BAB I PENDAHULUAN. pelaku sepenuhnya dari kedaulatan rakyat Indonesia, Presiden sebagai kepala

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. praktik ketatanegaraan Indonesia. Setiap gagasan akan perubahan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Provinsi dan Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten/Kota 1 periode 2014-

PENUTUP. partai politik, sedangkan Dewan Perwakilan Daerah dipandang sebagai

II. TINJAUAN PUSTAKA. kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. adanya amandemen besar menuju penyelenggaraan negara yang lebih demokratis, transparan,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011:

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan perppu (peraturan pemerintah pengganti undang-undang). 1 Karena

PEMBANGUNAN YES GBHN No!

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

FUNGSI LEGISLASI DPR PASCA AMANDEMEN UUD Sunarto 1

FUNGSI LEGISLASI DPD-RI BERDASARKAN PASAL 22D UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman modern sekarang ini, hampir semua negara mengklaim menjadi

Soal LCC 4 Pilar kehidupan berbangsa dan bernegara :)

BAB I PENDAHULUAN. yang ditetapkan oleh lembaga legislatif.

Perubahan Ketatanegaraan Pasca Amandemen UUD Tahun 1945, Dillema. Menghidupkan Kembali Perencanaan Pembangunan Nasional Model GBHN

Relevansi dan Revitalisasi GBHN dalam Perencanaan Pembangunan di Indonesia 1. Tunjung Sulaksono 2

BAB II PENGATURAN TUGAS DAN WEWENANG DEWAN PERWAKILAN DAERAH DI INDONESIA. A. Kewenangan Memberi Pertimbangan dan Fungsi Pengawasan Dewan

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan rumusan masalah yang telah dibentuk maka ditarik tiga. kesimpulan, yakni:

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Perkembangan Pasca UU MD3/2014. Herlambang P. Wiratraman Unair

BAB I PENDAHULUAN. selanjutnya disebut UUD 1945 secara tegas menyatakan bahwa. berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana dituangkan secara eksplisit dalam Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang

-2- demokrasi serta menyerap dan memperjuangkan aspirasi rakyat dan daerah sesuai dengan tuntutan perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara. Mesk

BAB I PENDAHULUAN. adanya pemerintah yang berdaulat dan terakhir yang juga merupakan unsur untuk

BAB I PENDAHULUAN. susunan organisasi negara yang terdiri dari organ-organ atau jabatan-jabatan

BAB I PENDAHULUAN. diatur dalam BAB VIIA Pasal 22C dan Pasal 22D UUD NRI Berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. Pergerakan reformasi yang digalakkan oleh mahasiswa dan masyarakat

Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum ( rechtsstaat), dengan

CHECK AND BALANCES ANTAR LEMBAGA NEGARA DI DALAM SISTEM POLITIK INDONESIA. Montisa Mariana

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARAN RAKYAT,

2 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rak

BAB II KOMISI YUDISIAL, MAHKAMAH KONSTITUSI, PENGAWASAN

PANCASILA PANCASILA DAN IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM BIDANG POLITIK, HUKUM, SOSIAL BUDAYA, DAN PERTAHANAN KEAMANAN. Nurohma, S.IP, M.

MATRIKS PERUBAHAN UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

2016, No (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5568) sebagaimana telah

I. PENDAHULUAN. Perubahan Undang-Undang Dasar tahun 1945 (UUD tahun 1945) tidak hanya

BAB V PENUTUP. 1. Politik hukum sebagai kerangka umum yang akan membentuk hukum (legal

BAB IV PENUTUP. diperluas dan diperkuat dengan semangat demokrasi melalui langkah - langkah pemikiran yang

AMANDEMEN (amendment) artinya perubahan atau mengubah. to change the constitution Contitutional amendment To revise the constitution Constitutional

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

KEDUDUKAN KETETAPAN MPR DALAM SISTEM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN INDONESIA Oleh: Muchamad Ali Safa at

Makalah Mengenai Keberadaan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) Dalam Ketatanegaraan Indonesia BAB I PENDAHULUAN

IHWAL GBHN, DARI TEKS KE KONTEKS

DAFTAR PUSTAKA. Asshiddiqie, Jimly. Format Kelembagaan Negara dan Pergeseran Kekuasaan dalam UUD Yogyakarta: FH UII Press, 2005.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara hukum (rechtsstaat), bukan negara berdasarkan

Faridah T, S.Pd., M.Pd. NIP Widyaiswara LPMP Sulawesi Selatan

BAB III PELAKSANAAN TUGAS DAN KEWENANGAN DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARAAN PEMILIHAN UMUM (DKPP) DALAM PEMILU LEGESLATIF DI KABUPATEN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN TERHADAP SISTEM PEMERINTAHAN. dari beberapa bagian yang memiliki hubungan fungsional, baik antara bagian yang satu dengan

BAB I PENDAHULUAN. Pasca reformasi tahun 1998, landasan hukum pemilihan umum (pemilu) berupa Undang-Undang mengalami perubahan besar meskipun terjadi

BAB I PENDAHULUAN. diwujudkan dengan adanya pemilihan umum yang telah diselenggarakan pada

BAB SATU PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Pengawasan keuangan negara secara konstitusional dilakukan oleh suatu badan

12 Media Bina Ilmiah ISSN No

DAFTAR INVENTARISASI MASALAH (DIM) PEMERINTAH ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

JANGAN DIBACA! MATERI BERBAHAYA!

MAKALAH. Kedudukan dan Fungsi DPD dalam Kerangka Kelembagaan Legislatif Indonesia. Oleh : Dinoroy Marganda Aritonang

MPR Pasca Perubahan UUD NRI Tahun 1945 (Kedudukan MPR dalam Sistem Ketatanegaraan)

MPR sebelum amandemen :

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PROGRAM PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam

PERBANDINGAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL SEBELUM DAN SESUDAH AMANDEMEN UNDANG-UNDANG DASAR 1945

KEBIJAKAN PENYUSUNAN PROLEGNAS RUU PRIORITAS TAHUN 2011

- 1 - PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR

DPD RI, BUBARKAN ATAU BENAHI?? Oleh: Moch Alfi Muzakki * Naskah diterima: 06 April 2016; disetujui: 15 April 2016

BAB I PENDAHULUAN. semua masalah diselesaikan dengan hukum sebagai pedoman tertinggi. Dalam

BAB IV PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. dikelola salah satunya dengan mengimplementasikan nilai-nilai demokrasi

PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO

BAB I PENDAHULUAN. perubahan konstitusi yang memberikan jaminan kemandirian dan akuntabilitas

Hubungan antara MPR dan Presiden

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MENINGKATKAN KINERJA ANGGOTA DPR-RI. Dr. H. Marzuki Alie KETUA DPR-RI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) lahir dalam

2018, No Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 tentang P

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PANCASILA DALAM KONTEKS KETATANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. bangsa sebagaimana penegasannya dalam penjelasan umum Undang-Undang

BAB V PENUTUP. Berdasarkan pada deskripsi dan analisis yang telah dilakukan diperoleh

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan sekaligus sebagai kepala negara. 3 Dalam tipe pemerintahan seperti

KEDUDUKAN DAN KEWENANGAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT DALAM ERA REFORMASI

PROVINSI RIAU BUPATI KEPULAUAN MERANTI PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI NOMOR 07 TAHUN 2014 TENTANG

Kewenangan pembatalan peraturan daerah

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Negara hukum. 1 Konsekuensi

BAB I PENDAHULUAN. atas hukum, yang kekuasaan tertinggi dalam negara berada di tangan rakyat.

BAB I PENDAHULUAN. tinggi negara yang lain secara distributif (distribution of power atau

KEWENANGAN MPR UNTUK MELAKUKAN PERUBAHAN UNDANG-UNDANG DASAR

BUPATI SAMBAS PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMBAS NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PROGRAM LEGISLASI DAERAH

PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah negara yang menganut paham demokrasi paling tidak terdapat

BAB I PENDAHULUAN. Keempat daerah khusus tersebut terdapat masing-masing. kekhususan/keistimewaannya berdasarkan payung hukum sebagai landasan

UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 02 TAHUN 2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. (judicial power) untuk melakukan kontrol terhadap kekuasaan eksekutif(executive

Fungsi, Tugas, dan Wewenang DPD, Hak dan Kewajiban Anggotanya Serta Kelemahan dari DPD Dalam UUD 1945

Cita hukum Pancasila harus mencerminkan tujuan menegara dan seperangkat nilai dasar yang tercantum baik dalam Pembukaan maupun batang tubuh UUD 1945.

Riki Yuniagara: Jenis dan Hirarki Peraturan...

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu perubahan mendasar dari UUD 1945 pasca amandemen adalah kedudukan Presiden yang bukan lagi sebagai mandataris dari MPR. Sebelum amandemen, MPR merupakan lembaga tertinggi negara dan dianggap sebagai pelaku sepenuhnya dari kedaulatan rakyat Indonesia, Presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan bertanggungjawab kepada MPR. 1 Selain itu, berdasarkan Pasal 3 UUD Tahun 1945, MPR memiliki kewenangan untuk menetapkan garis-garis besar haluan negara sebagai pedoman penyelenggaraan pembangunan. 2 Dalam perubahan ketiga UUD Tahun 1945, dilakukan perubahan mengenai pelaksanaan kedaulatan rakyat dan mengenai keberadaan MPR sebagai lembaga tertinggi negara. Dengan adanya perubahan tersebut maka tidak dikenal lagi sistem vertikal hierarkis dengan supremasi MPR. Sistem yang ada sekarang adalah horizontal fungsional dengan prinsip saling mengimbangi dan saling mengawasi (checks and balances). Amandemen tersebut telah mereduksi kekuasaan MPR, sehingga MPR tidak lagi mempunyai wewenang untuk 1 Jimly Asshiddiqie, 2006, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi, Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, Jakarta, hlm. 144. 2 Lihat Pasal 3 Undang-Undang Dasar Tahun 1945.

2 menetapkan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) dan memilih Presiden beserta Wakil Presiden. 3 GBHN yang ditetapkan oleh MPR merupakan landasan perencanaan pembangunan nasional. GBHN ini dijabarkan dengan rencana pembangunan lima tahunan. Setelah dihapuskannya kewenangan MPR untuk menetapkan GBHN, maka dibutuhkan pengaturan lebih lanjut bagi proses perencanaan pembangunan nasional. Tidak adanya GBHN mengakibatkan tidak adanya lagi rencana pembangunan jangka panjang. Selain itu, masih berkaitan dengan perencanaan pembangunan nasional, berlakunya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah telah mengakibatkan penyelenggaraan otonomi daerah dilaksanakan dengan memberikan kewenangan yang luas, nyata, dan bertanggung jawab kepada daerah, sehingga diperlukan koordinasi dan pengaturan untuk lebih mengharmoniskan dan menyelaraskan pembangunan, baik pembangunan nasional, pembangunan daerah, maupun pembangunan antar daerah. Hal-hal tersebut yang menjadi pertimbangan perlunya dibentuk sistem perencanaan pembangunan nasional melalui Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (UU SPPN) yang menjadi landasan hukum di bidang perencanaan pembangunan pasca dihapuskannya GBHN. 4 3 Tim Pengkajian BPHN, 2011, Pengkajian Konstitusi, Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan HAM RI, Jakarta, hlm. 28-30. 4 Lihat Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421), lihat juga Pengantar Lampiran Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4700).

3 Saat ini, wacana pengembalian kewenangan perumusan haluan negara kepada MPR telah berjalan. Wacana tersebut mulai digulirkan lagi setelah Rapat Kerja Nasional I PDI Perjuangan yang menghasilkan keputusan menghidupkan kembali garis-garis besar haluan negara. Usul tersebut disambut baik oleh MPR yang saat ini telah melakukan pengkajian untuk menindaklanjutinya. 5 Ketua MPR RI Zulkifli Hasan mengatakan bahwa mayoritas Fraksi di MPR saat ini telah menyambut baik usulan untuk mengembalikan haluan negara yang sudah dihilangkan sejak era reformasi. 6 Wacana pengembalian kewenangan perumusan haluan negara tersebut akan direalisasikan dengan melakukan amandemen terhadap UUD NRI Tahun 1945. Amandemen tersebut dimaksudkan untuk menambah kewenangan MPR yang ada pada UUD NRI Tahun 1945 untuk menetapkan haluan negara sebagai program pembangunan nasional jangka panjang. Namun, menurut Saldi Isra, terdapat beberapa persoalan yang mungkin timbul dengan pemberlakuan GBHN pada sistem presidensial Indonesia pasca amandemen. 7 Pertama, GBHN yang dibuat oleh MPR tentu saja akan menempatkan kembali MPR sebagai lembaga tertinggi negara, sehingga tentu akan menghadirkan pola sistem pertanggungjawaban Presiden kepada MPR. Kedua, apabila terjadi pergeseran kekuatan politik di 5 Nabilla Tashandra, Ketua MPR Sambut Positif Usul PDI-P Kembalikan GBHN, http://nasional.kompas.com/read/2016/01/12/12203371/ketua.mpr.sambut.positif.usul.pdi- P.Kembalikan.GBHN?utm_source=RD&utm_medium=box&utm_campaign=Kaitrd, diakses 15 April 2016. 6 Ihsanuddin, Ketua MPR: Hampir Semua Fraksi Sepakat Pentingnya Haluan Negara, http://nasional.kompas.com/read/2016/03/30/12104181/ketua.mpr.hampir.semua.fraksi.sepaka t.pentingnya.haluan.negara?utm_campaign=related&utm_medium=bpkompas&utm_source=news&, diakses 15 April 2016. 7 Saldi Isra, Wacana Menghidupkan GBHN, http://nasional.kompas.com/read/2016/01/12/15320071/wacana.menghidupkan.gbhn?page=all, diakses 20 April 2016.

4 MPR karena perubahan suara di pemilu legislatif akan sangat memungkinkan kekuatan politik yang baru tersebut akan mengubah GBHN yang telah ditetapkan oleh MPR pada periode sebelumnya. Persoalan tersebut dapat dijadikan pertimbangan sebelum menentukan apakah pengembalian kewenangan perumusan GBHN kepada MPR merupakan jawaban dari permasalahan yang ada. Mahfud MD berpendapat bahwa konstitusi dan ketatanegaraan Indonesia menganut paham di mana pembangunan harus direncanakan melalui satu haluan yang dibuat negara. 8 Masih menurutnya, sejak tahun 1960 hingga sekarang, sebenarnya sudah ada perangkat hukum untuk haluan negara. Namun, nama resminya selalu berubah-ubah. Maka dari itu Indonesia tidak memerlukan lagi pemberlakuan GBHN karena pada dasarnya sudah ada sistem perencanaan pembangunan. Membahas wacana pengembalian GBHN tentunya tidak bisa dilepaskan dari pembahasan mengenai sistem perencanaan pembangunan nasional yang saat ini berlaku, yaitu Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN). SPPN merupakan satu kesatuan tata cara perencanaan pembangunan untuk menghasilkan rencana-rencana pembangunan dalam jangka panjang, jangka menengah, dan tahunan yang dilaksanakan oleh unsur penyelenggara negara dan masyarakat di tingkat Pusat dan Daerah. 9 Perencanaan pembangunan nasional 8 Endang Saputra, Mahfud Nilai Tak Penting Hidupkan Kembali Istilah GBHN, http://www.satuharapan.com/read-detail/read/mahfud-nilai-tak-penting-hidupkan-kembali-istilahgbhn, diakses 27 Mei 2016. 9 Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421).

5 dalam SPPN dibagi menjadi Rencana Pembangunan Jangka Panjang, Rencana Pembangunan Jangka Menengah dan Rencana Pembangunan Tahunan. 10 Perencanaan pembangunan dengan SPPN mencakup landasan hukum di bidang perencanaan pembangunan baik oleh Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah. Sebagaimana telah dibahas sebelumnya, dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, penyelenggaraan otonomi daerah dilaksanakan dengan memberikan kewenangan yang luas, nyata, dan bertanggungjawab kepada daerah. Pemberian kewenangan yang luas kepada daerah memerlukan koordinasi dan pengaturan untuk lebih mengharmoniskan dan menyelaraskan pembangunan, baik pembangunan nasional, pembangunan daerah, maupun pembangunan antar daerah. 11 Dengan ditiadakannya GBHN sebagai pedoman penyusunan rencana pembangunan nasional dan diperkuatnya otonomi daerah dan desentralisasi pemerintahan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, maka untuk menjaga pembangunan yang berkelanjutan, perencanaan pembangunan jangka panjang sangat diperlukan. 12 Untuk itulah dibentuk SPPN sebagai pengganti GBHN. SPPN dan GBHN itu sendiri memiliki beberapa perbedaan mendasar yang di antaranya perbedaan paling mendasar adalah terkait lembaga mana yang menyusun dokumen perencanaan tersebut. GBHN disusun oleh MPR dan 10 Pasal 3 ayat (3) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421). 11 Lihat Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421). 12 Lihat Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4700).

6 ditetapkan dengan Ketetapan MPR (TAP MPR) karena MPR dianggap sebagai maket atau miniatur dari masyarakat Indonesia dalam melakukan proses kedaulatan rakyat dan Presiden harus menjalankan haluan negara menurut GBHN yang telah ditentukan oleh MPR tanpa dilibatkan dalam penyusunannya. Sedangkan dalam SPPN, penyusunan dokumen perencanaannya melibatkan unsur penyelenggara negara yang juga terdiri dari Presiden sebagai pelaksana dari perencanaan tersebut dan masyarakat di tingkat Pusat dan Daerah. 13 Dengan pelibatan Pemerintah Daerah dalam penyusunan dokumen SPPN ditambah dengan berlakunya otonomi daerah secara luas, maka konsep perencanaan pembangunan daerah menjadi hal yang relevan untuk dibahas. Konsep perencanaan pembangunan daerah memiliki tujuan untuk mengoptimalkan penggunaan potensi sekaligus mengurangi ketimpangan pembangunan antar daerah. Namun, meskipun otonomi daerah berlaku secara luas, ruang gerak Pemerintah Daerah dalam perencanaan dan pengaturan pembangunan yang sesuai potensi dan prioritas daerah sebenarnya sangat terbatas. Untuk memadukan antara pusat dan daerah dengan keberagaman tugas, fungsi, dan wewenang dalam penyusunan perencanaan serta pengelolaan pembangunan diperlukan adanya perencanaan multi-tingkat. 14 Sebagai sebuah sistem perencanaan yang dapat dikatakan keberlakuannya masih baru dibandingkan dengan GBHN, yang juga sebagai sebuah sistem perencanaan yang untuk pertama kalinya dituangkan dalam bentuk undang- 13 Yessi Anggraini, Armen Yasir, dan Zulkarnain Ridlwan, Perbandingan Perencanaan Pembangunan Nasional Sebelum dan Sesudah Amandemen Undang-Undang Dasar 1945, Jurnal Fiat Justisia, Volume 9, Nomor 1, Tahun 2015. 14 Indra Bastian, 2006, Sistem Perencanaan dan Penganggaran Pemerintahan Daerah di Indonesia, Salemba Empat, Jakarta, hlm. 4.

7 undang, diperlukan pembahasan lebih lanjut untuk lebih memahami mengenai bagaimana SPPN itu sendiri berlaku. Pembahasan secara mendalam diperlukan untuk memahami bagaimana relasi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam tahapan-tahapan penyusunan perencanaan pembangunan berdasarkan SPPN sebagai sistem perencanaan pembangunan nasional yang saat ini berlaku serta permasalahan apa yang ada pada hubungan perencanaan tersebut. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dipaparkan di atas, rumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana hubungan perencanaan pembangunan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah? 2. Bagaimana permasalahan normatif dalam relasi perencanaan pembangunan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah? C. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai oleh penulis dalam penelitian ini terbagi menjadi tujuan objektif dan tujuan subjektif, yaitu: 1. Tujuan Objektif a. Untuk mengetahui, memahami, menelaah, dan melakukan analisis terkait hubungan perencanaan pembangunan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

8 b. Untuk mengetahui, memahami, menelaah, dan melakukan analisis terkait permasalahan normatif yang ada dalam relasi perencanaan pembangunan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. 2. Tujuan Subjektif Sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. D. Keaslian Penelitian Berdasarkan pengamatan penulis melalui penelusuran pustaka di Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada dan pencarian melalui internet, tidak ditemukan adanya penelitian yang mengangkat judul Relasi Perencanaan Pembangunan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN). Namun, terdapat beberapa penelitian yang juga melakukan pembahasan mengenai perencanaan pembangunan, yaitu: Pertama, penelitian untuk penulisan skripsi oleh Nasrul Suhuf Salehan dari Fakultas Hukum Universitas Jember pada tahun 2015 dengan judul Urgensi Kedudukan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) Berkaitan Dengan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia. Penelitian tersebut terdiri dari dua rumusan masalah, yaitu: 15 1. Bagaimana kedudukan dan kewenangan MPR pasca amandemen UUD 1945? 15 Nasrul Suhuf Salehan, 2015, Urgensi Kedudukan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) Berkaitan dengan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia, Skripsi, Program Studi Ilmu Hukum (S1) Universitas Jember, Fakultas Hukum, Jember, hlm. 5-6.

9 2. Bagaimanakah urgensi dibentuknya Pokok-Pokok Haluan Negara sebagai pedoman pembangunan nasional di Indonesia? Dari penelitian tersebut, terdapat perbedaan dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis, yaitu perbedaan masalah yang dibahas. Penelitian yang dilakukan oleh penulis lebih membahas sistem perencanaan pembangunan nasional pasca amandemen UUD 1945, yaitu dengan SPPN. Penulis tidak mengangkat masalah mengenai kedudukan dan kewenangan MPR pasca amandemen UUD 1945, penulis lebih memfokuskan pembahasan pada sistem perencanaan yang ada, bukan lembaga yang berkaitan dengan penyusunan perencanaan. Penulis juga tidak melakukan pembahasan mengenai urgensi dibentuknya Pokok-Pokok Haluan Negara karena pada penelitian ini penulis lebih memfokuskan pembahasan pada bagaimana sistem perencanaan pembangunan nasional yang ada sekarang berlaku bukan difokuskan pada urgensi untuk mengganti sistem tersebut sebagaimana pembahasan yang dilakukan oleh Nasrul Suhuf Salehan. Kedua, penelitian oleh Ari Purwadi dari Fakultas Hukum Universitas Wijaya Kusuma Surabaya yang dimuat pada Jurnal Perspektif Volume XVIII Nomor 2 Tahun 2013 Edisi Mei dengan judul Harmonisasi Pengaturan Perencanaan Pembangunan Antara Pusat dan Daerah Era Otonomi Daerah. Penelitian ini mengangkat masalah mengenai mengapa terjadi disharmoni pengaturan perencanaan pembangunan antara pusat dan daerah. 16 Dari penelitian tersebut, terdapat perbedaan dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis dalam 16 Ari Purwadi, Harmonisasi Pengaturan Perencanaan Pembangunan Antara Pusat dan Daerah Era Otonomi Daerah, Jurnal Perspektif, Volume XVIII, Nomor 2, Tahun 2013, hlm. 88.

10 hal rumusan masalah dan fokus pembahasan yang dilakukan. Penelitian oleh Ari Purwadi lebih memfokuskan pada sebab-sebab mengapa terjadi ketidaksesuaian antara perencanaan pembangunan nasional dan daerah, sedangkan penelitian oleh penulis membahas bagaimana relasi perencanaan pembangunan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dan permasalahan apa yang ada pada relasi tersebut. Pada pembahasan tersebut penulis tidak hanya menjabarkan permasalahan mengenai perencanaan pembangunan antara pusat dan daerah yang tidak harmonis, namun melakukan pembahasan secara umum mengenai relasi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam perencanaan pembangunan. Selain itu, penulis juga menjabarkan permasalahan yang ada pada hubungan pemerintah pusat dan daerah dalam perencanaan pembangunan nasional secara normatif, berbeda dari penelitian oleh Ari Purwadi yang menjabarkan masalah yang terdapat dalam implementasi UU SPPN, yaitu terkait adanya disharmoni dokumen perencanaan. Perbedaan yang terakhir yaitu dari segi waktu, di mana penelitian oleh Ari Purwadi dalam pembahasannya menggunakan undang-undang pemerintahan daerah yaitu Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang pada saat ini sudah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku, sedangkan penulis menggunakan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Ketiga, penelitian yang dibuat oleh Yessi Anggraini, Armen Yasir, dan Zulkarnain Ridlwan dari Fakultas Hukum Universitas Lampung yang dimuat pada Jurnal Fiat Justisia Volume 9 Nomor 1 Tahun 2015 edisi Januari-Maret dengan judul Perbandingan Perencanaan Pembangunan Nasional Sebelum dan Sesudah

11 Amandemen Undang-Undang Dasar 1945. Permasalahan yang diangkat pada penelitian ini adalah bagaimana perbandingan landasan perencanaan pembangunan sebelum dan sesudah amandemen UUD 1945 dan bagaimana kedudukan UU SPPN sebagai landasan perencanaan pembangunan nasional pasca amandemen UUD 1945. 17 Penelitian yang dilakukan oleh penulis juga sedikit membandingkan perencanaan pembangunan sebelum dan sesudah amandemen UUD 1945 yang bertujuan untuk menjawab permasalahan bagaimana sistem perencanaan pembangunan nasional yang saat ini berlaku. Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian oleh penulis terletak pada pembahasan mengenai relasi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam perencanaan pembangunan nasional. Pada penelitian oleh Yessi Anggraini, Armen Yasir, dan Zulkarnain Ridlwan dalam membahas kedudukan UU SPPN sebagai landasan perencanaan pembangunan nasional pasca amandemen UUD 1945, hanya dilakukan pembahasan secara umum mengenai kedudukan SPPN sebagai sistem perencanaan yang saat ini berlaku, pembahasan yang dilakukan oleh penulis lebih luas di mana penulis juga membahas mengenai asas, pendekatan, tujuan, dan ruang lingkup sistem perencanaan pembangunan nasional serta tahapan-tahapan dalam proses penyusunan perencanaan pembangunan nasional. Selain itu, penelitian oleh Yessi Anggraini, Armen Yasir, dan Zulkarnain Ridlwan tersebut tidak melakukan pembahasan mengenai hubungan pemerintah pusat dan daerah, sedangkan penulis mengangkat masalah berupa bagaimana hubungan perencanaan 17 Yessi Anggraini, Armen Yasir, dan Zulkarnain Ridlwan, Perbandingan Perencanaan Pembangunan Nasional Sebelum dan Sesudah Amandemen Undang-Undang Dasar 1945, Jurnal Fiat Justicia, Volume 9, Nomor 1, Tahun 2015, hlm. 77.

12 pembangunan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam rumusan masalah penulis yang kedua. Perbedaan tersebut menunjukkan keaslian dari penelitian yang dilakukan oleh penulis dengan penelitian mengenai perencanaan pembangunan nasional yang telah ada sebelumnya. Penelitian ini dilakukan oleh penulis dengan itikad baik tanpa ada maksud apapun untuk melakukan plagiasi atau kejahatan akademik lainnya. Apabila telah ada penelitian serupa, maka diharapkan penelitian ini dapat melengkapi penelitian sebelumnya serta dapat menambah bahan literatur keilmuan hukum di bidang hukum tata negara. E. Kegunaan Penelitian Manfaat penelitian yang dapat dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagi Peneliti: Penelitian ini memberikan manfaat dalam menambah pengetahuan peneliti terhadap seluk beluk perencanaan pembangunan nasional di tingkat pusat dan daerah berdasarkan Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional termasuk permasalahan-permasalahan yang ada pada sistem tersebut, serta dapat meningkatkan sikap kritis atas isu-isu hukum yang sedang berkembang di masyarakat. 2. Bagi Pemerintah Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada pemerintah terkait permasalahan yang ada dalam perencanaan pembangunan

13 nasional di tingkat pusat dan daerah berdasarkan Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. 3. Bagi Masyarakat Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan masyarakat berkaitan dengan perencanaan pembangunan nasional di tingkat pusat dan daerah berdasarkan Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan bagaimana hubungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam proses penyusunan perencanaan pembangunan nasional tersebut beserta permasalahan dalam sistem tersebut. 4. Bagi Ilmu Pengetahuan Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi ilmiah dalam pembangunan ilmu hukum tata negara dan memperkaya khasanah informasi dan wawasan pemikiran khususnya terkait perencanaan pembangunan nasional di tingkat pusat dan daerah berdasarkan Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.