BAB IV HASIL PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN. dengan jumlah responden sebanyak 150 orang Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. langsung kepada responden yang mengisi kuesioner pada aplikasi google form di

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 5 ANALISIS HASIL STUDI. responden yang berada di Sumatera Utara. Karakteristik responden merupakan

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode pengambilan sampel yang digunakan adalah non-probability sampling dan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. penelitian ini adalah masyarakat kecamatan cengkareng jakarta barat. Tabel 4.1 Jenis Kelamin Responden

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Indonesia telah dikeluarkan, baik dalam bentuk peraturan perundang-undangan

BAB VI ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PENENTU KEPUTUSAN HUTANG

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan tujuan untuk memperoleh

59

VIII ANALISIS SERVICE QUALITY DALAM MEMBENTUK KEPUASAN DAN LOYALITAS

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. seluruh karyawan yang menggunakan sistem ERP di PT Angkasa Pura II

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Martabak Boss merupakan martabak variasi khas Bandung yang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pemicu bagi produsen lama untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas produk

BAB III METODE PENELITIAN. Bab ini bertujuan untuk memberikan suatu dasar yang valid dan reliabel untuk

BAB IV HASIL DAN ANALISIS. berada di Kota Batu Malang - Jawa Timur. Tempat wisata ini berada sekitar 20

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Tabel 3.1 Rincian waktu penelitian

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. pengaruh self brand congruity,peer influence, dan privacy concern terhadap

ANALISIS STRUCTURAL EQUATION MODEL (SEM)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. wilayah kecamatan Cengkareng Jakarta Barat. Penelitian yang dilakukan terbagi

BAB III METODA PENELITIAN. A. Rancangan Penelitian. dalam mencapai maksudnya. Dalam penelitian ini, metode menjadi alat bantu

3. METODE PENELITIAN 3.1. Penentuan Waktu dan Lokasi 3.2. Jenis Penelitian 3.3. Teknik Pengambilan Sampel

BAB III METODE PENELITIAN. Kebayoran, Jakarta Selatan selama penelitian. Kebayoran Lama, Jakarta Selatan yang dipilih sebagai tempat penelitian.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV BAB ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Kuisioner yang disebar kepada responden sebanyak 120 buah. Pada saat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Forever 21 merupakan retail fashion yang menyediakan produk-produk

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Zalora Indonesia merupakan bagian dari Zalora group yang didirikan pada

VIII ANALISIS STRUCTURAL EQUATION MODEL (SEM)

BAB III METODE PENELITIAN

BAB V HASIL PENELITIAN. 5.1 Gambaran Umum Kantor Sekretariat Pemerintah Provinsi Bali

BAB IV METODE PENELITIAN

PENGARUH KUALITAS LAYANAN TERHADAP KEPUASAN PELANGGAN DALAM MEMBENTUK LOYALITAS PELANGGAN PADA PENGGUNA JASA GARUDA INDONESIA DI SURABAYA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. food & beverages. J.CO didirikan oleh Jhony Andrean yang sebelumnya terkenal

BAB V ANALISIS HASIL

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB V PEMBAHASAN. estimasi loading factor, bobot loading factor (factor score wight), dan error variance

BAB 4 HASIL DAN BAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi dalam penelitian ini adalah di Kabupaten Purbalingga, Jawa

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

ENTERPRENURIAL INTENTION TERHADAP MAHASISWA MENCAPAI THE YOUNG ENTEREPRENEUR. Lemiyana 1, Dedi Hartawan 2

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jooyeon Ha dan Soo Cheong Jang (2009). Rancangan yang digunakan dalam


BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Berdasarkan tujuannya penelitian ini termasuk applied research atau

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

VII. ANALISIS HUBUNGAN KEPUASAN DAN LOYALITAS KONSUMEN RESTORAN PIA APPLE PIE BOGOR

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

Distribusi Responden Berdasarkan Usia

KUESIONER. 2. Berapa usia anda? a tahun c tahun b tahun d. > 26 tahun

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. menjelaskan bahwa populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Populasi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Bab ini bertujuan untuk memberikan landasan yang valid dan reliabel untuk

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran umum perusahaan PT Pos Indonesia (Persero)

BAB 4 ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. dalam menghasilkan data yang dapat diyakini kebenarannya, sehingga informasi

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

With AMOS Application

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Statistik Deskriptif. terhadap pernyataan-pernyataan didalam kuesioner. Deskripsi Data bertujuan untuk

VIII. ANALISIS STRUCTUAL EQUATION MODEL (SEM)

PENERAPAN STRUCTURAL EQUATION MODELING (SEM) UNTUK ANALISIS KOMPETENSI ALUMNI

III. METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi dalam penelitian ini adalah di Kabupaten Ngawi, Jawa Timur. Alasan

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN. A. Deskripsi Obyek Penelitian. Universitas Trisakti angkatan sebagai respondennya. Dari penyebaran kuesioner

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III DESAIN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian causal method yaitu

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

BAB III. Proses penelitian ini akan dilakukan mulai bulan Mei 2016 sampai. penyebaran kuesioner tersrtuktur yang telah disiapkan untuk melakukan

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

Holland Bakery merupakan salah satu pelopor dalam usaha modern bakery yang. dikenal dengan Holland Bakery. Holland Bakery selalu berusaha untuk

VITA ANDYANI EA24. Dosen Pembimbing: Dr. Wardoyo, SE., MM

Tutorial LISREL Teorionline

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH HUMAN CAPITAL DAN CORPORATE VALUE TERHADAP KINERJA KARYAWAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Sejarah Kantor Keluarga Berencana Kota Administrasi Jakarta

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini, obyek yang akan diteliti adalah. SMA Negeri 1 Sumbawa Besar, SMA Negeri 1 Lape dan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Kantor Cabang Yogyakarta Cik Ditiro, Depok, Sleman Yogyakarta. Waktu. pelaksanaan penelitian bulan Juni 2015.

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. belanja online Tokopedia.com yang berada di DKI Jakarta.

Transkripsi:

57 BAB IV HASIL PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Responden Data mengenai karakteristik responden dimaksudkan untuk mengetahui karakteristik dari responden yang bekerja di PT JobsDB Indonesia. Penelitian ini dilakukan dengan menyabarkan kuesioner kepada karyawan PT JobsDB Indonesia dengan jumlah responden sebanyak 150 orang. Berdasarkan hasil survey terhadap responden yang dilakukan di PT JobsDB Indonesia, maka karakteristik responden yang bersedia mengikuti penelitian ini dapat dilihat sebagai berikut: 4.1.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Gambar 4.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Berdasarkan gambar 4.1 mengenai karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin diketahui banyaknya responden yang berkerja di PT JobsDB adalah berjenis kelamin pria yaitu sebanyak 65 responden (60,7%) dan sisanya sebanyak 42 responden (39,3%) berjenis kelamin wanita. 57

58 4.1.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia Gambar 4.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia Berdasarkan gambar 4.2 mengenai karakteristik responden berdasarkan usaia diketahui responden tertinggi yaitu responden yang menyatakan berusia 20-30 tahun yaitu sebanyak 47 responden (43,9%), disusul sebanyak 38 responden (35,5%) berusia 31-40 tahun. Sementara itu, responden yang berusia 41-50 tahun sebanyak 15 responden (14%) dan sisanya sebanyak 7 responden (6,5%) berusia lebih dari 50 tahun. 4.1.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir Gambar 4.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir

59 Berdasarkan gambar 4.3 mengenai karakteristik responden berdasarkan pendidikan terakhir yaitu sebanyak 37 responden (34,6%) berpendidikan terakhir D3, 28 responden (26,2%) menyatakan berpendidikan terakhir S1, 17 responden (15,9%) menyatakan berendidikan terakhir SLTA. Sedangkan responden yang berpendidikan S2 sebanyak 13 responden (12,1%) dan S3 yaitu sebanyak 7 responden (6,5%), sisanya 5 responden (4,7%) berpendidikan terakhir > SLTA. 4.1.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Masa Kerja Gambar 4.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Masa Kerja Berdasarkan gambar 4.4 mengenai karakteristik responden berdasarkan masa kerja, diketahui responden yang menyatakan bekerja selama kurang dari 5 tahun sebanyak 49 responden (45,8%), disusul dengan responden yang menyatakan masa kerja 5-10 tahun yaitu sebanyak 34 responden (31,8%), dan yang menyatakan masa kerja selama 11-15 tahun sebanyak 15 responden (14%) dan sisanya sebanyak 9 responden yang menyatakan bekerja selama lebih dari 15 tahun.

60 4.1.5 Karakteristik Berdasarkan Status Karyawan Gambar 4.5 Karakteristik Responden Berdasarkan Status Karyawan Berdasarkan gambar 4.5 mengenai karakteristik responden berdasarkan status karyawan yaitu lebih dari separuh responden yang diteliti menyatakan telah bekerja sebagai karyawan permanen sebanyak 71 responden (66,4%) dan sisanya sebanyak 36 responden (33,6%) menyatakan bekerja sebagai karyawab kontrak. 4.2 Statistik Deskriptif Tabel 4.1 Statistik Deskriptif N Minimum Maximum Mean Std. Deviation Gaya Kepemimpinan 107 2,17 4,92 3,7541 0,52507 Work Family Conflict 107 1,50 5,00 3,6012 0,64744 Kepuasan Kerja 107 2,06 4,94 3,6593 0,46977 Valid N (listwise) 107 Berdasarkan tabel 4.1 dapat diketahui bahwa variabel gaya kepemimpinan memiliki nilai minimum sebesar 2,17 dan nilai maksimum sebesar 4,92. Nilai rata-rata sebesar 3,7541 dan nilai standar deviasi yang dimiliki variabel gaya kepemimpinan sebesar 0,52507. Nilai standar deviasi yang lebih kecil dari 1 menunjukan bahwa variabel gaya kepemimpinan bersifat homogen.

61 Jawaban responden untuk item-item pertanyaan terdapat pada variabel work family conflict memiliki nilai minimum sebesar 1,50 dan nilai maksimum sebesar 5,00. Nilai rata-rata sebesar 3,6012 dan nilai standar deviasi sebesar 0,64744 menunjukan nilai lebih kecil dari 1 dapat sisimpulkan work family conflict bersifat homogen. Jawaban responden untuk item-item pertanyaan pada variabel kepuasan kerja karyawan memiliki nilai minimum sebesar 2,06 dan nilai maksimum sebesar 4,94. Nilai rata-rata sebesar 3,6593 dan nilai standar deviasi sebesar 0,46977 yang menunjukan nilai lebih kecil dari 1, sehingga dapat disimpulkan variabel kepuasan kerja karyawan bersifat homogen. Setelah data dari kuesioner terkumpul yang selanjutnya disebut data mentah, maka data mentah tersebut diolah dengan metode SEM (Structural Equation Modeling) yang menggunakan bantuan program LISREL8.8 untuk melakukan pengujian validitas, reliabilitas, dan analisa pengaruh antar variabel. Selanjutnya, tabel 4-2 dibawah ini menjabarkan persamaan model struktural yang menjelaskan hubungan antara satu variabel laten ke variabel laten lainnya. Tabel 4.2 Persamaan Model Struktural Variabel Laten Variabel Laten yang Mempengaruhi Gaya Kepemimpinan Work Family Conflict Kepuasan Kerja Karyawan Work Family Conflict Kepuasan Kerja Karyawan Sumber : diolah oleh peneliti

62 4.3 Analisis Gaya Kepemimpinan di PT JobsDB Indonesia Gambar 4.6 Rata-Rata Dimensi Gaya Kepemimpinan Sumber: Data Penelitian Hasil Kuesioner Gambar tersebut menunjukan bahwa grafik rata-rata karyawan mengenai gaya kepemimpinan diperusahaan yaitu Kepemimpinan Transaksional 3,92 dan Kepemimpinan Transformasional 3,52. Dapat dilihat bahwa gaya kepemimpinan transaksional memiliki nilai rata-rata tertinggi dibandingkan dengan nilai rata-rata transformasional. Hal ini menunjukan bahwa pemimpin Kepemimpinan bersifat Transaksional lebih dirasakan oleh karyawan. Dimensi Transaksional diukur dengan 7 indikator yang menunjukan bahwa adanya gaya transaksional yang dirasakan oleh karyawan terhadap pimpinan. Analisis berdasarkan jawaban karyawan pada indikator Kepemimpinan Transaksional disajikan pada gambar dibawah ini.

63 Gambar 4.7 Rata-Rata Indikator pada Dimensi Transaksional Sumber: Data Penelitian Hasil Kuesioner Gambar di atas menunjukan bahwa masing-masing indikator pada pertanyaan yang menunjukan nilai teringgi pada dimensi Transaksional adalah indikator TSK5 yang menyatakan bahwa pemimpin saya selalu mengarahkan saya agar dapat menyelesaikan pekerjaan dan nilai rata-rata terendah pada dimensi Transaksional adalah indikator TSK2 yang menyatakan pemimpin saya mengatakan dengan cara yang sederhana dan mudah apa yang harus saya lakukan. Dengan pernyataan tersebut, dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan transaksional yang dirasakan oleh karyawan dengan baik adalah sikap pemimpin dalam mengarahkan dalam menyelesaikan pekerjaan. Namun, hal yang perlu diperhatikan adalah sikap pemimpin dalam melakukan penyampaian cara yang sederhana dalam menyelesaikan pekerjaan.

64 4.4 Analisis Work-Family Conflict Pada Karyawan di PT JobsDB Indonesia Gambar 4.8 Rata-Rata Dimensi Work-Family Conflict Sumber: Data Penelitian Hasil Kuesioner Gaya tersebut menujukan bahwa grafik rata-rata jawaban karyawan mengenai Work-Family Conflict di perusahaan yaitu Time Based Conflict 3,60, Staint Based Conflict 3,66, dan Behavior Based Conflict 3,55. Dapat dilihat bahwa Work-Family Conflict memiliki rata-rata yang tertinggi pada dimensi Staint Based Conflict dibandingkan dengan dimensi lainnya. Hal ini menunjukan bahwa Work-Family Conflict dipengaruhi oleh Staint Based Conflict. Dimensi Staint Based Conflict diukur dengan 2 indikator yang menunjukan bahwa terdapat Work-Family Conflict. Analisis berdasarkan jawaban karyawan pada indikator Staint Based Conflict disajikan pada grafik di bawah ini.

65 Gambar 4.9 Rata-Rata Indikator pada Stain Based Conflict Gambar diatas menunjukan bahwa masing-masing indikator pada pertanyaan yang di ajukan dalam mengukur dimensi Staint Based Conflict diketahui nilai rata-rata pada SBC2 sebesar 3,57, SBC1 sebesar 3,75. Nilai yang memiliki nilai rata-rata tertinggi adalah indikator SBC1 yang menyatakan bahwa kepentingan keluarga yang mendesak membuat enggan untuk dating ke tempat kerja selanjutnya nilai rata-rata indikator SBC2 yang menyatakan bahwa jadwal kerja yang sering kali berubah membuat waktu untuk keluarga menjadi terganggu.

66 4.5 Analisis Kepuasan Kerja Karyawan PT JobsDB Indonesia Gambar 4.10 Rata-Rata Dimensi Kepuasan Kerja Karyawan Sumber: Data Penelitian Hasil Kuesioner Gaya tersebut menujukan bahwa grafik rata-rata jawaban karyawan mengenai Kepuasan Kerja Karyawan di perusahaan yaitu Pay 3,36, Promotion 3,84, Supervision 3,92, Fringe-Beneficts 3,58, Contingent Rewads 3,68, Operating Conditions 3,64, Co-Workes 3,40, Nature of Work 3,69, dan Communication 3,82. Dapat dilihat bahwa Kepuasan Kerja Karyawan memiliki rata-rata yang tertinggi pada dimensi Supervision dibandingkan dengan dimensi lainnya. Hal ini menunjukan bahwa Kepuasan Kerja Karyawan dipengaruhi oleh kepuasan terhadap atasan langsung. Dimensi Supervision diukur dengan 4 indikator yang menunjukan bahwa terdapat kepuasan kerja karyawan. Analisis berdasarkan jawaban karyawan pada indikator Supervision disajikan pada grafik di bawah ini.

67 Gambar 4.11 Rata-Rata Indikator Supervision Sumber: Data Penelitian Hasil Kuesioner Gambar diatas menunjukan bahwa masing-masing indikator pada pertanyaan yang di ajukan dalam mengukur dimensi Supervision diketahui nilai rata-rata pada SPV4 sebesar 4,07, SPV3 sebesar 3,93, SPV2 sebesar 3,79 dan SPV1 sebesar 3,88. Nilai yang memiliki nilai rata-rata tertinggi adalah indikator SPV4 yang mrngatakan bahwa saya suka dengan pemimpin saya dan nilai ratarata terendah adalah indikator SPV2 yang menyatakan bahwa pemimpin saya bertindak adil terhadap saya. Dengan pernyataan di atas, dapat disipulkan bahwa kepuasan karyawan didukung dengan faktor pimpinan yang bersifat transformasional, namun hal yang perlu di perhatikan oleh pimpinan adalah rasa adil terhadap seluruh karyawan.

68 4.6 Hasil Uji Hipotesis 4.6.1 Hasil Model Struktural Gaya Kepemimpinan, Work Family Conflict dan Kepuasan Kerja Karyawan Berdasarkan hasil penelitian maka didapat structural equation modeling dengan pengujian dari variabel gaya kepemimpinan, terhadap work family conflict dan gaya kepemimpinan terhadap kepuasan kerja karyawan, yaitu: Gambar 4.12 Diagram Jalur Hasil Pengujian Model Struktural Pengaruh Gaya Kepemimpinan terhadap Work Family Conflict dan Gaya Kepemimpinan terhadap Kepuasan Kerja Karyawan

Gambar 4.13 Diagram Jalur Hasil Uji t Pengaruh Gaya Kepemimpinan terhadap Work Family Conflict dan Gaya Kepemimpinan terhadap Kepuasan Kerja Karyawan 69

70 Gambar 4.14 Model Struktural pengaruh Gaya Kepemimpinan terhadap Work Family Conflict dan Gaya Kepemimpinan terhadap Kepuasan Kerja Karyawan Berdasarkan gambaran di atas maka diperoleh persamaan strukturalnya adalah sebagai berikut: WFC = 0,62 + e KKK= 0,30 + 0,67 + e Persamaan dalam model struktural (1) diatas menunjukan, variabel gaya kepemimpinan memberikan pengaruh terhadap work family conflict sebesar 0,62. Sehingga di dapat nilai R 2 = 0,61 atau 30% dan sisanya dipengaruhi oleh factor lain. Sementara persamaan dalam model struktural kedua menunjukan bahwa variabel gaya kepemimpinan memberikan pengaruh terhadap kepuasan kerja karyawan sebesar 0,30 dan variabel work family conflict memberikan pengaruh terhadap kepuasan kerja karyawan sebesar 0,67. Sehigga didapat nilai R 2 = 0,20 atau 20% dan sisanya dipengaruhi oleh faktor lain. Selanjutnya hasil perhitungan dengan LISREL 8.7 diperoleh pengujian model struktural dan model pengukuran sebagai berikut:

71 4.6.2 Kecocokan Model Keseluruhan Analisa model struktural dalam SEM diawali dengan pengujian kecocokan model keseluruhan yang dilihat berdasarkan indikator Goodness-of-fit Index (GFI) statistik dari output LISREL (Hair et al., 1998). Secara keseluruhan ringkasan nilai kritis dari pengujian kecocokan keseluruhan model dapat dilihat dari rangkuman dalam Tabel 4.3. Tabel 4.3 Hasil Uji Kecocokan Model No. Ukuran Derajat Tingkat kecocokan yang Nilai Kecocokan bisa diterima Ket 1. Chi Square Normed Chi Square P -value = 0,08 P value > 0,05 Fit (x2/df) 2. Goodness of Fit Indices (GFI) 0,84 GFI > 0,8 fit Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) 0,93 AGFI > 0,9 Fit 3. Root Mean Square Error of Approximation 0,079 RMSEA 0,08 (good fit) Fit (RMSEA) 4. CFI (Comparative Fit Index) 0,91 CFI > 0,9 Fit Sumber: Hasil Pengolahan dengan LISREL 8.7 Dari tabel 4.3 di atas diketahui bahwa walaupun p value untuk Chi-Square > 0,05, sedangkan berdasarkan Goodness of Fit Indices (GFI) > 0,90 yang mengindikasikan bahwa model fit, hal tersebut dipertegas dengan nilai RMSEA < 0,08 dan AGFI sebesar 0,91. Nilai GFI dalam model regresi dianalogkan dengan R². Tingkat penerimaan yang direkomendasikan adalah bila GFI dan AGFI mempunyai nilai yang sama atau lebih besar dari 0,90 (Hair et al., 1998). Nilai RMSEA untuk model yang diteliti sebesar 0,079. Nilai RMSEA menunjukan model fit. Dapat dikatakan model yang diperoleh dengan nilai RMSEA memiliki

72 tingkat kecocokan dengan data. Sehingga dapat disimpulkan bahwa model penelitian sesuai dengan kondisi empirik. 4.6.3 Kecocokan Model Pengukuran Untuk uji kecocokan model pengukuran dilakukan terhadap setiap konstruk secara terpisah melalui evaluasi terhadap validitas dan reliabilitas konstruk. Tahap pengujian ini bertujuan untuk memastikan bahwa konstruk yang digunakan di penelitian ini memenuhi kriteria valid dan reliabel. Hasil estimasi parameter untuk masing-masing indikator laten disebut dengan model pengukuran (measurement model), yang bertujuan untuk menghubungkan variabel yang diamati atau yang dapat di ukur (observed variabel/ indikator variabel) dengan latent variabel (constructs). Analisis model pengukuran ini berguna untuk menunjukkan bagaimana indikator-indikator dalam mengukur/membentuk konstruknya. Untuk mengetahui indikator yang digunakan dalam masing-masing laten variabel pada model penelitian memiliki derajat kesesuaian yang baik terlebih dahulu dilihat uji validitas dan uji reliabilitas menggunakan pendekatan Construct Reliability dan Variance Extracted. Uji Validitas Pengujian terhadap validitas untuk butir-butir pertanyaan ditunjukkan oleh nilai t hitung dan standardized loading factor. Untuk nilai t harus berada di atas nilai kritis yaitu 1,96 dan standardized loading factor lebih besar dari 0,5 (Iqbaria et al., 1995). Butir-butir pertanyaan yang tidak memenuhi kriteria valid tersebut tidak dapat diikutkan dalam pengujian selanjutnya. Muatan faktor untuk masing-

73 masing indikator terhadap variabel laten-nya disajikan dalam bentuk hubunganhubungan yang digambarkan dalam diagram path yang diperoleh dengan menjalankan program LISREL 8.7. Berikut ini hasil Output hasil pengolahan LISREL 8.7 untuk tiap variabel Tabel 4.4 Uji Validitas Variabel Gaya Kepemimpinan Indikator loading Nilai Error factor t hitung Kesimpulan Gaya Kepemimpinan GK1 0,60 0,65 6,50 Valid GK2 0,63 0,60 7,03 Valid GK3 0,56 0,69 6,04 Valid GK4 0,65 0,57 7,29 Valid GK5 0,56 0,69 6,04 Valid GK6 0,78 0,40 9,23 Valid GK7 0,75 0,44 8,80 Valid GK8 0,71 0,49 8,16 Valid GK9 0,54 0,70 5,84 Valid GK10 0,66 0,57 7,37 Valid GK11 0,57 0,67 6,17 Valid GK12 0,70 0,52 7,93 Valid Sumber: Hasil Pengolahan dengan LISREL 8.7 Hasil pengujian menggunakan program Lisrel untuk variabel gaya kepemimpinan seluruh indikator memiliki nilai t value di atas nilai kritis 1,69 dan nilai standardized loading factor di atas 0,05. Hal ini berarti seluruh indikator adalah valid sehingga tidak ada indikator yang harus dibuang sehingga dapat disimpulkan bahwa seluruh indikator tersebut secara signifikan mampu merefleksikan variabel gaya kepemimpinan. Sementara itu, untuk hasil Output untuk variabel Work Family Conflict dapat dilihat pada tabel berikut ini:

74 Tabel 4.5 Uji Validitas Variabel Work Family Conflict Indikator loading Nilai Error factor t hitung Kesimpulan Work Family Conflict WFC1 0,83 0,31 - Valid WFC2 0,84 0,30 10,86 Valid WFC3 0,84 0,30 10,38 Valid WFC4 0,80 0,36 9,66 Valid WFC5 0,67 0,55 7,63 Valid WFC6 0,71 0,49 8,25 Valid Sumber: Hasil Pengolahan dengan LISREL 8.7 Hasil menjalankan program Lisrel untuk variabel work family conflict seluruh indikator memiliki nilai t value di atas nilai kritis 1,69 dan nilai standardized loading factor di atas 0,05. Hal ini berarti seluruh indikator adalah valid sehingga tidak ada indikator yang harus dibuang sehingga dapat disimpulkan bahwa seluruh indikator tersebut secara signifikan mampu merefleksikan variabel work family conflict. Hasil output untuk variabel Kepuasan Kerja Karyawan dapat dilihat pada tabel berikut ini:

75 Tabel 4.6 Uji Validitas Variabel Kepuasan Kerja Karyawan Indikator loading Nilai Error factor t hitung Kesimpulan Kepuasan Kerja Karyawan KKK1 0,72 0,49 - Valid KKK2 0,77 0,40 8,04 Valid KKK3 0,71 0,50 7,27 Valid KKK4 0,75 0,43 7,80 Valid KKK5 0,79 0,37 8,22 Valid KKK6 0,58 0,66 5,85 Valid KKK7 0,58 0,66 5,95 Valid KKK8 0,59 0,65 6,02 Valid KKK9 0,63 0,60 6,40 Valid KKK10 0,56 0,69 5,61 Valid KKK11 0,56 0,69 5,70 Valid KKK12 0,69 0,52 7,14 Valid KKK13 0,54 0,70 5,52 Valid KKK14 0,89 0,21 9,25 Valid KKK15 0,87 0,24 9,03 Valid KKK16 0,54 0,71 5,61 Valid KKK17 0,61 0,63 6,30 Valid KKK18 0,65 0,58 6,62 Valid KKK19 0,75 0,44 7,85 Valid KKK20 0,82 0,33 8,58 Valid KKK21 0,73 0,46 7,62 Valid KKK22 0,74 0,45 7,78 Valid KKK23 0,79 0,37 8,28 Valid KKK24 0,69 0,52 7,05 Valid KKK25 0,53 0,72 5,40 Valid KKK26 0,61 0,63 6,27 Valid KKK27 0,55 0,69 5,63 Valid KKK28 0,79 0,38 8,27 Valid KKK29 0,77 0,41 8,02 Valid KKK30 0,74 0,45 7,68 Valid KKK31 0,63 0,61 6,38 Valid KKK32 0,72 0,48 7,39 Valid KKK33 0,86 0,27 9,04 Valid Sumber: Hasil Pengolahan dengan LISREL 8.7 Hasil pengujian menggunakan program Lisrel untuk variabel kepuasan kerja karyawan seluruh indikator memiliki nilai t value di atas nilai kritis 1,69 dan nilai standardized loading factor di atas 0,05. Hal ini berarti seluruh indikator adalah valid sehingga tidak ada indikator yang harus dibuang sehingga dapat disimpulkan

76 bahwa seluruh indikator tersebut secara signifikan mampu merefleksikan variabel kepuasan kerja karyawan. Uji Relibilitas Untuk menguji reliabilitas ini, dilakukan dengan menghitung construct reliability dan variance extracted dari masing-masing variabel teramati (Hair et al. (1995).Construct Reliability dan Variance Extracted bertujuan untuk menguji konsistensi dari butir-butir pertanyaan/pernyataan yang ada dalam kuesioner dari masing-masing variabel teramati (Hair et al. (1995). Jika hasil perhitungan construct reliability lebih besar dari 0,70, dan variance extracted lebih besar dari 0,50, maka dapat dikatakan bahwa reliabilitas construct sudah baik (Wijanto, 2008). Angka-angka yang digunakan untuk menghitung Reliabilty Construct dan Variance Extracted diambil dari output Completely Standardized Solution dari hasil pengolahan data. Ringkasan hasil perhitungan Reliabilty Construct dan Variance Extracted untuk masing-masing variabel laten, disajikan dalam table Tabel 4.7 Nilai Construct-Reliability dan Variance-Extracted masing-masing Variabel Laten Variabel Construct-Reliability Nilai 0,70 Variance- Extracted Nilai 0,50 Gaya Kepemimpinan 0,895 0,418 Work Family Conflict 0,905 0,615 Kepuasan Kerja 0,968 0,486 Karyawan Sumber: Hasil Pengolahan dengan LISREL 8.7 4.6.4 Uji Hipotesis Kesimpulan Reliabilitas Baik Reliabilitas Baik Reliabilitas Baik Pengujian hipotesis dalam penelitian ini dilakukan dengan melihat nilai kritis (CR) pada tingkat kepercayaan 95% atau error 5%, maka nilai CR yang

77 diterima adalah sebesar 1,96 (Hair et al. 2006: 390). Hasil pengujian hipotesis mengenai pengaruh gaya kepemimpinan (X) terhadap work family conflict (Y1) dan kepuasan kerja karyawan (Y2) pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel 4.8, berikut ini Tabel 4.8 Pengujian Hipotesis Hipotesis Path Loading C.R H1 Gaya Work Family Conflict Kepemimpinan 0,62 6,03 H2 Gaya Kepuasan Kerja 0,30 3,77 H3 Kepemimpian Work Family Conflict Sumber: Hasil Olah Data Primer (2013) Kayrawan Kepuasan Kerja Kayrawan 0,67 6,38 Pada uji hipotesis 1 yang mengatakan bahwa ada pengaruh signifikan antara variabel gaya kepemimpinan terhadap work family conflict. Hasil pengujian hipotesis menunjukan bahwa hipotesis didukung karena memiliki nilai loading sebesar 0,62 serta nilai CR yang diperoleh sebesar 6,03 > 1,96. Pada uji hipotesis 2 yang mengatakan bahwa ada pengaruh signifikan antara variabel gaya kepemimpinan terhadap kepuasan kerja karyawan. Hasil pengujian hipotesis menunjukan bahwa hipotesis didukung karena memiliki nilai loading sebesar 0,30 serta nilai CR yang diperoleh sebesar 3,77 > 1,96. Pada uji hipotesis 3 yang menyatakan bahwa ada pengaruh signifikan antara variabel work family conflict terhadap kepuasan kerja keryawan. Hasil pengujian hipotesis menunjukan bahwa hipotesis didukung karena memiliki nilai loading sebesar 0,67 serta nilai CR yang diperoleh sebesar 6,38 > 196.

78 4.7 Pembahasan Berdasarkan hasil pengujian hipotesis, diketahui bahwa variabel gaya kepemimpinan terbukti memiliki pengaruh yang signifikan terhadap work family conflict dan kepuasan kerja karyawan. Adanya pengaruh dari gaya kepemimpinan terhadap work family conflict dikarenakan gaya kepemimpinan yang dirasakan karyawan akan membentuk pola tertentu bagi karyawan yang bersangkutan. Pola yang terbentuk pada karyawan dalam bekerja sebagai hasil dari gaya kepemimpinan yang dirasakannya karyawan tentu saja menjadi factor penentu peran (role) yang senyatanya dapat dilaksanakan seseorang sesuai dengan tugas pokok dan fungsi yang melekat kepada karyawan. Peran yang dilakukan seorang karyawan sebagai pola atau bentukan gaya kepemimpinan yang dirasakan karyawan dalam bekerja tentu saja akan berbeda dengan peran yang seharusnya dilakukan karyawan dalam keluarganya. Beratri selama bekerja, karyawan akan melakukan peran sebagai karyawan sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya sebagai karyawan sedangkan di rumah tangganya karyawan tersebut juga harus memainkan peran sebagai anggota keluarga dan bahkan kepala keluarga. Ketidak samaan peran yang harus dilakukan karyawan sebagai karyawan dengan perannya di rumah tangga, sukar untuk sepenuhnya dipisahkan secara ekstrem oleh siapapun juga. Bermula, kondisi ini tentu saja karena tugas pokok dan fungsi sebagai karyawan dipastikan tidaklah sama dengan tugas pokok dan fungsi yang harus dilaksanakan karyawan tersebut ketika berada di lingkungan rumah tangganya. Ketidak samaan tugas pokok dan fungsi dipastikan melahirkan

79 peran yang harus pula berbeda karena peran pada dasarnya aspek dinamis dari pelaksanaan tugas pokok dan fungsi yang melekat kepada seseorang. Dalam pada itu, peran yang harus ditunaikan seorang karyawan dirumah tangganya yang dapat berbenturan dengan peran sebagai seorang karyawan ditempat kerja, adalah benturan peran karena dimensi waktu. Kondisi ini karena selama melaksanakan peran sebagai karyawan dikantor tentu saja seseorang tidak akan dapat menunaikan peran dalam rumah tangganya. Karena itu, untuk tidak menghasilkan benturan antara peran sebagai karyawan dengan peran di rumah tangga maka seseorang karyawan harus mengintensifkan perannya selama di lingkungan kerja agar perannya setelah sampai dirumah tidak terganggu oleh peran sebagai karyawan. Sebaliknya seorang juga harus memisahkan secara jelas dan tegas bahwa peran di rumah adalah satu peran yang hanya dapat dilaksanakan di rumah sedangkan peran sebagai karyawan adalah peran yang harus dimainkan selama melaksanakan tugas sebagai karyawan. Dalam pada itu, gaya kepemimpinan yang dirasakan karyawan selama bekerja juga akan menimbulkan ketegangan (strain) dalam melaksanakan kerja. Ketegangan yang dirasakan seseorang lebih banyak dikondisikan oleh kekurang siapan seseorang untuk melaksanakan proses kerja dan menghasilkan kinerja sesuai dengan gaya kepemimpinan yang dirasakannya. Tidaklah mudah bagi karyawan untuk memisahkan ketegangan yang dirasakan selama dalam bekerja dengan peran yang harus dilaksanakannya di rumah tangga. Dengan demikian ketegangan karyawan dalam berperan dikantor yang dikondisikan oleh kepemimpinan yang dirasakannya, pada gilirannya

80 selanjutnya juga akan menghasilkan peran yang kurang optimal bagi karyawan dirumah tangganya. Kondisi ini semakin membenarkan bahwa gaya kepemimpinan yang dirasakan karyawan dapat menghasilkan kekurang berhasilan melaksanakan peran di rumah tangga. Jadinya, ketidak berhasilan melaksanakan peran dirumah tangga akan berlanjut sebagai munculnya ketegangan dalam melaksanakan peran di rumah tangga. Dengan demikian, agar ketegangan yang dirasakan karyawan dikantor tidak sampai menjadi ketegangan pula dirumah tangga, maka gaya kepemimpinan yang seharusnya dilaksanakan serta diterima dan dirasakan karyawan adalah gaya kepemimpinan yang tidak menimbulkan ketegangan bagi karyawan selama melaksanakan pekerjaan dikantor agar tidak berlanjut sebagai ketegangan yang dirasakan karyawan untuk melaksanakan perannya di rumah tangga. Selanjutnya, gaya kepemimpinan sebagai mana dirasakan karyawan seberapapun kecilnya akan menentukan tingkah laku karyawan sesuai yang yang diinginkan oleh gaya kepemimpinan tersebut. Pola dan bentuk tingkah laku karyawan sebagai hasil dari gaya kepemimpinan yang dirasakannya, pada gilirannya belum tentu persis sama dengan tingkah laku untuk melaksanakan perannya dirumah tangga. Ketidak sesuaian antara tingkah laku di tempat kerja yang dipola oleh gaya kepemimpinan dengan tingkah laku yang harus dimainkan sesuai perannya di rumah tangga, memerlukan eliminasi agar setelah karyawan sampai dirumah menghasilkan tingkah laku yang benar-benar sesuai dengan perannya dirumah

81 tangga. Untuk mengelimensi ketidak sesuaian tersebut, dibutuhkan kemampuan karyawan agar tidak sepenuhnya membawa tingkah laku di lingkungan kerja kedalam lingkungan rumah tangga atau sebaliknya. Karena itu diperlukan usaha untuk menyelaraskan tingkah laku karyawan baik dengan lingkungan kerja maupun lingkungan rmah tangga sesuai dengan peran yang harus dilaksanakanya baik di lingkungan kerja maupun di lingkungan rumah tangga. Sementara itu, adanya hasil penelitian yang memperlihatkan pengaruh dari variabel gaya kepemimpinan terhadap kepuasan kerja karyawan memperkuat pendapat Nicholls (1994), Pawar dan Eastman (1997) bahwa praktik gaya kepemimpinan trnasformasional mampu membawa perubahan-perubahan yang lebih mendasar seperti nilai-nilai, tujuan, dan kebutuhan karyawan dan perubahan-perubahan tersebut berdampak pada meningkatnya kepuasan kerja karyawan karena terpenuhinya kebutuhan yang lebih tinggi. Hasil yang menunjukkan adanya pengaruh signifikan variabel gaya kepemimpinan terhadap kepuasan kerja karyawan sejalan dengan hasil penelitian Tondok dan Andrika (2004) bahwa gaya kepemimpinan yang diproksikan sebagai gaya kepemimpinan transformasional memiliki pengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan. Hasil ini juga mendukung pendapat Keller (1992) yang mengatakan bahwa praktik gaya kepemimpinan transformasional mampu meningkatkan kepuasan kerja bagi karyawan karena kebutuhan karyawan yang lebih tinggi seperti kebutuhan harga diri dan aktualisasi diri. Hasil serupa juga ditemukan Hamidifar (2009) dalam penelitianya yang menguji pengaruh gaya kepemimpinan terhadap kepuasan kerja karyawan di enam belas cabang Islamic Azad University

82 Provinsi Tehran-Iran. Hasil tersebut mempertegas hasil penelitian yang dilakukan oleh Riaz dan Haider (2010) bahwa gaya kepemimpinan transformasional dan transaksional berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan. Berdasarkan hal tersebut, Riaz dan Haider (2010) menyimpulkan bahwa keberhasilan pekerjaan sangat tergantung pada peran kepemimpinan dibandingkan dengan kepuasan karir. Pendalaman lebih lanjut tentang pengaruh yang signifikan dari gaya kepemimpinan terhadap kepuasan kerja, mengharuskan berbagai elemen pembentuk kepuasan kerja dapat dijadikan objek telaahan di dalami lebih lanjut. Karena kepuasan kerja pada dasarnya adalah kesesuaian antara harapan dengan kenyataan yang ditemui dan didapatkan karyawan dari dan di tempat kerjanya, maka berbagai kenyataan yang ditemuinya tersebut untuk sebagian besarnya adalah produk dari gaya kepemimpinan sebagai mana dirasakanya dalam bekerja. Kenyataan di lingkungan kerja yang dipola oleh gaya kepemimpinan boleh jadi akan tidak identik atau menjauh dari harapan yang diinginkan untuk diraih oleh karyawan ditempat kerjanya. Karena kenyataan ditempat kerja yang dialami karyawan ditentukan oleh gaya kepemimpinan sebagaimana yang dirasakan karyawan, maka gaya kepemimpinan yang dirasakan karyawan selayaknya untuk tidak semakin menjauh dari harapan yang ditumpangkan karyawan kepada lingkungan pekerjaannya. Untuk menghasilkan gaya kepemimpinan yang sepenuhnya mendukung kepuasan kerja karyawan, dirasakan tidaklah terlalu mudah karena gaya kepemimpinan sebagaimana dilaksanakan oleh pimpinan belumlah tentu selaras

83 dengan gaya kepemimpinan sebagai mana dirasakan karyawan. Karena itu yang dibutuhkan lebih lanjut adalah untuk melakukan penyelarasan antara gaya kepemimpinan sebagaimana dilaksanakan pimpinan dengan gaya kepemimpinan sebagaimana dirasakan karyawan. Pimpinan yang senantiasa mengevaluasi gaya kepemimpinannya agar gaya kepemimpinannya sesuai dengan harapan karyawan merupakan langkah jitu untuk menghasilkan gaya kepemimpinan yang efektif untuk menghasilkan kepuasan karyawan.