yang mungkin jatuh secara tidak sengaja ke atas kaki Melakukan Teknik Aseptik

43 26 Tindakan pencegahan infeksi nosokomial dengan menggunakan teknik aseptik dapat terlihat pada infeksi nosokomial yang sering terjadi berikut ini : 1. Infeksi Saluran Kemih (ISK) ISK adalah infeksi nosokomial yang lebih sering ditemukan; 80% dari infeksi ini berkaitan dengan pemasangan kateter. Intervensi efektif dalam pencegahan infeksi karena pemasangan keteter menurut WHO (2002) meliputi: a. Menghindari kateterisasi bila tidak diperlukan. b. Bila kateterisasi diperlukan, batasi waktu pemasangan. c. Mempertahankan praktek aseptik yang sesuai selama memasukkan kateter urine dan juga prosedur urologi invasif lainnya (seperti cystoscopy, urodynamic testing dan cystografy). d. Mencuci tangan secara higenis sebelum memasukkan kateter menggunakan sarung tangan steril untuk memasukkan dan menyambungkannya dengan urine bag. e. Pembersihan perineal dengan larutan antiseptik sebelum memasukkan kateter. f. Memasang kateter dengan sebelumnya menggunakan pelumas atau pelican. Praktek lain yang dianjurkan dan terbukti mengurangi infeksi meliputi: a. Mempertahankan aliran kateter dengan baik. b. Membersihkan daerah perineal untuk pasien yang terpasang kateter. c. Pelatihan perawat dalam memasang kateter dan perawatan. d. Mempertahankan kelancaran aliran urine dari kandung kemih dalam urine bag dengan meletakkan urine bag lebih rendah dari kandung kemih. Kateter

44 27 yang digunakan adalah kateter yang berdiameter terkecil. Bahan kateter (latex, silicone) tidak mempengaruhi tingkat kejadian infeksi. Tindakan bagi pasien dengan gangguan perkemihan : a. Menghindari pemasangan kateter yang menetap sedapat mungkin. b. Bila bantuan pengosongan kandung kemih diperlukan, maka ganti kateter sesering mungkin. Menurut Tietjen (2004), bahwa prosedur dalam pemasangan kateter antara lain: a. Persiapan alat yang yang terdiri dari kateter steril, urine bag, spuit untuk membuat balon pada kateter, sarung tangan steril, larutan antiseptik, kain kassa, pelumas, kantong plastik tempat sampah. b. Sebelum memulai prosedur, bersihkan tangan dengan sabun dan air bersih kemudian keringkan dengan handuk bersih. c. Kenakan sarung tangan steril atau yang telah didesinfeksi pada kedua tangan. d. Gunakan kateter kecil sesuaikan dengan system drainase yang baik. Untuk pasien perempuan, pegang bagian labia dengan tangan yang tidak dominan. Tangan yang lainnya membersihkan uretra dengan kapas steril yang telah diberi larutan desinfektan. Sedangkan untuk pasien laki-laki, tarik kulit pada ujung penis ke bawah dengan tangan yang tidak dominan. Tangan yang lain membersihkan kepala penis dan saluran uretra dengan kapas steril yang telah diberi larutan desinfektan. e. Letakkan benda-benda kotor pada kantung plastik yang tidak bocor, lepaskan sarung tangan dengan cara membalikkannya tidak memegang daerah yang

45 28 kotor dan letakkan pada kantung plastik. Buang pada tempat sampah medis kemudian cuci tangan dengan sabun dan air atau gunakan larutan desinfektan. f. Titik temu antara selang kateter dan urine bag harus tetap tertutup dan tersambung. Selama tertutup, isinya masih dianggap steril. Aliran keluar klep pada urine bag harus tetap tertutup dan dibersihkan untuk mencegah masuknya bakteri. g. Pergerakan kateter di uretra harus diminimalkan untuk mengurangi kemungkinan mikroorganisme mencapai uretra kemudian masuk ke dalam kandung kemih. h. Kateter dan urine bag harus diganti bila waktu pemasangan sudah beberapa hari atau minggu. Selain pemasangan keteter, pencabutan kateter juga dapat menyebabkan terjadinya infeksi. Prosedur pencabutan kateter sama dengan pemasangan kateter. Perawat harus menggunakan sarung tangan dan mencuci tangan sebelum dan sesudah prosedur. 2. Infeksi Aliran Darah Infeksi lokal dan infeksi sistemik dapat terjadi sehingga memerlukan perawatan yang lebih intensif. Praktek memasang kateter intravaskuler menurut WHO (2002), meliputi : a. Menghindari pemasangan kateter intravaskuler bila tidak ada indikasi medis. b. Mempertahankan teknik asepsis dalam memasang kateter intravaskuler dan perawatannya.

46 29 c. Penggunaan kateter intravaskuler dengan waktu sesingkat mungkin. d. Mempersiapkan cairan infus secara aseptik sebelum digunakan. e. Melatih perawat dalam memasang dan merawat kateter intravaskuler. Saat melakukan pemasangan infus perlu dilakukan hal-hal sebagai berikut: a. Tangan harus dicuci sebelum memasang infus dengan teknik aseptik. b. Cuci dan desinfeksi kulit di tempat memasukkan infus dengan larutan antiseptik. c. Penggantian infuset tidak terlalu sering dibandingkan dengan penggantian jarum infus, kecuali setelah transfusi darah yang meninggalkan bekuan darah yang dapat membuat aliran tidak lancar. d. Bila infeksi lokal plebitis terjadi, maka infus harus segera dilepas. Menurut Tietjen (2004), prosedur pemasangan infus dilakukan dengan tindakan, yaitu: a. Mencuci tangan dengan sabun kemudian keringkan dengan handuk. b. Menyambungkan infus set dan botol cairan infus dengan teknik aseptik (jangan menyentuh daerah tusukan pada botol infus). c. Memakai sarung tangan sebelum prosedur pemasangan infus, mendesinfeksi daerah vena yang akan dipasang infus dengan gerakan memutar ke arah luar dari tempat pemasangan. d. Perhatikan daerah pemasangan infus terhadap tanda flebitis. Fiksasi daerah luka pada pemasangan infus dengan kasa steril kemudian plester.

47 30 e. Sebelum melepas sarung tangan, buang kapas/kasa yang terkontaminasi darah ke dalam kantong plastik, lepaskan sarung tangan dan buang ke tempat sampah medis. f. Kemudian cuci tangan dengan menggunakan larutan antiseptik g. Pada saat perawat menusukkan jarum ke ujung selang intravena untuk memberi obat (injeksi bolus), perawat harus mendesinfeksi dengan menyeka bagian luar selang infus dengan menggunakan alkohol. h. Pemeliharaan infus juga harus dilakukan pada pasien yang meliputi : jumlah tetesan, apakah infus terbuka atau lepas, mengecek setiap 8 jam apakah terjadi tanda-tanda infeksi. Pindahkan pemasangan infus setiap jam untuk mengurangi infeksi. Infus set juga harus diganti jika rusak atau secara rutin setiap 72 jam. Pada saat mengganti cairan infus jangan menyentuh daerah tusukan jarum atau mendesinfeksi terlebih dahulu daerah tusukan jarum tersebut dengan alkohol 60-90%. 3. Infeksi Luka Cara lain untuk mengurangi masuknya mikroorganisme adalah perawatan luka dengan prinsip steril. Untuk mencegah masuknya mikroorganisme ke dalam luka, perawat harus membersihkan bagian sekitar luka. Perawat menyeka bagian dalam luka kemudian bagian luarnya dengan menggunakan kasa steril. Perawatan luka dilakukan kurang dari 72 jam. Untuk luka tertentu dilakukan setiap hari misalnya luka karena penyakit diabetes mellitus (Tietjen, 2004).

48 31 Satu peralatan luka digunakan untuk satu pasien, namun jika penggunaan peralatan luka secara bergantian tidak dapat dihindari, alat-alat tersebut harus secara adekuat dibersihkan dan didesinfeksi sebelum digunakan oleh pasien yang lainnya. Selain itu, dalam merawat luka operasi dengan sistem drainase (drainase luka, cairan empedu dan cairan tubuh lainnya) perawat juga harus tetap menjaga selang drainase bagian luar tetap bersih. Semua selang harus tetap tersambung selama penggunaan. Wadah drainase hanya boleh dibuka pada saat membuang atau mengeluarkan cairan drainase. Kadang-kadang perawat mengambil specimen dari selang drainase dengan menusukkan jarum ke ujung selang. Dalam hal ini perawat harus mendesinfeksi dengan menggunakan alkohol dan larutan yodium sebelum menusuk selang drainase kemudian meletakkan kasa steril di sekeliling ujung selang drainase yang terbuka, sehingga terhindar dari kontaminasi bakteri dari luar kateter. Kemudian setelah mengambil spesimen, tutup dan kunci kembali selang drainase (Potter dan Perry, 2005) Melapor Kepada Dokter Jika Ada Tanda dan Gejala Infeksi Infeksi nosokomial dapat terjadi secara sistemik dan lokal. Tanda dan gejala infeksi dapat berupa adanya merah dan bengkak pada daerah yang terinfeksi, nyeri dan ada drainase atau lesi. Pada saat mengkaji perawat menggunakan sarung tangan. Infeksi sistemik terjadi setelah pengobatan infeksi lokal gagal. Infeksi sistemik menimbulkan gejala yang lebih besar lagi misalnya pembengkakan kelenjar limfe, hilangnya nafsu makan. mual dan muntah. Perawat melakukan pengkajian terhadap tanda dan gejala infeksi nosokomial yang terjadi pada pasien. Bila ditemukan tanda

49 32 dan gejala infeksi atau masalah-masalah lain yang berkaitan dengan status kesehatan pasien, perawat melaporkan hal hal tersebut kepada dokter (Potter dan Perry, 2005). Bila proses penyakit atau organisme penyebab penyakit sudah teridentifikasi, dokter dapat lebih efektif meresepkan pengobatan terhadap situasi tersebut, misalnya dengan pemberian antibiotik yang spesifik untuk mikroorganisme penyebab infeksi. Sehingga masalah atau tanda dan gejala infeksi pasien dapat teratasi atau diminimalkan (Guendemann, 2005) Melakukan Isolasi terhadap Pasien dengan Penyakit Menular Pasien tertentu mungkin memerlukan tindakan pencegahan khusus untuk membatasi penularan organisme yang berpotensi menginfeksi kepada pasien lain. Kewaspadaan isolasi direkomendasikan tergantung pada cara penularannya. Penularan infeksi menurut WHO (2002), dapat melalui: 1. Airborne infeksi: infeksi biasanya terjadi melalui saluran pernapasan, dengan agen ini dalam aerosol (ukuran partikel <5 μm). 2. Infeksi droplet: droplet yang menular (ukuran partikel > 5 μm). 3. Infeksi melalui kontak langsung atau tidak langsung: infeksi terjadi melalui kontak langsung antara sumber infeksi dan kontak tidak langsung melalui terkontaminasi benda. Menurut WHO (2002), isolasi dan pencegahan penularan infeksi berdasarkan pada standar yang ada, meliputi: 1. Standar rutin tindakan pencegahan yang harus diikuti perawat untuk merawat semua pasien.

50 33 2. Standar (rutin) tindakan pencegahan diterapkan untuk perawatan semua pasien. ini termasuk membatasi perawat kontak dengan sekret atau cairan biologis, lesi kulit, mukosa membran, dan darah atau cairan tubuh. Perawat harus memakai sarung tangan, masker, dan gaun setiap kontak yang dapat menyebabkan kontaminasi. 3. Standar tindakan pencegahan terhadap semua pasien: a. Cuci tangan sebelum dan setelah kontak dengan materi infeksi. b. Teknik meminimalkan sentuhan dengan materi infeksi. c. Pakailah sarung tangan ketika kontak dengan darah, cairan tubuh, sekresi, ekskresi, membran mukosa dan barang-barang yang terkontaminasi. d. Cuci tangan segera setelah melepas sarung tangan. e. Semua benda tajam harus ditangani dengan sangat hati-hati. f. Bersihkan segera tumpahan bahan infeksi. Pastikan bahwa peralatan perawatan pasien, perlengkapan dan linen yang terkontaminasi dengan bahan infektif dibuang, atau didesinfeksi atau disterilisasi pada setiap penggunaan kepada pasien. g. Pastikan penanganan limbah yang baik. h. Jika tidak ada mesin cuci yang tersedia untuk linen kotor dengan materi infektif, linen dapat direbus. Pertimbangan untuk pakaian pelindung meliputi: a. Gaun: harus dari bahan yang bisa dicuci, dapat dikancing atau diikat di belakang, jika perlu dengan celemek plastik.

51 34 b. Sarung tangan: sarung tangan plastik yang tersedia dan biasanya cukup. c. Masker: masker bedah yang terbuat dari kain atau kertas dapat digunakan untuk melindungi dari percikan. 4. Standar tindakan pencegahan untuk pasien tertentu. a. Tindakan pencegahan melalui udara (ukuran partikel <5 μm) (misalnya tuberkulosis, cacar air, campak,dll). Berikut ini diperlukan: 1) Ruangan perawatan dengan ventilasi yang cukup, pintu ditutup, setidaknya pertukaran udara per jam. 2) Perawat mengenakan masker di ruangan pasien. 3) Pasien tetap berada di dalam ruangan perawatan. b. Tindakan pencegahan terhadap droplet (ukuran droplet > 5 pm) misalnya bakteri meningitis, difteri, virus saluran pernafasan. Prosedur berikut diperlukan: 1) Ruangan perawatan sendiri untuk pasien, jika tersedia. 2) Masker bagi pekerja perawatan kesehatan. 3) Sirkulasi terbatas bagi pasien, pasien memakai masker bedah jika meninggalkan ruangan. 5. Tindakan pencegahan untuk pasien dengan infeksi enterik dan diare yang tidak dapat dikendalikan, atau lesi kulit yang tidak dapat diatasi, antara lain: a. Pasien ditempatkan pada ruang perawatan sendiri jika tersedia; penggabungan pasien jika memungkinkan. b. Perawat memakai sarung tangan saat memasuki ruangan.

52 35 c. Mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien, dan meninggalkan ruangan. d. Membatasi gerakan pasien di luar ruangan. e. Pembersihan lingkungan dan peralatan, disinfeksi, dan sterilisasi. Isolasi dibutuhkan untuk merawat pasien dengan risiko infeksi yang sangat berbahaya dimana dapat menularkan melalui berbagai cara, antara lain (WHO, 2002): 1. Pasien ditempatkan ruang isolasi jika memungkinkan. 2. Masker, sarung tangan, gaun pelindung, topi, mata perlindungan bagi semua memasuki ruangan. 3. Cuci tangan saat masuk dan keluar dari ruangan. 4. Desinfeksi instrumen medis. 5. Pembersihan kotoran, cairan tubuh, sekresi cairan tubuh. 6. Desinfeksi linen. 7. Membatasi pengunjung dan staf. 8. Desinfeksi harian dan desinfeksi terminal. 9. Menggunakan peralatan sekali pakai. 10. Pengambilan spesimen pasien dan pengiriman ke laboratorium. Menurut Potter dan Perry (2005), bila ruangan isolasi tidak tersedia tempatkan pasien dalam satu kamar dengan pasien yang menderita infeksi dengan mikroorganisme yang sama. Bila ruangan tidak tersedia dan pengelompokkan tidak mungkin, pertahankan pemisahan minimal dengan jarak 1 meter antara pasien yang

53 36 terinfeksi dan pasien-pasien lain dan juga dengan pengunjung. Jika pasien yang diketahui dan diduga terkena infeksi saluran pernafasan harus menggunakan masker pada saat keluar dari kamar Membatasi Paparan Pasien terhadap Infeksi yang Berasal dari Pengunjung Sumber infeksi nosokomial mungkin berasal dari pasien, petugas rumah sakit, atau bisa juga pengunjung. Mereka mungkin sudah terkena penyakit, berada dalam masa inkubasi (tidak ada gejala), atau dapat juga berupa karier kronis. Daya tahan tubuh masing-masing berbeda, ada yang kebal, ada yang menjadi karier tanpa gejala, ada yang langsung terkena infeksi dan sakit (Tietjen, 2004). Pengunjung harus menggunakan alat pelindung ketika memasuki ruang perawatan khusus seperti masker, gaun pelindung, sarung tangan untuk mencegah penularan infeksi. Salah satu cara lain adalah dengan membatasi jumlah pengunjung. Dengan membatasi jumlah pengunjung berarti mengurangi resiko terjadinya penularan infeksi (WHO, 2002) Mempertahankan Keamanan Peralatan dan Perlengkapan Perawatan dari Penularan Infeksi Nosokomial Pembersihan, desinfeksi dan sterilisasi yang tepat terhadap alat-alat yang terkontaminasi dapat mengurangi bahkan memusnahkan mikroorganisme. Di sentral perawatan kesehatan dilakukan desinfeksi dan mensterilkan barang-barang yang dapat digunakan kembali.

54 37 a. Pembersihan Menurut Rutala, pembersihan dilakukan untuk membuang semua material asing seperti kotoran dan materi organik dari suatu objek. Objek menjadi terkontaminasi bila kontak dengan sumber infeksi. Biasanya pembersihan dilakukan dengan menggunakan air dan cara mekanis dengan atau tanpa deterjen (Potter dan Perry, 2005). Bila membersihkan darah, materi fekal, mucus atau pus, perawat menggunakan masker, kacamata pelindung dan sarung tangan sebagai pelindung terhadap organisme infeksi. Sikat berbulu padat dan deterjen atau sabun dibutuhkan untuk pembersihan (WHO, 2002). Langkah berikut ini menjamin bahwa suatu objek disebut bersih: 1) Cuci objek atau benda yang terkontaminasi dengan air dingin yang mengalir untuk membuang materi organik. Jangan menggunakan air panas karena dapat menyebabkan materi organik berkoagulasi dan menempel pada objek, sehingga sulit untuk dibuang. 2) Setelah dibilas, cuci objek dengan sabun dan air hangat. Sabun dan deterjen memiliki kandungan desinfektan yang dapat membunuh kuman patogen pada objek. Gunakan sikat untuk membuang kotoran atau materi pada objek yang susah dibersihkan sehingga kotoran mudah dibuang. 3) Bilas objek dengan air hangat. 4) Keringkan objek kemudian lakukan desinfeksi dan sterilisasi.

55 38 5) Bersihkan sarung tangan dan bak tempat objek diletakkan untuk desinfeksi dan sterilisasi. b. Desinfeksi Menurut Rutala, desinfeksi merupakan proses yang digunakan untuk memusnahkan semua mikroorganisme pada suatu objek/benda, tanpa membunuh spora bakteri. Desinfeksi biasanya dilakukan dengan mengguanakan desinfeksi kimia atau pasteurisasi basah (digunakan untuk peralatan terapi pernafasan). Contoh desinfektan adalah alkohol, klorin, glutaraldehid, dan fenol. Desinfeksi biasanya dilakukan pada pakaian, linen, tempat tidur, pispot, benda yang tidak dapat disterilkan dengan menggunakan campuran zat kimia cair atau pasteurisasi basah. Untuk objek yang dapat digunakan kembali harus dibersihkan, didesinfeksi atau disterilisasi sebelum digunakan kembali. Penggunaan peralatan dan perlengkapan perawatan pasien seperti stetoskop, spigmomanometer, termometer yang dipakai bersama oleh pasien harus dibersihkan dan didesinfeksi sebelum digunakan oleh pasien yang lainnya. (Potter dan Perry, 2005). c. Sterilisasi Sterilisasi merupakan proses yang dipakai untuk memusnahkan seluruh mikroorganisme beserta sporanya. Sterilisasi dapat dilakukan dengan cara fisika ataupun kimia dengan cara pemanasan, pemberian zat kimia, radiasi atau filtrasi (penyaringan). Di rumah sakit alat dan bahan yang sering digunakan adalah autoklaf

56 39 (uap dibawah tekanan), gas etilon oksida (EO), dan cairan kimia. Autoklaf adalah salah satu alat yang dipakai dalam sterilisasi panas. Sterilisasi dengan menggunakan air panas dengan cara merebus alat-alat operasi dapat dilakukan bila otoklaf tidak ada (Potter dan Perry, 2005). Acuan dasar metode sterilisasi menurut WHO (2002) meliputi : a. Sterilisasi dengan pemanasan 1) Sterilisasi basah: rebus dengan air pada suhu C selama 30 menit, atau suhu C selama 13 menit dalam autoklaf; (suhu C selama 18 menit untuk prion). 2) Sterilisasi kering: panaskan di suhu C selama 120 menit, atau di suhu C selama 60 menit; proses sterilisasi ini sering dianggap kurang dapat diandalkan dibandingkan dengan sterilisasi basah, khususnya untuk perangkat medis yang berongga. 3) Sterilisasi dengan bahan kimia Sterilisasi dengan asam perasetik banyak digunakan di Amerika Serikat dan negaranegara lain dalam sistem pengendalian otomatis Kemampuan Definisi Kemampuan Kemampuan berasal dari kata dasar mampu yang dalam hubungan dengan pekerjaan berarti dapat (kata sifat atau keadaan) melakukan pekerjaan sehingga menghasilkan barang atau jasa sesuai dengan yang diharapkan (Moenir, 2014). Sedangkan menurut Keith Davis (Mangkunegara, 2013), terdapat 2 faktor yang

57 40 mempengaruhi pencapaian kinerja yaitu faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation). Lebih lanjut dikatakan bahwa faktor kemampuan reality terdiri dari knowledge dan skill. Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu melalui pancaindera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sedangkan keterampilan (skill) adalah kemampuan melaksanakan pekerjaan dengan menggunakan anggota badan dan peralatan kerja yang tersedia (Moenir, 2014). Sehingga, dapat dijelaskan bahwa keterampilan lebih banyak menggunakan unsur anggota badan daripada unsur lain Kemampuan Kerja Perawat Kemampuan kerja perawat dapat ditinjau dari kompetensi perawat yang dapat terobsevasi dari pengetahuan, keterampilan dan sikap dalam menyelesaikan suatu pekerjaan atau tugas dengan standar kerja yang ditetapkan. Kemampuan kerja dipengaruhi oleh karakteristik individu. Karakteristik individu yang dimaksud antara lain : usia, jenis kelamin, pendidikan, pelatihan dan pengalaman (masa kerja). Selain itu, Keith Davis juga menyatakan bahwa kemampuan seseorang dipengaruhi oleh pendidikan yang memadai untuk jabatannya, pelatihan serta pengalamannya (Mangkunegara, 2013). Disamping faktor individu, kemampuan kerja perawat juga dipengaruhi oleh kejelasan tugas pokok dan perannya di tempat tugas (Elhinne, 2010). Lebih lanjut Penoyer (2010) menyatakan bahwa nurse staffing (pengaturan jam kerja,

58 41 perbandingan perawat dengan pasien, dan beban kerja) juga mempengaruhi kemampuan perawat Landasan Teori WHO (2002) dalam jurnal Prevention of Hospital-Acquired Infection menyatakan bahwa perawat adalah pelaksana dalam pengendalian infeksi nosokomial dalam hal: 1. Menjaga kebersihan rumah sakit 2. Pemantauan cuci tangan 3. Menggunakan alat pelindung. 4. Melakukan teknik aseptik 5. Melapor kepada dokter jika ada tanda dan gejala infeksi. 6. Melakukan isolasi terhadap pasien dengan penyakit menular. 7. Membatasi paparan pasien terhadap infeksi yang berasal dari pengunjung dan peralatan diagnosis. 8. Mempertahankan keamanan peralatan dan perlengkapan perawatan dari penularan infeksi nosokomial.

59 Fokus Penelitian Berdasarkan landasan teori maka fokus dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut: Melakukan cuci tangan Menjaga Kebersihan Rumah Sakit Menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) Mempertahankan keamanan peralatan dan perlengkapan perawatan dari penularan infeksi nosokomial Kemampuan Perawat dalam Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Pendidikan Lama Bekerja Tempat tugas Jumlah kebutuhan Melakukan teknik aseptik Membatasi paparan pasien terhadap infeksi yang berasal dari pengunjung Melakukan isolasi terhadap pasien dengan penyakit menular Melapor kepada dokter jika ada tanda dan gejala infeksi Keterangan gambar: = Variabel = Indikator Gambar 2.1 Fokus Penelitian Kemampuan perawat dilatarbelakangi oleh pendidikan, lama bekerja, tempat tugas dan jumlah kebutuhan. Adapun pencapaian kemampuan perawat dalam pencegahan dan pengendalian infeksi terlihat dari kemampuan menjaga kebersihan

60 43 rumah sakit, pemantauan cuci tangan, menggunakan alat pelindung, melakukan teknik aseptik, melapor kepada dokter jika ada tanda dan gejala infeksi, melakukan isolasi terhadap pasien dengan penyakit menular, membatasi paparan pasien terhadap infeksi yang berasal dari pengunjung dan peralatan diagnosis, serta mempertahankan keamanan peralatan dan perlengkapan perawatan dari penularan infeksi nosokomial.

61 44 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang dimaksudkan untuk memperoleh informasi secara mendalam mengenai kemampuan perawat dalam pencegahan dan pengendalikan infeksi nosokomial di RSU Mitra Medika Medan. Kemudian, data dikelompokkan berdasarkan kebutuhan dengan pendekatan interaktif terhadap subjek untuk selanjutnya dianalisis. Pendekatan interaktif merupakan studi mendalam menggunakan teknik pengumpulan data langsung dari orang dalam lingkungan alamiahnya. 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi Penelitian Lokasi penelitian di RSU Mitra Medika Medan. Adapun alasan pemilihan lokasi penelitian, karena ditemukan masalah tingginya angka infeksi nosomial dan karena belum pernah dilakukan penelitian dengan topik yang sama dengan topik penelitian ini Waktu Penelitian Penelitian dilakukan sejak bulan Januari sampai dengan Mei Diawali dengan pengajuan judul, penyusunan proposal, penelitian dan penyusunan tesis. 44

62 Sumber Informasi (Informan) Untuk mendapat data yang tepat maka perlu ditentukan sumber informasi (informan) yang memiliki kompetensi dan sesuai dengan kebutuhan data (purposive). Menurut Sugiyono (2015) purposive adalah teknik pengambilan sumber data berdasarkan pertimbangan tertentu yakni sumber data yang dianggap paling tahu tentang apa yang diharapkan, sehingga mempermudah peneliti menjelajahi objek atau situasi sosial yang sedang diteliti. Aspek yang menjadi kepedulian dalam pengambilan sampel penelitian kualitatif adalah tuntasnya pemerolehan informasi dengan keragaman variasi yang ada, bukan pada banyak sumber data. Sumber data atau sumber informasi dalam penelitian adalah pihak-pihak yang dianggap berkompeten memberikan informasi internal RSU Mitra Medika Medan berkaitan dengan infeksi nosokomial sebanyak 15 orang terdiri dari: 1. Kepala ruangan masing-masing 1 orang dari tiap ruangan = 7 orang. 2. Tim PPIRS (Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit) sebanyak 1 orang. 3. Perawat pelaksana masing-masing 1 orang dari tiap ruangan = 7 orang. 3.4 Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: 1. Wawancara Mendalam Wawancara mendalam (indepth interview) dilakukan untuk memperoleh data primer dengan menggunakan pedoman wawancara kepada lima belas orang sumber informasi. Metode wawancara yang penulis gunakan adalah metode wawancara tidak

63 46 berstruktur. Hal ini karena penulis ingin mengembangkan wawancara yang dilakukan sehingga akan didapat informasi-informasi baru yang muncul dalam wawancara dan semula tidak diketahui namun tetap terpusat kepada satu pokok permasalahan tertentu. Adapun hasil dari wawancara ini direkam, sebagaimana yang disarankan oleh Cresswell (2013) dengan menggunakan catatan dan audiotape. Perekaman dimaksudkan agar seluruh hasil wawancara dapat kembali diperdengarkan sehingga tidak ada satupun informasi dari wawancara yang tertinggal. Hasil wawancara kemudian ditulis kembali untuk dijadikan sumber rujukan penulis dalam menganalisis permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini. 2. Observasi Observasi merupakan teknik pengumpulan data untuk memperoleh informasi mengenai ruang (tempat), pelaku, kegiatan, objek, perbuatan, kejadian atau peristiwa, waktu, dan perasaan. Alasan peneliti melakukan observasi adalah untuk menyajikan gambaran realistik perilaku atau kejadian, untuk menjawab pertanyaan, untuk membantu mengerti perilaku manusia, dan untuk evaluasi. Dalam penelitian ini, observasi dilakukan terhadap perawat yang sama dan menjadi informan saat dilakukan wawancara mendalam. Untuk menghindari bias penelitian, peneliti menunjuk orang ketiga untuk melakukan observasi, yaitu asesor internal rumah sakit. 3. Studi Dokumentasi Dalam penelitian ini, peneliti akan mengumpulkan data sekunder berupa datadata dan informasi dari dokumen untuk mendukung latar belakang permasalahan, laporan serta teori yang berkaitan dengan pembahasan permasalahan yang ada, serta

64 47 data-data penunjang lainnya. Data-data ini diperoleh dari dokumen rumah sakit, buku, artikel internet, jurnal penelitian sebelumnya serta peraturan perundangundangan yang berkaitan dengan permasalahan yang dimunculkan dalam penelitian. 3.5 Analisis Data Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif, dengan lebih banyak bersifat uraian dari hasil wawancara dan hasil observasi. Data yang telah diperoleh akan dianalisis secara kualitatif serta diuraikan dalam bentuk deskriptif. Teknik analisis data dalam penelitian ini mengikuti langkah-langkah yang dikemukakan oleh Bungin (2012) yaitu: 1. Pengumpulan Data (Data Collection) Kegiatan pengumpulan data pada penelitian ini adalah dengan menggunakan wawancara mendalam (indepth interview) dan dokumentasi. 2. Reduksi Data (Data Reduction) Reduksi dilakukan sejak pengumpulan data dimulai dengan membuat ringkasan, mengkode, menelusur tema, membuat gugus-gugus, menulis memo dan sebagainya dengan maksud menyisihkan data/informasi yang tidak relevan. 3. Display Data Penyajian data kualitatif disajikan dalam bentuk teks naratif. Penyajiannya juga dapat berbentuk matrik, diagram, tabel dan bagan. 4. Verifikasi dan Penegasan Kesimpulan (Conclution Drawing and Verification)

65 48 Penarikan kesimpulan berupa kegiatan interpretasi, yaitu menemukan makna data yang telah disajikan.

66 49 BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum RSU Mitra Medika Medan Gambaran umum tentang wilayah penelitian diperlukan untuk memberikan pemahaman mengenai lokasi dan permasalahan yang akan diteliti. Berikut akan diberikan gambaran mengenai RSU Mitra Medika Medan Sejarah Perkembangan RSU Mitra Medika Medan RSU Mitra Medika Medan merupakan salah satu rumah sakit swasta yang ada di Kawasan Medan Utara yang merupakan kepemilikan swasta di bawah naungan Yayasan RS. Mitra Medika dengan klasifikasi kelas C yang telah mendapatkan penetapan kelas dari Kementerian Kesehatan Nasional melalui SK Penetapan Menteri Kesehatan Nomor HK.02.03/I/0972/2014. RSU Mitra Medika Medan telah berdiri sejak 3 Januari 2004 berdasarkan Surat Keputusan Kepala Dinas Kesehatan Kota Medan Nomor 445/0175/RS.11/1/04 dengan Nomor Izin Penyelenggaraan : 440/9697/IX/05 tertanggal 26 September RSU Mitra Medika Medan berlokasi di Jl. K.L Yos Sudarso Km 7,5 Kelurahan Tanjung Mulia, Kecamatan Medan Deli di lahan seluas 1228 m 2. Luas bangunan 6266 m Visi dan Misi Adapun Visi dan Misi RSU Mitra Medika Medan adalah sebagai berikut: a. Visi Menjadi Rumah Sakit Terbaik di Kawasan Medan Utara 49

67 50 b. Misi 1) Melakukan pelayanan kesehatan berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi. 2) Meningkatkan mutu pelayanan yang berkesinambungan dengan komitmen kerja yang professional. 3) Memberikan pelayanan kesehatan prima yang menjunjung rasa kemanusiaan dan keadilan dengan mengutamakan kecepatan waktu, ketepatan mendiagnosa, tanggap, cakap, berempati, beretika dan menjadikan pasien sebagai pusat pelayanan Kegiatan Pelayanan Pelayanan kesehatan yang diberikan di RSU Mitra Medika Medan meliputi kegiatan di: a. Instalasi Gawat Darurat (IGD), dengan jenis pelayanan emergency 24 jam, disaster dan bencana, observasi, bedah minor, dan kasus non emergency diluar poliklinik. Pelayanan IGD berjalan selama 24 jam, dengan fasilitas pelayanan yang memadai yaitu dilengkapi dengan kamar bedah emergency, sehingga mempermudah tindakan operatif yang membutuhkan penanganan secepatnya. b. Instalasi Rawat Jalan, terdiri dari: 1) Poliklinik Umum 2) Poliklinik Gigi 3) Pelayanan Dokter Spesialis a) Klinik Penyakit Dalam b) Klinik Anak

68 51 c) Klinik Bedah d) Klinik Kebidanan dan Kandungan e) Klinik Penyakit Mata f) Klinik Telinga Hidung Tenggorokan dan Kepala Leher g) Klinik Gigi dan Mulut h) Klinik Penyakit Kulit dan Kelamin i) Klinik Penyakit Syaraf j) Klinik Paru 4) Pelayanan TB DOTS (Direct Observe Treatment Short course) 5) Pelayanan PONEK (Pelayanan Obstetrik Neonatal Emergensi Komprehensif) Pelayanan rawat jalan RSU. Mitra Medika Medan berlokasi di lantai 2 (dua) dilakukan waktu pagi, sore dan malam hari. Pola pelayanan ditata dengan baik dan dilaksanakan oleh tenaga medis dan para medis profesional yang berpengalaman. c. Instalasi Rawat Inap, terdiri dari: 1) VIP, dengan fasilitas tempat tidur manual, meja makan pasien, televisi, sofa, mini bar, kulkas, air conditioner, dan ruangan yang luas. 2) Kelas I, dengan fasilitas tempat tidur manual, televisi, sofa, kulkas, dan air conditioner. 3) Kelas II, dengan fasilitas 2 tempat tidur manual, televisi, dan air conditioner. 4) Kelas III, dengan fasilitas 3 tempat tidur manual, TV LCD, dan air conditioner.

69 52 5) Instalasi Pelayanan Intensif (Intensive Care Unit (ICU)) ICU memiliki kapasitas 10 tempat tidur (2 tempat tidur untuk pasien isolasi dilengkapi dengan sistem ventilasi tekanan negatif sesuai dengan prinsip PPI dan dilengkapi dengan fasilitas Pendant pada masing-masing tempat tidur). Dilengkapi dengan Central Monitor Patient untuk memonitoring kondisi pasien secara menyeluruh dan didukung dengan teknologi canggih dan komprehensif serta tenaga medis dan paramedis profesional yang berpengalaman dan terlatih. Tersedia 3 unit ventilator untuk pasien dewasa dan 1 unit untuk pasien anak. 6) Ruang Bersalin Menyediakan 2 tempat tidur untuk pelayanan bersalin normal, dengan pelayanan yang menyeluruh dan berkesinambungan terhadap pelayanan perinatal yang berada tepat disebelah kamar bersalin. 7) Ruang Bayi Sehat Memiliki peralatan dan fasilitas yang sangat baik untuk memberikan perawatan kepada bayi sehat yang baru lahir. Ruangan bayi sehat RSU. Mitra Medika memiliki 6 box bayi dan infant warmer utnuk memenuhi kebutuhan pelayanan pasien bayi. Ruang bayi sehat melayani pasien dengan perawat dan bidan terlatih yang memberikan perawatan secara menyeluruh sesuai dengan kebutuhan pasien dan memenuhi semua hak pasien.

70 Penyajian dan Analisis Data Hasil Penelitian Sesuai dengan tujuan penelitian pada Bab 1, maka pada sub bab ini akan disajikan hasil penelitian berupa karakteristik informan dan data hasil penelitian mencakup kemampuan perawat dalam pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial dan determinan dalam pelaksanaan pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial di RSU Mitra Medika Medan. Data diperoleh baik melalui wawancara langsung (data primer) dan studi dokumentasi (data sekunder). Hasil penelitian dari kegiatan wawancara direkam lalu dicatat dalam bentuk transkrip dan kemudian disederhanakan dengan memilih dan memfokuskan pada hal-hal yang penting untuk mendapatkan gambaran yang lebih tajam Karakteristik Informan Hasil penelitian yang dilakukan di RSU Mitra Medika Medan diketahui karakteristik informan berdasarkan umur sebanyak 8 orang informan berada pada rentang usia tahun dan sebanyak 7 orang berada pada rentang usia tahun. Berdasarkan jenis kelamin lebih banyak perempuan yaitu 12 orang dan selebihnya 3 orang laki-laki. Berdasarkan pendidikan lebih banyak D-3 Keperawatan selebihnya dan S-1 Ners. Berdasarkan lama bertugas 8 orang pada rentang waktu 1-5 tahun dan 7 orang pada rentang waktu 6-10 tahun. Berdasarkan keikutsertaan pelatihan, 13 orang sudah pernah mengikuti pelatihan, dan 2 orang lainnya belum pernah. Lebih jelas sebagaimana tabel berikut ini:

71 54 Tabel 4.1. Distribusi Karakteristik Informan di RSU Mitra Medika Medan No. Jenis Jabatan/ Lama Pelatihan Umur Pendidikan Informan Kelamin Tempat Tugas Bertugas PPI 1 27 tahun PR D-3 Kep Perawat Pelaksana/ 1 tahun 1 kali Poliklinik 2 23 tahun PR S1 Nurse Perawat Pelaksana/ 1 tahun Belum Rawat Inap 3 23 tahun PR D-3 Kep Perawat Pelaksana/ 1 tahun 1 kali Ruang Bayi/ Perinato 4 23 tahun PR D-3 Keb Bidan Pelaksana/ 2 tahun 3 kali Ruang Kebidanan 5 24 tahun LK D-3 Kep Perawat Pelaksana/ 1 tahun 3 kali Ruang Operasi 6 25 tahun PR S1 Nurse Perawat Pelaksana/ 1 tahun, 3 kali Ruang ICU 3 bulan 7 26 tahun LK D-3 Kep Perawat Pelaksana/ 1 tahun 3 kali Ruang IGD 8 39 tahun PR D-3 Kep Karu Polilinik 6 tahun 3 kali 9 42 tahun PR D-3 Kep Karu Rawat Inap 10 tahun 3 kali tahun PR D-3 Kep Karu Bayi 9 tahun 1 kali (Perinato) tahun PR D-3 Keb Karu Kebidanan 10 tahun 5 kali tahun LK D-3 Kep Karu Operasi 11 tahun Belum tahun PR S-1 Kep Karu ICU 7 tahun 5 kali tahun PR D-3 Kep Karu IGD 8 tahun 3 kali tahun PR S-1 Ners IPCN 2 tahun 2 kali Sumber: Data Hasil Penelitian, Kemampuan Perawat dalam Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Nosokomial di RSU Mitra Medika Medan Data hasil penelitian melalui wawancara tentang kemampuan perawat dalam pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial di RSU Mitra Medika Medan dikelompokkan berdasarkan 8 kemampuan perawat yaitu: 1) menjaga kebersihan rumah sakit; 2) melaksanakan cuci tangan; 3) menggunakan alat pelindung; 4) menggunakan teknik aseptik; 5) melapor kepada dokter jika ada tanda dan gejala infeksi; 6) melakukan isolasi terhadap pasien dengan penyakit menular; 7) membatasi

72 55 paparan pasien terhadap infeksi yang berasal dari pengunjung dan peralatan diagnosis; 8) mempertahankan keamanan peralatan dan perlengkapan perawatan dari penularan infeksi nosokomial. Selengkapnya dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Menjaga Kebersihan Rumah Sakit Berdasarkan hasil wawancara dengan 14 perawat dari 7 instalasi di RSU Mitra Medika Medan, diketahui bahwa dalam menjaga kebersihan untuk pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial, kemampuan 10 dari 14 perawat (71,43%) di RSU Mitra Medika telah tergolong baik. Namun, masih terdapat 4 perawat yang belum mampu menjalankan perannya dalam menjaga kebersihan rumah sakit. Hal ini terlihat dari pernyataan berikut: Dalam menjaga kebersihan RS, kami hanya membuang sampah pada tempatnya..itu aja sih..dan sudah ada CS yang membantu (Informan 1). Kalau untuk kebersihan ruangan kami dibantu CS.. paling yang kami lakukan hanya membuang sampah sesuai tempatnya.. itu saja sih.. (Informan 5). Limbah yang terkena darah kotoran pasien, air liur pasien dimasukkan ke ember hitam khusus untuk limbah infeksius (Informan 2). Untuk limbah infeksius seperti plasenta kami serahkan ke keluarga nya.. sebelumnya kami bersihkan pakai air mengalir.. kemudian kami taruh ke dalam plastik dan kami serahkan (Informan 4). Dari matrik jawaban di atas, diperoleh informasi bahwa informan lebih cenderung menyerahkan tugasnya kepada Cleaning Service (CS) dalam menjaga kebersihan rumah sakit untuk pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial. Mereka menganggap perannya hanya sebatas membuang sampah, padahal selain hal

73 56 tersebut perawat harus mampu membersihkan bed dan meja pemeriksaan pasien dengan menggunakan cairan desinfektan, memilah limbah dan membuangnya ke tempat sampah tertutup sesuai jenisnya (infeksius, non infeksius dan benda tajam), mengganti laken yang kotor setiap hari atau bila terkena cairan tubuh, dan menempatkan laken kotor non infeksius dan infeksius yang terkena darah/cairan tubuh secara terpisah. Kemudian dari hasil wawancara tersebut juga ditemukan masih terdapat perawat yang kurang mampu melakukan pemilahan dan pengelolahan limbah secara baik dan benar, padahal berdasarkan kebijakan rumah sakit yang mengacu pada beberapa peraturan jelas tertulis bahwa limbah infeksius ditempatkan pada tong sampah berwarna kuning, sedangkan tong sampah hitam digunakan untuk menampung limbah non infeksius. Disamping itu, juga terdapat pernyataan berupa plasenta yang merupakan bagian dari jaringan tubuh dan tergolong sebagai sampah infeksius seharusnya menjadi kewajiban rumah sakit untuk mengelolahnya, dan walaupun harus diserahkan kepada keluarga karena alasan budaya seharusnya mengikuti prosedur yang telah ditetapkan, dimana plasenta seharusnya didesinfeksi dan dikemas ke dalam toples sebelum diserahkan kepada keluarga. Dari hasil observasi peneliti terhadap seluruh informan dalam hal menjaga kebersihan rumah sakit sudah dilakukan secara rutin, ternyata hanya 5 dari 14 perawat (35,71%) yang melakukannya dengan maksimal, sebagaimana pada matrik berikut ini:

74 57 Tabel 4.2. Matrik Hasil Observasi terhadap Kemampuan Perawat dalam Menjaga Kebersihan Rumah Sakit secara Rutin Informan Dilakukan Ya Tidak 1 Perawat Pelaksana Poliknilik 2 Perawat Pelaksana Rawat Inap 3 Perawat Pelaksana Ruang Bayi (Perinato) 4 Bidan Pelaksana Ruang Kebidanan 5 Perawat Pelaksana Ruang Operasi 6 Perawat Pelaksana ICU 7 Perawat Pelaksana IGD 8 KaRu Poliklinik 9 KaRu Rawat Inap 10 KaRu Ruang Bayi (Perinato) 11 KaRu Ruang Kebidanan 12 KaRu Ruang Operasi 13 KaRu ICU 14 KaRu IGD Data Hasil Penelitian, 2016 Selain kemampuan beberapa perawat yang belum baik, hambatan dalam pelaksanaan kegiatan menjaga kebersihan rumah sakit antara lain : Plastik untuk lapis tong sampahnya selalu habis.. apalagi kalau operasi lagi banyak., jadi kami tuang langsung limbahnya ke dalam tong sampah infeksius.. nanti misalnya besok sudah diambil baru kami cuci.. (Informan 5). Jeregen benda tajam hanya tersedia satu di nurse station jadi setiap kali selesai menyuntik kami recapping jarum suntik nya dan taruh sementara di neilbaken (Informan 6). Laken kadang kala tidak cukup sehingga digunakan berulang.. jika laken nya tidak basah dan masih bersih ga kami ganti per pasien.. soalnya kalau nanti kami ganti semua sementara stoknya gak ada jadinya bed nya tidak berlaken.. (Informan 7). Kalau untuk linen kadang jumlahnya kurang.. jadi harus dicatat. terus sering kurang bersih, misalnya rambut atau kapas berlengketan di linen itu jadi kurang steril, terpaksa kita buangi helai demi helai. (Informan 12).

75 58 Laken masih kurang, karena pasien kadang muntah berkali-kali... laken hanya 1 kali dicuci, bahkan laken pernah kosong. Jadi kadang kami pinjam dari ruangan lain. Sering kejadian kalau pagi laken yang dijemput petugas laundry 10, pengembaliannya sore hanya 8. Dan bisa juga menjadi 15.. terkadang saat mereka mengembalikan kami sedang sibuk.. kami tidak menghitung.. (Informan 13). Plastik (tong sampah) kadang sama-sama warna hitam.. (Informan 14). Berdasarkan rangkuman matriks jawaban di atas, dapat dinyatakan bahwa beberapa sarana dan prasarana yang mendukung perawat dalam menjaga kebersihan rumah sakit masih terbatas. 2. Pelaksanaan Cuci Tangan Berdasarkan hasil wawancara dengan 14 perawat dari 7 instalasi di RSU Mitra Medika Medan tentang cara dan tahapan dalam melakukan cuci tangan untuk pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial, diperoleh informasi bahwa kemampuan 12 dari 14 perawat (85,71%) dalam pelaksanaan cuci tangan sudah tergolong baik. Pada umumnya, dalam tahapan pelaksanaan cuci tangan, sebagian besar perawat sudah mengetahui aturan 6 langkah dan 6 waktu sesuai rekomendasi WHO. Enam langkah cuci tangan dilakukan dengan membersihkan area telapak tangan, punggung tangan, sela-sela jari, diikuti dengan gerakan mengunci dan membersihkan ibu jari serta ujung-ujung jari yang dilakukan pada saat 6 waktu, yaitu: sebelum kontak dengan pasien, sebelum tindakan, sesudah kontak dengan pasien, sesudah kontak dengan lingkungan pasien, sesudah memakai sarung tangan dan sesudah kontak dengan cairan tubuh pasien.

76 59 Akan tetapi, masih terdapat dua perawat yang belum mampu melaksanakan cuci tangan dengan baik dan benar seperti penyataan berikut: Saya masih sering lupa tahapan cuci tangan walaupun selalu ada direspon saat overan di nursestation, saya sering lupa.. (Informan 2). Kalau pake handrub tangan dicuci selama menit.. eh detik, dengan air detik.. ehm.. salah detik maksudnya.. kadangkadang lupanya gini.. kalau sudah dipanggil sus.. cairan infusnya habis.. nah disana sering kelupaan cuci tangan karena uda mau cepat..(informan 4) Dari matriks diatas terlihat bahwa perawat terkadang masih melupakan tahapan dan durasi cuci tangan serta sering lupa mencuci tangan karena ada tindakan spontan, padahal hal tersebut tidak sesuai SPO. Berdasarkan hasil observasi peneliti terhadap seluruh informan di RSU Mitra Medika Medan dalam hal perawat mencuci tangan dengan air, sabun ataupun handrub, ternyata hanya 6 perawat (42,86%) yang melakukan 6 waktu 6 langkah cuci tangan dengan prosedur yang benar, sebagaimana pada matrik berikut ini: Tabel 4.3. Matrik Hasil Observasi terhadap Kemampuan Perawat dalam Melaksanakan Cuci Tangan Informan Dilakukan Ya Tidak 1. Perawat Pelaksana Poliknilik 2. Perawat Pelaksana Rawat Inap 3. Perawat Pelaksana Ruang Bayi (Perinato) 4. Bidan Pelaksana Ruang Kebidanan 5. Perawat Pelaksana Ruang Operasi 6. Perawat Pelaksana ICU 7. Perawat Pelaksana IGD 8. KaRu Poliknilik 9. KaRu Rawat Inap 10. KaRu Ruang Bayi (Perinato)

77 KaRu Ruang Kebidanan 12. KaRu Ruang Operasi 13. KaRu ICU 14. KaRu IGD Data Hasil Penelitian, 2016 tangan adalah: Adapun beberapa hambatan yang dialami perawat dalam pelaksanaan cuci Karena kelamaan.. biasanya bayinya sudah nangis duluan.. apalagi kalo bayi nya sedang banyak dan nangis semua.. kan ga mungkin siap dikasih susu kita handrub dulu. Pernah bayi sampai 8 orang, perawat yang bertugas cuman 2 orang.. (Informan 3). Yang enam langkah, jujur saja belum diaplikasi semua.. kadang ada yang terlupakan.. lihat kondisi nya juga, misalnya kalau lagi rame kesana kemari jadinya kelupaan.. (Informan 7). SDM kami masih kurang.. kami hanya 8 orang termasuk saya.. pasien kalau hari senin bisa mencapai 120 orang.. manalagi dokter kadang mau datang semua bersamaan.. kami kan repot.. ga sempat kalau semua dilakukan..paling dilakukan pun ga sampai 6 langkah.. hanya sekedar saja.. (Informan 8). Repot.. karena gimana ya.. memang sepele.. cuma tetap saja lama waktunya, belum lagi sana sini sudah panggil.. kami 1 shift hanya 3-4 orang dengan pasien setiap hari.. (Informan 9). Dari beberapa matriks jawaban di atas terlihat bahwa kesibukan perawat akibat jumlah SDM yang belum sesuai dengan kebutuhan menjadi kendala terbesar perawat dalam pelaksanaan cuci tangan. Disamping itu, hambatan lain yang dihadapi perawat dalam melaksanakan cuci tangan adalah sebagai berikut: Kalau untuk wastafel, kami susah.. karena nurse station kami belum ada.. jadi kalau mau mencuci tangan dengan air mengalir kami harus ke VK atau ke nurse station lantai 3.. (Informan 4). Untuk handuk buat lap cuci tangannya aja.. Itu selalu kurang.. bahkan pernah 1 hari gak ada.. kami tanya orang laundry juga tidak tau kemana handuknya.. (Informan 7).

78 61 Cuman yah hambatan nya handuk untuk lap tangan itu.. padahal uda dikasih buah dari PPI, tapi setiap kali diantar ke laundry berkurang.. sekarang paling banyak handuknya cuma 80.. kalau handuknya dipakai berulang yah jadi infeksi juga.. (Informan 8). Brush tidak ada, sudah diminta tapi yang diberi brush alat bukan untuk brush tangan. Jadi selama ini kita pakai sabun saja karena brushnya keras sakit bila dipakai.. (Informan 12). Kurang nyaman aja klo pake handrub karena lengket-lengket di tangan... (Informan 2). Karena kalau pake handrub terasa makin lengket.. (Informan 5). Dari beberapa matriks diatas dapat terlihat bahwa fasilitas pendukung perawat untuk melakukan cuci tangan belum mencukupi kebutuhan. Selain itu, perawat juga merasa tidak nyaman dalam menggunakan sarana dan prasarana cuci tangan yang telah tersedia. 3. Menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) Berdasarkan hasil wawancara dengan 14 perawat dari 7 instalasi/bagian di RSU Mitra Medika Medan tentang menggunakan alat pelindung untuk pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial mencakup cara menggunakan dan tahapan menggunakannya, diperoleh informasi bahwa kemampuan 7 dari 14 perawat (50%) dalam menggunakan APD telah tergolong baik. Namun, beberapa perawat lainnya kurang mampu menggunakan APD secara baik dan benar seperti pernyataan berikut: APD pada bayi, biasanya (dipakai) pada saat melakukan injeksi vitamin K, menginfus, pasang NGT atau pada saat membersihkan kotoran bayi, ehm.. apa lagi ya.. lupa.. kalau buang linen biasanya tidak pakai handscoen.. (Informan 3).

79 62 Lupa pake handscoen karena kondisi tiba-tiba seperti dipanggil pas infus pasien terlepas jadi darah pasiennya kan nyocor.. mau balik lagi ambil handscoen kadang-kadang gak sempat.. kan kasihan juga pasiennya.. yang terpaksa kami pegang dulu.. nanti baru kami cepatcepat cuci tangan..(informan 4). Handscoen dipakai saat melakukan injeksi dan mengganti perban tapi ga selalu dipake soalnya kan boros.. (Informan 1). APD dipakai untuk satu orang satu pasien. saat melakukan tindakan, infus, mengganti pampers, hanya itu.. Klo untuk menginjeksi tidak ganti sarung tangan karena biar menghemat.. (Informan 2). Waktu bayi buang air besar juga tapi tidak selalu.. karena klo kita hitung-hitung bisa habis dong 1 kotak sarung tangan itu.. (Informan 10). Dari matriks tersebut diatas, terlihat bahwa masih terdapat perawat yang belum mengetahui prinsip universal precaution secara benar. Perawat belum mengetahui tindakan-tindakan apa saja yang memerlukan penggunaan APD dan terkadang masih tidak menggunakan APD akibat kesibukan akan pekerjaannya. Selain itu, beberapa perawat belum paham penggunaan APD harus per pasien per tindakan yang bersentuhan dengan cairan tubuh karena takut menghabiskan sumber daya rumah sakit. Hasil observasi peneliti terhadap informan di RSU Mitra Medika Medan dalam hal penggunaan APD sesuai prosedur seperti sarung tangan, gaun pelindung, masker, pelindung mata, pelindung wajah yang disesuaikan dengan kegiatan pada tempat tugasnya, terlihat pada matrik berikut ini:

80 63 Tabel 4.4. Matrik Hasil Observasi terhadap Kemampuan Perawat dalam Menggunakan Alat Pelindung Informan Dilakukan Ya Tidak 1. Perawat Pelaksana Poliknilik 2. Perawat Pelaksana Rawat Inap 3. Perawat Pelaksana Ruang Bayi (Perinato) 4. Bidan Pelaksana Ruang Kebidanan 5. Perawat Pelaksana Ruang Operasi 6. Perawat Pelaksana ICU 7. Perawat Pelaksana IGD 8. KaRu Poliknilik 9. KaRu Rawat Inap 10. KaRu Ruang Bayi (Perinato) 11. KaRu Ruang Kebidanan 12. KaRu Ruang Operasi 13. KaRu ICU 14. KaRu IGD Data Hasil Penelitian, 2016 Dari tabel di atas terlihat bahwa hanya 5 perawat (35,71%) yang menggunakan APD dengan tepat dan sesuai prosedur. Berdasarkan hasil wawancara, hambatan yang dihadapi perawat berkaitan dengan APD antara lain: Ukuran handscoen itu selalu berubah-ubah.. kadang terlalu besar kadang terlalu kecil.. kadang tertarik jadinya koyak.. (Informan 8). Handschoen yang tersedia kebesaran saja ukurannya sehingga kurang nyaman.. (Informan 11). Topi kami gak ada.. celemek kami gak ada.. jadi kalau ada pemasangan CVC kami minjam nya ke OK.. (Informan 6). Sering lupa.. dan untuk apron jumlahnya juga kurang (Informan 14). Berdasarkan matriks jawaban di atas, terlihat bahwa informan kurang nyaman dengan APD yang tersedia, sehingga kepatuhan mereka dalam menggunakan APD

81 64 menjadi kurang baik. Hambatan lainnya adalah APD selain sarung tangan dan masker yang masih belum tersedia di beberapa instalasi/bagian yang membutuhkan. 4. Menggunakan Teknik Aseptik Berdasarkan hasil wawancara dengan 14 perawat dari 7 instalasi di RSU Mitra Medika Medan tentang menggunakan teknik aseptik mencakup melakukan teknik dan tahapan pelaksanaannya, diperoleh informasi bahwa kemampuan 10 dari 14 (71,43%) perawat di RSU Mitra Medika Medan masih kurang baik. Beberapa matriks jawaban diantaranya adalah: Untuk perawatan tali pusat biasanya di lakukan setelah bayi dimandikan.. caranya pertama pakai handscoen lalu tali pusat di bungkus dengan kasa steril.. cuman terkadang lupa untuk cuci tangan... (Informan 3). Menolong persalinan tetap pakai handscoen yang non steril, menjahit luka jalan lahir juga.. (Informan 4). Cuman kami tidak menggunakan handscoen steril (untuk menjahit luka).. karena menurut saya luka itu kan waktu datang kotor jadi yah gak apaapa kalau tidak pake yang non steril.. (Informan 7). Pasang kateter digunakan sarung tangan biasa karena tak ada sarung tangan steril,didesinfeksikan dengan air dari dalam ke luar. (Informan 2). Untuk kateter ada dengan jelly.. dan untuk perempuan pakai kapas cebok.. laki-laki pakai apa ya.. (Informan 1). Sebelum dipasang kateter didesinfeksi dulu dipakaikan kapas cebok labianya (Informan 4). Untuk pasang kateter laki-laki kami bersihkan alat kelamin dengan kapas yang dibasahi betadine dan diusap dari dalam ke luar.. kalau perempuan kami pakai kaceb yang kami minta dari kebidanan.. (Informan 9). Dari matrik jawaban di atas diketahui dalam menggunakan teknik aseptik, terdapat beberapa perawat kurang menguasai kapan saja tindakan aseptik dilakukan.

82 65 Masih terdapat perawat yang melupakan cuci tangan dalam melakukan teknik aseptik. Dalam pemasangan kateter, menjahit luka dan menolong persalinan, perawat belum menggunakan sarung tangan steril. Selain itu, pada tahapan pemasangan kateter perawat masih ada yang lupa melakukan desinfeksi dan cairan desinfeksi yang digunakan untuk pemasangan kateter belum sesuai SPO, yaitu chlorhexipenidine. Perawat masih menggunakan jelly, kapas cebok, cairan betadine bahkan air untuk melakukan desinfeksi. Hasil observasi peneliti bahwa peneliti terhadap seluruh informan dalam hal menggunakan teknik aseptik terlihat pada matrik berikut ini: Tabel 4.5. Matrik Hasil Observasi terhadap Kemampuan Perawat dalam Menggunakan Teknik Aseptik Informan Dilakukan Ya Tidak 1. Perawat Pelaksana Poliknilik 2. Perawat Pelaksana Rawat Inap 3. Perawat Pelaksana Ruang Bayi (Perinato) 4. Bidan Pelaksana Ruang Kebidanan 5. Perawat Pelaksana Ruang Operasi 6. Perawat Pelaksana ICU 7. Perawat Pelaksana IGD 8. KaRu Poliknilik 9. KaRu Rawat Inap 10. KaRu Ruang Bayi (Perinato) 11. KaRu Ruang Kebidanan 12. KaRu Ruang Operasi 13. KaRu ICU 14. KaRu IGD Data Hasil Penelitian, 2016

83 66 Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa hanya 4 dari 14 perawat yang melakukan teknik aseptik dengan tepat dan sesuai prosedur. Beberapa hambatan yang dihadapi perawat berkaitan dengan teknik aseptik antara lain: Yah.. masih banyak yang kami belum lakukan dengan benar.. terutama untuk pemasangan kateter, seperti harus pakai sarung tangan steril, cara desinfeksi nya.. karena selama ini belum ada arahan untuk itu selama ini..(informan 1). Untuk handscoen steril hanya dokter yang pakai.. kalau kami cuma pakai handscoen yang tersedia di kotak-kotak itu.., karena selama ini kami belum tau.. (Informan 4). Karena selama ini belum ada advice (Informan 7). Kalau untuk sarung tangan steril untuk bantu persalinan sih tidak, apa harus steril ya? Tapi saya ga pernah dikasi tau. Saya baru tau ini.. (Informan 11). Ga ada sih.. paling sering lupa.. nanti dipelajari lagi.. (Informan 2). Kami belum menggunakan sarung tangan steril untuk pasang kateter.. karena gak terbiasa pakai yang steril.. (Informan 9). Dari beberapa matriks jawaban di atas, terlihat bahwa sebagian besar perawat merasa belum mendapat pengarahan terkait pemakaian sarung tangan steril untuk melakukan tindakan aseptik. Selain itu, perawat mengaku sering lupa atas arahan yang telah diberikan dan belum terbiasa dengan prosedur yang telah ditetapkan. 5. Melapor kepada Dokter Jika Ada Tanda dan Gejala Infeksi Berdasarkan hasil wawancara dengan 14 perawat dari 7 instalasi di RSU Mitra Medika Medan tentang melapor kepada dokter jika ada tanda dan gejala infeksi mencakup cara dan tahapan dalam pelaksanaannya, diperoleh informasi bahwa dalam melapor kepada dokter jika ada tanda dan gejala infeksi, kemampuan 13

84 67 dari 14 perawat (92,86%) di RSU Mitra Medika Medan tergolong baik. Adapun beberapa pernyataannya adalah: Bila dijumpai tanda dan gejala infeksi nosokomial, biasanya tanda-tanda infeksi itu kemerahan, bengkak, kadang berpus dan lain-lain.. biasa bila ada tanda sepeti itu kami lapor dan minta dokter memeriksa.. (Informan 7). Jika ada flebitis dengan tanda ada luka, merah, panas dan nyeri, saya melapor ke karu dulu.. bila izin maka saya ganti, bisa saya atau karu yang melapor ke dokternya. (Informan 2). Kalo via phone sebelumnya kita perkenalkan diri.. baru kita ceritakan kondisi pasien sesuai hasil pemeriksaan, vital sign nya dan lain-lain.. baru kita tanyakan apa rekomendasinya.. baru kita catat.. untuk memastikannya kita baca ulang kembali.. misalnya obat yang kita tambahankan ini ya dok, dosisnya segini.. baru kita ucapkan selamat siang dan tutup teleponnya.. (Informan 13). Dari matrik jawaban di atas diketahui perawat telah mengetahui biasanya tanda-tanda infeksi itu kemerahan, bengkak, dan sebagainya. Tahapan pelaporan bila dijumpai tanda-tanda infeksi pada pasien perawat pelaksana melaporkan ke kepala ruangan, atau ke dokter jaga atau ke PPI untuk dilanjutkan ke dokter spesialis. Kadang kala perawat pelaksana langsung menghubungi dokter spesialis melalui telepon. Saat melaporkan perawat pelaksana menceritakan situasi dan background pasien, hasil assemen pasien, dan dikonfirmasi apa rekomendasi dari dokter spesialisnya. Selanjutnya perawat membuat catatan di rekam medis pasien. Umumnya, setelah dilaporkan langsung dokter memeriksa dan pasien dikasih terapi. Akan tetapi, terdapat 1 informan yang belum mengetahui dengan benar prosedur di atas, seperti pada pernyataan berikut:

85 68 Cara laporkan dan komunikasi bila ada infeksi. Biasanya ya melapor ke dokter operator sesuai tanda infeksi yang muncul nanti paling disuruh naikkan antibiotik. (Informan 12). Berdasarkan hasil observasi terhadap seluruh informan di RSU Mitra Medika Medan dalam hal perawat melapor kepada dokter jika ada tanda dan gejala infeksi secepat mungkin, sebagaimana pada matrik berikut ini: Tabel 4.6. Matrik Hasil Observasi terhadap Kemampuan Perawat dalam Melapor kepada Dokter jika Ada Tanda dan Gejala Infeksi Informan Dilakukan Ya Tidak 1: Perawat Pelaksana Poliklinik 2: Perawat Pelaksana Rawat Inap 3:Perawat Pelaksana Ruang Bayi (Perinato) 4: Bidan Pelaksana Ruang Kebidanan 5: Perawat Pelaksana Ruang Operasi 6: Perawat Pelaksana ICU 7: Perawat Pelaksana IGD 8: Karu Poliklinik 9: Karu Rawat Inap 10: Karu Ruang Bayi (Perinato) 11: Karu Kebidanan 12: Karu Operasi 13: Karu ICU 14: Karu IGD Data Hasil Penelitian, 2016 Dari tabel diatas, terlihat hanya 11 perawat (78,51%) yang melapor kepada dokter jika ditemukan tanda dan gejala infeksi nosokomial. Hambatan dalam pelaksanaannya adalah: Dokter spesialis bisa tiba-tiba gak datang.. jadi pasien terpaksa kami ganti perban dulu sendiri (Informan 1). Dokter spesialisnya agak susah dihubungi, terutama di hari libur.. (Informan 7).

86 69 Berdasarkan matriks jawaban di atas, terlihat bahwa komitmen dokter yang belum baik menjadi hambatan bagi perawat. 6. Melakukan Isolasi terhadap Pasien dengan Penyakit Menular Berdasarkan hasil wawancara dengan 14 perawat dari 7 instalasi di RSU Mitra Medika Medan tentang melakukan isolasi terhadap pasien dengan penyakit menular bagaimana melakukan isolasi dan bagaimana tahapan yang dilakukan, diperoleh informasi kemampuan 8 dari 14 (57,14%) perawat di RSU Mitra Medika Medan masih kurang baik sebagaimana terlihat dari pada beberapa contoh matrik berikut ini: Biasanya pasien menular kami rawat di kamar isolasi, kek pasien TB.. DM dengan ganggren, hepatitis.. ehm.. yang menular lah pokoknya.. (Informan 6). Pasien yang butuh isolasi misalnya pasien HIV AIDS, cacar, dan TB paru dipisahkan dan dirawat di ruangan khusus.. (Informan 2). Setau saya yang perlu diisolasi dan dirawat terpisah itu pasien TB paru, pasien DM yang ada ganggren nya karena kan terganggu karena baunya, HIV.. terus pasien-pasien yang menular lainnya.. (Informan 13). Dari matrik jawaban di atas diketahui bahwa dalam melakukan isolasi terhadap pasien dengan penyakit menular, perawat belum mampu dalam menetapkan kategori pasien dengan penyakit menular yang perlu diisolasi. Sebagian besar perawat masih mengganggap bloodborne disease tertentu seperti hepatitis dan HIV yang perlu diisolasi, bahkan beberapa diantaranya menjawab pasien DM dengan ganggren yang diisolasi, padahal kebijakan rumah sakit mengharuskan penyakit dengan airborne disease saja seperti pasien tuberculosis paru aktif yang wajib diisolasi. Kondisi ini

87 70 akan mengakibatkan sering penuhnya kamar isolasi akibat penggunaan kamar yang sering tidak efisien. Hal ini dipertegas oleh pernyataan berikut: Kamar yang terutama.. itu selalu penuh.. (Informan 9). Karena ruangan isolasi kita selalu penuh, terpaksa pasien kadang dirujuk (Informan 7). Berdasarkan hasil observasi peneliti terhadap seluruh informan di RSU Mitra Medika Medan dalam hal melakukan isolasi terhadap pasien dengan penyakit menular dengan baik dan benar dapat terlihat pada matrik berikut ini: Tabel 4.7. Matrik Hasil Observasi terhadap Kemampuan Perawat dalam Melakukan Isolasi terhadap Pasien dengan Penyakit Menular Informan Dilakukan Ya Tidak 1: Perawat Pelaksana Poliklinik 2: Perawat Pelaksana Rawat Inap 3:Perawat Pelaksana Ruang Bayi (Perinato) 4: Bidan Pelaksana Ruang Kebidanan 5: Perawat Pelaksana Ruang Operasi 6: Perawat Pelaksana ICU 7: Perawat Pelaksana IGD 8: Karu Poliklinik 9: Karu Rawat Inap 10: Karu Ruang Bayi (Perinato) 11: Karu Kebidanan 12: Karu Operasi 13: Karu ICU 14: Karu IGD Data Hasil Penelitian, 2016 Dari tabel di atas, terlihat bahwa 8 dari 14 perawat (57,14%) belum melakukan isolasi dengan baik dan benar terhadap pasien menular. Tahapan yang seharusnya dilakukan berkaitan dengan isolasi terhadap pasien dengan penyakit menular pada umumnya perawat memakaikan APD pada pasien mulai dari IGD dan

88 71 perawat sendiri juga memakai APD serta melakukan cuci tangan. Pasien kemudiaan ditempatkan di ruangan khusus isolasi. Selama dalam ruang isolasi pasien diberi edukasi kepada pasien, keluarga, dan pengunjung tentang etika batuk, cuci tangan, dan pemakaian APD jika diperlukan. Selain kemampuan para perawat yang kurang baik, hambatan lain dalam pelaksanaannya adalah: Belum ada ruangan tunggu khusus untuk pasien TB di Poliklinik (Informan 1). Masker sih.. itu belum standar isolasi.. (Informan 13). Kamar isolasi di IGD yang belum ada.. itu sangat perlu kalau menurut saya (Informan 7). Cuma saya ga tau dimana posisi kamar isolasi untuk pasien bayi disini.. (Informan 3). Kendala nya kalau pasien nya orang tua.. kadang-kadang dia tambah sesak perasaan dia kalau pake masker (Informan 8). Kalau dari pasien ini juga kadang hambatan, ada keluarga yang ga mau kadang pasiennya diisolasi.. gak apa-apa lah mereka bilang.. (Informan 13). Dari beberapa matriks jawaban di atas terlihat bahwa keterbatasan fasilitas pendukung kembali menjadi hambatan bagi perawat. Disamping itu, hambatan lainnya adalah masih terdapat perawat yang belum mengetahui letak kamar isolasi dan penolakan yang berasal dari pasien dan keluarga. 7. Membatasi Paparan Pasien terhadap Infeksi yang Berasal dari Pengunjung Berdasarkan hasil wawancara dengan 14 perawat dari 7 instalasi di RSU Mitra Medika Medan tentang membatasi paparan pasien terhadap infeksi yang berasal dari

89 72 pengunjung mencakup cara membatasi paparan pasien terhadap infeksi yang berasal dari pengunjung dan tahapan yang dilakukan dalam pelaksanaannya, diperoleh informasi bahwa dalam membatasi paparan pasien terhadap infeksi yang berasal dari pengunjung, kemampuan 11 dari 14 perawat (78,57%) di RSU Mitra Medika Medan tergolong baik, sebagaimana dirangkum pada matrik berikut ini. Ehm.. kalau kami batasi 2 orang pengunjung untuk 1 pasien, kalau sudah berlebih kami suruh keluar dulu.. nanti ganti-gantian.. selain itu kami berlakukan jam berkunjung, yaitu jam dan jam (Informan 6). Yah tadi.. dibatasi pengunjungnya.. biasanya dipakaikan APD seperti topi, masker dan baju pengunjung dan kami damping dan diberi edukasi jangan menyentuh alat dan menjaga jarak dari peralatan di ruangan ini agar alat steril tidak terkontaminasi.. (Informan 5). Dari matrik jawaban di atas diketahui pada umumnya, perawat melakukan pencegahan paparan infeksi dengan cara membatasi jumlah pengunjung, bahkan di ruangan tertentu seperti kamar operasi dan ruang bayi tidak diperkenankan pengunjung untuk masuk, dan di ICU diberlakukan jam berkunjung. Selain itu, pengunjung yang diperbolehkan masuk diberikan edukasi seperti diajari cara mencuci tangan yang baik dan benar sebelum dan sesudah menyentuh pasien, memakai APD, dan cara mencegah kontaminasi lainnya. Namun, beberapa perawat masih menganggap bahwa peran mereka dalam membatasi paparan pasien terhadap infeksi hanya sekedar membatasi jumlah pengunjung, seperti penyataan berikut: Paling kami batasi jumlah pengunjung.. Itu aja sih.. (Informan 10).

90 73 Kami batasi jumlah pengunjung.. biasanya kami batasi 1 pasien 1 orang pengunjung.. kalau terlalu ramai yah kami suruh keluar.. Itu saja sih.. (Informan 7). Padahal, peran paling penting yang harus dilakukan perawat adalah memberikan edukasi dengan baik dan benar terhadap pengunjung yang diperkenankan masuk. Dari hasil observasi peneliti terhadap seluruh informan di RSU Mitra Medika Medan dalam hal pencegahan paparan pasien terhadap infeksi yang berasal dari pengunjung, ternyata hanya 5 dari 14 perawat (35,71%) yang membatasi paparan pasien terhada infeksi yang berasal dari pengunjung dengan baik dan benar dapat terlihat pada matrik berikut ini: Tabel 4.8. Matrik Hasil Observasi terhadap Kemampuan Perawat dalam Membatasi Paparan Pasien terhadap Infeksi yang Berasal dari Pengunjung Informan Dilakukan Ya Tidak 1: Perawat Pelaksana Poliklinik 2: Perawat Pelaksana Rawat Inap 3:Perawat Pelaksana Ruang Bayi (Perinato) 4: Bidan Pelaksana Ruang Kebidanan 5: Perawat Pelaksana Ruang Operasi 6: Perawat Pelaksana ICU 7: Perawat Pelaksana IGD 8: Karu Poliklinik 9: Karu Rawat Inap 10: Karu Ruang Bayi (Perinato) 11: Karu Kebidanan 12: Karu Operasi 13: Karu ICU 14: Karu IGD Data Hasil Penelitian, 2016

91 74 Berdasarkan hasil wawancara, hambatan dalam pelaksanaannya antara lain: Kadang kami ga sempat edukasi, karena jika semua pengunjung diedukasi.. pasien akan terbengkalai (Informan 1). Ehm.. edukasi cuci tangan belum.. karena kalo untuk pembatasan aja belum bisa, gak mungkin kami sempat ajari lagi.. tergantung jam dan polinya.. kalau lagi rame jujur itu gak akan sempat.. (Informan 8). Yah.. jujur kami juga ga sempat kalo untuk edukasi pengunjungnya satu-satu karena kerjaan kami juga banyak. Jadi gak berjalan juga.. (Informan 9). Dari beberapa matriks jawaban di atas, terlihat bahwa kesibukan perawat kembali menjadi hambatan. Selain itu, hambatan lainnya adalah faktor budaya dan pengunjung yang menolak untuk diberikan edukasi, seperti yang dinyatakan oleh beberapa informan berikut: Cuman kadang-kadang mau juga pengunjungnya naik lebih dari 4 orang.. uda coba dijelaskan juga gak mau.. karena pasien beranggapan semakin banyak yang jenguk semakin cepat sembuh kami pun bingung jadinya.. (Informan 4). Banyak yang ga patuh.. yah kami kasih pengarahan.. kadang ada yang mau.. kadang ga.. kalau kita larang nanti marah.. (Informan 6). Soalnya klo kita ajarin mereka juga cuek aja, bahkan kita ajarin lagi, nengok pun engga.. (Informan 10). 8. Mempertahankan Keamanan Peralatan dan Perlengkapan Perawatan dari Penularan Infeksi Nosokomial Berdasarkan hasil wawancara dengan 14 perawat dari 7 instalasi di RSU Mitra Medika Medan tentang mempertahankan keamanan peralatan dan perlengkapan perawatan dari penularan infeksi nosokomial mencakup cara dan tahapan dalam pelaksanaannya, diperoleh informasi bahwa kemampuan 8 dari 14 perawat (57,14%)

92 75 di RSU Mitra Medika Medan sudah tergolong baik, namun masih terdapat 6 perawat (42,86%) yang kurang baik sebagaimana terlihat dari beberapa matriks di bawah ini: Untuk alat yang disterilakan.. Hmm aduh apa ya.. padahal da blajar dulu.. yang itu kalau kritikal yang kena membran mukosa, non kritikal seperti stetoskop (Informan 10). Untuk alat THT seperti spatel tounge, falk serumen, nasal forsep dan lain-lain termasuk set GV hanya disterilkan 1 kali di pagi hari (Informan 1). Klo nebul kadang-kadang dibersihkan, Tensi yang kadang sering lupa (Informan 14). Dari pernyataan di atas, terlihat bahwa masih terdapat perawat yang belum mampu menggolongkan alat-alat mana yang membutuhkan sterilisasi dan mana yang tidak. Selain itu, beberapa perawat juga belum memahami prosedur mempertahankan keamanan peralatan dan perlengkapan perawatan yang mengharuskan alat harus didesinfeksi atau disterilkan setiap kali selesai digunakan. Hasil observasi peneliti terhadap seluruh perawat pelaksana (informan) di RSU Mitra Medika Medan dalam mempertahankan keamanan peralatan dan perlengkapan perawatan dari penularan infeksi nosokomial dapat dilihat, yaitu : Tabel 4.9. Matrik Hasil Observasi terhadap Kemampuan Perawat dalam Mempertahankan Keamanan Peralatan dan Perlengkapan Perawatan dari Penularan Infeksi Nosokomial Informan Dilakukan Ya Tidak 1: Perawat Pelaksana Poliklinik 2: Perawat Pelaksana Rawat Inap 3:Perawat Pelaksana Ruang Bayi (Perinato) 4: Bidan Pelaksana Ruang Kebidanan 5: Perawat Pelaksana Ruang Operasi 6: Perawat Pelaksana ICU 7: Perawat Pelaksana IGD 8: Karu Poliklinik 9: Karu Rawat Inap

93 76 10: Karu Ruang Bayi (Perinato) 11: Karu Kebidanan 12: Karu Operasi 13: Karu ICU 14: Karu IGD Data Hasil Penelitian, 2016 Dari hasil observasi, ternyata hanya 5 (35,71%) perawat yang mempertahankan peralatan dan perlengkapan perawatan dari penularan infeksi nosokomial. Selain pemahaman perawat yang masih kurang baik, beberapa hambatan lain yang dialami dalam pelaksaannya adalah: Rata-rata alat GV set hanya 1 set di masing-masing poliklinik, jadi kalau ada 5 pasien yang pakai.. hanya dibersihkan dengan alkohol.. tidak sempat lagi disterilkan.. (Informan 1). Kendalanya di alat untuk inspekulo.. punya kami hanya 1.. klo ada 2 pasien yang harus di inspekulo, alat hanya satu.. yah gimana yah.. namanya sikon.. (Informan 4). Kadang gak sempat kalau stetoskop harus dibersihkan per pasien.. repot aja.. kan harus cuci tangan, bawa status pasien, dan lain-lain lagi.. (Informan 2). Kadang kelupaan hahhaha.. kadang ga sempat.. tapi pas overan shift selalu kami bersihkan lagi. (Informan 7). Berdasarkan matriks jawaban di atas, terlihat bahwa instrument dan alat medis belum mencukupi kebutuhan di instalasi/bagian tertentu. Selain itu, perawat juga masih sering lupa dan tidak sempat dalam mempertahankan keamanan peralatan dan perlengkapan perawatan dari penularan infeksi nosokomial.

94 77 BAB 5 PEMBAHASAN Dalam bab ini akan dibahas hasil penelitian yang telah dipresentasikan, yaitu: Dari hasil wawancara, hanya 2 dari 8 kemampuan pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial yang telah dikuasai dengan baik oleh perawat di RSU Mitra Medika apabila diasumsikan penguasaan terkait materi sudah baik pada lebih dari 80% informan yang diwawancarai. Kedua kemampuan yang telah dikuasai secara baik adalah dalam hal pelaksanaan cuci tangan dan melapor kepada dokter jika ada tanda dan gejala infeksi. Hal ini disebabkan karena kedua kemampuan tersebut merupakan bagian dari kegiatan rutinitas. Akan tetapi, jika dibandingkan dengan hasil observasi langsung terhadap informan, ternyata seluruh kemampuan perawat di RSU Mitra Medika Medan dalam pencegahan dan dan pengendalian infeksi nosokomial masih belum sesuai aturan WHO. Adapun penjabaran lebih lanjut terkait masing-masing kemampuan perawat tersebut adalah sebagai berikut: 5.1 Menjaga Kebersihan Rumah Sakit Berdasarkan hasil wawancara mendalam, ditemukan hanya 10 dari 14 perawat di RSU Mitra Medika yang memiliki kemampuan baik dalam menjaga kebersihan ruangan dan lingkungan rumah sakit. Namun, masih terdapat 4 perawat yang belum mengetahui perannya secara lengkap dalam menjaga kebersihan rumah sakit, kurang 77

95 78 mengetahui proses dan tahapan pemilahan dan pengelolahan limbah, serta penanganan linen secara baik dan benar. Padahal, berdasarkan studi dokumen rumah sakit terlihat bahwa dokumen pedoman dan SPO terkait pengelolahan limbah dan kebersihan rumah sakit sudah ada, bahkan telah tersedia di masing-masing instalasi/bagian. Tiga dari empat informan yang kurang mampu tersebut bahkan sudah pernah mengikuti pelatihan terkait PPI maupun sosialisasi SPO, namun kemampuan mereka terkait menjaga kebersihan lingkungan masih belum juga maksimal. Menurut asumsi peneliti, kondisi ini terjadi karena penalaran perawat yang belum baik. Menurut Asmadi (2008), pendidikan berpengaruh terhadap pola pikir individu, dengan kata lain pola pikir seseorang yang berpendidikan rendah akan berbeda dengan pola pikir seseorang yang berpendidikan tinggi. Pendidikan keperawatan mempunyai pengaruh besar terhadap kualitas pelayanan keperawatan, sehingga pendidikan yang tinggi dari seorang perawat akan memberi pelayanan yang optimal. Sejalan dengan hasil penelitian Saragih dan Rumapea (2010), terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat pendidikan dan kepatuhan perawat dalam menerapkan PPI di RS Columbia Asia Medan. Namun, berbeda dengan penelitian Herpan (2012) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara pendidikan dengan kinerja perawat dalam pengendalian infeksi nosokomial di RSU PKU Bantul Yogyakarta. Hal ini mungkin disebabkan karena masih ada institusi pendidikan keperawatan yang belum terakreditasi sehingga tidak menjamin para lulusannya

96 79 memiliki kemampuan yang baik pula. Di samping itu, hal tersebut juga mungkin disebabkan perbedaan lokus dan sampel pada penelitian tersebut. Berdasarkan hasil observasi terhadap informan, ternyata hanya 5 dari 14 perawat yang menjaga kebersihan rumah sakit secara rutin. Adapun kendala lain yang dihadapi para perawat dalam menjaga kebersihan rumah sakit adalah plastik pelapis tong sampah, jerigen benda tajam, dan laken yang masih kurang. Menurut Wilma (2013), ada hubungan bermakna secara signifikan antara dukungan manajemen berupa ketersediaan sarana dan prasarana penunjang dengan pelaksanaan pencegahan infeksi nosokomial oleh perawat pelaksana. Akan tetapi, IPCN RSU Mitra Medika menyatakan hal ini bukan terjadi karena kurangnya dukungan manajemen., melainkan karena koordinasi antar unit yang belum berjalan dengan baik. Direktur sih komitmen., apapun permintaan dari PPI selalu diberikan karena itu memang kebutuhan. Tetapi kadang proses koordinasi untuk pengadaannya sedikit terkendala karena butuh waktu koordinasi satu dengan yang lainnya seperti memohon untuk ditindaklanjutin, kadang lupa memasukkan dalam anggaran biaya sehingga agak lama.. (Informan 15). Dari pernyataan tersebut, dapat terlihat bahwa koordinasi antara bidang keperawatan, tim PPI, bagian logistik, dan bagian keuangan masih belum berjalan dengan maksimal. Akibatnya, ketika sarana dan prasarana tersebut habis terpakai sebelum waktunya maka akan membutuhkan waktu dan proses yang lama dalam pengadaannya.

97 Pelaksanaan Cuci Tangan Hasil wawancara mendalam menunjukkan bahwa dalam pelaksanaan cuci tangan, kemampuan 12 dari 14 perawat di RSU. Mitra Medika sudah tergolong baik, Sebagian besar perawat sudah memahami prosedur cuci tangan dengan handrub dan handwash dalam pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial. Hanya saja masih terdapat 2 informan yang kadang melupakan tahapan dan durasi cuci tangan, walaupun dari hasil observasi dokumen terlihat bahwa pedoman dan SPO terkait kebersihan tangan sebenarnya telah tersedia di setiap instalasi/bagian, termasuk gambar cuci tangan sesuai WHO telah ditempelkan di setiap tempat mencuci tangan. Bahkan menurut kepala ruangan dan IPCN, telah dilakukan responsi langsung kepada perawat pelaksana setiap harinya. Jika ada perawat yang belum tahu, kita beritahu agar mereka mengerti dan menerapkannya. Kita cari kendalanya dimana dan mereka diajari sampai mereka paham dan kebiasaan (Informan 15). Namun, pelaksanaan cuci tangan terutama bagi perawat pelaksana belum sepenuhnya membudaya. Hal ini mungkin disebabkan karena kedua perawat pelaksana tersebut masih baru bekerja selama 1-2 tahun di rumah sakit, sehingga pengalaman mereka dalam hal akreditasi rumah sakit masih kurang. Kondisi ini dipertegas oleh IPCN RS yang menyatakan sebagai berikut. PPI kan satu pokja saja.. sementara mereka harus melakukan pokja lain juga, jadi saya maklum.. (Informan 15). Sebagian besar perawat pelaksana di RSU Mitra Medika adalah perawat fresh graduate yang ratarata baru mulai bekerja di rumah sakit. Mereka belum pernah terpapar dengan

98 81 akreditasi rumah sakit selama proses pendidikan, sehingga dengan begitu banyaknya peraturan dan SPO terkait program kerja (pokja) akreditasi yang harus dikuasai, terkadang membingungkan perawat. Sejalan dengan penelitian Mathuridy (2015) juga menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara lama bekerja dengan kepatuhan melakukan enam langkah lima momen cuci tangan. Disamping itu, hasil penelitian Saragih dan Rumapea (2010) yang menyatakan adanya hubungan bermakna antara lama bekerja dengan tingkat kepatuhan melakukan cuci tangan di Rumah Sakit Columbia Asia Medan. Menurut Mulyatiningsih (2013), masa kerja biasanya dikaitkan dengan waktu mulai bekerja, dimana pengalaman kerja juga ikut menentukan sikap dan kinerja seseorang, semakin lama masa kerjanya maka kecakapan dan sikap seseorang akan lebih baik karena sudah menyesuaikan diri dengan pekerjaannya. Masa kerja yang lebih lama menunjukkan pengalaman kerja yang lebih pada seseorang dibandingkan dengan rekan kerja yang lain. Pengalaman kerja seseorang menentukan bagaimana seseorang perawat menjalankan fungsinya sehari-hari, karena semakin lama perawat bekerja maka akan semakin terampil dan berpengalaman dalam menghadapi masalah dalam pekerjaan. Berdasarkan hasil observasi, ternyata hanya 6 dari 14 perawat yang telah melaksanakan 6 langkah dan 6 waktu cuci tangan sesuai prosedur. Selain lama bekerja, hambatan terbesar pelaksanaan 6 langkah dan 6 waktu cuci tangan adalah kesibukan yang dihadapi oleh masing-masing perawat akibat kurangnya SDM. Dari

99 82 hasil wawancara dapat terlihat bahwa overload beban kerja perawat akibat perbandingan jumlah perawat dan pasien yang belum sesuai menjadi penyebab utama ketidakpatuhan cuci tangan. Hal ini sesuai dengan pernyataan IPCN RSU.Mitra Medika: Pengetahuan uda baik tapi untuk skillnya sendiri sering saya temui tidak sesuai standar, mereka berasalan kita tahu, hanya kami sibuk, kami tahu prinsipnya hanya kadang tidak sempat.. (Informan 15). Kondisi ini bertentangan dengan Wilma (2013) yang mengemukakan bahwa tidak ada hubungan antara ketersediaan tenaga (rasio perawat dan pasien) dengan pelaksanaan pencegahan infeksi nosokomial oleh perawat. Hal ini dimungkinkan karena alasan utama perawat tidak melakukan tindakan pencegahan infeksi nosokomial pada penelitian tersebut adalah tidak adanya sarana penunjang. Namun, hasil penelitian sejalan dengan Cimiotti (2012) yang mengungkapkan bahwa terdapat hubungan antara ketenagaan perawat (nurse staffing) dengan terjadinya infeksi nosokomial. Lebih lanjut penelitian yang dilakukan oleh Rogowski (2013) juga mengemukakan bahwa kurangnya tenaga perawat di unit neonatus akan meningkatkan resiko infeksi nosokomial dan angka kematian neonatus. Menurut Darmadi (2008), untuk mendapatkan asuhan keperawatan yang profesional, diperlukan/dituntut adanya ketenagaan/personalia yang memiliki kemampuan teknis dan non-teknis yang memadai, klasifikasi serta jumlahnya. Aspek beban kerja yaitu perbandingan jumlah penderita dengan tenaga keperawatan (pagi, siang, malam) serta jumlah penderita yang dirawat saat itu (kurang/penuh/melebihi

100 83 kapasitas tempat tidur yang tersedia) menjadi salah satu faktor yang turut berperan dalam pelaksanaan pencegahan dan pengendalian infeksi oleh perawat pelaksana. Adapun hambatan lain dari pelaksanaan cuci tangan pada penelitian ini adalah dari segi fasilitas cuci tangan, dimana terlihat di beberapa instalasi masih terdapat sarana-prasarana yang belum memadai. Selain itu, sarana dan prasarana yang tersedia saat ini tidak nyaman dipakai oleh perawat sehingga menjadi salah satu kendala dalam penerapan cuci tangan. Pemantauan tim PPI dan manajemen dalam memenuhi fasilitas cuci tangan sesuai dengan kebutuhan perawat belum optimal. Tim PPI dan manajemen hanya berfokus pada penyediaan handrub dan sabun cuci tangan, tanpa melihat aspek kenyamanan serta fasilitas pendukung lainnya. Sejalan juga dengan pernyataan WHO (2002) bahwa dalam mencuci tangan sering dilakukan tidak optimal. Hal ini dikarenakan berbagai alasan, misalnya kurangnya peralatan yang sesuai, tingginya perbandingan jumlah perawat dengan pasien, alergi terhadap produk pencuci tangan, kurangnya pengetahuan perawat tentang risiko dan cara mencuci tangan yang baik dan benar, terlalu lama waktu yang direkomendasikan untuk mencuci tangan. 5.3 Menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) Berdasarkan hasil wawancara mendalam, diketahui bahwa dalam menggunakan APD, 7 dari 14 perawat di RSU Mitra Medika Medan sudah mengetahui jenis-jenis APD dan cara menggunakannya. Dari studi dokumentasi, didapatkan juga bahwa SPO untuk pemakaian APD di masing-masing

101 84 instalasi/bagian sudah ada. Hanya saja, dari hasil observasi 5 dari 14 perawat belum menggunakan APD secara baik dan benar. Penggunaan sarung tangan di ruang rawat inap, rawat jalan (poliklinik), ruang bayi (perinatologi) dan ICU kadang kala belum digunakan per pasien per tindakan, padahal ketersediaan APD menurut masingmasing kepala ruangan di setiap instalasi selalui ada dan memenuhi. Kalau penyediaan APD di poliklinik selalu tersedia.. kami selalu dikasi 2 kotak.. itu habis dalam waktu 3 hari.. selalu saya ambil di apotik.. masker juga tidak pernah kosong.. (Informan 8). Kalau untuk APD ada terus.. selalu ada dan lancar.. APD yang ada seperti masker dan sarung tangan. Celemek yang tidak ada dipakai di sini. Karena jarang juga dipakai.. biasa kalau perlu kami ambil ke farmasi saja.. (Informan 9). Celemek, topi, masker, handschoen, sepatu, sandal dan lain-lain selalu ada dan cukup karena kita rajin mengecek, jika tinggal satu langsung dipesan.. (Informan 12). Masih ada, dan apabila sudah menipis kami minta dari bagian farmasi. Sekarang ini APD tidak pernah kosong.. (Informan 13). Hal ini bertentangan dengan Masloman, Kondou dan Tilaar (2015) yang menyatakan bahwa salah satu faktor yang memengaruhi petugas kesehatan dalam menggunakan APD dalam menjamin keselamatannya sebelum bersentuhan dengan pasien dan melakukan tindakan dapat dipengaruhi oleh ketersediaan APD tersebut. Wilma (2013) juga yang menyatakan bahwa semakin baik dukungan manajemen dalam menyediakan sarana dan prasarana penunjang maka pelaksanaan pencegahan infeksi yang dilakukan oleh perawat pelaksana menjadi semakin baik pula.

102 85 Menurut asumsi peneliti, hal ini disebabkan karena masih adanya rasa ketakutan perawat dalam menggunakan sumber daya rumah sakit. Perawat takut merugikan rumah sakit apabila menggunakan APD yang banyak. Ketakutan tersebut muncul akibat peraturan sebelumnya yang membatasi pemakaian APD dan mengharuskan perawat ganti rugi apabila APD yang digunakan tidak sesuai ketentuan. Hal ini terlihat dalam pernyataan berikut: Handscoen dipakai saat melakukan injeksi dan mengganti perban.. tapi ga selalu dipake soalnya kan boros.. (Informan 1). Setiap menginjeksi tidak ganti sarung tangan karena biar menghemat (Informan 2). Handscoen sebenarnya selalu tersedia di masing-masing kamar, cuman kami masih takut untuk pemakaiannya.. (Informan 6). Waktu bayi BAB tidak selalu (pakai handscoen).. karena klo kita hitung-hitung bisa habis dong 1 kotak sarung tangan itu.. (Informan 10). Selain hal tersebut, kurangnya pengalaman dan kesibukan perawat juga menjadi kendala utama dalam penggunaan APD. Di ruangan kebidanan karena jumlah perawat pelaksana tidak seimbang dengan jumlah pasien, para perawat cenderung sibuk sehingga tidak sempat memakai APD dalam kondisi emergency. Lupa pake handscoen kalau kondisi tiba-tiba seperti dipanggil karena infus pasien terlepas jadi darah pasiennya kan nyocor.. mau balik lagi ambil handscoen kadang-kadang gak sempat.. kan kasihan juga pasiennya.. yang terpaksa kami pegang dulu.. nanti baru kami cepat-cepat cuci tangan.. (Informan 4) Beberapa hambatan lain adalah, perawat merasa tidak nyaman terhadap APD yang disediakan, terutama sarung tangan. Perawat mengeluh sarung tangan yang

103 86 disediakan terlalu tipis dan gampang robek. Kemudian, ukuran sarung tangan yang disediakan juga tidak konsisten, kadang terlalu kecil kadang terlalu besar, sehingga perawat merasa kesulitan saat melakukan tindakan. Kondisi-kondisi tersebut di atas terjadi akibat kurangnya keterlibatan perawat dalam pengadaan APD. Pengadaan dan penyediaan APD hanya dilakukan dengan melibatkan direktur, tim PPI,bagian farmasi dan bagian keuangan. Sementara dalam hal pemantauan yang dilakukan oleh tim PPI hanya berfokus pada jumlah APD yang diberikan dan digunakan. Sehingga, kenyamanan dan kebutuhan beberapa jenis APD lain di lapangan kurang mendapat masukan. Ini tidak sesuai dengan perencanaan strategis yang menganjurkan perencanaan yang baik dimulai dari bottom-up system bukan top-down system. 5.4 Menggunakan Teknik Aseptik Dari hasil penelitian diketahui bahwa dalam menggunakan teknik aseptik, 10 dari 14 perawat di RSU Mitra Medika Medan belum paham, baik dari segi cara maupun tahapan-tahapannya. Pemahaman perawat akan teknik aseptik masih sangat minim. Kondisi di atas juga memprihatinkan karena menurut Darmadi (2008), jumlah perawat yang memiliki kemampuan dalam menjalankan dan mempraktikkan teknik aseptik merupakan salah satu faktor standar asuhan keperawatan yang memengaruhi risiko terinfeksi nosokomial. Perawat yang memiliki kemampuan yang tergolong baik dalam melakukan teknik aseptik hanya perawat kamar operasi dan ruang ICU. Menurut asumsi penulis,

104 87 kondisi ini terjadi karena lingkungan kerja yang steril seperti di ruang ICU dan kamar operasi akan menunjang kemampuan perawat dalam melaksanakan teknik aseptik menjadi lebih baik, sebaliknya kondisi lingkungan kerja yang non steril di instalasi/bagian lain akan menghambat kemampuan perawat. Ini sejalan dengan Elhinne (2010) yang menyatakan bahwa kemampuan perawat juga dipengaruhi oleh perannya di tempat tugas. Berdasarkan hasil studi dokumen, ternyata dokumen SPO terkait tindakan aseptik, seperti SPO pemasangan infus, SPO pemasangan kateter, dan SPO penyuntikkan yang aman telah disusun dan tersedia di masing-masing bagian/instalasi. Namun, sosialisasi terhadap penerapan SPO tersebut belum maksimal. SPO disusun dalam bentuk buku yang terjilid rapi dan hanya disimpan sebagai bagian dari arsip sehingga belum digunakan sebagaimana mestinya. Para manajer keperawatan RSU Mitra Medika belum meninjau kembali fungsi SPO yang ada di tiap ruangan dan agar setiap perawat pelaksana senantiasa bekerja sesuai SPO yang telah ditetapkan. 5.5 Melapor kepada Dokter Jika Ada Tanda dan Gejala Infeksi Hasil wawancara mendalam diketahui bahwa dalam melapor kepada dokter jika ada tanda dan gejala infeksi, kemampuan 13 dari 14 perawat serta tindakan apa yang harus dilakukan bila terdapat tanda dan gejala tersebut tergolong baik. Hanya saja terdapat 1 perawat yang belum mampu menjelaskan prosedur pelaporan kepada

105 88 dokter jika ada tanda dan gejala infeksi nosokimial. Perawat tersebut adalah perawat yang tidak pernah mengikuti pelatihan/sosialisasi PPI di rumah sakit. Menurut Salawati, Herry dan Putra (2014), terdapat hubungan yang signifikan antara pelatihan dengan tindakan perawat dalam pengendalian infeksi nosokomial. Walaupun bertentangan dengan Herpan (2012) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara pelatihan dengan kinerja perawat dalam pengendalian infeksi nosokomial, namun Maryati (2011) dalam penelitiannya tentang keefektifan peningkatan kemampuan perawat dalam PPI juga menjelaskan bahwa pelatihan PPI efektif dapat meningkatkan kemampuan praktik perawat dalam melakukan pencegahan infeksi nosokomial. Pelatihan PPI sebagai investasi rumah sakit bagi perawat untuk terus dapat meningkatkan kemampuannya dalam pencegahan infeksi nosokomial. Wilma (2013) mengemukan bahwa pelatihan merupakan proses mengajarkan pengetahuan dan keahlian tertentu agar karyawan semakin terampil dan mampu dalam melaksanakan tanggung jawabnya dengan semakin baik sesuai dengan standar. Sehingga, pelatihan merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kompetensi individu. Individu yang kompeten memiliki kemampuan yang memadai dalam melakukan pekerjaannya. Akan tetapi, dari hasil observasi didapati hanya 11 dari 14 perawat yang melapor kepada dokter jika ditemukan tanda dan gejala infeksi nosokomial. Beberapa kendala lainnya seperti dokter yang tiba-tiba berhalangan hadir dan sulit untuk dihubungi terutama di hari libur. Menurut asumsi peneliti, kondisi ini dapat terjadi karena masih kurangnya komitmen kerja para tenaga medis. Pengawasan dari bagian

106 89 sub etika dan disiplin komite medis belum sepenuhnya berjalan karena masih lemahnya pelaporan. Perawat cenderung segan dan takut melapor setiap penyimpangan yang dilakukan oleh tenaga medis. 5.6 Melakukan Isolasi Berdasarkan hasil wawancara mendalam diketahui bahwa dalam melakukan isolasi khususnya pasien dengan penyakit menular, kemampuan 8 dari 14 perawat di RSU Mitra Medika Medan masih kurang baik, terutama untuk menetapkan kategori pasien dengan penyakit menular yang perlu diisolasi. Pengetahuan perawat akan prosedur isolasi terhadap penyakit menular juga masih kurang. Penelitian Herpan pada tahun 2012 menunjukkaan bahwa responden dengan tingkat pengetahuan rendah berpeluang untuk tidak mengendalikan infeksi nosokomial sebesar 7,115 kali. Hal ini sejalan dengan Zulkifli, Nontji dan Hadju (2014) yang juga menyatakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan penerapan pencegahan infeksi nosokomial oleh perawat pelaksana, sehingga manajemen rumah sakit hendaknya meningkatkan pengetahuan perawat dalam PPI. Menurut penuturan IPCN kondisi ini terjadi karena sosialisasi belum dilakukan untuk seluruh perawat. Isolasi belum disosialisasikan karena kamar itu belum sesuai dengan standar. Ke depannya pengadaan kamar isolasi sesuai standar menjadi program kita.. (Informan 15). Selain kamar isolasi yang belum sesuai standar, hambatan lain adalah terbatasnya ruang isolasi yang ada di ruangan rawat

107 90 inap dan bahkan kamar isolasi di ruang IGD baru direncanakan untuk dibuat. Ruang tunggu di poliklinik masih menyatu dengan ruang tunggu pasien lainnya. Disamping itu, masker khusus dan gaun (baju pelindung) untuk kamar isolasi juga belum lengkap tersedia. Menurut Depkes (2008), agar perawat pelaksana dapat bekerja secara maksimal pimpinan harus bertanggung jawab atas penyediaan serta pemeliharaan sarana klinis dan non klinis yang dibutuhkan untuk pelaksanaan kewaspadaan umum, termasuk fasilitas kamar isolasi. Selain hal tersbut, hambatan juga datang dari segi pasien dan pengunjung yang terkadang menolak memakai APD seperti masker dengan alasan sesak; sandal, gaun dan topi dengan alasan merepotkan dan risih. 5.7 Membatasi Paparan Pasien terhadap Infeksi yang Berasal dari Pengunjung Berdasarkan hasil wawancara mendalam diketahui bahwa dalam dalam membatasi paparan pasien terhadap infeksi yang berasal dari pengunjung, kemampuan 11 dari 14 perawat di RSU Mitra Medika Medan pada umumnya sudah baik. Namun masih terdapat perawat yang hanya mengganggap bahwa cara mencegah paparan infeksi dari pengunjung hanya dilakukan dengan membatasi jumlah pengunjung dan jam berkunjung. Padahal, hal penting lainnya adalah edukasi terhadap pengunjung. Pemberian edukasi kepada pengunjung seperti cara mencuci tangan tidak sempat dilakukan akibat kesibukan perawat dalam melayani pasien. Cimiotti (2012) menyimpulkan bahwa pengurangan beban kerja perawat merupakan strategi yang menjanjikan untuk membantu mengontrol kejadian infeksi

108 91 pada fasilitas perawatan akut. Selain itu, hasil penelitian Shang, Stone, dan Larson (2015) juga menunjukkan bahwa jumlah tenaga perawat berkaitan dengan peningkatan resiko infeksi nosokomial. Sehingga, untuk mendapatkan asuhan keperawatan yang profesional, diperlukan adanya ketenagaan/personalia yang memiliki kemampuan dan memadai pula jumlahnya. Hambatan lain dalam pelaksanaannya, kadang kala terbentur pada budaya masyarakat setempat yang masih mengharuskan pasien harus dijenguk secara beramai-ramai ketika sakit. Selain itu, pengunjung juga kadang kala menolak edukasi yang diberikan oleh perawat. Perbedaan budaya menjadi hambatan terbesar yang dapat menghalangi komunikasi yang paling sulit untuk diatasi terutama apabila penerima juga mempunyai umur, pendidikan, status sosial ekonomi, agama atau kepercayaan, dan pengalaman hidup yang jauh berbeda. Ini sejalan dengan pendapat Fong Ha, Anat dan Longnecker (2010) juga menyatakan bahwa salah satu faktor penghambat dalam pemberian informasi khususnya dalam komunikasi adalah faktor budaya. 5.8 Mempertahankan Keamanan Peralatan dan Perlengkapan Perawatan dari Penularan Infeksi Nosokomial Hasil penelitian diketahui bahwa dalam mempertahankan keamanan peralatan dan perlengkapan perawatan dari penularan infeksi nosokomial, hanya 6 dari 14 perawat di RSU Mitra Medika Medan dengan kemampuan yang tergolong kurang baik. Dari hasil wawancara mendalam, terdapat perawat yang belum mengetahui alatalat yang harus disterilkan dengan cara mengirim ke ruang operasi atau mana saja

109 92 yang hanya didesinfeksi dengan alkohol swab setelah setiap kali dipakai, begitu juga botol susu di ruang bayi yang harus disterilkan setiap selesai digunakan. Dari hasil studi dokumen, ternyata dokumen SPO mengenai tata cara mempertahankan keamanan peralatan dan perlengkapan perawatan dari penularan infeksi nosokomial ini telah tersedia di masing-masing instalasi, bahkan telah disosialisasi, namun masih butuh pengarahan. Hal ini dipertegas oleh perawat IPCN yang menyatakan bahwa Menurut saya kemampuannya sedikit kurang.. belum sesuai betul-betul dengan SPO.. perlu disosialisasi ulang dan saya sering keliling... agar bila ada yang tidak sesuai segera diperbaiki (Informan 15). Lama bekerja,dan kesibukan perawat kembali menjadi beberapa kendala dalam pelaksanaannya. Ini terlihat dari pernyataan beberapa informan berikut: kadang gak sempat kalau stetoskop harus dibersihkan per pasien.. repot aja.. kan harus cuci tangan, bawa status pasien dan lain-lain lagi.. (Informan 2). Cuman ga setiap kali pakai.. kadang kelupaan hahhaha.. kadang ga sempat.. (Informan 7). Sehingga berdasarkan hasil observasi, setidaknya terdapat 9 perawat yang belum mempertahankan keamanan peralatan dan perlengkapan perawatan dari penularan infeksi nosokomial. Menurut penulis kendala diatas menyebabkan prosedur dalam mensterilkan peralatan dan perlengkapan rumah sakit belum seragam. Selain itu, adapun hambatan lain yang juga menyulitkan perawat dalam mempertahankan keamanan peralatan dan perlengkapan perawatan dari penularan infeksi nosokomial ialah keterbatasan jumlah cadangan peralatan dan perlengkapan. Hal ini terjadi pada kondisi dimana pasien sangat ramai di suatu instalasi/bagian di

110 93 waktu tertentu misalnya di hari buka poliklinik bedah dan THT, ataupun saat banyak pasien yang butuh pemakaian inspeculo di kamar bersalin maka dibutuhkan cadangan peralatan yang siap pakai dalam kondisi steril.

111 94 BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab 4 dan bab 5, maka dapat diambil kesimpulan: 1. Untuk 8 kemampuan perawat dalam pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial di RSU Mitra Medika diketahui bahwa: a. Dalam menjaga kebersihan rumah sakit, dari hasil wawancara mendalam 71,43% perawat sudah baik. Namun dari hasil observasi ternyata hanya 35,71% perawat yang melakukannya dengan maksimal. b. Dalam melaksanakan cuci tangan, dari hasil wawancara mendalam kemampuan 85,71% perawat sudah baik. Namun, dari hasil observasi haya 42,86% perawat yang mengikuti aturan 6 langkah dan 6 waktu cuci tangan dengan prosedur yang benar. c. Dalam menggunakan alat pelindung diri, berdasarkan hasil wawancara mendalam kemampuan 50% perawat tergolong baik. Dari hasil observasi, ternyata hanya 35,71% perawat yang menggunakan APD dengan tepat dan sesuai prosedur. d. Dalam menggunakan teknik aseptik, berdasarkan hasil wawancara dan observasi, kemampuan 71,43% perawat masih kurang baik dan belum melakukan teknik aseptik sesuai prosedur. 94

112 95 e. Dalam melapor kepada dokter jika ada tanda dan gejala infeksi, dari hasil wawancara mendalam kemampuan 92,86% perawat pada umumnya sudah baik. Namun dari hasil observasi ternyata hanya 78,51% perawat yang melapor kepada dokter sesuai prosedur. f. Dalam melakukan isolasi terhadap pasien dengan penyakit menular, berdasarkan hasil wawancara mendalam dan hasil observasi, kemampuan 57,14% perawat masih kurang baik g. Dalam membatasi paparan pasien terhadap infeksi yang berasal dari pengunjung, dari hasil wawancara mendalam kemampuan 78,57% perawat sudah tergolong baik. Namun, dari hasil observasi hanya 35,71% perawat yang melakukannya sesuai prosedur. h. Dalam mempertahankan keamanan peralatan dan perlengkapan perawatan dari penularan infeksi nosokomial, kemampuan 57,14% perawat tergolong baik. Namun, dari hasil observasinya ternyata hanya 35,71% perawat yang melakukannya sesuai prosedur. 2. Adapun determinan kemampuan perawat dalam pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial di RSU Mitra Medika adalah pendidikan perawat, lama bekerja, tempat tugas, keterbatasan SDM, keterbatasan alat pendukung, ketidaknyamanan terhadap fasilitas pendukung yang telah tersedia, pelatihan/sosialisasi, lemahnya monitoring dan evaluasi serta kurangnya koordinasi antar unit.

113 Saran Berikut ini diajukan beberapa saran berkaitan dengan kesimpulan penelitian ini yaitu: 1. Kepada Rumah Sakit a. Agar segera dilakukan pelatihan tentang pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial kepada perawat yang belum pernah mengikuti pelatihan dan penyegaran kembali materi terkait PPI kepada perawat yang telah mengikuti pelatihan secara bertahap sampai pada akhirnya seluruh perawat di ruangan terpapar informasi tentang pencegahan dan pengendalian infeksi. b. Perlu segera disediakan fasilitas penunjang pencegahan infeksi yang dibutuhkan, seperti brush cuci tangan di kamar operasi, APD seperti celemek dan topi di ICU, dan pengadaan kamar/ruang isolasi di IGD dan poliklinik. c. Sarana dan prasarana PPI yang masih kurang seperti instrumen ganti perban yang selama ini hanya 1 set di poliklinik, sebaiknya ditambah jumlahnya menjadi 3 set di masing-masing poliklinik agar sempat disterilkan setiap kali selesai digunakan dan masih terdapat instrumen cadangan ketika proses sterilisasi berjalan. d. Fasilitas pendukung dalam menjaga kebersihan rumah sakit, seperti plastik pelapis tong sampah sebaiknya disediakan minimal 3 buah atau secukupnya di masing-masing instalasi/bagaian setiap harinya. Untuk jeregen benda tajam sebaiknya ditambah di trolley tindakan pada masing-masing nurse station sebanyak 8 buah. Untuk laken, sebaiknya ditambah menjadi 3 di masing-

114 97 masing instalasi/bagian agar laken masih tetap memenuhi kebutuhan walaupun sedang banyak pasien sesuai dengan standar linen pada Kepmenkes 1204 tahun e. Agar segera memenuhi kekurangan SDM perawat sesuai dengan kebutuhan beban kerja di masing-masing instalasi/bagian. f. Manajemen rumah sakit dan Tim PPI disarankan untuk mengadakan monitoring dan evaluasi pencegahan dan pengendalian infeksi di semua unit perawatan untuk mengoptimalkan pelaksanaan PPI di rumah sakit. g. Agar perencanaan dan pelaksanaan PPI lebih melibatkan instalasi/bagian terkait, sehingga koordinasi dapat berjalan dengan lebih baik. h. Agar dilakukan pemantauan penerapan SPO dalam setiap pelaksanaan tindakan oleh perawat, yang dapat ditingkatkan melalui supervisi oleh kepala ruangan secara rutin. i. Perlu diadakan pertemuan rutin kepada tenaga keperawatan dengan menggunakan metode yang lebih menarik dalam mensosialisasikan PPI. j. Sebaiknya diberikan apresiasi maupun reward kepada perawat yang berprestasi dan berkemampuan baik agat dapat meningkatkan motivasi perawat lainnya.

115 98 2. Kepada Peneliti Lanjutan a. Agar penelitian selanjutnya menggunakan metode Focus Group Discussion (FGD) dengan topik pencegahan infeksi nosokomial sehingga informasi yang terkumpul lebih banyak. b. Jumlah responden dalam penelitian selanjutnya agar lebih banyak sehingga hasilnya dapat mewakili seluruh perawat pelaksana yang ada di ruangan. c. Agar penelitian selanjutnya melakukan pengkajian infeksi nosokomial dari segi pasien.

116 99 DAFTAR PUSTAKA Asmadi. (2008). Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta : EGC. Brooker, C. (editor). (2008). Ensiklopedia Keperawatan Edisi Bahasa Indonesia. Jakarta : EGC. Bungin, M. Burhan. (2012). Penelitian Kualitatif Edisi Kedua Cetakan Keenam. Jakarta : Kencana Prenada Media Group. Centers for Disease Control and Prevention. (2011). Healthcare-Associated Infection Data and Statistics. Diunduh tanggal 20 Februari Tersedia dari : Cimiotti, J.P. (2012). Nurse staffing,burnout,and Health Care-Associated Infection. Diunduh tanggal 22 Juli Tersedia dari: Creswell, John W. (2013). Research Design: Qualitative, Quantitative and Mixed Methods Approaches Fourth Edition. SAGE Publications, Inc. California. Darmadi. (2008). Infeksi Nosokomial Problematika dan Pengendaliannya. Jakarta : Salemba Medika. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2008). Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Lainnya Kesiapan Menghadapi Emerging Infection Disease. Jakarta. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2008). Pedoman Manajerial Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Lainnya. Jakarta. Elhinney, M. (2010). Factors Which Influence Nurse Practitioners Ability to Carry Out Physical Examination Skills in the Clinical Area After A Degree Level Module-An Electronic Delphi Study. J ClinNurs Nov; 19(21-22). Fong Ha J, Anat DS, Longnecker. (2010). Doctor Patient Communication: A Review. The Ochsner Journal 2010; Volume 10: Guendemann. (2005). Buku Ajar Keperawatan Preoperatif. Jakarta : EGC. Handojo, L.H. (2015). Pengetahuan Perawat Tentang Infeksi Nosokomial Di Ruang D2 dan D3 Rumah Sakit Adi Husada Undaan Wetan Surabaya. Akademi Keperawatan Adi Husada Surabaya. Adi Husada Nursing Journal - Vol. 1 No. 1 Juni

117 100 Herpan, Y. W. (2012). Analisis Kinerja Perawat dalam Pengendalian Infeksi Nosokomial di RSU PKU Muhammadiyah Bantul Yogyakarta. KES MAS Vol. 6, No. 3, September 2012 : Jeyamohan, Dharshini. (2010). Angka Prevalensi Infeksi Nosokomial Pada Pasien Luka Operasi Pasca Bedah Di Bagian Bedah Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik, Medan Dari Bulan April Sampai September Universitas Sumatera Utara. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2010). Petunjuk Praktis Surveilans Infeksi Rumah Sakit. Jakarta. Keputusan Menteri Kesehatan No.129 (2008). Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit. Jakarta. Komite Akreditasi Rumah Sakit (KARS) (2015). Pedoman Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien (IKP) / Patient Safety Incident Report. Jakarta. Mathuridy, R. M. (2015). Hubungan Umur, Lama Kerja, Pendidikan dan Motivasi dengan Kepatuhan Perawat Melakukan Enam Langkah Lima Momen Cuci Tangan di Ruang ICU RSUD Ulin Banjarmasin. Caring, Vol.3, No.2, September Mangkunegara, A. A. P (2013). Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan. Edisi : Cetakan Kesebelas. Bandung : Rosda. Maryati, S. (2012). Keefektifan Peningkatan Kemampuan Perawat Dalam Pencegahan Infeksi Nosokomial Pada Bayi Di Ruang Neonatal Intensive Care Unit Rumah Sakit Umum Daerah Wates Kulon Progo. Jurnal Kesehatan Samodra Ilmu (Jurnal Stikes Yogyakarta), Vol.3, No.1, 2012 Masloman, A. P, G. D Kondou dan Ch. R. Tilaar. (2015). Analisis Pelaksanaan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Kamar Operasi RSUD Dr Sam Ratulangi Tondano. JIKMU, Vol.5, No.2, April Moenir, H. A. S. (2014). Manajemen Pelayanan Umum di Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara. Mulyatiningsih, S. (2013). Determinan Perilaku Perawat dalam Melaksanakan Keselamatan Pasien di Rawat Inap DR.Esnawan Antariksa Jakarta. Diunduh pada tanggal 2 Juni Tersedia dari: Sri%20Mulyatiningsih.pdf

118 101 Nasution, L. H. (2012). Infeksi Nosokomial. Departemen / SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FK Universitas Sumatera Utara/RSUP Haji Adam Malik Medan. Nugraheni, dkk. (2012). Infeksi Nosokomial di RSUD Setjonegoro Kabupaten Wonosobo. Media Kesehatan Masyarakat Indonesia, Vol. 11 / No.1, April Notoatmodjo, S. (2003). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Penoyer, D. A. (2010). Nurse Staffing and Patient Outcomes in Critical Care : A Concise Review. Crit Care Med Vol 38. No 7. Potter, P. A. dan Perry, A. G. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan Praktik. Edisi 4, Alih Bahasa, Yasmin, dkk. Editor Edisi Bahasa Indonesia Devi Yulianti, dkk. Jakarta: EGC. Pristiwani. (2013).Peran Perawat dalam Pengendalian Infeksi Nosokomial di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. T. Mansyur Tanjung Balai. Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Rogowski, J. et al. (2013). Nurse Staffing and NICU Infection Rates. Journal of American Medical Association Pediatrics, 167(5), doi: /jamapediatrics RSUD Dr. Pirngadi, (2015). Profil Rumah Sakit Tahun Medan. RSU Mitra Medika Medan. (2015). Profil Rumah Sakit Tahun Medan. Salawati, L, Herry, N. dan Putra, A. (2014). Analisis Tindakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Perawat Dalam Pengendalian Infeksi Nosokomial Di Ruang ICU RSUD DR. Zainoel Banda Aceh. JURNAL KEDOKTERAN SYIAH KUALA Volume 14 Nomor 3 Desember Saragih, R dan Rumpea, N. (2010). Hubungan Karakteristik Perawat dengan Tingkat Kepatuhan Perawat Melakukan Cuci Tangan di Rumah Sakit Columbia Asia Medan. Diunduh pada tanggal 2 Juni Tersedia dari: Shang, J., Stone, P., dan Larson, E. (2015). Studies on nurse staffing and health careassociated infection : Methodologic challenges and potential solutions. American Journal of Unfection Control Volume 43, Issue 6. Pages Sugiyono. (2015). Metode Penelitian Pendidikan-Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, Cetakan ke 21, Penerbit Alfabeta, Bandung.

119 102 Tietjen, L., Bossemeyer, D., & McIntosh, N. (2004). Panduan Pencegahan Infeksi untuk Fasilitas Pelayanan Kesehatan dengan Sumber Daya Terbatas. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Wilma. (2013). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pelaksanaan Pencegahan Infeksi Nosokomial oleh Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Umum Daerah Makasar Tahun Dinduh tanggal 3 Juni Tersedia dari: wilma-8.pdf Widyaningsih, R. (2012). Pola Kuman Penyebab Ventilator Associated Pneumonia (VAP) dan Sensitivitas terhadap Antibiotik di RSAB Harapan Kita. Sari Pediatri, Vol. 13 / No.6, April World Health Organization (WHO). (2010). The Burden of Healthcare-Associated Infection Worldwide. Diunduh tanggal 20 Februari Tersedia dari: World Health Organization (WHO). (2010). Infeksi Nosokomial dan Kewaspadaan Universal. Diunduh pada tanggal 20 Februari Tersedia dari: World Health Organization (WHO). (2002). Prevention of Hospital-Acquired Infections A Practical Guide 2nd Edition. Departement of Communicable Disease, Surveilance and Response. Diunduh tanggal 4 Februari Tersedia dari: Zulkifli, Nontji,W., dan Hadju, V. (2014). Faktor Determinan dan Tanggung Jawab Perawat Terhadap Penerapan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Nosokomial. Diunduh tanggal 2 Juni Tersedia dari:

120 103 Lampiran 1 PANDUAN WAWANCARA Analisis Kemampuan Perawat dalam Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Nosokomial di Rumah Sakit Umum Mitra Medika Medan A. Data Karakteristik Informan Petunjuk Pengisian: Isilah pertanyaan di bawah ini sesuai keadaan Bapak/Ibu yang sebenarnya. No. Informan Tgl.Wawancara Tmpt Wawancara Umur Jenis Kelamin Pendidikan Jabatan Tempat Tugas Lama Bertugas Pelatihan yang Diikuti : (diisi oleh peneliti) : (diisi oleh peneliti) : (diisi oleh peneliti) : tahun :.. :.. :.. :.. :.. :.. B. Pertanyaan: 1. Kepala Ruang, Ketua Tim PPIRS a. Menurut Bapak/Ibu bagaimana pentingnya program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Nosokomial bagi rumah sakit ini? b. Menurut pandangan Bapak/Ibu bagaimana pelaksanaan pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial di rumah sakit ini?

121 104 c. Bagaimana keterlibatan Bapak/Ibu dalam pelaksanaan pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial di rumah sakit ini? d. Menurut Bapak/Ibu bagaimana ketersediaan Alat Pelindung Diri (APD) di setiap ruangan di rumah sakit ini? e. Menurut Bapak/Ibu apakah komunikasi dan informasi yang berkaitan dengan pelaksanaan pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial mudah didapat di rumah sakit ini? 2. Perawat di Ruangan a. Menjaga kebersihan rumah sakit 1) Bagaimana anda menjaga kebersihan untuk pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial di rumah sakit ini? 2) Tahapan-tahapan apa saja yang anda lakukan berkaitan dengan tugas menjaga kebersihan rumah sakit? 3) Apa hambatan dalam pelaksanaannya? b. Pelaksanaan cuci tangan 1) Bagaimana anda melakukan cuci tangan untuk pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial di rumah sakit ini? 2) Tahapan-tahapan apa saja yang anda lakukan berkaitan dengan cuci tangan? 3) Apa hambatan dalam pelaksanaannya? c. Menggunakan alat pelindung diri 1) Apa saja jenis alat pelindung diri dan bagaimana anda menggunakan alat pelindung diri untuk pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial di rumah sakit ini? 2) Saat kapan saja anda menggunakan alat pelindung dan bagaimana tahapannya? 3) Apa hambatan dalam pelaksanaannya?

122 105 d. Melakukan teknik aseptik 1) Apa saja jenis tindakan dan bagaimana cara anda melakukan teknik aseptik untuk pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial di rumah sakit ini? 2) Tahapan-tahapan apa saja yang anda lakukan berkaitan dengan penggunaan teknik aseptik? 3) Apa hambatan dalam pelaksanaannya? e. Melapor kepada dokter jika ada tanda dan gejala infeksi 1) Bagaimana anda melapor kepada dokter jika ada tanda dan gejala infeksi nosokomial di rumah sakit ini? 2) Tahapan-tahapan apa saja yang anda lakukan berkaitan dengan kegiatan pelaporan kepada dokter jika ada tanda dan gejala infeksi? 3) Apa hambatan dalam pelaksanaannya? f. Melakukan isolasi terhadap pasien dengan penyakit menular 1) Kategori pasien dengan penyakit menular yang perlu diisolasi? 2) Tahapan-tahapan apa saja yang anda lakukan berkaitan dengan isolasi terhadap pasien dengan penyakit menular? 3) Apa hambatan dalam pelaksanaannya? g. Membatasi paparan pasien terhadap infeksi yang berasal dari pengunjung 1) Bagaimana anda membatasi paparan pasien terhadap infeksi yang berasal dari pengunjung untuk pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial di rumah sakit ini? 2) Tahapan-tahapan apa saja yang anda lakukan berkaitan dengan upaya membatasi paparan pasien terhadap infeksi yang berasal dari pengunjung? 3) Apa hambatan dalam pelaksanaannya?

123 106 h. Mempertahankan keamanan peralatan dan perlengkapan perawatan dari penularan infeksi nosokomial. a. Bagaimana anda mempertahankan keamanan peralatan dan perlengkapan perawatan dari penularan infeksi nosokomial di rumah sakit ini? b. Tahapan-tahapan apa saja yang anda lakukan berkaitan dengan upaya mempertahankan keamanan peralatan dan perlengkapan perawatan dari penularan infeksi? c. Apa hambatan dalam pelaksanaannya?

124 107 Lampiran 2 LEMBAR OBSERVASI Analisis Kemampuan Perawat dalam Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Nosokomial di Rumah Sakit Umum Mitra Medika Medan No Perilaku perawat yang diobservasi dalam pencegahan dan pengendalian Infeksi Nosokomial 1. Perawat menjaga kebersihan rumah sakit secara rutin, memilah dan membuang sampah medis pada tempatnya 2. Perawat mencuci tangan dengan air, sabun atau antiseptik 3. Perawat menggunakan APD sesuai prosedur seperti sarung tangan, gaun pelindung, masker, pelindung mata, pelindung wajah yang disesuaikan dengan kegiatan pada tempat tugasnya. 4. Perawat menggunakan teknik aseptik 5. Perawat melapor kepada dokter jika ada tanda dan gejala infeksi 6. Perawat melakukan isolasi terhadap pasien dengan penyakit menular 7. Perawat membatasi paparan pasien terhadap infeksi yang berasal dari pengunjung dan peralatan diagnosis. 8. Perawat mempertahankan keamanan peralatan dan perlengkapan perawatan dari penularan infeksi nosokomial Dilakukan Ya Tidak

125 108

126 109

127 110

ANALISIS KEMAMPUAN PERAWAT DALAM PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI NOSOKOMIAL DI RUMAH SAKIT UMUM MITRA MEDIKA MEDAN TAHUN 2016 TESIS.

ANALISIS KEMAMPUAN PERAWAT DALAM PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI NOSOKOMIAL DI RUMAH SAKIT UMUM MITRA MEDIKA MEDAN TAHUN 2016 TESIS. ANALISIS KEMAMPUAN PERAWAT DALAM PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI NOSOKOMIAL DI RUMAH SAKIT UMUM MITRA MEDIKA MEDAN TAHUN 2016 TESIS Oleh CHINTAMI OCTAVIA 147032123/IKM PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terhadap infeksi nosokomial. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapat pasien

BAB 1 PENDAHULUAN. terhadap infeksi nosokomial. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapat pasien 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mutu pelayanan kesehatan khususnya pelayanan keperawatan di rumah sakit dapat dinilai melalui berbagai indikator, salah satunya adalah melalui penilaian terhadap

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. (WHO, 2002). Infeksi nosokomial (IN) atau hospital acquired adalah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. (WHO, 2002). Infeksi nosokomial (IN) atau hospital acquired adalah BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1.Infeksi nosokomial 1.1 Pengertian infeksi nosokomial Nosocomial infection atau yang biasa disebut hospital acquired infection adalah infeksi yang didapat saat klien dirawat di

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang ditunjukkan setelah pasien

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang ditunjukkan setelah pasien BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Infeksi Nosokomial Infeksi nosokomial adalah infeksi yang ditunjukkan setelah pasien menjalani proses perawatan lebih dari 48 jam, namun pasien tidak menunjukkan gejala sebelum

Lebih terperinci

RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK PURI BETIK HATI. Jl. Pajajaran No. 109 Jagabaya II Bandar Lampung Telp. (0721) , Fax (0721)

RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK PURI BETIK HATI. Jl. Pajajaran No. 109 Jagabaya II Bandar Lampung Telp. (0721) , Fax (0721) PANDUAN CUCI TANGAN RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK PURI BETIK HATI Jl. Pajajaran No. 109 Jagabaya II Bandar Lampung Telp. (0721) 787799, Fax (0721) 787799 Email : rsia_pbh2@yahoo.co.id BAB I DEFINISI Kebersihan

Lebih terperinci

BAB I DEFINISI. APD adalah Alat Pelindung Diri.

BAB I DEFINISI. APD adalah Alat Pelindung Diri. BAB I DEFINISI APD adalah Alat Pelindung Diri. Pelindung yang baik adalah yang terbuat dari bahan yang telah diolah atau bahan sintetik yang tidak tembus air atau cairan lain (darah atau cairan tubuh).

Lebih terperinci

Buku Panduan Pendidikan Keterampilan Klinik 1 Keterampilan Sanitasi Tangan dan Penggunaan Sarung tangan

Buku Panduan Pendidikan Keterampilan Klinik 1 Keterampilan Sanitasi Tangan dan Penggunaan Sarung tangan Buku Panduan Pendidikan Keterampilan Klinik 1 Keterampilan Sanitasi Tangan dan Penggunaan Sarung tangan Rahmawati Minhajat Dimas Bayu Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin 2014 KETERAMPILAN SANITASI

Lebih terperinci

1. Pentingnya patient safety adalah a. Untuk membuat pasien merasa lebih aman b. Untuk mengurangi risiko kejadian yang tidak diharapkan Suatu

1. Pentingnya patient safety adalah a. Untuk membuat pasien merasa lebih aman b. Untuk mengurangi risiko kejadian yang tidak diharapkan Suatu 1. Pentingnya patient safety adalah a. Untuk membuat pasien merasa lebih aman b. Untuk mengurangi risiko kejadian yang tidak diharapkan Suatu kejadian yang mengakibatkan cedera yang tidak diharapkan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mikroorganisme dapat terjadi melalui darah, udara baik droplet maupun airbone,

BAB I PENDAHULUAN. mikroorganisme dapat terjadi melalui darah, udara baik droplet maupun airbone, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Rumah sakit sebagai tempat pengobatan, juga merupakan sarana pelayanan kesehatan yang dapat menjadi sumber infeksi dimana orang sakit dirawat dan ditempatkan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kewaspadaan universal (Universal Precaution) adalah suatu tindakan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kewaspadaan universal (Universal Precaution) adalah suatu tindakan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kewaspadaan Umum/Universal Precaution 2.1.1. Defenisi Kewaspadaan universal (Universal Precaution) adalah suatu tindakan pengendalian infeksi yang dilakukan oleh seluruh tenaga

Lebih terperinci

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PERAWATAN JENAZAH

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PERAWATAN JENAZAH STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PERAWATAN JENAZAH 1. Pengertian Perawatan jenazah adalah perawatan pasien setelah meninggal, perawatan termasuk menyiapkan jenazah untuk diperlihatkan pada keluarga, transportasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Keselamatan pasien (Patient Safety) adalah isu global dan nasional bagi

BAB 1 PENDAHULUAN. Keselamatan pasien (Patient Safety) adalah isu global dan nasional bagi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keselamatan pasien (Patient Safety) adalah isu global dan nasional bagi rumah sakit, komponen penting dari mutu layanan kesehatan, prinsip dasar dari pelayanan pasien

Lebih terperinci

Disampaikan pada Pertemuan Ilmiah Tahunan Nasional Ikatan Perawat Dialisis Indonesia (IPDI) Palembang, 17 Oktober 2014

Disampaikan pada Pertemuan Ilmiah Tahunan Nasional Ikatan Perawat Dialisis Indonesia (IPDI) Palembang, 17 Oktober 2014 Disampaikan pada Pertemuan Ilmiah Tahunan Nasional Ikatan Perawat Dialisis Indonesia (IPDI) Palembang, 17 Oktober 2014 PENDAHULUAN KEWASPADAAN ISOLASI PELAKSANAAN PPI DI RS & FASILITAS PETUNJUK PPI UNTUK

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Peran 2.1.1 Definisi Peran Peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan oleh masyarakat yang sesuai dengan fungsi yang ada dalam masyarakat atau suatu sikap, perilaku,

Lebih terperinci

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN. Hubungan Pengetahuan Perawat Tentang Infeksi Nosokomial Dan Kepatuhan Perawat

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN. Hubungan Pengetahuan Perawat Tentang Infeksi Nosokomial Dan Kepatuhan Perawat Lampiran 1 Lampiran 2 Lampiran 3 Lampiran 4 LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN Hubungan Pengetahuan Perawat Tentang Infeksi Nosokomial Dan Kepatuhan Perawat Dalam Mencuci Tangan Cara Biasa Sesuai SOP

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sistemik (Potter & Perry, 2005). Kriteria pasien dikatakan mengalami infeksi

BAB 1 PENDAHULUAN. sistemik (Potter & Perry, 2005). Kriteria pasien dikatakan mengalami infeksi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi adalah masuk dan berkembangnya mikroorganisme dalam tubuh yang menyebabkan sakit yang disertai dengan gejala klinis baik lokal maupun sistemik (Potter & Perry,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dibentuk oleh Kepala Rumah Sakit (Depkes RI, 2007). Menurut WHO (World

BAB 1 PENDAHULUAN. dibentuk oleh Kepala Rumah Sakit (Depkes RI, 2007). Menurut WHO (World BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fungsi manajemen terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan (Huber, 2010). Pencegahan pengendalian infeksi nosokomial adalah program yang

Lebih terperinci

pola kuman 1. Program penerapan Kewaspadaan Isolasi 2. Program kegiatan surveilans PPI dan peta 4. Program penggunaan antimikroba rasional

pola kuman 1. Program penerapan Kewaspadaan Isolasi 2. Program kegiatan surveilans PPI dan peta 4. Program penggunaan antimikroba rasional 1. Program penerapan Kewaspadaan Isolasi 2. Program kegiatan surveilans PPI dan peta pola kuman 3. Program pendidikan dan pelatihan PPI 4. Program penggunaan antimikroba rasional N0 KEGIATAN MONITORING

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi dan penyakit menular merupakan masalah yang masih dihadapi oleh negara-negara berkembang.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi dan penyakit menular merupakan masalah yang masih dihadapi oleh negara-negara berkembang. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi dan penyakit menular merupakan masalah yang masih dihadapi oleh negara-negara berkembang. Seperti halnya di Indonesia, penyakit infeksi masih merupakan

Lebih terperinci

PENCEGAHAN INFEKSI ALIRAN DARAH PRIMER (IADP) (Rana Suryana SKep. Medical Dept. PT Widatra Bhakti)

PENCEGAHAN INFEKSI ALIRAN DARAH PRIMER (IADP) (Rana Suryana SKep. Medical Dept. PT Widatra Bhakti) PENCEGAHAN INFEKSI ALIRAN DARAH PRIMER (IADP) (Rana Suryana SKep. Medical Dept. PT Widatra Bhakti) I. Pendahuluan Penggunaan peralatan intravaskular (IV) tidak dapat dihindari pada pelayanan rumah sakit

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. dapat berasal dari komunitas (community acquired infection) atau berasal dari

PENDAHULUAN. dapat berasal dari komunitas (community acquired infection) atau berasal dari BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah Sakit merupakan tempat berkumpulnya segala macam penyakit, baik menular maupun tidak menular. Ditinjau dari asal atau didapatnya infeksi dapat berasal dari komunitas

Lebih terperinci

Pengendalian infeksi

Pengendalian infeksi Pengendalian infeksi Medis asepsis atau teknik bersih Bedah asepsis atau teknik steril tindakan pencegahan standar Transmisi Berbasis tindakan pencegahan - tindakan pencegahan airborne - tindakan pencegahan

Lebih terperinci

Bagian XIII Infeksi Nosokomial

Bagian XIII Infeksi Nosokomial Bagian XIII Infeksi Nosokomial A. Tujuan Pembelajaran 1. Menjelaskan pengertian infeksi nosokomial 2. Menjelaskan Batasan infeksi nosocomial 3. Menjelaskan bagaimana proses terjadinya infeksi nosocomial

Lebih terperinci

Karakteristik Responden. 2. Lama Bertugas / pengalaman bekerja. 3.Mengikuti pelatihan APN ( Asuhan persalinan Normal)

Karakteristik Responden. 2. Lama Bertugas / pengalaman bekerja. 3.Mengikuti pelatihan APN ( Asuhan persalinan Normal) Lampiran 1. No.Responden : Tanggal : Karakteristik Responden 1. Pendidikan Bidan a. DI b. DIII c. DIV d. S2 2. Lama Bertugas / pengalaman bekerja. a. < 5 Tahun b. 5-10 Tahun c. >10 Tahun 3.Mengikuti pelatihan

Lebih terperinci

DIREKTUR UTAMA RUMAH SAKIT...

DIREKTUR UTAMA RUMAH SAKIT... KEPUTUSAN DIREKTUR UTAMA RS xxx NOMOR : 012 / SK /.xx / VII / 2012 TENTANG ICN (INFECTION CONTROL NURSE)/IPCN (INFECTION PREVENTION AND CONTROL NURSE), DIREKTUR UTAMA RUMAH SAKIT... Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PENUNTUN SKILLS LAB BLOK 4.3 ELEKTIF Topik 2.A KESEHATAN INTERNASIONAL DAN KARANTINA

PENUNTUN SKILLS LAB BLOK 4.3 ELEKTIF Topik 2.A KESEHATAN INTERNASIONAL DAN KARANTINA PENUNTUN SKILLS LAB BLOK 4.3 ELEKTIF Topik 2.A KESEHATAN INTERNASIONAL DAN KARANTINA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2016 1. PANDUAN KESELAMATAN UNTUK PETUGAS KESEHATAN I. Pengantar Panduan

Lebih terperinci

Infeksi yang diperoleh dari fasilitas pelayanan kesehatan adalah salah satu penyebab utama kematian dan peningkatan morbiditas pada pasien rawat

Infeksi yang diperoleh dari fasilitas pelayanan kesehatan adalah salah satu penyebab utama kematian dan peningkatan morbiditas pada pasien rawat BAB 1 PENDAHULUAN Setiap kegiatan yang dilakukan secara terpadu, terintegrasi dan berkesinambungan untuk memelihara dan atau meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk pencegahan penyakit,

Lebih terperinci

UNIVERSAL PRECAUTIONS Oleh: dr. A. Fauzi

UNIVERSAL PRECAUTIONS Oleh: dr. A. Fauzi UNIVERSAL PRECAUTIONS Oleh: dr. A. Fauzi Pendahuluan Sejak AIDS dikenal; kebijakan baru yang bernama kewaspadaan universal atau universal precaution dikembangkan. Kebijakan ini menganggap bahwa setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Infeksi nosokomial merupakan problem klinis yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Infeksi nosokomial merupakan problem klinis yang sangat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi nosokomial merupakan problem klinis yang sangat penting pada saat sekarang ini, karena akan menambah masa perawatan pasien di rumah sakit sekaligus akan memperberat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Infeksi Nosokomial 1. Pengertian Infeksi nosokomial atau hospital acquired infection adalah infeksi yang didapat klien ketika klien tersebut masuk rumah sakit atau pernah dirawat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berarti keselamatan pasien adalah hukum yang tertinggi (Hanafiah & Amir,

BAB I PENDAHULUAN. yang berarti keselamatan pasien adalah hukum yang tertinggi (Hanafiah & Amir, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam menjalankan tugasnya bagi dokter Aegroti Salus Lex Suprema, yang berarti keselamatan pasien adalah hukum yang tertinggi (Hanafiah & Amir, 2009).Keselamatan pasien

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 15 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia Rumah Sakit sebagai salah satu bagian sistem pelayanan kesehatan secara garis besar memberikan pelayanan untuk masyarakat berupa pelayanan kesehatan

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara Lampiran 1 KUESIONER PENELITIAN PERILAKU HYGIENE PERAWAT DAN FASILITAS SANITASI DALAM PENCEGAHAN INFEKSI NOSOKOMIAL DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PERDAGANGAN KABUPATEN SIMALUNGUN TAHUN 2012 1. DATA UMUM A.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Infeksi Nosokomial 1. Pengertian Menurut Paren (2006) pasien dikatakan mengalami infeksi nosokomial jika pada saat masuk belum mengalami infeksi kemudian setelah dirawat selama

Lebih terperinci

RSCM KEWASPADAAN. Oleh : KOMITE PPIRS RSCM

RSCM KEWASPADAAN. Oleh : KOMITE PPIRS RSCM KEWASPADAAN ISOLASI Oleh : KOMITE PPIRS RSCM POKOK BAHASAN Pendahuluan Definisi Kewaspadaan Transmisi Etika batuk Menyuntik yang aman Prosedur lumbal pungsi Kelalaian - kelalaian Tujuan Setelah pelatihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keselamatan menjadi isu global termasuk juga untuk rumah sakit. Ada lima isu

BAB I PENDAHULUAN. Keselamatan menjadi isu global termasuk juga untuk rumah sakit. Ada lima isu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keselamatan menjadi isu global termasuk juga untuk rumah sakit. Ada lima isu penting yang terkait dengan keselamatan di rumah sakit yaitu: keselamatan pasien, keselamatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kesehatan di berbagai belahan dunia dan merupakan risiko terhadap sistem

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kesehatan di berbagai belahan dunia dan merupakan risiko terhadap sistem 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi di rumah sakit merupakan masalah yang cukup besar pada pelayanan kesehatan di berbagai belahan dunia dan merupakan risiko terhadap sistem pelayanan kesehatan

Lebih terperinci

PANDUAN WAWANCARA. Analisis Kemampuan Perawat dalam Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Nosokomial di Rumah Sakit Umum Mitra Medika Medan

PANDUAN WAWANCARA. Analisis Kemampuan Perawat dalam Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Nosokomial di Rumah Sakit Umum Mitra Medika Medan 103 Lampiran 1 PANDUAN WAWANCARA Analisis Kemampuan Perawat dalam Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Nosokomial di Rumah Sakit Umum Mitra Medika Medan A. Data Karakteristik Informan Petunjuk Pengisian:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan dan atau pelatihan medik dan para medik, sebagai tempat. lantai makanan dan benda-benda peralatan medik sehingga dapat

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan dan atau pelatihan medik dan para medik, sebagai tempat. lantai makanan dan benda-benda peralatan medik sehingga dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah sakit melakukan beberapa jenis pelayanan di antaranya pelayanan medik, pelayanan penunjang medik, pelayanan perawatan, pelayanan rehabilitasi, pencegahan dan peningkatan

Lebih terperinci

PEDOMAN PENGORGANISASIAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI RSU AULIA BLITAR

PEDOMAN PENGORGANISASIAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI RSU AULIA BLITAR PEDOMAN PENGORGANISASIAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI RSU AULIA BLITAR Disusun oleh : Tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi RUMAH SAKIT UMUM AULIA LODOYO BLITAR JL. RAYA UTARA LODOYO KEMBANGARUM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Permenkes RI No. 340/MENKES/PER/III/2010). Dalam memberikan

BAB I PENDAHULUAN. (Permenkes RI No. 340/MENKES/PER/III/2010). Dalam memberikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perseorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat

Lebih terperinci

nosokomial karena penyakit infeksi. Di banyak negara berkembang, resiko perlukaan karena jarum suntik dan paparan terhadap darah dan duh tubuh jauh

nosokomial karena penyakit infeksi. Di banyak negara berkembang, resiko perlukaan karena jarum suntik dan paparan terhadap darah dan duh tubuh jauh BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Rumah sakit merupakan tempat pelayanan pasien dengan berbagai penyakit diantaranya adalah penyakit infeksi, dari mulai yang ringan sampai yang terberat. Masyarakat yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Stroke adalah salah satu penyakit yang sampai saat ini masih menjadi masalah serius di dunia kesehatan. Stroke merupakan penyakit pembunuh nomor dua di dunia,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Infeksi Nosokomial Infeksi adalah proses masuknya mikroorganisme ke dalam jaringan tubuh, kemudian terjadi kolonisasi dan menimbulkan penyakit (Entjang, 2003). Infeksi Nosokomial

Lebih terperinci

TINDAKAN PERAWAT DALAM PENCEGAHAN INFEKSI NOSOKOMIAL LUKA PASCA BEDAH

TINDAKAN PERAWAT DALAM PENCEGAHAN INFEKSI NOSOKOMIAL LUKA PASCA BEDAH TINDAKAN PERAWAT DALAM PENCEGAHAN INFEKSI NOSOKOMIAL LUKA PASCA BEDAH Rahmat Ali Putra Hrp*Asrizal** *Mahasiswa **Dosen Departemen Keperawatan Medikal bedah Fakultas Keperawatan, Universitas Sumatera Utara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Menurut data Badan Kesehatan Dunia (WHO), HAI s (Healthcare

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Menurut data Badan Kesehatan Dunia (WHO), HAI s (Healthcare BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut data Badan Kesehatan Dunia (WHO), HAI s (Healthcare Associated Infection) merupakan penyebab utama tingginya angka kesakitan dan kematian di dunia. Infeksi ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maka pada tahun 1976 Join Commission on Acreditation of Health Care

BAB I PENDAHULUAN. maka pada tahun 1976 Join Commission on Acreditation of Health Care BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Pencegahan dan Pengendalian infeksi di rumah sakit (PPIRS) yang ektif menggambarkan mutu pelayanan rumah sakit yang baik. Mengingat pentingnya program Pencegahan dan

Lebih terperinci

Pendahuluan BAB I. A. Latar Belakang Masalah

Pendahuluan BAB I. A. Latar Belakang Masalah BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah Infeksi nosokomial adalah infeksi yang diderita pasien selama dirawat di rumah sakit atau di tempat pelayanan lain, atau infeksi yang disebabkan oleh mikroba

Lebih terperinci

STANDART OPERASIONAL PROSEDUR

STANDART OPERASIONAL PROSEDUR STANDART OPERASIONAL PROSEDUR ILMU DASAR KEPERAWATAN II Disusun Oleh Kelompok SDL 1 S1 / 1B 1. Ardiana Nungki A 101.0008 2. Desi Artika R 101.0018 3. Diah Rustanti 101.0022 4. Diyan Maulid 101.0026 5.

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. mencetuskan global patient safety challenge dengan clean care is safe care, yaitu

BAB 1 : PENDAHULUAN. mencetuskan global patient safety challenge dengan clean care is safe care, yaitu BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia kesehatan tidak bisa terlepas dari keselamatan pasien, yang merupakan suatu upaya dari petugas kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan yang aman untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kualitas mutu pelayanan kesehatan. Rumah sakit sebagai tempat pengobatan, juga

BAB I PENDAHULUAN. kualitas mutu pelayanan kesehatan. Rumah sakit sebagai tempat pengobatan, juga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingginya angka kejadian infeksi nosokomial mengindikasikan rendahnya kualitas mutu pelayanan kesehatan. Rumah sakit sebagai tempat pengobatan, juga merupakan sarana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Universal precaution (kewaspadaan standar) merupakan pengendalian infeksi yang dilakukan oleh tenaga kesehatan untuk mengurangi resiko penyebaran infeksi dan didasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan kepada masyarakat memiliki peran yang sangat penting dalam meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan kepada masyarakat memiliki peran yang sangat penting dalam meningkatkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Rumah sakit sebagai salah satu sarana kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat memiliki peran yang sangat penting dalam meningkatkan derajat

Lebih terperinci

ANALISIS INFECTION CONTROL RISK ASSESMENT DAN STRATEGI PENURUNAN HEALTH-CARE ASSOCIATED INFECTIONS DI RS PKU MUHAMMADIYAH GAMPING YOGYAKARTA

ANALISIS INFECTION CONTROL RISK ASSESMENT DAN STRATEGI PENURUNAN HEALTH-CARE ASSOCIATED INFECTIONS DI RS PKU MUHAMMADIYAH GAMPING YOGYAKARTA ANALISIS INFECTION CONTROL RISK ASSESMENT DAN STRATEGI PENURUNAN HEALTH-CARE ASSOCIATED INFECTIONS DI RS PKU MUHAMMADIYAH GAMPING YOGYAKARTA TESIS Diajukan Guna Memenuhi Sebagaian Persyaratan Untuk Memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Alat Pelindung Diri (APD) sangat penting bagi perawat. Setiap hari

BAB I PENDAHULUAN. Alat Pelindung Diri (APD) sangat penting bagi perawat. Setiap hari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Alat Pelindung Diri (APD) sangat penting bagi perawat. Setiap hari perawat selalu berinteraksi dengan pasien dan bahaya-bahaya di rumah sakit, hal tersebut membuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (World Health Organization (WHO), 2011). Menurut survei di Inggris,

BAB I PENDAHULUAN. (World Health Organization (WHO), 2011). Menurut survei di Inggris, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Healthcare Acquired Infections (HAIs) merupakan infeksi yang terjadi pada pasien selama proses perawatan di rumah sakit atau fasilitas kesehatan lainnya yang tidak didapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rumah Sakit (RS) merupakan suatu unit yang sangat kompleks. Kompleksitas ini

BAB I PENDAHULUAN. Rumah Sakit (RS) merupakan suatu unit yang sangat kompleks. Kompleksitas ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Rumah Sakit (RS) merupakan suatu unit yang sangat kompleks. Kompleksitas ini tidak hanya berkaitan dengan rumah sakit sebagai tempat pelayanan medis namun juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rumah sakit merupakan salah satu tempat pemberian pelayanan kesehatan kepada masyarakat terutama untuk masyarakat yang sedang sakit. Tujuan utama rumah sakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi nosokomial atau yang sekarang dikenal dengan Healthcare Associated

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi nosokomial atau yang sekarang dikenal dengan Healthcare Associated BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi nosokomial atau yang sekarang dikenal dengan Healthcare Associated Infections (HAIs) terjadi di seluruh dunia, baik di negara sedang berkembang maupun negara

Lebih terperinci

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PERAWATAN JENASAH

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PERAWATAN JENASAH STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PERAWATAN JENASAH Oleh: MEITY MASITHA ANGGRAINI KESUMA PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PERAWATAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diselenggarakan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. diselenggarakan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Konsumen rumah sakit merupakan unit pelayanan medis yang sangat kompleks. Kompleksitasnya sebuah rumah sakit tidak hanya dari jenis dan macam penyakit yang harus

Lebih terperinci

Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) merupakan salah satu bagian dari kewaspadaan standar.

Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) merupakan salah satu bagian dari kewaspadaan standar. Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) merupakan salah satu bagian dari kewaspadaan standar. Penggunaan APD perlu pengawasan karena dengan penggunaan APD yang tidak tepat akan menambah cost TUJUAN PENGGUNAAN

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tanggung jawab dan wewenang dalam mengelola kegiatan pelayanan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tanggung jawab dan wewenang dalam mengelola kegiatan pelayanan 8 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1.2 Kepala Ruangan 1.2.1 Pengertian Kepala Ruangan Kepala ruangan adalah seorang tenaga perawatan profesional yang diberi tanggung jawab dan wewenang dalam mengelola kegiatan pelayanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah kesehatan di seluruh dunia, terlebih lagi di negara berkembang seperti Indonesia. Penyakit infeksi didapatkan dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Infeksi Nosokomial 1. Pengertian Infeksi nosokomial adalah suatu infeksi yang diperoleh pasien selama dirawat di rumah sakit. Infeksi nosokomial terjadi karena adanya transmisi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan kepada masyarakat memiliki peran yang sangat penting dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan kepada masyarakat memiliki peran yang sangat penting dalam BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Rumah sakit sebagai salah satu sarana kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat memiliki peran yang sangat penting dalam meningkatkan derajat

Lebih terperinci

Kegiatan Belajar TUJUAN. Pembelajaran Umum. Setelah mempelajari materi ini diharapkan Anda dapat mengaplikasikan prosedur mencuci tangan yang benar

Kegiatan Belajar TUJUAN. Pembelajaran Umum. Setelah mempelajari materi ini diharapkan Anda dapat mengaplikasikan prosedur mencuci tangan yang benar Mencuci Tangan Kegiatan Belajar I Tujuan Pembelajaran Umum Tujuan Pembelajaran Khusus TUJUAN Pembelajaran Umum Setelah mempelajari materi ini diharapkan Anda dapat mengaplikasikan prosedur mencuci tangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Infeksi nosokomial atau Hospital-Acquired Infection. (HAI) memiliki kontribusi yang besar terhadap tingkat

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Infeksi nosokomial atau Hospital-Acquired Infection. (HAI) memiliki kontribusi yang besar terhadap tingkat BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Infeksi nosokomial atau Hospital-Acquired Infection (HAI) memiliki kontribusi yang besar terhadap tingkat mortalitas di dunia. Infeksi nosokomial menempati urutan keempat

Lebih terperinci

STANDAR PPI 1 PPI 1.1 PPI 2 PPI 3 PPI 4 PPI 5 PPI 6 PPI 6.1

STANDAR PPI 1 PPI 1.1 PPI 2 PPI 3 PPI 4 PPI 5 PPI 6 PPI 6.1 D NO 1 2 3 4 STANDAR PPI 1 PPI 1.1 5 6 PPI 2 7 8 9 PPI 3 10 11 12 PPI 4 13 14 15 PPI 5 16 17 18 19 20 PPI 6 21 22 23 PPI 6.1 24 25 26 PPI 6.2 27 28 29 PPI 7 30 31 32 33 PPI 7.1 34 35 36 37 38 PPI 7.2 39

Lebih terperinci

PELAKSANAAN SURVEILANS INFEKSI RUMAH SAKIT. Halaman 1 dari 5. No. Dokumen... No. Revisi... RS ADVENT MANADO. Ditetapkan,

PELAKSANAAN SURVEILANS INFEKSI RUMAH SAKIT. Halaman 1 dari 5. No. Dokumen... No. Revisi... RS ADVENT MANADO. Ditetapkan, PELAKSANAAN SURVEILANS INFEKSI RUMAH SAKIT RS ADVENT MANADO STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL (SPO) PENGERTIAN No. Dokumen... No. Revisi... Ditetapkan, Halaman 1 dari 5 Kepala RS Advent Manado Tanggal Terbit

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dinilai melalui berbagai indikator. Salah satunya adalah terhadap upaya

BAB 1 PENDAHULUAN. dinilai melalui berbagai indikator. Salah satunya adalah terhadap upaya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mutu pelayanan kesehatan khususnya keperawatan di rumah sakit dapat dinilai melalui berbagai indikator. Salah satunya adalah terhadap upaya pengendalian infeksi nosokomial

Lebih terperinci

Ventilator Associated Pneumonia

Ventilator Associated Pneumonia Ventilator Associated Pneumonia Area Kategori Indikator Perspektif Sasaran Strategis Dimensi Mutu Tujuan Klinis Tindakan pengendalian infeksi RS Proses Bisnis Internal Terwujudnya penyelenggaraan sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perwujudan kualitas lingkungan yang sehat merupakan bagian pokok di bidang kesehatan. Udara sebagai komponen lingkungan yang penting dalam kehidupan perlu dipelihara

Lebih terperinci

Trend Angka Infeksi Triwulan III Tahun 2017

Trend Angka Infeksi Triwulan III Tahun 2017 Persentase/permill LAPORAN PPI SURVAILANS TRIWULAN III TAHUN 27 Trend Angka Infeksi Triwulan I, II, dan III tahun 27 Bulan IDO ISK IADP VAP Dekubitus Phlebitis TW I,3% 3, TW II,8% 7,3 TW IIII,% 2,5 Trend

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Infeksi merupakan suatu keadaan ditemukan adanya agen infeksi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Infeksi merupakan suatu keadaan ditemukan adanya agen infeksi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi merupakan suatu keadaan ditemukan adanya agen infeksi (organisme) yang mempengaruhi kerja daya imun tetapi tidak disertai gejala klinik (Departemen Kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan Kesehatan Kerja di Rumah Sakit (K3RS). Dampak dari proses pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan Kesehatan Kerja di Rumah Sakit (K3RS). Dampak dari proses pelayanan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan oleh masyarakat, maka rumah sakit dituntut untuk melaksanakan pengelolaan program Keselamatan dan Kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sistemik (Potter & Perry, 2005). Infeksi yang terjadi dirumah sakit salah

BAB I PENDAHULUAN. sistemik (Potter & Perry, 2005). Infeksi yang terjadi dirumah sakit salah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Petugas kesehatan yang paling sering berinteraksi dan paling lama kontak dengan pasien dalam memberikan asuhan salah satunya adalah perawat (Nursalam, 2011). Perawat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. yang terdapat di RS PKU Muhammadiyah Gamping memiliki berbagai

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. yang terdapat di RS PKU Muhammadiyah Gamping memiliki berbagai BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Gamping yang menyediakan berbagai macam jenis pelayanan

Lebih terperinci

LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON RESPONDEN. Nama saya lailani Zahra, sedang menjalani pendidikan di Program D-IV Bidan

LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON RESPONDEN. Nama saya lailani Zahra, sedang menjalani pendidikan di Program D-IV Bidan LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON RESPONDEN Assalamu alaikum Wr.Wb/ Salam Sejahtera Dengan hormat, Nama saya lailani Zahra, sedang menjalani pendidikan di Program D-IV Bidan Pendidik Fakultas USU. Saya sedang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit (kuratif) dan pencegahan penyakit (preventif) kepada masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. penyakit (kuratif) dan pencegahan penyakit (preventif) kepada masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah sakit adalah bagian integral dari suatu organisasi sosial dan kesehatan dengan fungsi menyediakan pelayanan paripurna (komprehensif), penyembuhan penyakit (kuratif)

Lebih terperinci

STERILISASI & DESINFEKSI

STERILISASI & DESINFEKSI STERILISASI & DESINFEKSI Baskoro Setioputro 6-1 Cara penularan infeksi : 1. Kontak Langsung, tidak langsung, droplet 2. Udara Debu, kulit lepas 3. Alat Darah, makanan, cairan intra vena 4. Vektor / serangga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Health Care Associates Infections (HCAI) adalah masalah besar dalam patient safety, dimana pengawasan dan kegiatan pencegahan harus menjadi prioritas utama untuk dilakukan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. kecil dan hanya dapat dilihat di bawah mikroskop atau mikroskop elektron.

BAB II TINJAUAN TEORI. kecil dan hanya dapat dilihat di bawah mikroskop atau mikroskop elektron. BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Mikroorganisme Patogen Oportunis Mikroorganisme atau mikroba adalah makhluk hidup yang sangat kecil dan hanya dapat dilihat di bawah mikroskop atau mikroskop elektron. Mikroorganisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit (RS) sebagai institusi pelayanan kesehatan, di dalamnya

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit (RS) sebagai institusi pelayanan kesehatan, di dalamnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah sakit (RS) sebagai institusi pelayanan kesehatan, di dalamnya terdapat bangunan, peralatan, manusia (petugas, pasien dan pengunjung) serta kegiatan pelayanan kesehatan.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tenaga kesehatan gigi berisiko tinggi terpapar oleh mikroorganisme patogen di lingkungan kerja seperti bakteri, virus dan jamur selama perawatan gigi. Mikroorganisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Perawat profesional dalam melaksanakan peran dan fungsinya sehari hari, selalu beresiko tertular terhadap berbagai penyakit. Penularan penyakit dapat terjadi secara kontak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2009, maka diperlukan adanya fasilitas pelayanan kesehatan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2009, maka diperlukan adanya fasilitas pelayanan kesehatan untuk BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Pada era globalisasi ini masyarakat cenderung menuntut pelayanan kesehatan yang bermutu. Sebagai wujud pengamalan Undang-Undang No. 36 Tahun 2009, maka diperlukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. langsung ataupun tidak langsung dengan mikroorganisme dalam darah dan saliva pasien.

BAB 1 PENDAHULUAN. langsung ataupun tidak langsung dengan mikroorganisme dalam darah dan saliva pasien. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Profesi dokter gigi tidak terlepas dari kemungkinan untuk berkontak secara langsung ataupun tidak langsung dengan mikroorganisme dalam darah dan saliva pasien. Penyebaran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Keselamatan klien merupakan sasaran dalam program Patient Safety yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Keselamatan klien merupakan sasaran dalam program Patient Safety yang BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar belakang Rumah Sakit memiliki tanggung jawab dalam memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu untuk menjamin keselamatan klien (Depkes, 2011). Keselamatan klien merupakan sasaran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang selalu bertambah setiap tahunnya. Salah satu jenis infeksi tersebut adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. yang selalu bertambah setiap tahunnya. Salah satu jenis infeksi tersebut adalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi masih menjadi permasalahan di berbagai negara berkembang di dunia karena menjadi penyebab kematian dan kecatatan dengan jumlah kasus yang selalu bertambah setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh perhatian dari dokter (medical provider) untuk menegakkan diagnosis

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh perhatian dari dokter (medical provider) untuk menegakkan diagnosis BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 147/MENKES/PER/2010 tentang perizinan rumah sakit disebutkan bahwa rumah sakit adalah institusi pelayanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dinilai melalui berbagai indikator. Salah satunya adalah penilaian terhadap upaya

BAB I PENDAHULUAN. dinilai melalui berbagai indikator. Salah satunya adalah penilaian terhadap upaya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mutu pelayanan kesehatan khususnya keperawatan di rumah sakit dapat dinilai melalui berbagai indikator. Salah satunya adalah penilaian terhadap upaya pencegahan infeksi

Lebih terperinci

LAPORAN MONITORING DAN EVALUASI PENGGUNAAN APD DI RUMAH SAKIT SYAFIRA

LAPORAN MONITORING DAN EVALUASI PENGGUNAAN APD DI RUMAH SAKIT SYAFIRA LAPORAN MONITORING DAN EVALUASI PENGGUNAAN APD DI RUMAH SAKIT SYAFIRA DISUSUN OLEH TIM PPI RS SYAFIRA Jl. JenderalSudirman No. 134 Pekanbaru Telp. (0761) 3061000 Fax : (0761) 41887 Email :cso@rssyafira.com

Lebih terperinci

KARMILA /IKM

KARMILA /IKM PENGARUH PENGETAHUAN, SIKAP DAN KEPATUHAN PERAWAT TERHADAP PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI DALAM PENCEGAHAN INFEKSI NOSOKOMIAL DI RUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT SARI MUTIARA MEDAN TAHUN 2014 TESIS Oleh KARMILA

Lebih terperinci

BAB II PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI (PPI)

BAB II PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI (PPI) BAB II PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI (PPI) Nama Rumah Sakit Alamat Rumah Sakit Nama Pembimbing Tanggal Bimbingan : : : : STANDAR, MAKSUD DAN TUJUAN, ELEMEN PENILAIAN PROGRAM KEPEMIMPINAN DAN KOORDINASI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Bidan Bidan adalah seseorang yang telah menjalani program pendidikan bidan, yang diakui oleh negara tempat ia tinggal, dan telah berhasil menyelesaikan studi terkait

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara LAMPIRAN PENJELASAN PENELITIAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : Helfrida Situmorang NIM : 147046009 Program Studi : S2 Keperawatan Administrasi Keperawatan, Fakultas Keperawatan Judul Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rumah sakit. Rumah sakit merupakan salah satu sarana pelayanan. kesehatan kepada masyarakat. Rumah sakit memiliki peran penting

BAB I PENDAHULUAN. rumah sakit. Rumah sakit merupakan salah satu sarana pelayanan. kesehatan kepada masyarakat. Rumah sakit memiliki peran penting BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh petugas medis untuk kesehatan masyarakat bisa dilakukan di poliklinik maupun di rumah sakit. Rumah sakit merupakan salah satu

Lebih terperinci

Strategi Pencegahan dan Pengendalian Infeksi untuk Prosedur Khusus di Fasilitas Pelayanan Kesehatan

Strategi Pencegahan dan Pengendalian Infeksi untuk Prosedur Khusus di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Strategi Pencegahan dan Pengendalian Infeksi untuk Prosedur Khusus di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Infeksi Saluran Pernapasan Akut yang cenderung menjadi epidemi dan pandemi Pedoman Acuan Ringkas Ucapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit merupakan unit pelayanan medis yang sangat kompleks, rumah

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit merupakan unit pelayanan medis yang sangat kompleks, rumah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah sakit merupakan unit pelayanan medis yang sangat kompleks, rumah sakit sebagai unit pelayanan medis tentunya tidak lepas dari pengobatan dan perawatan penderita

Lebih terperinci