BAB V PENUTUP. 1. Politik hukum sebagai kerangka umum yang akan membentuk hukum (legal

Transkripsi

1 165 BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN 1. Politik hukum sebagai kerangka umum yang akan membentuk hukum (legal frame work), mempunyai peranan penting. Politik hukum sebagai upaya mewujudkan ius contituendum (hukum yang sebenar-benarnya) dan hukum sekarang merupakan hukum ius constitutum (hukum yang masih banyak salahnya, atau masih ada kesalahnya). Karena politik hukum merupakan disiplin yang mendasari aktifitas memilih dan menyerasikan berbagai nilai, cara, atau model yang akan digunakan dalam melaksanakan pembangunan hukum dalam rangka mencapai tujuan maupun untuk kepentingan terhadap perubahan hukum yang direncanakan. Dampak dari Perubahan UUD NRI Tahun 1945, selain mengubah sistem dan struktur ketatanegaraan Republik Indonesia secara khusus juga telah menempatkan posisi DPR sebagai pemegang kekuasaan membentuk undang-undang. Pergeseran kekuasaan membentuk undang-undang dari Presiden kepada DPR, merupakan langkah konstitusional yang meletakan secara tepat fungsi lembaga tersebut sesuai dengan bidang tugasnya masing-masing. Dengan pergeseran kewenangan itu, sesungguhnya ditinggalkan juga teori pembagian kekuasaan (distribution of power) dengan prinsip supremasi MPR yang sebelumnya dianut menjadi pemisahan kekuasaan (separation of power) dengan prinsip saling mengawasi dan saling mengimbangi sebagai ciri yang melekat.

2 Pengaturan naskah akademik dalam pembentukan undang-undang mengalami pasang surut, dalam sejumlah regulasi itu sendiri. Pada tahun 1994, melalui Keputusan Kepala Badan Hukum Nasional menerbitkan sebuah petunjuk teknis naskah akademik. Keputusan Kepala BPHN ini telah menjadi pedoman di dalam penyusunan naskah akademik yang dilaksanakan di BPHN dan di lingkungan Pemerintah, yang landasannya mengacu pada Keputusan Presiden No.188 Tahun 1998 tentang Tata cara Mempersiapkan Rancangan Undangundang dan Rancangan Peraturan Pemerintah, namun mengenai pengaturan naskah akademik itu sendiri hanya berlaku di lingkungan pemerintah (eksekutif) saja. Kemudian Kepres tersebut dicabut dan diganti dengan Perpres No. 68 Tahun 2005 tentang Tata Cara Mempersiapkan Rancangan Undang-undangan, Rancangan Peraturan Pemerintah dan Rancangan Peraturan Presiden. Namun dalam Perpres tersebut tidak mengatur model atau desain baku penyusunan naskah akademik. Untuk melaksanakan Perpres tersebut maka dibuatlah Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia No. M.HH-01.PP Tahun 2008 tentang Pedoman Penyusunan Naskah Akademik Rancangan Peraturan Perundang-Undangan, bahwa Naskah Akademik merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari proses pengajuan usul Prolegnas RUU Prioritas Tahunan Pemerntah. Akan tetapi hal ini hanya berlaku dikalangan pemerintah saja (eksekutif) dalam mengajukan pembentukan undang-undang. Karena berdasarkan Pasal 20 ayat (1) UUD NRI 1945 yang mempunyai kekuasaan membentuk undang-undang adalah DPR, dan dalam proses pembentukan undang-undang di DPR belum dikenal tata cara penyusunan naskah akademik itu sendiri yang merupakan kajian

3 167 ilmiah dalam proses pembentukan undang-undang. Lahirnya Undang-Undang No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan perundang-undangan merupakan pelengkap dari peraturan-peraturan sebelumnya, karena mulai proses perencanaan hingga pengundangan diatur secara rinci mengenai pembentukan undang-undang, Di tahap perencanaan inilah memerlukan suatu kajian yang mendalam dan komprehensif mengenai teori atau pemikiran ilmiah yang berkaitan dengan materi muatan RUU. 3. Urgensi dari Naskah Akademik dalam proses pembentukan undang-undang antara lain merupakan media nyata bagi partisipasi masyarakat dalam proses pembentukan undang-undang. Naskah Akademik memaparkan alasan-alasan, fakta-fakta,dan latar belakang tentang hal-hal yang mendorong disusunnya suatu masalah atau persoalan sehingga sangat penting dan mendesak diatur dalam suatu undang-undang. Dengan adanya Naskah Akademik akan terlihat dan teruji, apakah didalam RUU tersebut terdapat kaidah dan norma yang sejalan dengan UUD 1945 atau tidak. Keberadaan naskah akademik dalam pembentukan undang-undang sangat strategis dan merupakan kebutuhan yang tidak dapat dihindarkan apabila membentuk suatu undang-undang yang baik. Hal ini disebabkan dalam perkembangan ketatanegaraan Indonesia secara yuridis masih belum banyak aturan hukum yang lengkap untuk mengatur segala hal. Sementara arus perubahan yang diinginkan masyarakat sangat kuat khususnya terhadap undang-undang yang responsif dan aspiratif. Masyarakat lebih banyak menuntut keberadaan suatu undang-undang tersebut bukanlah kehendak penguasa belaka. Suatu naskah akademik rancangan undang-undang disusun sebagai hasil kegiatan penelitian yang bersifat

4 168 akademis sesuai dengan prinsip-prinsip ilmu pengetahuan yang rasional, kritis, objektif, dan impersonal, maka dari itu pertimbangan-pertimbangan yang melatarbelakanginya tentulah berisi ide-ide normatif yang mengandung kebenaran ilmiah dan diharapkan terbebas dari kepentingan-kepentingan yang bersifat pribadi atau kelompok kepentingan politik golongan, kepentingan politik kepartaian dan sebagainya. B. SARAN 1. Dari perspektif pendekatan kelembagaan, perwujudan kekuasaan pembentuk undang-undang bersifat dialogis, tidak mungkin terletak semata-mata pada DPR, tetapi juga tergantung kepada Presiden. Untuk itu diperlukan komitmen bersama dari kedua belah pihak untuk mentaati ketentuan UUD dan ketentuan perundang-undangan. 2. Guna mewujudkan kekuasaan DPR dalam pembentukan undang-undang perlu dilakukan perbaikan penyempurnaan berbagai ketentuan mengenai pembentukan undang-undang yang sudah ada didalam perundang-undangan. Upaya tersebut dilakukan dengan memperbaiki ketentuan mengenai kekuasaan membentuk undang-undang yang sudah ada didalam UUD NRI Tahun Untuk mengamati apakah pembentukan undang-undang tersebut sesuai dengan yang direncanakan dan terumuskan dalam suatu naskah akademik, maka diperlukan pembentukan risalah pembahasan yang dilakukan selama proses pembentukan undang-undang tersebut berlangsung. Pembentukan risalah/dokumentasi yang lengkap terhadap seluruh pembahasan rancangan

5 169 undang-undang tersebut, dapat merupakan bahan evaluasi terhadap kesesuaian suatu naskah akademik dan undang-undang yang dibentuk, serta mengetahui alasan-alasan yang mendasari setiap rumusan dalam peraturan perundang-undangan tersebut.