BAB 4 SIMPULAN DAN SARAN 4.1 Simpulan Secara keseluruhan pendapat para tokoh mengenai gundik/selir, penulis secara garis besar menjabarkannya sebagai berikut. Menurut isi dari novel Sembazuru, keluarga di Jepang dapat menerima keadaan dimana satu suami beristrikan satu istri sah dan beberapa gundik yang membuat keluarga di Jepang menganut sistem patriakal, dan kebijakan sepenuhnya di tangan suami. Suami itu sendiri, yaitu tokoh antagonis Tuan Mitani, tidak terlalu peduli mengenai keadaan fisik dan rohani para wanita yang berhasil dimilikinya, ia bahkan dengan terbuka membicarakan mengenai gundik/selir dengan istri dan anaknya. Menurut penulis, Tuan Mitani disebut tokoh antagonis karena tindakannya memiliki gundik/selir, dan ia juga tidak adil membagi cinta dan perhatiannya, hal ini dapat dilihat dari penderitaan Ibu Kikuji dan Chikako yang merasa Tuan Mitani lebih menyukai gundik terbarunya, yaitu Nyonya Ota. Sebagai seorang istri, tokoh protagonis Ibu Kikuji yang walaupun sepertinya menerima tindakan suaminya yang memiliki gundik/selir dan bisa berteman dengan mereka, tetapi perasaan sebenarnya adalah ia sangat sedih, cemburu dan menderita atas perbuatan suaminya. Menurut penulis, sikap menerima dan rela menderita demi keutuhan keluarga dan sikap tanpa perlawanan ini yang membuat Ibu Kikuji menjadi tokoh protagonis. Menurut penulis, pada umumnya tidak ada seorang wanitapun yang secara normal dan umumnya mau dibagi cintanya, sama seperti Ibu Kikuji. Sikap cemburu dari 55
Ibu Kikuji ini, bila dianalisis berdasarkan teori Yasutaka Teruko, Ibu Kikuji sebenarnya bukan wanita yang memenuhi kriteria untuk rela di poligami karena menurut Teruko, wanita yang dipologami sebaiknya wanita yang tidak saling cemburu dan iri hati. Ibu Kikuji tetap bisa menerima tindakan poligami suaminya karena keadaan masyarakat Jepang saat itu membuatnya menerima semua tindakan suaminya, walaupun itu berarti membuat dirinya menderita. Para gundik/selir yang terlibat di dalam cerita ini, yaitu tokoh antagonis Chikako dan Nyonya Ota memiliki keadaan yang hampir sama. Mereka tidak bahagia akan kehidupan mereka. Tokoh antagonis Chikako yang memiliki sikap dan sifat yang tidak baik memiliki pandangan bahwa walaupun dijadikan gundik dalam waktu yang singkat dan sebenarnya dilecehkan secara fisik karena ia memiliki andeng-andeng di buah dadanya, ia tidak menyesal menjadi seorang gundik/selir. Tokoh antagonis Nyonya Ota yang memiliki sifat serakah karena selain mengambil cinta dari suami orang lain, ia juga memiliki affair dengan Kikuji, ia tetap merasa berdosa akan tindakannya. Sikap Chikako yang sangat pencemburu juga tidak bisa sesuai dengan sikap wanita yang rela menjadi gundik menurut teori Yasutaka Teruko, bahwa seorang gundik/selir sebaiknya tidak saling iri hati. Chikako sangat cemburu dengan gundik baru Tuan Mitani, yaitu Nyonya Ota. Dilihat dari sudut pandang yang lebih modern, penulis mengambil pandangan tokoh protagonis Fumiko, karena ia masih muda dan suka berpakaian barat, yang membuat penulis berpendapat bahwa Fumiko berpikiran modern. Tokoh protagonis Fumiko adalah tokoh yang lemah lembut, dam ia sangat tidak menyetujui tindakan ibunya sebagai gundik dan hubungan ibunya dengan Kikuji. 56
Simpulan yang dapat penulis dapatkan adalah bahwa berdasarkan isi di dalam novel Sembazuru, masyarakat Jepang melakukan tindak poligami sama seperti pada jamanjaman dahulu, yang sebenarnya pada masa modernisasi Meiji tercantum dalam Undang Undang Sipil Meiji yang mengadopsi sistem perkawinan monogami tetapi dalam prakteknya masyarakat masih melakukan tindakan poligami. Novel memang merupakan sebuah karya rekaan, tetapi pengarang novel dapat mengangkat tema poligami karena melihat keadaan masyarakat pada saat itu yang masih melakukan tindak poligami. Berdasarkan teori-teori yang ada pada Bab 2, dalam novel ini yang mejadi korban dari tindakan poligami adalah para wanita. Para pria tidak merasa bersalah sama sekali, mereka bangga dengan tindakan poligami mereka, karena dengan memiliki beberapa gundik/selir mereka merasa berada di golongan atas dengan kekayaan yang mampu menghidupi bebrapa orang gundik dan istri. Para pria lebih menyukai para gundik dibandingkan dengan istri mereka sendiri. Seperti dalam novel ini diceritakan bahwa Tuan Mitani hidup dengan salah seorang gundiknya, yaitu Nyonya Ota sampai akhir hidupnya, sedangkan istrinya ditinggalkan begitu saja. Para kaum pria Jepang sama sekali tidak merasa bersalah dengan adanya atau bahkan dengan memiliki gundik/selir. Mereka bahkan membicarakan mengenai gundik/selir mereka di depan istri dan anak. Tokoh Kikuji juga menunjukan tanggapan yang sama. Sebagai anak ia sama sekali tidak keberatan dengan tindak poligami ayahnya. Ia juga tidak berusaha membela posisi ibunya, yang sebenarnya ia tahu bahwa ibunya sangat sedih dan menderita akibat tindak poligami ayahnya. Wanita adalah pihak yang paling dirugikan dari tindak poligami seorang pria. Sebagai seorang istri, Ibu Kikuji diharuskan menerima keberadaan gundik-gundik suaminya. 57
Walaupun terlihat menerima keadaan memiliki suami yang cintanya terbagi dengan para gundik, setelah melihat analisis pada Bab 3 Ibu Kikuji sebenarnya jika dapat memilih, ia tidak mengingini keadaan seperti itu. Terlihat bahwa kehidupan Ibu Kikuji yang terpoligami sangatlah tidak bahagia sampai akhir hayatnya ia harus sendirian. Tanggapan para gundik walaupun mereka tidak merasa bahagia dan tahu bahwa tindakannya adalah dosa, tetapi mereka tidak merasa menyesal menjadi seorang gundik/selir. Menurut pandangan modern (pada novel ini diwakili oleh pandangan Fumiko), menjadi seorang gundik/selir adalah suatu tindakan yang tidak baik dan jahat. Dari uraian di atas, pandangan para tokoh mengenai gundik/selir dalam novel Sembazuru adalah sebagai berikut, bahwa di dalam novel Sembazuru : 1. Keluarga Jepang dapat menerima hadirnya gundik/selir dalam kehidupan sebuah keluarga. 2. Kaum Pria Jepang suka mengambil gundik/selir. 3. Para istri diharuskan menerima keberadaan para gundik/selir dari suami mereka. Di depan umum mereka tampak menerima, tetapi dari dalam hati, mereka sangat menderita dengan keberadaan gundik/selir tersebut. 4. Ada gundik/selir tidak menyesali pilihan mereka untuk mau menjadi gundik/selir, ada juga yang merasa berdosa dengan perbuatannya. 5. Kehidupan para gundik tidak bahagia. 6. Dari pandangan kehidupan modern, pada novel ini diambil contoh dari pandangan Fumiko (masih muda dan selalu memakai pakaian barat), ia sangat tidak setuju dengan tindakan ibunya, baik sebagai gundik maupun hubungannya dengan Kikuji. Ia selalu mengatakan bahwa ibunya, yaitu Nyonya Ota adalah jahat, tidak baik. 58
Penulis mengambil kesimpulan bahwa ia merasa dengan menjadi gundik/selir adalah suatu perbuatan yang jahat dan tidak baik. Berikut adalah simpulan dari pendangan para tokoh mengenai keberadaan gundik/selir : 1. Kikuji menerima keberadaan gundik/selir. 2. Ibu Kikuji menerima keberadaan gundik/selir. 3. Tuan Mitani menerima keberadaan gundik/selir. 4. Nyonya Ota tidak dapat menerima keberadaan dirinya sebagai seorang gundik/selir. 5. Chikako menerima keberadaan dirinya sebagai seorang gundik/selir. 6. Fumiko tidak menerima keberadaan gundik/selir. 4.2 Saran Saran dari penulis adalah agar masyarakat pada umumnya lebih memperhatikan kehidupan kaum wanita, menghargai wanita seperti menghargai kaum pria. Dalam Bab Teori tertulis pemikiran Jepang yang menyebutkan bahwa pada mulanya wanita itu berasal dari matahari dan pada kitab Kejadian bahwa wanita itu barasal dari tulang rusuk pria bukan dari kotoran yang menempel pada kaki sang pria, dua latar belakang wanita yang berbeda filosofi dari sudut keagamaan ini tetap memiliki satu pengertian bahwa wanita tetap berasal dari tempat yang sama terhormtanya dengan kaum pria. Adalah lebih baik jika masyarakat tidak mendesak agar para istri bisa menerima keberadaan para gundik, biarlah para istri memilih tindakan mereka terhadap tindak poligami suaminya, apakah ia akan menerima atau pun tidak. Penulis juga menyarankan agar para wanita lebih bijaksana memilih jalan hidupnya, untuk apa menjadi gundik yang berkelimpahan 59
uang jika hidup di atas penderitaan wanita lain dan membuat derita bagi diri sendiri. Menurut penulis adalah lebih baik apabila sebuah keluarga hidup secara normal dengan satu suami dengan satu orang istri yang saling mencintai agar cinta yang telah dipupuk dari sebelum menikah tidak terbagi-bagi dengan wanita lain. 60