V. HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN RUANG TERBUKA HIJAU DI JAKARTA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

IV. KONDISI UMUM WILAYAH STUDI

2016 KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU BERD ASARKAN JUMLAH PEND UD UK D I KECAMATAN JATINANGOR KABUPATEN SUMED ANG

IV. KONDISI UMUM PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

ANALISIS RUANG TERBUKA HIJAU DAN KECUKUPANNYA DI KOTA DEPOK. An analysis of Greenery Open Space and Its Adequacy in Depok City ABSTRACT ABSTRAK

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

III. BAHAN DAN METODE

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. individu manusia setelah pangan dan sandang. Pemenuhan kebutuhan dasar

BAB I PENDAHULUAN. Sejak manusia diciptakan di atas bumi, sejak itu manusia telah beradaptasi

Gambar 1. Lokasi Penelitian

Tabel : SP (T). JUMLAH RUMAH TANGGA MENURUT KECAMATAN DAN TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR KOTORAN MANUSIA Kotamadya : JAKARTA SELATAN Tahun : 2009

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri.

jaktimkota.bps.go.id

PENDAHULUAN Latar Belakang

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 9. Klasifikasi dan Sebaran Land Use/Land Cover Kota Bogor Tahun 2003 dan 2007

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dalam pemenuhannya masih sulit dijangkau terutama bagi penduduk berpendapatan

Lampiran 1. Tabel Peubah Yang Digunakan pada Analisis Hayashi I

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan dan membangun pertanian. Kedudukan Indonesia sebagai negara

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Kesiapan Kebijakan dalam Mendukung Terwujudnya Konsep Kawasan Strategis Cepat Tumbuh (KSCT)

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Dihasilkan : 23-Feb-2013

3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah;

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan waktu pertumbuhan penduduk yang cepat. fungsi. Masalah pertanahan akan selalu timbul dari waktu ke waktu.

Uraian secara lengkap setiap aspek dan kriteria yang menjadi bahan. pertimbangan dalam penentuan teknologi pengolahan sampah di Jakarta Timur

BAB I PENDAHULUAN. Kawasan(PLP2K-BK) 1 Buku Panduan Penanganan Lingkungan Perumahan dan Permukiman Kumuh Berbasis

CARUT MARUT DAFTAR PEMILIH PILKADA DKI 2012 KPUD TIDAK KREDIBEL & PROFESIONAL

Gubernur Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. ditunjukkan oleh besarnya tingkat pemanfaatan lahan untuk kawasan permukiman,

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

PENDAHULUAN. banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang

BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

RENCANA TATA RUANG DKI JAKARTA

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Identifikasi dan Analisis Kondisi Bantaran

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Kecamatan Bogor Tengah merupakan kecamatan yang posisinya berada di

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

3 METODE. Lokasi dan Waktu Penelitian

BAB IV KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN


ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU KECAMATAN KOTA TENGAH KOTA GORONTALO. Sri Sutarni Arifin 1. Intisari

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH PEMBANGUNAN PERUMAHAN PONDOK RADEN PATAH TERHADAP PERUBAHAN KONDISI DESA SRIWULAN KECAMATAN SAYUNG DEMAK TUGAS AKHIR

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Geografi FKIP UMP 2015 ISBN Purwokerto, 13 Juni 2015

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK DI KOTA BITUNG

III. METODE PENELITIAN

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. terhadap penduduk kota maupun penduduk dari wilayah yang menjadi wilayah

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA Konversi Lahan Konversi lahan merupakan perubahan fungsi sebagian atau seluruh

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV DASAR PERENCANAAN SISTEM DISTRIBUSI AIR BERSIH

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang penelitian

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. (DIY) memiliki peran yang sangat strategis baik di bidang pemerintahan maupun

V. HASIL DAN PEMBAHASAN Pertumbuhan Penduduk di Kecamatan Sukaraja dan di Kecamatan Sukamakmur

II. TINJAUAN PUSTAKA Wilayah dan Hirarki Wilayah

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi

BAB II DESKRIPSI WILAYAH

Pembangunan Geodatabase Ruang Terbuka Hijau Kota Bandung

2015 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUTUSAN MIGRAN BERMIGRASI KE KECAMATAN BANTARGEBANG KO TA BEKASI

BAB IV ANALISIS KEBUTUHAN DAN PENYEDIAAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA CIREBON

BAB I PENDAHULUAN. Proses penyehatan perbankan di dalam negeri saat ini masih terus

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

BAB III DESKRIPSI WILAYAH. A. Tinjaun Umum Kondisi Kota Administrasi Jakarta Timur

BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI

Disajikan oleh: LIA MAULIDA, SH., MSi. (Kabag PUU II, Biro Hukum, Kemen PU)

Penentuan Lokasi Alternatif Kawasan Hijau Binaan Di Jakarta Barat

Evaluasi terhadap Program Pengembangan Kawasan Siap Bangun (KASIBA) Studi Kasus: Kabupaten Malang

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan kawasan kawasan permukiman kumuh. Pada kota kota yang

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH

1. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota seringkali menyebabkan terjadinya perubahan kondisi ekologis lingkungan perkotaan yang

2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sumber daya lahan yang terdapat pada suatu wilayah, pada dasarnya

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penggunaan lahan di Kabupaten Serang terbagi atas beberapa kawasan :

A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Perkembangan fisik yang paling kelihatan adalah perubahan penggunaan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

31 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Spasial Ruang Terbuka Hijau 5.1.1. Identifikasi Perubahan Luas RTH di Jakarta Timur Identifikasi penyebaran dan analisis perubahan Ruang Terbuka Hijau di kawasan Jakarta Timur dilakukan berdasarkan data RTH Dinas Tata Kota pada tahun 2002 dan 2007. Tabel 6menunjukkan dinamika perubahan luas dan proporsi Ruang Terbuka Hijau setiap kecamatan di Jakarta Timur pada periode tahun 2002 sampai 2007. Tabel 6. Dinamika Luasan RTH Kawasan Jakarta Timur Kecamatan RTH 2002 % RTH 2007 % (ha ) (ha) Cakung 67,7 8,15 94,7 8,96 Cipayung 172,9 20,82 159,1 15,06 Ciracas 6,.2 0,75 80,0 7,57 Duren Sawit 52,1 6,27 45,2 4,28 Jatinegara 39,5 4,76 42,2 3,99 Kramat Jati 7,0 0,84 90,3 8,55 Makasar 17,7 2,13 309,0 29,24 Matraman 0,1 0,01 1,4 0,13 Pasar Rebo 182,6 21,98 128,5 12,16 Pulo Gadung 162,7 19,59 106,4 10,07 Jumlah 830,6 100 1.056,7 100 Sumber : Analisis Peta Penggunaan Lahan Kawasan Jakarta Timur (2002 dan 2007) Dari Tabel 6 diketahui luasan RTH tahun 2002 sebesar 830,6 ha, sedangkan luas RTH tahun 2007 sebesar 1.056,7 ha. Sejak tahun 2002 hingga tahun 2007 luasan RTH meningkat seluas 226,1 ha. Peningkatan RTH dari tahun 2002 ke tahun 2007 salah satunya dikarenakan banyaknya lahan kosong milik pemerintah yang dijadikan sebagai kawasan RTH seperti jalur hijau dan lapangan golf di Jakarta Timur. Hasil identifikasi luas RTH berdasarkan digitasi ulang data RTH Dinas Tata Kota berbeda dengan data RTH yang resmi dikeluarkan oleh Dinas Tata

32 Kota (Tabel 4).Adanya perbedaan luas RTH Tahun 2007 antara hasil klasifikasi sebesar 1.056,7 ha (Tabel 6) dengan data Dinas Tata Kota (Tabel 4) sebesar 1.052,37 ha, salah satunya dikarenakan adanya perbedaan koreksi geometri, sehingga luas total administrasi Jakarta Timur hasil klasifikasi sebesar 19.023 ha (Tabel 7) sedangkan menurut BPS DKI Jakarta sebesar 18.775 ha (Tabel 3). 5.1.2. Luas dan Penyebaran RTH Setiap Kecamatan di Jakarta Timur Proses perkembangan yang pesat di wilayah DKI Jakarta terjadi juga di Jakarta Timur. Proses perkembangan tersebut mempengaruhi luas RTH di beberapa wilayah kecamatan di Jakarta Timur. Gambar 3 menunjukkan Peta RTH per Kecamatan di Jakarta Timur Tahun 2002, sedangkan Gambar 4 menunjukkan Peta RTH Setiap Kecamatan di Jakarta Timur Tahun 2007. Gambar 3. Peta RTH Setiap Kecamatan di Jakarta Timur Tahun 2002 Pada tahun 2002 RTH di Jakarta Timur seluas 830,6 ha. Kecamatan yang memiliki RTH terbesar adalah Kecamatan Pasar Rebo, yaitu seluas 182,6 ha, sedangkan yang memiliki RTH terkecil adalah Kecamatan Matraman sebesar 0,1 ha. Kecamatan Pasar Rebo memiliki RTH paling luas karena selain masih banyak

33 RTH yang dilestarikan, juga karena jumlah penduduknya yang relatif sedikit dibandingkan wilayah kecamatan lain. Lokasinya yang berada di area terluar dan berbatasan dengan wilayah Bogor menyebabkan laju perkembangan wilayah yang tidak sepesat wilayah lain dan berimplikasi pada pertumbuhan fasilitas yang tidak terlalu cepat. Kecamatan Matraman memiliki luas terkecil di Jakarta Timur, sehingga luas agregat lahan yang dijadikan sebagai RTH pun relatif kecil. Disamping itu, posisinya yang berbatasan dengan wilayah Jakarta Pusat menyebabkan laju perkembangan yang tinggi dan pertumbuhan fasilitas yang relatif lebih cepat dibandingkan dengan wilayah Jakarta Timur lainnya. Gambar 4. Peta RTH Setiap Kecamatan di Jakarta Timur Tahun 2007 Luas RTH di Jakarta Timur tahun 2007 sebesar 1.056,7 ha meningkat dari kondisi di tahun 2002. Proporsi RTH yang terbesar adalah di Kecamatan Makassar seluas 309,0 ha, dan terkecil di Kecamatan Matraman seluas 1.4 ha. Kecamatan Makasar memiliki potensi lahan kosong cukup luas di tahun 2002. Peningkatan RTH di tahun 2007 umumnya berasal dari penataan lahan kosong dan dimanfaatkan menjadi RTH. Kecamatan Matraman di tahun 2007 tetap

34 memiliki RTH relatif tersempit. Posisinya yang strategis berdekatan dengan Jakarta Pusat menyebabkan tumbuh suburnya perkantoran dan pusat perbelanjaan dan memperkecil peluang bertambahnya RTH sejak tahun 2002 ke 2007. Gambar 5 menunjukkan RTH yang bertambah di Jakarta Timur, diperoleh dari hasil pengecekan lapang. Gambar 5a merupakan gambar lapangan Sarwo Edhie Wibowo di Kecamatan Pasar Rebo; Gambar 5b adalah persawahan di Kecamatan Cipayung; Gambar 5c merupakan gambar jalur hijau di Kecamatan Cipayung, Gambar 5d merupakan Lapangan Golf Halim Perdana Kusuma II di Kecamatan Makasar; Gambar 5e adalah Lapangan Golf Royale Jakarta di Kecamatan Makasar; dan Gambar 5f merupakan gambar Tempat Pemakaman Umum Tanah Merah di Kecamatan Duren Sawit. Gambar 6a merupakan gambar Korea World Center di Kecamatan Pulo Gadung; Gambar 6b adalah Gedung Putih di Kecamatan Pasar Rebo; Gambar 6c merupakan Gambar Kantor Sekretariat di Kecamatan Pasar Rebo; Gambar 6d adalah perumahan Cijantung II di Kecamatan Pasar Rebo; Gambar 6e merupakan gambar rumah susun Komplek Kopassus di Kecamatan Pasar Rebo; dan Gambar 6f adalah gambar perumahan Calista Residence di Kecamatan Cipayung. Dari Gambar 7 diketahui bahwa dari tahun 2002 ke tahun 2007 peningkatan luas RTH terjadi di Kecamatan Makassar sebesar 291,3 ha, sedangkan penurunan luas RTH terbesar di Kecamatan Pulo Gadung sebesar 56,2 ha. Kecamatan Makasar merupakan Kecamatan dengan peningkatan RTH paling luas karena banyaknya lahan kosong yang dijadikan sebagai lokasi RTH, sedangkan Pulo Gadung mengalami penurunan RTH terluas karena perkembangan kawasan industri dan perumahan.

35 a. Pasar Rebo (705.302; 9.301.426) b. Cipayung (711.521; 9.303.082) c. Cipayung ( 708.534; 9.302.642) d. Makasar (709.369; 9.305.470) e. Makasar ( 710.219; 9.306.884) f. Duren Sawit (714.841; 9.311.098) Gambar 5. Penggunaan Saat Ini di Lokasi Penambahan RTH dari Lahan Kosong di Jakarta Timur

36 Gambar 6 menunjukkan RTH yang berkurang menjadi penggunaan lain di Jakarta Timur, diperoleh dari hasil pengecekan lapang. a. Pulo Gadung (709.323; 9.316.494) b. Pasar Rebo (705.294; 9.301.436) c. Pasar Rebo (705.781; 9.301.650) d. Pasar Rebo (705.830; 9.301.686) e. Pasar Rebo (706.679; 9.309.338) f. Cipayung (709.567; 9.297.782) Gambar 6. Penggunaan saat ini dari perubahan RTH menjadi lahan terbangun di Jakarta Timur

37 ha 350,0 300,0 250,0 200,0 150,0 100,0 50,0 0,0 50,0 100,0 Kecamatan Gambar 7. Perubahan RTH Tahun 2002 dan 2007 5.1.3. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Jakarta Timur RTRW merupakan wujud kebijakan pemerintah terkait rencana alokasi ruang di masa depan. Peta RTRW yang digunakan dalam analisis adalah Peta RTRW Jakarta Timur Tahun 2005-2010. Pada Tabel 7 disajikan luasan penggunaan lahan dalam RTRW di Jakarta Timur. Penggunaan lahan terbesar dalam RTRW adalah perumahan sebesar 7.568,0 ha, sedangkan yang terkecil adalah alokasi untuk jaringan jalan sebesar 191,7 ha. Tabel 7. Luas Penggunaan Lahan menurut RTRW di Jakarta Timur No Penggunaan Lahan Luas (ha) % 1 Jaringan Jalan 191,7 1.01 2 Rel Kereta 270,0 1.42 3 Tata Air 363,0 1.91 4 Bangunan Umum dan Perumahan 370,6 1.95 5 Bangunan Umum Berkepadatan Rendah 1.243,2 6.53 6 B angunan Umum 1.374,8 7.23 7 Perindustrian dan Pergudangan 1.616,2 8.50 8 Perumahan Berkepadatan Rendah 2.532,8 13.31 9 Ruang Terbuka Hijau 3.493,3 18.36 10 Perumahan 7.568,0 39.78 Jumlah 19.023,8 100,00

38 Berdasarkan Tabel 7 diketahui alokasi luas RTH dalam RTRW sebesar 3.493,3 ha atau 18,36 %. Sementara itu, berdasarkan identifikasi luas RTH tahun 2002 diketahui seluas 830,6 ha dan tahun 2007 sebesar 1.056,7 ha. Proporsi RTH tahun 2002 dan 2007 lebih kecil dari proporsi RTH dalam RTRW. Hal ini menunjukkan belum tercapainya rencana alokasi ruang untuk RTH sesuai yang diamanatkan dalam RTRW 2010. Ketetapan RTH menurut UU adalah sebesar 19.845,6 ha untuk wilayah DKI Jakarta, sedangkan menurut PEMDA DKI Jakarta adalah sebesar 9.195,1 ha. Ketetapan RTH menurut PEMDA untuk wilayah Jakarta Timur sendiri adalah sebesar 3.122,3 ha. Kondisi riil RTH di Jakarta Timur Tahun 2007 2.436,6 ha lebih rendah dari luas RTH yang sudah diamanatkan dalam RTRW.Masih belum tercapainya target yang ditetapkan oleh PEMDA DKI, menuntut upaya antara lain dengan memanfaatkan ketersediaan lahan kosong yang masih ada yang akan dijelaskan lebih rinci pada pembahasan berikutnya. Gambar 8 merupakan peta RTRW Jakarta Timur tahun 2000-2010. 5.2. Identifikasi Perubahan Luas Lahan Kosong di Jakarta Timur Luas lahan kosong di Jakarta Timur dari tahun 2002 ke tahun 2007 menurun cukup drastis. Pada Tahun 2002 luas lahan kosong di Jakarta Timur sebesar 4.395,4 ha, sedangkan pada tahun 2007 menjadi 2.910,8 ha atau terjadi penurunan sebesar 1.484,6 ha.dinamika luasan lahan kosong di Jakarta Timur ditunjukkan pada Tabel 8. Luas lahan kosong yang paling besar pada tahun 2002 adalah di Kecamatan Makasar seluas 1.407,2 ha, sedangkan yang terkecil seluas 21,1 ha di Kecamatan Matraman. Pada tahun 2007 kecamatan dengan luas lahan kosong terbesar adalah Kecamatan Cakung, yaitu seluas 1.160,1 ha, sedangkan yang tidak memiliki lahan kosong lagi adalah Kecamatan Matraman. Gambar 9 menunjukkan perubahan luas lahan kosong tahun 2002 dan 2007. Diketahui bahwa dari tahun 2002 ke tahun 2007 luas lahan kosong di semua kecamatan cenderung menurun. Penurunan luas lahan kosong paling besar terjadi di Kecamatan Makasar seluas 1259.019 ha, salah satunya dikarenakan perubahan menjadi lapangan golf dan jalur hijau Bandara Halim Perdana Kusuma.

39 Gambar 8. Peta RTRW Jakarta Timur Tahun 2000-2010 Tabel 8. Dinamika Luasan Lahan Kosong di Jakarta Timur Kecamatan Lahan Kosong Tahun 2002 (ha) Lahan Kosong Tahun 2007 (ha) Cakung 1.282,4 1.160,1 Cipayung 780,3 596,5 Ciracas 197,7 119,6 Duren Sawit 307,8 177,4 Jatinegara 72,4 26,5 Kramat Jati 131,8 64,5 Makasar 1.407,2 581,0 Matraman 21,1 0 Pasar Rebo 136,5 129,7 Pulo Gadung 58,2 55,6 Jumlah 4.395,4 2.910,8

40 ha 0,000 200,000 400,000 600,000 800,000 1000,000 1200,000 1400,000 Kecamatan Gambar 9. Perubahan Luas Lahan Kosong Tahun 2002 dan 2007 5.3.Analisis Laju Pertumbuhan Penduduk dan Pendatang Tahun 2002-2008 Berdasarkan penelitian Aurelia (2010) diketahui bahwa pertumbuhan penduduk menjadi faktor penting yang mempengaruhi terjadinya perubahan luas RTH di suatu wilayah. Tabel 9 menunjukkan jumlah penduduk di Jakarta Timur dari tahun 2002 sampai tahun 2008. Berdasarkan Tabel 9 nampak bahwa jumlah penduduk tiap tahun di Jakarta Timur dari tahun 2002 sampai 2007 cenderung meningkat. Pada tahun 2002 sebanyak 2.083.099 jiwa penduduk yang menempati wilayah Jakarta Timur, sedangkan 2.195.300 jiwa penduduk pada tahun 2008. Kecamatan Duren Sawit merupakan Kecamatan yang paling padat penduduknya, sebaliknya Kecamatan Cipayung merupakan yang paling jarang penduduknya. Berkembangnya jumlah dan jenis fasilitas seperti pusat perbelanjaan, perkantoran, sarana pendidikan yang ada merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi meningkatnya jumlah penduduk di Jakarta Timur. Gambar 10 menunjukkan bahwa laju pertumbuhan penduduk Jakarta Timur pada periode tahun 2002 sampai 2008 secara umum sebesar 0.9 % per tahun. Tumbuhnya penduduk Jakartasecara umum disebabkan oleh pertumbuhan alamiah maupun karena banyaknya migran. Dalam konteks Jakarta, pertumbuhan melalui proses migrasi disinyalir lebih besar dibandingkan dari proses kelahiran. Oleh karena itu, dalam menganalisis pertumbuhan penduduk Jakarta Timur,

41 informasi dan analisis data migran (pendatang) sangat dibutuhkan. Pada Tabel 10disajikan banyaknya jumlah pendatang di Jakarta Timur dari tahun 2002 sampai 2007. Tabel 9. Jumlah Penduduk Jakarta Timur Penduduk (Jiwa) Kecamatan 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Pasar Rebo 143815 146568 149405 153536 158147 162747 164755 Ciracas 195765 198119 198135 199482 200806 202815 204107 Cipayung 113905 115571 117164 119342 122151 125716 137253 Makasar 168497 170455 171903 174192 177158 180581 182441 Kramat Jati 200543 200750 201024 202041 204178 206327 209960 Jatinegara 263595 263447 263254 265246 263706 263949 264371 Duren 312323 313771 314188 315463 317862 320925 321991 Sawit Cakung 209390 211477 213972 218106 224001 232140 237185 Pulo 280096 279564 279959 279704 279519 280147 279623 Gadung Matraman 195170 194864 194521 194168 193700 193254 193614 Jumlah 2083099 2094586 2103525 2121280 2141228 2168601 2195300 Sumber : BPS DKI Jakarta (2009) Laju Pertumbuhan Penduduk 0,014 0,012 0,010 0,008 0,006 0,004 0,002 0,000 2002 2003 2003 2004 2004 2005 2005 2006 2006 2007 2007 2008 Tahun Gambar 10. Laju Pertumbuhan PendudukTahun 2002-2008 Jumlah pendatang yang masuk ke Jakarta Timur tahun 2002 sebanyak 21.686 jiwa, sedangkan pada tahun 2008 sebanyak 21.677 jiwa sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 10.

42 Tabel 10. Jumlah Pendatang Jakarta Timur No Kecamatan Pendatang(Jiwa) 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 1 Pasar Rebo 1.958 1.452 2.197 2.732 3.335 2.396 2.188 2 Ciracas 1.994 3.515 1.423 1.733 1.632 2.912 2.046 3 Cipayung 1.563 1.856 1.693 2.031 1.945 1.696 1.874 4 Makassar 2.179 2.202 2.307 1.805 2.300 2.304 1.953 5 Kramat Jati 2.616 1.503 3.336 1.973 2.613 3.646 2.562 6 Jatinegara 1.740 2.044 2.052 1.737 1.854 1.770 1.764 7 Duren Sawit 2.840 2.726 2.109 2.301 3.381 3.269 3.441 8 Cakung 3.196 2.274 1.834 1.609 2.227 2.545 2.568 9 Pulo Gadung 2.268 2.301 755 890 2.338 2.303 2.007 10 Matraman 1.332 1.622 1.622 980 929 983 1.274 Jumlah 21.686 21.495 19.328 17.791 22.554 23.824 21.677 Sumber : BPS DKI Jakarta (2009) Dari tahun 2002 sampai tahun 2008 terjadi fluktuasi jumlah pendatang di Jakarta Timur. Kecamatan yang memiliki jumlah pendatang terbanyak adalah Kecamatan Duren Sawit, sedangkan yang paling sedikit adalah Kecamatan Matraman. Kecamatan Duren Sawit memiliki jumlah pendatang terbanyak karena lokasinya berdekatan dengan Kecamatan Cakung yang merupakan kawasan industri dan adanya konsentrasi sarana ekonomi seperti pusat perbelanjaan, dan pertokoan. Kondisi ini menyebabkan peluang berusaha dan alternatif untuk memilih mata pencaharian bagi para pendatang cukup besar di lokasi tersebut. Menurunnya jumlah pendatang antara 2004-2005 di Jakarta Timur salah satunya disebabkan oleh adanya peraturan pemerintah yang mengharuskan pendatang untuk memenuhi persyaratan yang diberlakukan, salah satunya seperti harus memiliki kartu tanda penduduk (KTP) DKI Jakarta. Gambar 11 menunjukkan bahwa laju pertumbuhan pendatang pada periode 2002 sampai 2006 secara umum sebesar 0.7 % per tahun.

43 Laju Pertumbuhan Pendatang 0,300 0,250 0,200 0,150 0,100 0,050 0,000 0,050 0,100 0,150 2002 2003 2003 2004 2004 2005 2005 2006 2006 2007 2007 2008 Tahun Gambar 11.Laju Pertumbuhan Pendatang Tahun 2002-2008 5.4. Hirarki, Luas RTH dan Perkembangan Wilayah di Jakarta Timur Tahun 2003 dan 2006 Penetapan hirarki pusat-pusat pertumbuhan dan pelayanan dengan menggunakan metode skalogram didasarkan pada jumlah jenis dan jumlah unit sarana-prasarana pembangunan dan fasilitas pelayanan sosial ekonomi yang tersedia. Metode ini menghasilkan hirarki atau peringkat yang lebih tinggi pada pusat pertumbuhan yang memiliki jumlah jenis dan jumlah unit sarana-prasarana pembangunan yang lebih banyak. Distribusi penduduk dan luas jangkauan pelayanan sarana-prasarana pembangunan secara spasial tidak dipertimbangkan secara spesifik.tingkat perkembangan suatu wilayah dinyatakan dalam bentukhirarki I, II, dan III. Pada Gambar 12 ditunjukkan Peta Hirarki Wilayah Jakarta Timur Tahun 2003. Di Jakarta Timur, pada tahun 2003 kelurahan yang berhirarki III berjumlah 40. Kelurahan yang berhirarki II berjumlah 18, sedangkan yang berhirarki I berjumlah 7 kelurahan. Kelurahan yang berhirarki I berada berdekatan dengan jalan utama, dan memiliki fasilitas yang paling banyak dan lengkap dibandingkan dengan kelurahan pada kelompok hirarki lain.

44 Gambar 12. Peta Hirarki Wilayah Jakarta Timur Tahun 2003 Pada Gambar 13 disajikan Peta Hirarki Wilayah Jakarta Timur Tahun 2006.Kelurahan yang berhirarki I berjumlah 11, jumlah kelurahan yang berhirarki II adalah 19, sedangkan yang berhirarki III berjumlah 35 kelurahan. Adanya jalan utama di kelurahan berhirarki I mempermudah penduduk mencapai fasilitas yang dibutuhkan. Sementara itu kelurahan yang berhirarki III berdekatan dengan jalan tol nasional. Nampaknya keberadaan jalan tol tidak memberikan dampak terhadap tumbuhnya fasilitas di kelurahan tersebut. Hal ini bisa terjadi karena pembangunan jalan tol tersebut juga masih relatif baru, sehingga dampaknya belum dirasakan bagi wilayah di sekitarnya. Akibatnya fasilitas yang tersedia di kelurahan-kelurahan berhirarki III paling sedikit dan tidak lengkap. Berikutnya pada Gambar 14 disajikan perubahan jumlah desa berhirarki I, II dan III pada periode tahun 2003 dan 2006.

45 Gambar 13. Peta Hirarki Wilayah Jakarta Timur Tahun 2006 Kelurahan berhirarki I jumlahnya meningkat sebanyak 4 kelurahan dari 7 kelurahan pada tahun 2003 menjadi 11 kelurahan pada tahun 2006. Jumlah kelurahan yang berhirarki II pada tahun 2003 sebanyak 18 kelurahan dan pada tahun 2006 sebanyak 19 kelurahan, sehingga terjadi peningkatan jumlah kelurahan berhirarki II sebanyak 1 kelurahan, sedangkan jumlah kelurahan yang berhirarki III menurun menjadi 35 kelurahan pada tahun 2006 dari tahun 2003 yang jumlahnya 40 kelurahan atau menurun sebanyak 5 kelurahan. Penurunan jumlah kelurahan berhirarki III seiring dengan peningkatan jumlah kelurahan berhirarki II dan I. Hal ini berarti banyak kelurahan berhirarki III yang telah berkembang dari segi jumlah serta kelengkapan fasilitasnya menjadi kelurahan berhirarki II dan I.

46 Jumlah Desa 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0 Hirarki I Hirarki II Hirarki III Hirarki 2003 2006 Gambar 14. Perubahan Jumlah Kelurahan Berhirarki I, II dan III Tahun 2003 dan 2006 Sejalan dengantarget utama penelitian ini, yaitu perubahan luas RTH di Jakarta Timur, pada bagian berikut disajikan luas RTH untuk setiap kelas hirarki wilayah per Kecamatan (Tabel 11) dan pada setiap kelas hirarki pada Tabel 12. Pada tahun 2002 luas RTH yang paling besar dimiliki di kelompok wilayah hirarki III sebesar 572,3 ha, sedangkan yang terkecil kelompok wilayah berhirarki I sebesar 58,5 ha. Pada tahun 2007 kelompok wilayah berhirarki III memiliki luas RTH terluas sebesar 727,2 ha, sedangkan kelompok wilayah berhirarki II memiliki luas RTH terkecil seluas 162,6 ha. Perubahan RTH pada tahun 2002 dan 2007 yang meningkat paling besar berada pada hirarki III sebesar 154,9 ha, salah satunya dikarenakan pada daerah berhirarki III fasilitas yang ada belum berkembang, sehingga masih banyak lahan yang dapat dijadikan RTH. Penurunan luas RTH terluas berada pada hirarki II sebesar 37,2 ha, salah satunya disebabkan karena wilayah pada hirarki II sudah relatif lebih berkembang sehingga banyak fasilitas yang dibangun. Oleh karena itu, luas lahan yang dijadikan RTH juga semakin kecil.

47 Tabel 11. Luas RTH setiap Hirarki per Kecamatan Tahun 2002 dan 2007 Kecamatan Luas RTH Tahun 2002 (ha) Luas RTH Tahun 2007 (ha) Hirarki I Hirarki II Hirarki III Hirarki I Hirarki II Hirarki III Cakung 38.6 14.5 14.6 48.8 38.1 7.7 Cipayung 2.3 8.0 162.6 8.8 17.9 132.3 Ciracas 0 56.4 7.9 0 20.5 59.5 Duren Sawit 0 2.7 49.4 0 4.6 40.6 Jatinegara 0 1.6 37.9 1.7 20.1 20.4 Kramat Jati 0 26.9 44.2 10.2 22.2 58.0 Makasar 0 0.1 17.6 0 3.6 305.4 Matraman 0 0 0.1 0 1.4 0 Pasar Rebo 0 89.6 93.0 0 25.1 103.3 Pulo Gadung 17.6 0.0 145.1 97.3 9.1 0 Jumlah 58.5 199.8 572.3 166.9 162.6 727.2 Tabel 12. Luas RTH Setiap Hirarki RTH Hirarki 2002 (ha) 2007 (ha) Perubahan (ha) I 58,5 166,9 108,4 II 199,8 162,6-37,2 III 572,3 727,2 154,9 Jumlah 830,6 1.056,7 226,1 Berkembangnya suatu wilayah umumnya ditandai dengan perkembangan jumlah sarana-prasarana di wilayah tersebut. Sarana-prasarana yang dimaksud adalah fasilitas ekonomi, fasilitas pendidikan dan fasilitas kesehatan. Pada Gambar 15 disajikan laju pertumbuhan setiap fasilitas di Jakarta Timur Tahun 2003 dan 2006. Dari Gambar 15 diketahui bahwa laju pertumbuhan fasilitas ekonomi dan kesehatan meningkat masing-masing sebesar 1.1 % dan 6.4 % per tahun, sedangkan laju fasilitas pendidikan menurun sebesar 1.5 % per tahun. Fasilitas ekonomi di Jakarta Timur meningkat salah satunya disebabkan meningkatnya jumlah warnet dan pusat perbelanjaan seperti toko, dan supermarket. Meningkatnya laju pertumbuhan fasilitas kesehatan juga ditandai dengan makin banyaknya rumah sakit, tempat praktek dokter dan bidan, posyandu, apotik dan toko obat yang dibangun. Fasilitas pendidikan yang semakin menurun salah

48 satunya disebabkan banyak lembaga-lembaga kursus yang berubah menjadi lahan industri. Gambar 15 menunjukkan perkembangan setiap fasilitas di Jakarta Timur. Laju Pertumbuhan Fasilitas 7,0 6,0 5,0 4,0 3,0 2,0 1,0 0,0 1,0 2,0 Fasilitas Ekonomi Fasilitas Pendidikan Fasilitas Kesehatan Fasilitas Gambar 15. Laju Perkembangan Setiap Fasilitas di Jakarta Timur Tahun 2003 dan 2006 Fasilitas perekonomian terdiri dari wartel, warnet, toko, supermarket, hotel, industri kecil dan menengah, serta bank. Pada Gambar 16 disajikan jumlah fasilitas perekonomian pada tahun 2003 dan 2006 di Jakarta Timur. Jumlah Fasilitas Perekonomian 4500 4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 0 Tahun 2003 Tahun 2006 CAKUNG CIPAYUNG CIRACAS DUREN SAWIT JATINEGARA KRAMAT JATI MAKASAR MATRAMAN PASAR REBO PULO GADUNG Gambar 16. Jumlah Fasilitas Perekonomian Tahun 2003 dan 2006 di Jakarta Timur

49 Pada tahun 2003 jumlah fasilitas perekonomian di Jakarta Timur sebesar 20.344 unit, sedangkan pada tahun 2006 sebanyak 21.026 unit atau terjadi peningkatan sebesar 682 unit. Kecamatan yang mengalami peningkatan jumlah fasilitas perekonomian terbanyak adalah Kramat Jati yaitu sejumlah 1477 unit. Peningkatan tersebut terutama karena dibangunnya pasar induk sayur dan buahbuahan serta dibangunnya pusat perbelanjaan sehingga banyak dibangun juga bank sebagai penunjang proses transaksi jual-beli. Kecamatan Pulo Gadung merupakan Kecamatan dengan fasilitas perekonomian yang mengalami penurunan paling banyak sebesar 1147 unit. Sekolah-sekolah negeri dan swasta serta lembaga-lembaga kursus merupakan fasilitas pendidikan yang banyak menurun jumlahnya di Jakarta Timur. Pada tahun 2003 jumlah fasilitas pendidikan di Jakarta Timur sebanyak 2570 unit berkurang 114 unit menjadi 2456 unit pada tahun 2006. Gambar 17 menunjukkan Jumlah Fasilitas Pendidikan Pada Tahun 2003 dan 2006 di Jakarta Timur. Jumlah Fasilitas Pendidikan 450 400 350 300 250 200 150 100 50 0 Tahun 2003 Tahun 2006 CAKUNG CIPAYUNG CIRACAS DUREN SAWIT JATINEGARA KRAMAT JATI MAKASAR MATRAMAN PASAR REBO PULO GADUNG Gambar 17. Jumlah Fasilitas Pendidikan Tahun 2003 dan 2006 di Jakarta Timur Peningkatan jumlah fasilitas pendidikan paling besar terjadi di Kecamatan Duren Sawit sebanyak 17 unit, sedangkan yang menurun paling banyak adalah Kecamatan Cakung sebesar 78 unit. Di Kecamatan Cakung penurunan fasilitas

50 pendidikan terbesar salah satunya dikarenakan banyak lahan lembaga-lembaga khursus yang berubah menjadi lahan industri dan perumahan, atau dtutupnya sekolah karena tidak sesuai dengan standar pemerintah. Fasilitas kesehatan terdiri dari rumah sakit, rumah bersalin, puskesmas, tempat praktek dokter, tempat praktek bidan, posyandu, polindes, apotik, dan toko obat. Pada Gambar 18 menunjukkan jumlah fasilitas kesehatan pada tahun 2003 dan 2006 di Jakarta Timur. Jumlah Fasilitas Kesehatan 500 450 400 350 300 250 200 150 100 50 0 Tahun 2003 Tahun 2006 CAKUNG CIPAYUNG CIRACAS DUREN SAWIT JATINEGARA KRAMAT JATI MAKASAR MATRAMAN PASAR REBO PULO GADUNG Gambar 18. Jumlah Fasilitas Kesehatan Tahun 2003 dan 2006 di Jakarta Timur Tahun 2003 jumlah fasilitas kesehatan di Jakarta Timur sebanyak 2450 unit, sedangkan tahun 2006 menjadi 2920 unit sehingga terjadi peningkatan sebanyak 470 unit. Peningkatan jumlah fasilitas kesehatan yang paling besar terjadi di Kecamatan Kramat Jati sebanyak 176 unit, sedangkan yang mengalami penurunan paling banyak adalah Kecamatan Pulo Gadung sebanyak 42 unit. Kecamatan Kramat Jati mengalami banyak peningkatan karena selain merupakan salah satu kecamatan yang padat penduduknya, jumlah fasilitas ekonominya juga yang paling banyak meningkat sehingga pembangunan fasilitas kesehatan lebih dibutuhkan.

51 5.5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perubahan RTH Seiring dengan tingginya pertambahan penduduk di perkotaan, baik akibat proses migrasi dari desa ke kota maupun akibat pertumbuhan penduduk kota itu sendiri secara alamiah, maka peningkatan kebutuhan akan ruang pun semakin meningkat. Hal ini berdampak langsung terhadap pergeseran fungsi lahan RTRW yang telah ditetapkan dan mengakibatkan tingginya intensitas perubahan lahan. Pendekatan yang dilakukan untuk menduga faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya perubahan RTH adalah dengan menggunakan model analisis regresi berganda dengan prinsip stepwise. Tabel 13 menunjukkan hasil analisis regresi tersebut. Tabel 13. Hasil Analisis Regresi untuk Identifikasi Faktor Penentu Perubahan RTH di Jakarta Timur Variabel Koefisien T P-level Pertambahan Jumlah 0.107 1.560 0.163 Fasilitas Kesehatan Pertambahan Lahan Kosong -0.394-10.840 0.000 R-square (R²) 0.94 Koefisien determinasi (R²) yang dihasilkan dari analisis regresi untuk mengidentifikasi faktor penentu perubahan luas RTH di Jakarta Timur tersebut adalah sebesar 94 %. Nilai R² yang mendekati 1 menunjukkan bahwa pemilihan variabel penduga sebagai variabel yang mempengaruhi variabel tujuan relatif tepat. Berdasarkan Tabel 13 dapat diketahui bahwa variabel yang berpengaruh sangat nyata dengan tingkat kepercayaan ±95% (p-level < 0.05) adalah perubahan lahan kosong tahun 2002 dan 2007 dan alokasi RTH dalam RTRW, sedangkan yang merupakan variabel yang potensial berpengaruh nyata adalah pertambahan jumlah fasilitas kesehatan tahun 2003 dan 2006. Secara ringkas penjelasan hasil regresi tersebut adalah sebagai berikut:

52 Koefisien regresi pertambahan lahan kosong dan alokasi RTH dalam RTRW bernilai negatif. Hal ini menunjukkan bahwa semakin kecil pertambahan lahan kosong, maka perubahan luas RTH di kelurahan tersebut semakin besar. Hal ini mengindikasikan bahwa pertambahan RTH di Jakarta Timur sebagian besar berasal dari revitalisasi lahan kosong. Koefisien regresi untuk variabel pertambahan jumlahfasilitas kesehatan tahun 2003 dan 2006 bernilai positif. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar pertumbahan jumlah fasilitas kesehatan, maka pertambahan luas RTH semakin besar. Kondisi ini mengisyaratkan pembangunan fasilitas kesehatan umumnya selalu mengalokasikan sebagian lahannya untuk RTH.