ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI BELANJA DAERAH KABUPATEN/KOTA PROVINSI SUMATERA BARAT JURNAL

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. disebut Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), baik untuk

PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI (PDRB), PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DAN DANA ALOKASI UMUM (DAU) TERHADAP BELANJA DAERAH DI KABUPATEN PASAMAN BARAT

BAB I PENDAHULIAN. Dewasa ini, perhatian pemerintah terhadap masalah-masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi yang mensyaratkan perlunya pemberian otonomi seluas-luasnya

PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP BELANJA MODAL PADA KABUPATEN GORONTALO

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Pemerintah Kabupaten/Kota Se propinsi

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam bidang pengelolaan keuangan negara maupun daerah. Akuntabilitas

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. Uji akar akar unit yang bertujuan untuk menganalisis data time series

BAB I PENDAHULUAN. diberlakukannya desentralisasi fiskal. Penelitian Adi (2006) kebijakan terkait yang

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya Otonomi daerah yang berlaku di Indonesia Berdasarkan

PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP ALOKASI BELANJA DAERAH PADA PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA PROVINSI JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Kuncoro, 2004).

DAFTAR PUSTAKA. Halim Abdul, (2002). Akuntansi Sektor Publik. Salemba Empat, Jakarta.

PENGARUH ALOKASI BELANJA BIDANG KESEHATAN TERHADAP ANGKA HARAPAN HIDUP DI KABUPATEN SAROLANGUN TAHUN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

INUNG ISMI SETYOWATI B

PENGARUH INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO TERHADAP TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA PROVINSI DKI JAKARTA TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. dan kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang dijadikan pedoman

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Belanja Daerah tahun sekarang pada kabupaten/kota di propinsi Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran daerah

1. ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENERIMAAN PAJAK DAERAH DI PROVINSI DKI JAKARTA Tahun

PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH, PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP PENGALOKASIAN ANGGARAN BELANJA MODAL

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Prinsip otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya. (Maryati, Ulfi dan Endrawati, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. perubahan dan lebih dekat dengan masyarakat. Otonomi yang dimaksudkan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran dearah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN ANALISIS. dilakukan untuk mengetahui seberapa pengaruh variabel-variabel independen

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

Lampiran 1 : Pemilihan Bank Melalui Kriteria Berdasarkan Purposive Sampling

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil analisis regresi data panel menunjukkan bahwa model

BAB IV HASIL DAN ANALISIS. bentuk deret waktu (time series) selama 17 tahun, yaitu tahun Data

BAB 1 PENDAHULUAN. Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi. daerah berkewajiban membuat rancangan APBD, yang hanya bisa

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat

BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Lampiran 1. Pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah (PAD) pada Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara Tahun (%)

LAMPIRAN. Lampiran 1 Data Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara

BAB I PENDAHULUAN. setiap anggaran tahunan jumlahnya semestinya relatif besar. publik. Beberapa proyek fisik menghasilkan output berupa bangunan yang

BAB I PENDAHULUAN. diberlakukannya otonomi daerah. Sebelum menerapkan otonomi daerah,

BAB I PENDAHULUAN. Negara dimaksudkan untuk meningkatkan efektifitas dan efesiensi. penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat.

PENGARUH DANA ALOKASI UMUM (DAU), PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DAN PERTUMBUHAN EKONOMI TERHADAP BELANJA PEMERINTAH KABUPATEN KLATEN TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. provinsi. Dalam provinsi itu dikembangkan kembali dalam kabupaten kota,

Lampiran 2 Penduduk Menurut Status Pekerjaan Utama (jiwa)

Lampiran 1 Data Penyerapan Tenaga Kerja, PDRB, Pengeluaran Pemerintah, dan Upah Riil Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Barat tahun

Surat Keterangan Perubahan Judul

PENDAHULUAN. yang sangat besar, terlebih lagi untuk memulihkan keadaan seperti semula. Sesuai

BAB I PENDAHULUAN. Dengan dikeluarkannya undang-undang Nomor 22 Tahun kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia ini adalah suatu negara yang menganut daerah otonom.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan bentuk kontrak antara eksekutif, legislatif dan publik.

BAB I PENDAHULUAN. mengelola sumber daya yang dimiliki secara efisien dan efektif.

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan publik, mengoptimalkan potensi pendapatan daerah

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam mewujudkan pemerataan pembangunan di setiap daerah, maka

Daftar Perusahaan yang Menjadi Sampel Penelitian

IV. ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Pada Bab ini akan dibahas tentang hasil analisis yang diperoleh secara rinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Dengan dikeluarkannya UU No. 22 Tahun 1999 yang kemudian direvisi

PENDAHULUAN. daerah yang saat ini telah berlangsung di Indonesia. Dulunya, sistem

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan dari Orde Baru ke Orde Reformasi telah membuat beberapa perubahan

BAB I PENDAHULUAN. mengatur tentang otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam

PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP BELANJA MODAL (Studi Empiris di Wilayah Karesidenan Surakarta)

Lampiran 1 Hasil Regression Model GLS FIXED EFFECT (FEM)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. provinsi. Dalam satu karesidenan terdiri dari beberapa kapupaten atau kota.

BAB IV HASIL DAN ANALISIS. sekunder dalam bentuk deret waktu (time series) pada periode

BAB I PENDAHULUAN. belanja modal sendiri terjadi akibat kebutuhan sarana dan prasarana suatu daerah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No.

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

JURNAL ILMIAH. Disusun oleh : Yolan Cahyani JURUSAN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS BRAWIJAYA

BAB I PENDAHULUAN UKDW. terjadi dalam satu atau beberapa periode mendatang. Menurut Governmental

Penerimaan Pajak dan Pengeluaran Pemerintah kota Tebing Tinggi Tahun (juta rupiah)

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan perubahan peraturan perundangan yang mendasari pengelolaan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pusat mengalami perubahan, dimana sebelum reformasi, sistem pemerintahan

ANALISIS PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI TERHADAP TINGKAT PENGANGGURAN DI KOTA MEDAN TAHUN

BAB XII INTERPRETASI HASIL OLAH DATA

BAB I PENDAHULUAN. Pada era keterbukaan sekarang ini maka reformasi sektor publik yang

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan

BAB 1 PENDAHULUAN. diartikan sebagai hak, wewenwang, dan kewajiban daerah otonom untuk

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang sentralisasi menjadi struktur yang terdesentralisasi dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Kebijakan otonomi

Lampiran 1 Daftar Populasi Sampel Penelitian

BAB V PENUTUP. maka diperoleh kesimpulan yang dapat diuraikan sebagai berikut : tingkat kemiskinan di Provinsi Jawa Timur.

ABSTRAK PENGARUH ALOKASI BELANJA PENDIDIKAN TERHADAP ANGKA MELEK HURUF DAN RATA-RATA LAMA SEKOLAH KABUPATEN SAROLANGUN PERIODE C0E013004

PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH, DANA ALOKASI UMUM, DAN DANA ALOKASI KHUSUS TERHADAP TINGKAT KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.otonomi

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan atas pertimbangan

BAB I PENDAHULUAN. perubahan yang sangat mendasar sejak diterapkannya otonomi daerah. dalam hal pengelolaan keuangan daerah.

BAB 1 PENDAHULUAN. mengelola daerahnya sendiri. Namun dalam pelaksanaannya, desentralisasi

DAFTAR PUSTAKA. Abdul Halim Akuntansi Sektor Publik: Akuntansi Keuangan Daerah. Edisi Keempat. Jakarta: Salemba Empat.

EFEK MEMILIKI PENDAPATAN DAERAH, PENGALOKASIAN DANA UMUM, DAN DANA KHUSUS PADA BELANJA MODAL DI KOTA DAN KABUPATEN SUMATERA UTARA

Transkripsi:

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI BELANJA DAERAH KABUPATEN/KOTA PROVINSI SUMATERA BARAT JURNAL AFRIZON NIM. 12090240 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (STKIP) PGRI SUMATERA BARAT PADANG 2016

Analisis faktor-faktor yang Mempengaruhi Belanja Daerah Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Barat (Studi Kasus Pada Pemerintahan Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Barat Tahun Anggaran 2005-2014) Oleh:,, 1) Mahasiswa Program Studi Pendidikan Ekonomi STKIP PGRI Sumatera Barat 2,3) Dosen program studi pendidikan ekonomi STKIP PGRI Sumatera Barat Jolianis, Yulna Dewita Hia Dosen Programstudi Pendidikan Ekonomi STKIP PGRI Sumatera Barat Jl. Gunuang pangilun No. 1 Padang Sumatera Barat ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk megetahui dan menganalisis faktor-faktor yang Mempengaruhi Belanja Daerah Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Barat. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif. Objek penelitian dilakukan di Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Barat yang terletak di Kota Padang. Data yang digunakan adalah data data panel dengan nilai n=10 19=190 tahun periode anggaran 2005-2014 yang diperoleh dari BPKAD dan BPS. Hasil penelitian menjelaskan bahwa 1) Variabel PAD berpengaruh positif dan Signifikan terhadap Belanja daerah Kabupaten/Kota provinsi Sumatera Barat jadi besarnya PAD, Terhadap Belanaja Daerah Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Barat yaitu sebesar: 74% dan sisanya 26% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti oleh peneliti Abstract This study aims to know and analyze the factors that Affect Shopping District / City of West Sumatra Province. This type of research used in this study is the quantitative approach. The object of research conducted in the District / City of West Sumatra Province, located in the city of Padang. The data used is data panel data with a value of n = 10 19 = 190 years of the budget period 2005-2014 were obtained from BPKAD and BPS. The results of the study explained that 1) Variable PAD positive effect and significant to the Shopping District / City of West Sumatra province so the amount of PAD, Against Belanaja District / City of West Sumatra Province is equal: 74% and the remaining 26% is influenced by other variables not examined by researchers

PENDAHULUAN Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat provinsi maupun tingkat Kabupaten dan Kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No. 22 Tahun 1999 dan UU No. 25 Tahun 1999 yang mengatur tentang otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam perkembangan kebijakan ini diperbaharui dengan dikeluarkannya UU No. 32 Tahun 2004. Kedua UU ini mengatur tentang Pemerintah Daerah Dan Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Pemerintah Daerah. Kebijakan ini merupakan tantangan dan peluang bagi Pemerintah Daerah (pemda) dikarenakan Pemda memiliki kewenangan lebih besar untuk mengelola sumber daya yang dimiliki secara efektif dan efisien dengan sesedikit mungkin campur tangan pemerintah pusat. Pemerintah daerah mempunyai hak dan kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan yang dimilikinya sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat yang berkembang di daerah. Selain itu UU juga memberikan penegasan bahwa daerah memiliki kewenangan untuk menentukan alokasi sumber daya ke dalam belanja daerah dengan menganut asas kepatutan, kebutuhan dan kemampuan daerah yang dialokasikan dalam APBD. Proses penyusunan anggaran pasca UU No. 22 Tahun 1999 (dan UU No. 32 Tahun 2004) melibatkan dua pihak yaitu: pihak eksekutif dan legislatif, masing-masing melalui sebuah tim atau panitia anggaran. Adapun eksekutif sebagai pelaksana operasional daerah berkewajiban membuat draft/rancangan APBD yang hanya bisa diimplementasikan kalau sudah disahkan oleh DPRD dalam proses ratifikasi anggaran. Penyusunan APBD diawali dengan kesepakatan antara eksekutif dan legislatif tentang kebijakan umum APBD dan Prioritas serta Plafon Anggaran yang akan menjadi pedoman untuk penyusunan Anggaran Pendapatan dan Anggaran Belanja. Eksekutif membuat rancangan APBD sesuai dengan kebijakan umum APBD dan Prioritas dan Plafon Anggaran yang kemudian diserahkan kepada legislatif untuk dipelajari dan dibahas bersama-sama sebelum diterapkan sebagai Peraturan Daerah (Perda). Anggaran sektor publik pemerintah daerah dalam APBD sebenarnya merupakan output pengalokasian sumberdaya. Adapun pengalokasian sumberdaya merupakan permasalahan dasar dalam penganggaran sektor publik (Key dalam Yovita:2011:02). Keterbatasan sumberdaya sebagai pangkal masalah utama dalam pengalokasian anggaran sektor publik, dan dapat diatasi dengan pendekatan ilmu ekonomi melalui berbagai teori tentang teknik dan prinsip seperti yang dikenal dalam public expenditure management. Pemerintah daerah mengalokasikan dana dalam bentuk anggaran belanja daerah dalam APBD untuk menambah aset tetap. Alokasi belanja daerah ini didasarkan pada kebutuhan daerah akan sarana dan prasarana, baik untuk kelancaran pelaksanaan tugas pemerintahan maupun untuk fasilitas publik. Oleh karena itu, dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan publik, pemerintah daerah seharusnya mengubah komposisi belanjanya. Selama ini belanja daerah lebih banyak digunakan untuk belanja rutin yang relatif kurang produktif. Akan tetapi pemanfaatan belanja daerah hendaknya dialokasikan untuk hal-hal yang produktif, misal untuk

melakukan aktivitas pembangunan dan program-program layanan publik. Infrastuktur dan sarana prasarana yang ada di daerah akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi daerah. Jika sarana dan prasarana memadai maka masyarakat dapat melakukan aktivitas sehari-harinya secara aman dan nyaman yang akan berpengaruh pada tingkat produktivitasnya yang semakin meningkat, dan dengan adanya infrastruktur yang memadai akan menarik investor untuk membuka usaha di daerah tersebut. Dengan bertambahnya Belanja Daerah maka akan berdampak pada periode yang akan datang yaitu produktivitas masyarakat meningkat dan bertambahnya investor akan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah. Pendapatan Asli Daerah adalah sumber pendapatan yang diperoleh dari dalam daerah yang mana pemungutan dan pengelolaannya merupakan kewenangan pemerintah daerah berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan per Undang- Undangan (Darise, 2009:33). Desentralisasi fiskal memberikan kewenangan yang besar kepada daerah untuk menggali potensi yang dimiliki sebagai sumber pendapatan daerah untuk membiayai pengeluaran daerah dalam rangka pelayanan publik. Berdasarkan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004, salah satu sumber pendapatan daerah adalah Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang terdiri dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain PAD yang sah. Peningkatan PAD diharapkan meningkatkan investasi pemerintah daerah sehingga kualitas pelayanan publik semakin baik tetapi yang terjadi adalah peningkatan Pendapatan Asli Daerah tidak diikuti dengan kenaikan anggaran Belanja Daerah yang signifikan hal ini disebabkan karena Pendapatan Asli Daerah tersebut banyak digunakan untuk membiayai belanja lainnya. Peneliti diharapkan utnuk menambah wawasan ke ilmuan dan memeperdalam pengetahuan dan pengalaman tentang belanja daerah di kabupaten/ Kota Provinsi Sumatera Barat. Karen Setiap daerah mempunyai kemampuan keuangan yang tidak sama dalam mendanai kegiatan-kegiatannya, hal ini menimbulkan ketimpangan fiskal antara satu daerah dengan daerah lainnya. Oleh karena itu, untuk mengatasi ketimpangan fiskal ini Pemerintah mengalokasikan dana yang bersumber dari APBN untuk mendanai kebutuhan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi. Salah satunya yaitu dana perimbangan dari pemerintah pusat yaitu Dana Alokasi Umum (DAU) yang pengalokasiannya menekankan aspek pemerataan dan keadilan yang selaras dengan penyelenggaraan urusan pemerintahan (UU No. 32 Tahun 2004). Dengan adanya transfer dana dari pemerintah pusat ini diharapkan pemerintah daerah bisa lebih mengalokasikan PAD yang didapatnya untuk membiayai Belanja Daerah di daerahnya. Dalam Permendagri Nomor 30 Tahun 2007 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah, menerangkan bahwa penggunaan dana perimbangan untuk DAK agar dialokasikan kepada daerah tertentu untuk mendanai kebutuhan fisik, sarana dan prasarana dasar yang menjadi urusan daerah antara lain program kegiatan pendidikan dan kesehatan dan lain-lain sesuai dengan petunjuk teknis yang ditetapkan oleh menteri teknis terkait sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dana Alokasi khusus (DAK) adalah dana yang berasal dari APBN

yang dialokasikan kepada daerah untuk membantu pembiayaan kebutuhan khusus. Pengalokasian DAK mamperhatikan ketersedian dana dalam APBN, yang berarti bahwa besaran dana alokasi khusus tidak dapat dipastikan setiap tahunnya, DAK diberikan kepada daerah apabila daerah menghadapi masalah-masalah khusus seperti: Adapun data Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum Dana Alokasi Kusus dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Barat sebagai berikut: Tabel.1 Data PDRB, PAD, DAU, DAK dan Belanja Daerah Pemerintah Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Barat (dalam jutaan rupiah) Tahun Belanja Daerah PAD DAU DAK 2005 4,320,358.79 284,425.97 2,599,229.95 946,994.49 2006 5,105,350.70 403,177.67 4,651,611.00 616,272.04 2007 6,825,903.57 486,885.68 5,203,054.80 698,663.78 2008 7,972,357.24 563,288.58 5,887,374.13 881,173.00 2009 8,576,810.67 621,700.46 6,016,158.04 881,879.74 2010 8,865,928.15 524,457.12 6,275,568.84 686,289.96 2011 9,622,634.66 781,193.60 6,635,883.34 741,635.05 2012 11,507,517.57 821,709.71 8,308,023.72 787,748.57 2013 12,891,023.72 929,374.89 10,488,232.17 922,718.26 2014 12,794,920.07 815,322.22 10,476,984.91 1,021,500.98 Sumber : BPS Kabupaten/kota Provinsi Sumatera Barat 2016 Dari data di atas dapat dilihat bahwa Belanja Daerah (BD) dari tahun 2005 mengalami peningkatan sebesar Rp.4,320,358.79 pada tahun 2006 dan pada tahun 2007 mengalami peningkatan pertambahan sebesar Rp.6,825,903.57 dari sebelumnya. Sedangkan pada tahun 2008 sampai tahun selanjutnya yaitu tahun 2015 Belanja daerah terus mengalami pertambahan sampai Rp.13,996,491.95 Dalam hal ini dapat diketahui bahwa BD Kabupaten/Kota Provinsi sumatera Barat dari tahun ke tahun mengalami perubahan peningkatan pertambahan. Sedangkan kondisi Pendapatan Asli Daerah (PAD) tidak jauh berbeda dengan kondisi BD, dimana kondisi PAD juga mengalami peningkatan pertambahan dari tahun ke tahun, dimana tingkat persentase pertambahan PAD pada tahun 2005 sebesar yaitu sebesar Rp.284,425.97. Sedangkan pada tahun 2006 sampai dengan tahun 2009 tingkat pertambahan PAD hanya mengalami sedikit pertambahan. bahkan mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Adapun tingkat pertambahan yang menurun yaitu terjadi pada tahun 2010 yaitu sebesar Rp. 524,457.12. Dengan perubahan PAD mengalami perubahan dari tahun ke tahun. yang semakin kecilnya PAD dapat dikatakan bahwa kemampuan untuk membiayai belanja akan mengalami penurunan bahkan tidak akan terdanai. Dengan kondisi seperti ini bahwa PAD belum dapat diandalkan untuk membiayai program dalam BD yang terus terjadi seiring tuntutan kebutuhan dan cakupan layanan publik yang harus semakin baik.

Dengan menurunnya kemampuan PAD dalam membiayai BD, maka dibutuhkan transfer dari pemerintah pusat yang disebut dengan DAU, dimana dalam data di atas dapat dilihat bahwa DAU mengalami peningkatan dari tahun ketahun. Dan pada tahun 2005 DAU sebesar Rp. 2,599,229.95 sampai dengan tahun 2015 DAU terus mengalami peningkatan sapai mencapai Rp.10,983,299.47 Dengan kondisi seperti ini dapat terlihat bahwa DAU ikut membiayai operasi dan belanja pembangunan daerah yang oleh Pemda dilaporkan diperhitungan APBD. Tujuan dari tranfers DAU ini adalah untuk mengurangi kesenjangan fiskal antar pemerintah dan menjamin tercapainya standar pelayanan publik minimun diseluruh wilayah. Dengan adanya DAU kita harus menghubungkan dengan PAD Pendapatan Asli Daerah (PAD) bagi Tabel 4.9 Uji Regresi Data Panel Dependent Variable: BD? Method: Pooled Least Squares Date: 08/12/16 Time: 19:32 Sample: 2005 2015 Included observations: 10 Cross-sections included: 19 Total pool (balanced) observations: 190 Pemerintah Daerah sangatlah penting karena PAD menunjukkan kemampuan daerah dalam menggali sumber keuangnnya sendiri yang kemudian menjadi sebuah ukuran kinerja bagi Pemerintah Daerah dalam proses pengembangan ekonomi daerah. Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah METODOLOGI PENELITIAN Analisis yang digunakan adalah analisis regresi data panel karena data yang dianalisis berupa data pooled (gabungan antara data crossection dengan time series). HASIL PELITIAN Berdasarkan hasil yang diteliti dalam belanja daerah kabupaten/kota Provinsi Sumatera, dapat dilahat pada tabel di bawah ini sebagai berikut. Variable Coefficient Std. Error t-statistic Prob. C 6685.174 22745.03 0.293918 0.7691 PAD? 2.384313 0.298301 7.992974 0.0000 DAU? 0.818205 0.062756 13.03790 0.0000 DAK? 2.367662 0.473109 5.004478 0.0000 R-squared 0.792522 Mean dependent var 471788.9 Adjusted R-squared 0.789175 S.D. dependent var 260066.4 S.E. of regression 119411.2 Akaike info criterion 26.23936 Sum squared resid 2.65E+12 Schwarz criterion 26.30772 Log likelihood -2488.739 Hannan-Quinn criter. 26.26705 F-statistic 236.8263 Durbin-Watson stat 1.980014 Prob(F-statistic) 0.000000 Sumber : hasil output eviews,2015

Berdasarkan hasil yang terlihat pada tabel di atas, maka dapat dirumuskan persamaan regresi berganda sebagai berikut : Y = a + Y = 6685.174+ 2.384313X 1 + 0.818205X 2 + 2.367662X 4 Dari model persamaan regresi berganda di atas dapat diketahui bahwa: 1. Nilai konstanta sebesar 6685.174 Menunjukkan tanpa ada pengaruh dari variabel bebas. Dapat diartikan apabila variabel Belanja daerah meningkat sebesar 6685.174. 2. Koefisien regresi variabel pendapatan asli daerah (X 1 ) sebesar 2.384313 yang bertanda positif. Hal ini berarati ada pengaruh positif pendapatan asli daerah terhadap belanja daerah, apabila nilai pendapatan asli daerah meningkat sebesar satu satuan maka akan meningkatkan belanja daerah sebesar 2.384313 dalam setiap satu satuannya. Dengan asumsi variabel lain tidak mengalami perubahan. 3. Koefisien regresi variabel DAU (X 2 ) sebesar 0.818205 yang bertanda positif. Hal ini berarati ada pengaruh positif DAU terhadap belanja daerah, apabila DAU meningkat sebesar satu satuan maka akan meningkatkan belanja daerah sebesar 0.818205 dalam setiap satu satuannya. Dengan asumsi variabel lain tidak mengalami perubahan. 4. Koefisien regresi variabel dana alokasi kusus (X 3 ) sebesar 2.367662 yang bertanda positif. Hal ini berarati ada pengaruh positif dana alokasi kusus terhadap belanja daerah, apabila dana alokasi kusus (DAK) meningkat sebesar satuan maka akan meningkatkan belanja daerah sebesar 2.367662 dalam setiap satuannya. Dengan asumsi variabel lain tidak mengalami perubahan. PENGUJIAN HIPOTESIS a. Uji Statistik t Berdasarkan hasil yang terlihat dapt diketahui pengaruh masingmasing variabel bebas terhadap variabel terikat sebagai berikut : 1. Variabel pendapatan asli daerah (X1) berpengaruh positif dan signifikan terhadap belanja daerah (Y). Hal ini dapat diketahui dari nilai t hitung sebesar 7.992974 > t tabel 1,66412 dengan α = 0,05. Hal ini berarti bahwa semakin tingi pendapatan asli daerah maka belanja daerah juga akan meningkat. 2. Variabel dana alokasi umum (X2) berpengaruh positif dan signifikan terhadap belanja daerah (Y). Hal ini dapat diketahui dari nilai t hitung sebesar 13,037> t tabel 1,66412 dengan α = 0,05. Hal ini berarti bahwa semakin tinngi dana alokasi umum juga akan meningkat belanja daerah. 3. Variabel Dana Alokasi Kusus (X3) berpengaruh positif dan signifikan terhadap belanja daerah (Y). Hal ini dapat diketahui dari nilai t hitung sebesar 5,004 > t tabel 1,66412 dengan α = 0,05. Hal ini berarti bahwa semakin tinngi DAK juga akan meningkatkan belanja daerah. b. Uji Statistik F (uji Signifikansi Simultan) Dari hasil pengolahan data dengan menggunakan program eviews versi 6 dapat dilihat pada

tabel 4.7 menunjukkan bahwa nilai F hitung 236,82> F tabel 2,72 dan nilai signifikan 0,00< =0,05. Hal ini berarti H 0 ditolak dan H a diterima, dengan demikian dapat dikatakan PAD, DAU, DAK secara bersamasama berpengaruh signifikan terhadap Belanja Daerah. PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada Pemerintah Kabupaten Pasaman Barat tentang Pertumbuhan Ekonomi (PDRB), Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Alokasi Umum (DAU) terhadap Belanja Daerah tahun anggaran 2005-2012, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Secara Parsial hasil penelitian menunjukkan bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Kusus terhadap Belanja Daerah di Kabupaten/Kota provinsi Sumatera Barata. Hal ini menunjukkan bahwa secara parsial pola manajemen pengeluaran pemerintah daerah Kabupate/Kota provinsi Sumatera Barat, khususnya yang terkait dengan Belanja Daerah, rata-rata Pemerintah Daerah lebih bergantung pada PAD, DAU dan DAK. 2. Secara bersama terdapat pengaruh positif dan signifikan antara Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Kusus terhadap Belanja Daerah, hal ini ditunjukkan dengan hasil perhitungan nilai F hitung 236,82> F tabel 2,72 dan nilai signifikan 0,00< =0,05. Dengan demikian Ho ditolak dan Ha diterima. Hal ini berarti H 0 ditolak dan H a diterima, dengan demikian dapat dikatakan PAD, DAU, DAK secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap Belanja Daerah. Saran Belanja Daerah diarahkan untuk lebih pada peningkatan proporsi belanja kepentingan publik seperti meningkatkan belanja Pembangunan. Dalam penggunaannya, Belanja Daerah harus tetap mengedepankan efisiensi, efektivitas dan penghematan sesuai dengan prioritas yang diharapkan dapat memberikan dukungan program - program strategis daerah Kabupaten/Kota. KEPUSTAKAAN Arikunto, Suharsimi. (2006) Prosedur Penelitian Pendekatan Suatu Praktek. Jakarta: Rineka Cipta. Askam, Tuasikal. (2008). Pengaruh DAU, DAK, PAD dan PDRB Terhadap Belanja Modal Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Di Indonesia. Jurnal Ekonomi dan Informasi Akuntansi. Berutu, Reza Monandar. (2009). Pengaruh APBD terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten Dairi. Skripsi. Universitas Sumatera Utara. Medan. Darise, Nurlan. (2008). Akuntansi Keuangan Daerah. Jakarta: Indeks. Dwi Kurniawan, Septiawan. (2010). Pengaruh Penerimaan Pajak Dan Retribusi Daerah Terhadap Peningkatan Pendapatan Asli Daerah Di Kabupaten Ponerogo. Skripsi Sarjana. Fakultas Ekonomi Tarbiyah Universitas

Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim: Malang. Ghozali, Imam. (2011). Aplikasi Analisis Multivariat Dengan Program SPSS. Semarang: Badan Penerbitan Universitas Diponegoro. Halim, Abdul. (2007). Akuntansi Sektor Publik-Akuntansi Keuangan Daerah. Jakarta: Salemba Empat. Handayani. (2009). Pengaruh Pendapatan Asli Daerah Dan Dana Alokasi Umum Terhadap Belanja Daerah (Analisis Flypaper Effect di Kabupaten Cianjur). Skripsi Sarjana. Fakultas Ekonomi Universitas Pendidikan Indonesia: Jakarta. Nugroho, Suratno Putro. (2010). Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Alokasi Umum (DAU) Terhadap Pengelolaan anggaran Belanja Modal Pada Pemerintah Kabupaten/Kota Di Provinsi Jawa Tengah. Skripsi Sarjana (dipublikasikan). Fakultas Ekonomi Universitas Di Ponegoro: Semarang. Peraturan Pemerintah Kepmendagri Nomor 13/2006 dan revisinya Kepmendagri No. 59 Tahun 2007 Tentang Belanja Daerah. Republik Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004. Tentang Pemerintah Daerah dan Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Pemerintah Daerah. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Salah Satu Sumber Pendapatan Daerah Adalah Pendapatan Asli Daerah Hasil Pajak Daerah dan Hasil Distribusi Daerah. Yulia, Yustika Sari. (2007). Pengaruh PDRB, PAD dan DAU Terhadap Belanja Modal. Jurnal Ekonomi dan Informasi Akuntansi. Maimunah (2006) menyatakan bahwa terdapat keterkaitan yang erat antara transfer dari pemerintah pusat dengan belanja pemerintah Permendagri Nomor 32 Tahun 2008 Tentang Pedoman Penyusunan Anggaran dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2009. Permendagri Nomor 59 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Riwu Kaho, Josef. (2005). Prospek Otonomi Daerah di Negara