Bab I.

dokumen-dokumen yang mirip
UKDW BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN UKDW

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

UKDW. Bab I Pendahuluan. A. Latar Belakang Permasalahan

UKDW BAB I. PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

Bab I Pendahuluan Latar Belakang Permasalahan Pertumbuhan iman

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

UKDW BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN UKDW. Dr. H. Hadiwijono, Iman Kristen, Jakarta Pusat: BPK Gunung Mulia, 1979, hlm

BAB IV MEWARISKAN IMAN DENGAN TELADAN SUATU REFLEKSI TEOLOGIS TERHADAP TRADISI PIRING NAZAR

Bab I Pendahuluan. A. Latar Belakang Permasalahan. Gereja Kristen Protestan di Bali, yang dalam penulisan ini selanjutnya disebut

Dalam rangka mewujudkan kehidupan bergereja yang lebih baik, GKJ Krapyak mempunyai strategi pelayanan kemajelisan sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1 PERMASALAHAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Permasalahan A.1. Latar Belakang Masalah

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW. BAB I Pendahuluan. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. GPIB, 1995 p. 154 dst 4 Tata Gereja GPIB merupakan peraturan gereja, susunan (struktur) gereja atau sistem gereja yang ditetapkan

UKDW BAB I. PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. 1986, h Afra Siauwarjaya, Membangun Gereja Indonesia 2: Katekese Umat dalam Pembangunan Gereja

BAB I PENDAHULUAN UKDW. E.P. Ginting, Religi Karo: Membaca Religi Karo dengan Mata yang Baru (Kabanjahe: Abdi Karya, 1999), hlm.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai Bapa, Anak dan Roh Kudus. Roh Kudus adalah pribadi Tuhan dalam konsep Tritunggal.

UKDW BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

UKDW. Bab I Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. A. Permasalahan. A.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. memanggil mereka di dalam dan melalui Yesus Kristus. 1 Ada tiga komponen. gelap kepada terang, dari dosa kepada kebenaran.

BAB I PENDAHULUAN. jemaat GKI Arcamanik, Bandung. Mengapa katekisasi, Pendalaman Alkitab, khotbahkhotbah, UKDW

I.1. PERMASALAHAN I.1.1.

BAB I PENDAHULUAN. 1 Lihat sila pertama dalam Dasar Negara Indonesia: Pancasila

LATAR BELAKANG PERMASALAHAN

lambang dan Citra citra Rakyat (PERSETIA. 1992), hlm.27 6 Scn 3, hlm

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

PEMAHAMAN MAKNA LITURGI (Studi Mengenai Makna Warna-warna Liturgis dalam Pemahaman Jemaat Gereja Kristen Protestan Bali/GKPB)

BAB I Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Masalah Keadaan Umum Gereja Saat Ini

BAB I. Pendahuluan UKDW. atas kemauannya sendiri. Namun, gereja dihadirkan oleh Allah untuk

UKDW BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENULISAN. Berkatalah Petrus kepada Yesus: Kami ini telah meninggalkan segala sesuatu dan mengikut Engkau!.

BAB I PENDAHULUAN. Hasil wawancara penulis dengan AK pada tanggal 17 Oktober

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. 1 Majelis Agung GKJW, Tata dan Pranata GKJW, Pranata tentang jabatan-jabatan khusu, Bab II-V, Malang,

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan

PERAN PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN DALAM MENGHADAPI PERUBAHAN SOSIAL

BAB I PENDAHULUAN. Bandung, 1999, hlm 30

1 Wawancara dengan bpk sumarsono dan remaja di panti asuhan Yakobus

BAB IV REFLEKSI TEOLOGIS. dalam keluarga dengan orang tua beda agama dapat dipahami lebih baik.

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB V PENUTUP. budaya Jawa terhadap liturgi GKJ adalah ada kesulitan besar pada tata

MILIK UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. a. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kajian

BAB I PENDAHULUAN. A. PERMASALAHAN A.1. Latar Belakang Masalah

Surat-surat Am DR Wenas Kalangit

BAB I PENDAHULUAN. cukup panjang yang disebut Injil. Karangan-karangan yang panjang itu bercerita tentang seorang

BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN

BAB I PENDAHULUAN. dengan keberadaannya. Dari ajaran resmi yang dituangkan di dalam Pokok-

Bab I Pendahuluan BAB 1 PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN Kematian

BAB I PENDAHULUAN A. Permasalahan 1. Latar Belakang Masalah

BAB IV CREDIT UNION DALAM PERSEPEKTIF DIAKONIA TRANSFORMATIF. kehidupan masyarakat. Kemiskinan membuat jutaan anak-anak tidak mengenyam

BAB I PENDAHULUAN UKDW

RESENSI BUKU Keselamatan Milik Allah Kami - bagi milik

BAB I PENDAHULUAN UKDW. Fredrike Bannink, Handbook Solution-Focused Conflict Management, (Gottingen: Hogrefe Publishing, 2010) 2

UKDW BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I. Pendahuluan Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan, atau memperoleh pengetahuan, sikap-sikap, nilai-nilai, keahlian-keahlian atau

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. bertemunya masyarakat yang beragama, yang disebut juga sebagai jemaat Allah. 1

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

Pendahuluan Teologi Biblika PB

BAB I PENDAHULUAN. imannya itu kepada Kristus dalam doa dan pujian. Doa, pujian dan kegiatan-kegiatan liturgi

PERINTAH YESUS DITURUTI (KISAH 2) contoh orang yang secara tepat menuruti pengaturan Yesus.

Dasar Kebersatuan Umat Kristen. Efesus 2: Pdt. Andi Halim, S.Th.

BAB I. Pendahuluan UKDW

BAB I PENDAHULUAN UKDW

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan

Silabus. MPK 1020 Pendidikan Agama Kristen. Program Studi: Strata 1 (S-1) Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis

BAB I PENDAHULUAN. 1 Dr. Harun, Iman Kristen (Jakarta: PT.BPK Gunung Mulia), 2001, hlm

BAB I PENDAHULUAN. A. Permasalahan. 1. Latar Belakang Masalah

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar belakang

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB V. Penutup. GKJW Magetan untuk mengungkapkan rasa syukur dan cinta kasih karena Yesus

Pdt Gerry CJ Takaria

BAB I PENDAHULUAN. ada sebagian kecil orang yang memilih untuk hidup sendiri, seperti Rasul Paulus

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan

SPIRITUALITAS MISTIK DAN KENABIAN DALAM PRAKSIS PENDIDIKAN SEKOLAH KATOLIK Pertemuan MABRI, Muntilan 22 Maret 2014 Paul Suparno, S.J.

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latarbelakang

Transkripsi:

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar belakang Seringkali, dogma agama, sebagaimana yang telah dirumuskan dianggap sudah paling sempurna dan statis, tidak bisa dan tidak boleh diubah. Orang hanya harus menerima dan mempelajarinya. 1 Dewasa ini konsep dogma khususnya tentang penggambaran akan gambaran Allah juga hanya disuguhkan secara indoktrinasi. 2 Doktrin atau ajaran tersebut hanya diberikan tanpa adanya kekritisan. Ini seperti pendidikan gaya bank yang justru dikritik oleh pendidikan progresif menurut Paulo Freire. 3 Begitu juga dengan indoktrinasi gambaran Allah. Gambaran Allah seringkali diterima oleh jemaat tetapi bukan apa yang mereka hidupi. Jemaat kurang diberi wadah dan kesempatan untuk mengkritisi gambaran Allah yang diberikan oleh gereja. Pengkritisan menjadi penting agar jemaat dapat menggali dan membangun sendiri gambaran Allah yang hidup di dalam dirinya. Menggali dan membangun gambaran Allah merupakan upaya jemaat untuk mempertanggung jawabkan imannya. Mempertanggungjawabkan imannya berarti merumuskan iman mereka kedalam suatu gagasan atau konsep. Gagasan atau konsep kepercayaan merupakan pernyataan formal untuk membuat dunia agama yang bersifat pribadi dapat diperlihatkan dan disampaikan kepada orang lain, termasuk pengalaman mistik yang tidak bisa diungkapkan. 4 Penulis melihat hal ini terjadi di GKI Kutoarjo Bajem Prembun. Jemaat hanya menerima suatu konsep yang telah jadi dan didoktrinasi untuk memahami serta mempelajari gambaran Allah yang disuguhkan misalnya gambaran Allah yang terdapat di dalam Kitab Suci, Allah yang adalah pengasih, pengampun, penyelamat. Secara satu arah diberikan kepada jemaat tanpa mendialogkannya dengan penglaman kehidupan jemaat. Itu artinya, jemaat kurang diberi kesempatan untuk mengkritisi dan mengenali gambaran Allahnya sendiri dengan lebih lanjut. Akibatnya jemaat di GKI ini cenderung dengan mudahnya berbicara tentang Allah. Namun, gambaran Allah yang dibicarakan adalah gambaran Allah yang sesuai dengan keinginan mereka sendiri. Contoh konkritnya ketika mereka mereka mengungkapkan Allah sebagai penyelamat 1 Agus M. Hardjana, 2005, Religiositas, Agama & Spiritualitas, Yogyakarta: Kanisius, hal 53 2 in dok tri na si n pemberian ajaran secara mendalam (tanpa kritik) atau penggemblengan mengenai suatu paham atau doktrin tertentu dng melihat suatu kebenaran dr arah tertentu saja. 3 Paulo Freire, 1993, Pendidikan Masyarakat Kota, Yogyakarta: LkiS, hal 71 4 Robert W. Crapps, 1994, Perkembangan Kepribadian dan Keagamaan, Yogyakarta: Kanisius, hal 41-42 1

apakah memang benar mereka menghidupi gambaran Allah tersebut, ataukah hal tersebut hanya pengetahuan umum jemaat mengenai Allah yang sesuai dengan keinginan mereka. Di lain pihak ada juga jemaat yang sulit dan takut untuk untuk menggambarkan Allah dan pada akhirnya mereka membuat Allah yang tak terjangkau manusia. Jika memang gambaran Allah yang hidup adalah memang benar tak terjangkau hal tersebut bukan menjadi masalah namun jika bukan gambaran tersebut yang hidup maka itu akan menjadi masalah. Kondisi jemaat seperti ini mirip seperti jemaat yang digambarkan Niftrik dan Boland. Jemaat hanya memahami gambaran Allah sesuai dengan yang mereka terima dari doktrin tersebut. Bahkan, ada pula jemaat yang sulit dan takut untuk untuk menggambarkan Allah, sehingga pada akhirnya mereka membuat gambaran Allah yang tak terjangkau manusia. 5 Allah lebih digambarkan sebagai sesuatu yang mengatasi ruang dan waktu. Misalnya sebutan Yang Mutlak dan Tak Terhingga sebenarnya ini identik dengan keseluruhan alam raya dan di luar akal manusia atau tidak masuk akal. Kebenaran dan kebebasannya sudah jauh dan mengingalkan segala alam fisik jasmani dan hanya masuk dalam kenyataan transenden rohani. Makanya disebut sebagai Yang Mutlak dan Tak Terhingga. 6 Contoh lainnya ialah Yang Kudus, sebutan ini juga masuk ke dalam kategori utama di kitab Perjanjian Lama yang menyatakan transendensi Allah. 7 Sebutan lain ialah Yang Mutlak, Yang Absolut, Yang pertama dan Yang terakhir (Yesaya 48:12). Jadi jelas bahwa tidak ada gambar apapun di dunia ini yang secara adekuat atau memenuhi syarat; memadai; sama harkatnya dengan Allah. 8 Salah satu contoh konkrit dimana jemaat tidak diberi kesempatan untuk mengkritisi gambar Allah yang mereka terima adalah seperti yang terjadi dalam kebaktian umum. Jemaat hanya mendengar khotbah tanpa ada kesempatan di hari lain untuk membicarakan lebih lanjut mengenai isi atau substansi khotbah yang disampaikan dan mendialogkannya dengan pengalaman hidup yang mereka jalani. Memang, ibadah atau mendengarkan khotbah adalah hal yang tidak salah, karena melalui khotbah inilah jemaat memperoleh gambaran Allah. Namun yang menjadi masalah kemudian adalah bahwa mereka tidak benar-benar diberi kesempatan untuk mengkritisinya. Mereka tidak punya kesempatan untuk menggali lebih dalam dan berusaha mengkontekstualkan ajaran dan iman mereka dengan pengalaman hidupnya. Sehingga jemaat mampu untuk memahami apa yang selama ini mereka lakukan dan mereka hidupi. 5 G.C. van Niftrik dan B.J. Boland,1995, Dogmatika Masakini, Jakarta: BPK Gunung mulia, hal 77-78 6 Franz Magnis-Suseno, 2006, Menalar Tuhan, Yogyakarta : Kanisius, hal 167 7 Georg Kirchberger, 2007, Allah Menggugat Sebuah Dogmatika Kristiani, Maumere : Ledalero 8 Georg Kirchberger, 2007, Allah Menggugat Sebuah Dogmatika Kristiani, Maumere : Ledalero 2

Sebenarnya sudah ada wadah yang baik di dalam gereja yang bisa dimanfaatkan dengan tepat. Diskusi dalam bentuk Pemahaman Alkitab (PA) sesungguhnya bisa dimanfaatkan bagi jemaat untuk mengenali gambaran Allah mereka sendiri. Namun, ternyata kegiatan ini hampir sama dengan khotbah, di mana jemaat mendengar dan hanya berdiskusi seputar apa yang dibicarakan. Biasanya, jemaat hanya ingin mempelajari bahan PA dengan mengajukan pertanyaan seputar topik yang disampaikan pembawa PA. Seharusnya, dalam kegiatan PA inilah jemaat memiliki kesempatan untuk saling membantu dalam melihat dan mengkritisi kehidupan beriman mereka. PA juga sepatutnya bisa jadi wadah untuk membentuk gambaran Allah yang hidup dan khas bagi setiap jemaat. Kegiatan lain seperti biston, persekutuan doa, kebaktian kebangunan rohani memiliki konsep yang serupa, yakni hanya menyampaikan ide atau suatu konsep kepada jemaat. Adalah sangat penting bagi seseorang untuk menggali dan mengeali gambaran Allah yang kontekstual dalam dirinya. Pasalnya, pengenalan akan gambaran Allah yang baik akan membantu untuk lebih mengenal identitas kita sebagai gereja. Jan Hendrik berpendapat, pengenalan pada hal-hal inti gereja termasuk gambaran Allah akan membantu kita mengenal konsepsi gereja. Kita akan lebih tahu siapa diri kita, tujuan atau misi kita, serta apa yang akan kita perjuangkan. Oleh karena itu, konsepi identitas merupakan hal yang penting. Gereja bukanlah tradisi, bukan seperti apa yang dikhotbahkan. Sebaliknya, gereja adalah jemaat itu sendiri. 9 Dengan demikian, sudah jelas bahwa yang menjadi masalah adalah tidak tergalinya gambaran Allah yang merupakan bagian dari konsepsi identitas jemaat sebagai gereja, serta tidak kritisnya jemaat pada doktrin atau ajaran gereja. Seharusnya, setiap jemaat menemukan gambaran Allah yang hidup dalam dirinya sehingga memiliki konsepsi identitas yang jelas. Dengan demikian, jemaat akan mampu memberikan kesaksian tentang iman mereka. Jika jemaat tidak mengetahui identitas dirinya sebagai gereja maka secara otomatis jemaat tidak mengetahui siapa dirinya dan misi apa yang akan ia lakukan di dunia ini. Hal ini bisa berdampak ke luar maupun ke dalam. Yang dimaksud ke luar di sini adalah bahwa jemaat tak dapat lagi menjalankan misinya keluar karena ia tak lagi mengerti siapa dirinya dan apa tujuannya hidup, sementara ke dalam, ialah tidak adanya identitas yang jelas dalam dirinya sehingga mengakibatkan tindak tanduk sesorang 9 Jan Hendrik, 2002, Jemaat Vital & Menarik: Membangun Jemaat dengan Mengunakan Metode Lima Faktor, Yogyakarta: Kanisius, hal 173 3

semakin tidak menentu. Rasa nyaman pun mulai terganggu sehingga semangat partisipasi juga memudar. 10 Atas dasar itulah, gereja harus mengadakan sebuah gerakan pemulihan untuk menemukan kembali identitas jemaatnya melalui pengenalannya terhadap gambaran Allah. Pasalnya, perlu diingat, jika jemaat hanya mengambil gambaran Allah dari luar dirinya dan bukan menggali dari dalam dirinya, hal ini tak ubahnya seperti proses pencangkokan. Jemaat hanya dicangkok dengan suatu ideologi yang baik dan jemaat hanya berperan sebagai boneka. Yang harus dilakukan adalah menggali dan menemukan gambaran Allah yang khas yang dimiliki jemaat sehingga ia dapat memperjelas identitasnya sebagai gereja. Konsepsi identitas bisa menghilang atau, kalaupun masih ada, tidak berfungsi. Bisa pula, konsepsi identitas mulai memudar dan jemaat puas akan dirinya. Hal seperti ini yang mengakibatkan jemaat mulai mengalami kelesuan dan tidak punya daya tarik lagi. 11 Oleh karena itu, jemaat seharusnya bukan hanya menerima doktrin yang diberikan tetapi harus mendialogkannya dengan pengalaman. Inilah konteks yang melatarbelakangi penulis mengadakan penelitian mengenai gambaran Allah dan faktor-faktor yang membentuknya. Faktor-faktor disini adalah pemahaman jemaat pada teks dan pengalaman kehidupan jemaat. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, penulis akan mengamati faktor-faktor yang membentuk gambaran Allah yakni pemahaman jemaat pada teks dan pengalaman jemaat dalam kehidupan sehari-hari. 12 Penelitian ini juga ditujukan untuk melihat perjumpaan antara pemahaman akan teks dan pengalaman jemaat sehingga membentuk gambaran Allah yang hidup di jemaat. Oleh karena itu penulis akan menjabarkannya sebagai berikut: 1.2.1 Pemahaman Teks Pemahaman teks di sini meliputi tradisi dan sejarah gereja, cara jemaat melihat teks Alkitab, dan dari teks Alkitab itu sendiri. Jadi, pemahaman jemaat ini akan membentuk gambaran Allah di dalam dirinya. Misalnya saja kisah Abraham yang mengorbankan anaknya Ishak. Dalam kisah itu, Allah bertindak sebagai penyedia domba jantan guna menggantikan Ishak. Dari teks tersebut 10 Jan Hendrik, 2002, Jemaat Vital & Menarik: Membangun Jemaat dengan Mengunakan Metode Lima Faktor, Yogyakarta: Kanisius, hal 178-179 11 Jan Hendrik, 2002, Jemaat Vital & Menarik: Membangun Jemaat dengan Mengunakan Metode Lima Faktor, Yogyakarta: Kanisius, hal 179-180 12 Georg Kirchberger, 2007, Allah Menggugat : Sebuah Dogmatika Kristiani, Yogyakarta : Ledalero, hal 4 4

tertulis dan tersirat gambaran Allah yang menyediakan (Keluaran 22:14). Contoh lainnya ialah ketika bangsa Israel keluar dari Mesir dan diserang oleh bangsa Amalek. Di sana, Allah turut serta dalam peperangan. Keikutsertaan Allah tampak ketika tongkat Allah yang dipegang oleh Musa diangkat di puncak bukit. Dari cerita ini Allah memiliki gambar bahwa Allah sebagai panji kemenangan (Keluaran 17:15). 13 1.2.2 Pengalaman Selain pemahaman akan teks, ternyata pengalaman juga memiliki andil dalam membentuk gambaran Allah. Pengalaman tersebut dapat berupa berbagai macam hal. Beberapa diantaranya adalah keterlibatan orang lain yang mempengaruhi jemaat, agama, lingkungan masyarakat, keadaan ekonomi, pekerjaan, tempat tinggal, dan adat istiadat. 14 Ada juga yang lainnya, yakni tingkat kedewasaan orang, pendidikan, karakter dan pengalaman orang tersebut. 15 Namun, yang akan kita bahas dalam hal ini adalah pengalaman yang telah dirumuskan berdasarkan penelitian empiris yang telah dilakukan oleh Capucao. Di dalam penelitiannya, Capucao memberi kesimpulan bahwa pengalaman juga mempengaruhi gambaran Allah pada jemaat. Pengalaman tersebut meliputi karakter demografi, karakter sosial, dan karakter religius seseorang. 16 Misalnya, orang yang terlibat aktif dalam pelayanan gereja akan memiliki gambaran Allah yang panenteistik yakni Allah dipahami dalma relasi-relasi yang mereka jalin secara konkrit di dunia. Oleh sebab itu, gambaran Allah yang terbentuk ketika jemaat pasif dalam kegiatan gereja, kemungkinan akan berbeda. 17 Selain melihat gambaran Allah yang terbentuk dari pemahaman jemaat pada teks dan pengalaman, penulis juga mencoba mencari tahu gambaran Allah yang terbentuk dari perjumpaan pemahaman jemaat pada teks dengan pengalaman hidup sehari-hari jemaat. Dengan demikian, hal-hal yang akan diteliti oleh penulis dapat dirumuskan dalam pertanyaanpertanyaan berikut ini. 1. Gambaran Allah apa yang hidup di jemaat GKI Kutoarjo Bajem Prembun? a. Sampai sejauh mana pemahaman jemaat pada teks membentuk gambaran Allah? 13 Elmer L. Towns, 1995, Nama-Nama Allah, Yogyakarta : Andi, hal 7 14 Paul Suparno, 2009, Discernment : Panduan Mengambil Keputusan, Yogyakarta: Kanisius, hal 13-14 15 Paul Suparno, 2009, Discernment : Panduan Mengambil Keputusan, Yogyakarta: Kanisius, hal 101 16 Dave Dean Capucao, 2010, Religion and Ethnocentrism : an empirical-theological Study, Leiden : Koninklijke Brill NV, hal 46 17 Dave Dean Capucao, 2010, Religion and Ethnocentrism : an empirical-theological Study, Leiden : Koninklijke Brill NV, hal 46 5

b. Sampai sejauh mana pengalaman jemaat membentuk gambaran Allah? c. Bagaimana korelasi antara pemahaman teks dengan pengalaman jemaat? 2. Sumbangsih apa yang bisa diberikan penulis untuk GKI Kutoarjo Bajem Prembun? 1.3 Batasan Masalah Untuk menjaga agar permasalahan tidak meluas dan tidak terdapat kerancuan dalam penggunaan tema, maka penulis memberikan batasan masalah pada: Gambaran Allah yang akan diulas secara teologis adalah gambaran Allah yang hidup di jemaat GKI Kutoarjo Bajem Prembun. Oleh karena itu pembahasan ini adalah berfokus pada jemaat GKI Kutoarjo Bajem Prembun konteks saat ini serta faktor yang mempengruhi gambaran Allah tersebut. Faktor ini pun akan penulis batasi dengan cara menggolongkannya menjadi faktor dari pemahaman teks (tradisi gereja, teks kitab suci) dan pengalaman (demografi individu, konteks sosial, dan sikap religius). Selanjutnya, penulis akan mengevalusi gambaran Allah yang hidup di jemaat ini dengan menggunakan kajian teologi. Penulis akan mengartikulasikan atau menggolongkan gambaran Allah tersebut dengan teori yang penulis batasi yakni gambaran Allah yang antropormofik. Dalam gambaran Allah antropormofik yang lebih umum ini penulis akn mencoba menganalisa secara spesifik gambar Allah yang hidup di HKI Bajem Prembun. Dengan demikian inilah yang penulis sebut sebagai pengkritisan gambaran Allah yang hidup di GKI Kutoarjo Bajem Prembun. Pembatasan ini penulis lakukan agar pembahasan tidak meluas dan dengan melihat kemampuan penulis serta batas waktu penulisan. 1.4 Judul Skripsi Gambaran Allah di Jemaat Gereja Kristen Indoneia Kutoarjo Bajem Prembun Sebuah Evaluasi Empiris-Teologis Pembangunan Jemaat 1.5 Tujuan Penulisan Selain untuk memenuhi prasyarat guna memperoleh gelar sarjana, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran Allah yang terbentuk di jemaat GKI Kutoarjo Bajem Prembun dan mengartikulasikan dan menggolongkannya sesuai dengan teori yang ada. Penelitian ini juga diharapkan dapat membantu jemaat untuk mengenali identitas dirinya sebagai gereja agar jemaat 6

dapat mengetahui siapa dirinya, misi dan apa yang dia perjuangkan. Namun tidak hanya jemaat GKI Kutoarjo Bajem Prembun. Semoga gereja-gereja lain juga diharapkan dapat mengintropeksi kegiatan-kegiatan dan substansi dari kegiatan yang selama ini mereka jalankan di gereja tersebut. Hal ini dilakukan agar gereja juga semakin mengetahui identitas diri, misi dan apa yang diperjuangkan. Selain itu, diharapkan pula skripsi ini dapat memberi manfaat kepada setiap orang yang membaca dan mempelajari apa yang telah dijabarkan oleh penulis. 1.6 Metode Penelitian Penulisan ini dilakukan dengan metode kualitatif. Untuk memperoleh data, penulis akan mengumpulkan data melalui wawancara dan terlibat langsung dalam kehidupan sehari-hari jemaat. 18 Proses penelitian berjalan sebagai berikut: Pertama penulis menyusun teori yang penulis butuhkan untuk penelitian dengan menggunakan literatur yang ada. Penelitian literatur dilakukan untuk melengkapi kebutuhan analisa teoritis. Dengan adanya penelitian ini penulis semakin memperkaya diri dalam pemahaman mengenai permasalahan dan proses pemikiran jemaat mengenai pangenalannya terhadap Allah dan konsep Allah yang terbentuk. Penelitian Kualitatif berarti dilakukan dengan wawancara mendalam terhadap seluruh anggota jemaat di GKI Kutoarjo Bajem Prembun. Maka dari itu dari teori yang telah disusun tersebut penulis menemukan dan menentukan variabel dan indikator penelitian. Varabel dan indikator tersebut akan menjadi acuan penyusunan daftar pertanyaan untuk mewanwancarai informan Dalam proses wawancara ini penulis menggali lebih dalam mengenai gambaran Allah yang hidup di jemaat. Dalam prosesnya, penulis terbuka untuk mendengarkan cerita-cerita kehidupan jemaat untuk akhirnya melihat nilai-nilai berharga yang ada di balik cerita tersebut serta penyataan Allah yang personal di setiap pengalaman jemaat itu. Dengan cara itu, penulis mampu meninjau gambaran atau konsep seperti apa yang hidup di jemaat tersebut. Selain itu, penulis juga melakukan penelitian secara partisipatif dengan melibatkan diri dalam kegiatan-kegiatan jemaat sehingga penulis mampu melihat apakah gereja telah menjawab kebutuhan jemaat itu. Penulis juga ingin melihat sejauh mana gereja merespon atau menanggapi penggalian jemaat atas gambaran Allah yang hidup secara personal. Penelitian ini dilakukan dengan wawancara dan mengikuti kegiatan yang dilakukan oleh jemaat seperti kebaktian, PA, dan kegiatan lain sehingga 18 John Mansford Prior,1997, Meneliti Jemaat : Pedoman Riset Partisipatoris, Jakarta : Grasindo, hal 65 7

kemudian dijadikan data dan bahan analisa. Penelitian lapangan ini dilakukan dalam kurun waktu dua bulan secara intensif. Setelah mendapatkan data yang lengkap maka penulis akn mengkaji hasil penelitian dengan menggunakan kajian teologi. Dari evaluasi tesebut maka akan muncul strategi pembangunn jemaat yang meruakan sumbangsih penulis kepada gereja GKI Kutoarjo Bajem Prembun. 1.7 Sistematika Penulisan Bab I : Pendahuluan Bab ini berisi tentang latar belakang, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penulisan metode penulisan dan sistematika penulisan. Bab II : Konsep Gambaran Allah Bab ini berisi penjabaran teori mengenai pengertian gambaran Allah dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Bab III : Hasil Penelitian Bab ini berisi penjabaran atas hasil penelitian terkait dengan proses terbentuknya gambaran Allah. Terbentuknya gambar Allah ini iaah dari faktor-faktor yang mempengaruhi gambaran Allah dan hasil gambaran Allah yang hidup di jemaat GKI Kutoarjo Bajem Prembun. Bab IV: Evaluasi Teologis Terhadap Konsep Gambaran Allah yang hidup DI GKI Kutoarjo Bajem Prembun Bab ini berisi evaluasi teologis terhadap konsep Gambaran Allah yang Hidup Di GKI Kutoarjo Bajem Prembun. Bab IV: Strategi Pembangunan Jemaat dan Penutup Bab ini berisi strategi pembangunan jemaat yang sesuai dengan isu yang telah dijabarkan penulis di dalam evaluasi yang telah dilakukan dalam bab sebelumnya. Berikutnya dalam bab ini akan berisi kesimpulan dari seluruh skripsi yang telah ditulis oleh penulis dan yang terakhir adalah penutup. 8