Bab 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Bab 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang"

Transkripsi

1 Bab 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Shuji dalam Olson (2006: 197) masyarakat Jepang adalah masyarakat patriarkal. Olson (2006: 125) juga menerangkan bahwa sistem patriarkal adalah suatu sistem dimana para pria lebih dominan dibandingkan para wanitanya di lingkungan pekerjaan maupun di kehidupan rumah tangga. Para pria di Jepang memainkan peranan penting di dalam masyarakat dan mereka cenderung lebih mementingkan pekerjaannya daripada perkawinannya. Pada masa awal pemerintahan Meiji, wanita harus tunduk pada laki-laki. Pada zaman tersebut ketika hendak makan, perempuan harus menunggu sampai para laki-laki selesai. Selain itu, perempuan harus berjalan beberapa langkah di belakang laki-laki. Perempuan harus selalu berbicara dengan hormat ketika menghadapi lawan jenis. Ruang lingkup perempuan diharuskan terbatas hanya pada pekerjaan rumah tangga dan mengasuh anak. Wanita juga tidak boleh mengenyam pendidikan terlebih mengejar citacita karena dianggap melanggar hukum. Jalan terbuka untuk pendidikan wanita pun sangat minim. Diskriminasi gender tersebut memposisikan kaum perempuan lebih rendah dari laki-laki. Hal tersebut menyebabkan reaksi masyarakat tidak terima dengan perlakuan tersebut sehingga, timbul gerakan kaum perempuan yang ingin memperjuangkan hak-hak kaum perempuan melalui kontribusi mereka dalam organisasi-organisasi perempuan. Gerakan emansipasi wanita di Jepang tak terlepas dari sejarah perjuangan wanita Jepang dalam memperjuangkan hak haknya. Sebelum Perang Dunia II, kehidupan wanita sebagai seorang istri sangat dibatasi, dalam arti mereka tidak boleh bekerja di luar rumah dan bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya. Kehidupannya hanya berkisar pada melayani suami dan mengurus anak. Kekalahan Jepang pada Perang Dunia II telah memberikan kehidupan baru pada pergerakan emansipasi wanita 1

2 2 di Jepang, membuat wanita di Jepang mempunyai hak pilih pada pemilu Bagaimanapun, pergerakan untuk memberi penerangan bagi wanita Jepang telah dimulai sejak awal tahun 1910-an, dan pada tahun 1920 terbentuk New Women s Association (Asosiasi Wanita Baru) yang telah melahirkan zaman baru pada pergerakan wanita di Jepang (Claremont, Agustus 2005). Persoalan gender yang selalu terlihat adalah kedudukan laki-laki sebagai penguasa telah memarginalkan kedudukan wanita dan seringkali keluar anggapan bahwa wanita hanya bertugas menjalankan kehidupan rumah tangga. Laki-laki tidak menyadari pentingnya kehadiran wanita. Hal inilah yang menimbulkan gerakan pembebasan oleh kaum wanita yang kemudian disebut sebagai feminis. Akan tetapi, gerakan pembebasan ini banyak mendapat tantangan dari kaumwanita yang masih berpandangan konservatif maupun dari kaum laki-laki yang tidak menginginkan kedudukan mereka digugat. Kaum pria yang pada umumnya menolak membiarkan wanita menggeser atau mengambil alih kedudukan mereka, selalu menghambat perjuangan kaum feminis. (Djajanegara, 2003: 7) Feminisme merupakan gerakan yang berawal dari Barat, dimulai dengan adanya industrialisasi dan kelas dalam masyarakat yang memarginalkan kelas perempuan. Munculnya pemikiran-pemikiran tentang wacana feminisme berasal dari masyarakat, agama, dan budaya. Prabasmoro mengatakan, feminisme bukanlah paham yang berdiri sendiri. Pada dasarnya ruang lingkup tentang paham feminisme sangat luas. Ruang lingkup ini meliputi gender dan ketidakadilan gender hingga pemikiran-pemikiran tentang feminisme. Menurut Prabasmoro (2006: 23), pemahaman dasar atas feminisme ini penting untuk melihat dengan lebih bening bahwa feminisme bukanlah semata-mata milik perempuan. Ini berarti wacana feminis bukan hanya menjadi pekerjaan besar wanita, tetapi juga laki-laki. Orang yang mengikuti aliran ini disebut feminis. Artinya, pria maupun wanita yang peduli dan menyadari adanya ketimpangan struktur sosial antara kaum wanita dan pria di masyarakat dapat dikatakan seorang feminis. Feminis Liberal ialah pandangan untuk menempatkan perempuan yang memiliki kebebasan secara penuh dan individual. Aliran ini menyatakan bahwa kebebasan dan kesamaan berakar pada rasionalitas dan pemisahan antara dunia privat dan publik.setiap

3 3 manusia -demikian menurut mereka- punya kapasitas untuk berpikir dan bertindak secara rasional, begitu pula pada perempuan. Feminsime liberal muncul dari aliran pemikiran politik liberalisme membebaskan perempuan dari peran gender yang opresif. Dalam konteks ini, hal yang dimaksud ialah peran-peran yang digunakan sebagai alasan atau pembenaran untuk memberikan tempat yang lebih rendah, atau tidak memberikan tempat sama sekali, bagi perempuan, di dalam akademi, forum, maupun pasar. Mereka menawarkan bahwa masyarakat patriarkal mencampuradukkan seks dan gender, dan menganggap hanya pekerjaan-pekerjaan yang dihubungkan dengan kepribadian feminin yang layak untuk perempuan (Tong, 2010: 48-49). Dalam penelusuran memahami feminisme yang terjadi di Jepang, penulis menemukan tokoh-tokoh yang berpengharuh pada zaman dahulu yaitu. Higuchi dan Ichiyo, Yosano Akiko. Yosano Akiko ( ) sebagai penganut paham feminis liberal, Akiko menginginkan kesamaan hak dalam menyuarakan ide dan pikiran di segala bidang, salah satunya mengenai perang. Dan ia berpendapat bahwa Wanita di Jepang berada dibawah kekuasaan kaum pria. Pada tokoh Higuchi Ichiyo, penulis akan memberikan penjelasan kisah singkat hidupnya. Bermula dari seorang tokoh wanita bernama Higuchi Ichiyo ( ). Satusatunya tokoh wanita yang namanya diabadikan di mata uang kertas 5000 yen Jepang. Sebuah penghormatan dan kedudukan yang tak pernah dicapai oleh perempuan Jepang mana pun. Perjalanan hidup mengarahkan Ichiyo menjadi penulis. Menjadi penulis perempuan pada zaman Meiji adalah hal yang hampir mustahil, namun, tekad dan semangat Ichiyo akhirnya membawanya menjadi salah satu penulis yang diperhitungkan di Jepang. Sayang, kesehatan yang terus memburuk akibat penyakit tuberkulosis yang menggerogoti Ichiyo mengantarnya pada ajal di usia belia, 24 tahun. Ironi kehidupan yang dialami Higuchi saat kaum pria yang telah bersikap diskriminatif terhadap tulisannya hanya karena ia seorang wanita, sekarang membanjirinya dengan pujian-pujian dan ajakan bekerjasama. Para penulis yang terdiri dari nama-nama besar dari kalangan sastra zaman Meiji dan bahkan cendekiawan pria paling chauvinistis sekalipun terpaksa mengakui bahwa Higuchi yag adalah seorang

4 4 wanita merupakan kekuatan sastra yang diperhitungkan dan mereka tidak dapat lagi dengan sombong merendahkannya sebagai seorang wanita yang bermimpi menjadi penulis di dunia pria. Pada saat itu tidak ada yang dapat menulis fiksi realistis seperti Higuchi Ichiyo. Karya-karyanya mendapatkan banyak pujian oleh karena gaya bahasanya, pemakaian kata, dan alur cerita yang brilian. Adalah sebuah keajaiban bagi masyarakat umum bagaimana seorang wanita muda yang menghadapi penyakit, kemiskinan berkepanjangan, dan tidak pernah mengenyam pendidikan formal, dapat memiliki pengetahuan ragam bahasa dan kata-kata yang begitu kaya serta menulis dengan emosi, keindahan, dan kedalaman seperti itu. Di akhir hidupnya, barul sajak dan novel-novelnya dibaca dan dihormati oleh warga Jepang. Beratus-ratus tahun kemudian wajahnya diabadikan pada mata uang kertas yen Jepang. Sebuah penghormatan dan kedudukan yang tak pernah dicapai oleh perempuan Jepang mana pun. Tidak hanya pada tokoh Higuchi Ichiyo yang mengalami diskriminasi dalam penulisan karena statusnya sebagai perempuan, Bentuk-bentuk diskriminasi dan ketidakadilan sosial yang sama pun dialami oleh Ogino Gin. Dengan mengalami berbagai penindasan, melahirkan sebuah gerakan feminisme yang mengusung kesetaraan gender dan menuntut untuk memperoleh hak yang sama dengan kaum laki-laki. Gin merupakan putri bungsu yang terkenal cantik dan cerdas dari Ayasaburo Ogino, sang kepala desa Tawarase. Sebagai keturunan klan Ashikaga kelas atas, mereka adalah keluarga yang paling dihormati dalam klan tersebut. Hingga zaman modern, akhir abad ke-19, mereka adalah salah satu dari sedikit keluarga petani yang dapat menikmati hak istimewa untuk menyandang pedang. Tiga tahun setelah pernikahan Gin dengan Kanichiro, putra tertua keluarga petani kaya raya Inamura dari Desa Kawakami, tersiar kabar mengenai perceraian Gin, tetapi hanya segelintir orang yang mengetahui bahwa penyebab sebenarnya perceraian itu karena Gin tertular penyakit kelamin dari suaminya. Gin dengan berani menolak kembali kepada suaminya bahkan, Gin tidak menyesal apabila tidak dapat menikah lagi. Hal yang tak lazim pada zaman itu. Gin harus menanggung malu akibat perceraian semakin terpuruk ketika penyakit yang dianggapnya sebagai aib hanya dapat ditangani oleh dokter laki-laki karena saat itu belum ada dokter perempuan di Jepang. Namun,

5 5 peristiwa itu pula yang memicu Gin bertekad untuk menjadi dokter demi rasa solidaritasnya terhadap sesama perempuan. Pada masa awal pemerintahan Meiji, ketika meraih profesi dokter sangatlah sulit bahkan bagi laki-laki, cita-cita Gin terbilang mustahil. Dengan tekadnya yang bulat, Gin mengubah namanya menjadi Ginko sebagai simbol perlawanannya terhadap ketidakadilan yang mendera perempuan, dia berjuang menjadi dokter perempuan pertama di Jepang. Perjuangan hidup yang dialami Ginko sangat berat dengan posisinya sebagai perempuan, kaum tertindas. Berbagai diskriminasi ia terima dari kaum laki-laki. Penindasan-penindasan tersebut yang membawa Ginko menjadi salah seorang tokoh feminis yang menuntut kesetaraan gender. Pada kisah ini, penulis menemukan bahwa Ginko yang adalah tokoh utama perempuan dalam novel 花埋み (Hana Uzumi) terlihat mempunyai gagasan sebagai seorang feminis liberal sebagai akibat dari diskriminasi gender yang ia alami. Hal inilah yang menurut penulis merupakan hal yang menarik untuk diteliti lebih dalam. 1.2 Masalah/Isu Pokok Penulis ingin menganalisis diskriminasi gender sebagai penyebab timbulnya feminisme liberal di Jepang yang terdapat dalam novel Hanauzumi ( 花埋み ) karya Jun ichi Watanabe. 1.3 Formulasi Masalah Formulasi masalah pada penelitian ini, penulis akan menganalisis diskriminasi yang dialami pada tokoh utama, Ginko yang menyebabkan timbulnya pemahaman terhadap gerakan feminisme liberal dalam diri Ginko. Kemudian, penulis akan menganalisis feminisme liberal yang timbul sebagai akibat dari diskriminasi yang dialami Ginko dalam setiap pemahaman dan gerakannya. 1.4 Ruang Lingkup Permasalahan Ruang lingkup permasalahan dalam skripsi ini adalah menganalisis diskriminasi yang dialami oleh tokoh utama yang bernama Ginko dalam novel Hanauzumi ( 花埋み )

6 6 karya Jun ichi Watanabe yang menyebabkan tokoh Ogino Ginko memiliki pemahaman feminisme liberal. 1.5 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis diskriminasi gender yang dialami oleh tokoh Ogino Ginko, dokter perempuan pertama di Jepang dalam novel Hana Uzumi karya Jun ichi Watanabe yang menyebabkan tokoh Ogino Ginko memiliki pemahaman feminisme liberal. Manfaat dari penelitian ini adalah menyediakan informasi kepada pembaca untuk dapat memahami diskriminasi gender yang dialami Ogino Ginko pada latar belakang awal zaman Meiji sebagai bahan pertimbangan atas diskusi-diskusi panjang maupun penelitian diskriminasi gender dan feminisme selanjutnya. 1.6 Tinjauan Pustaka Dalam proses penelitian ini, penulis menemukan penelitian yang dilakukan oleh peneliti lain yang serupa. Penelitian yang dilakukan oleh Ni Luh Giri Prastasari berjudul Upaya Tokoh Ogino Ginko Mencapai Kesetaraan Gender dalam Novel Hanauzumi Karya Jun ichi Watanabe (2014). Penelitian tersebut membahas tentang kendala yang dialami Ogino Ginko dalam mencapai kesetaraan gender dan upaya Ginko dalam pencapaian kesetaraan gender tersebut. Metode dan teknik pengumpulan data yang digunakan adalah metode studi pustaka dan teknik catat. Dalam menganalisis data, penulis menggunakan metode dan teknik yang digunakan adalah metode formal dan metode deskriptif analisis, serta teknik intertekstual. Sedangkan, penulis melakukan penelitian dengan judul Analisis Diskriminasi Gender Sebagai Penyebab Timbulnya Feminisme dalam Novel Hanauzumi. Penelitian ini membahas tentang diskriminasi yang terjadi pada tokoh utama, Ginko yang menyebabkan timbulnya feminisme liberal dalam novel Hanauzumi ( 花埋見 ) karya Jun ichi Watanabe. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode kualitatif, dan deskriptif analisis.

BAB I PENDAHULUAN. Gender merupakan konstruksi sosial mengenai perbedaan peran dan. kesempatan antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan peran dan

BAB I PENDAHULUAN. Gender merupakan konstruksi sosial mengenai perbedaan peran dan. kesempatan antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan peran dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Gender merupakan konstruksi sosial mengenai perbedaan peran dan kesempatan antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan peran dan kesempatan tersebut terjadi baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial masyarakat di dalam karya sastra adalah hubungan antara laki-laki dan

BAB I PENDAHULUAN. sosial masyarakat di dalam karya sastra adalah hubungan antara laki-laki dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Karya sastra merupakan cerminan sosial masyarakat. Salah satu cerminan sosial masyarakat di dalam karya sastra adalah hubungan antara laki-laki dan perempuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertemuan antara budaya Jepang dan budaya Barat pada masa Restorasi

BAB I PENDAHULUAN. Pertemuan antara budaya Jepang dan budaya Barat pada masa Restorasi BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Pertemuan antara budaya Jepang dan budaya Barat pada masa Restorasi Meiji tahun 1868 membawa pengaruh yang signifikan terhadap relasi gender dalam masyarakat. Sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan Indonesia kearah modernisasi maka semakin banyak peluang bagi perempuan untuk berperan dalam pembangunan. Tetapi berhubung masyarakat

Lebih terperinci

Bab 2. Landasan Teori

Bab 2. Landasan Teori Bab 2 Landasan Teori Dalam bab ini akan diuraikan teori, pendapat dan hasil penelitian yang berhubungan dengan masalah yang akan diteliti. 2.1 Konsep Shoushika Definisi shoushika ialah sebagai berikut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia kedua setelah laki-laki. Tatanan sosial memberi kedudukan perempuan

BAB I PENDAHULUAN. manusia kedua setelah laki-laki. Tatanan sosial memberi kedudukan perempuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perempuan oleh masyarakat kadang-kadang masih dianggap sebagai manusia kedua setelah laki-laki. Tatanan sosial memberi kedudukan perempuan tidak lebih penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seorang pengarang yang dituangkan dalam bentuk tulisan berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. seorang pengarang yang dituangkan dalam bentuk tulisan berdasarkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan wujud atau hasil dari daya imajinasi seorang pengarang yang dituangkan dalam bentuk tulisan berdasarkan pengalaman pribadi atau dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting atau tokoh pembawa jalannya cerita dalam karya sastra.

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting atau tokoh pembawa jalannya cerita dalam karya sastra. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra memuat perilaku manusia melalui karakter tokoh-tokoh cerita. Hadirnya tokoh dalam suatu karya dapat menghidupkan cerita dalam karya sastra. Keberadaan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. dan Eksploitasi Wanita dalam Novel The Lost Arabian Women karya Qanta A.

BAB II KAJIAN TEORI. dan Eksploitasi Wanita dalam Novel The Lost Arabian Women karya Qanta A. BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Penelitian yang Relevan Sebelumnya Kajian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang telah dilakukan oleh Nikmawati yang berjudul Perlawanan Tokoh Terhadap Diskriminasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut (Ratna, 2009, hlm.182-183) Polarisasi laki-laki berada lebih tinggi dari perempuan sudah terbentuk dengan sendirinya sejak awal. Anak laki-laki, lebihlebih

Lebih terperinci

2015 PERANAN PEREMPUAN DALAM POLITIK NASIONAL JEPANG TAHUN

2015 PERANAN PEREMPUAN DALAM POLITIK NASIONAL JEPANG TAHUN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Jepang merupakan negara maju yang terkenal dengan masyarakatnya yang giat bekerja dan juga dikenal sebagai negara yang penduduknya masih menjunjung tinggi

Lebih terperinci

* Terdapat dua teori besar dalam ilmu social yang. 1. Teori struktural fungsionalisme, dan 2. Teori struktural konflik

* Terdapat dua teori besar dalam ilmu social yang. 1. Teori struktural fungsionalisme, dan 2. Teori struktural konflik Terdapat dua teori besar dalam ilmu social yang melahirkan aliran feminisme, yakni: 1. Teori struktural fungsionalisme, dan 2. Teori struktural konflik * *Tokoh : Robert Merton & Talcott Parsons. *Teori

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Simpulan. hubungan intertekstual antara novel Tantri Perempuan yang Bercerita karya Cok

BAB V PENUTUP. A. Simpulan. hubungan intertekstual antara novel Tantri Perempuan yang Bercerita karya Cok digilib.uns.ac.id BAB V PENUTUP A. Simpulan Fokus kajian dalam penelitian ini adalah menemukan benang merah hubungan intertekstual antara novel Tantri Perempuan yang Bercerita karya Cok Sawitri terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentunya sangat berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia serta kemanusiaan. Ia

BAB I PENDAHULUAN. tentunya sangat berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia serta kemanusiaan. Ia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan salah satu cabang kesenian yang selalu berada dalam peradaban manusia semenjak ribuan tahun lalu. Penelitian terhadap karya sastra penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sastra adalah gejala budaya yang secara universal dapat dijumpai pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sastra adalah gejala budaya yang secara universal dapat dijumpai pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sastra adalah gejala budaya yang secara universal dapat dijumpai pada semua masyarakat (Chamamah-Soeratno dalam Jabrohim, 2003:9). Karya sastra merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil kreatif penulis yang berisi potret kehidupan manusia yang dituangkan dalam bentuk tulisan, sehingga dapat dinikmati,

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional ( 2005:588), konsep didefenisikan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Karya sastra adalah salah satu jenis hasil budidaya masyarakat yang dinyatakan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Karya sastra adalah salah satu jenis hasil budidaya masyarakat yang dinyatakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Karya sastra adalah salah satu jenis hasil budidaya masyarakat yang dinyatakan dengan bahasa, baik lisan maupun tulis, yang mengandung keindahan. Karya sastra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra diciptakan berdasarkan imajinasi dan berlandaskan pada bahasa yang digunakan untuk memperoleh efek makna tertentu guna mencapai efek estetik. Sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang menciptakan karya sastra sebagai ide kreatifnya. Sebagai orang yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang menciptakan karya sastra sebagai ide kreatifnya. Sebagai orang yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra tercipta sebagai reaksi dinamika sosial dan kultural yang terjadi dalam masyarakat. Terdapat struktur sosial yang melatarbelakangi seorang pengarang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Karya sastra lahir karena adanya daya imajinasi yang di dalamnya terdapat ide, pikiran, dan perasaan seorang pengarang. Daya imajinasi inilah yang mampu membedakan karya

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN. publik. Secara lebih khusus, Mansfield Park menceritakan posisi perempuan pada

BAB IV KESIMPULAN. publik. Secara lebih khusus, Mansfield Park menceritakan posisi perempuan pada BAB IV KESIMPULAN Mansfield Park dan Kalau Tak Untung merupakan novel yang mengandung unsur sosial historis yang kuat, terutama menyangkut kedudukan perempuan dalam hubungannya dengan laki-laki dan posisi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melalui penghargaan terhadap perbedaan-perbedaan yang ada, khususnya

I. PENDAHULUAN. melalui penghargaan terhadap perbedaan-perbedaan yang ada, khususnya 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebuah masyarakat dapat dikatakan demokratis jika dalam kehidupannya dapat menghargai hak asasi setiap manusia secara adil dan merata tanpa memarginalkan kelompok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pekerja dan itu menjadi penanda waktu yang beremansipasi.

BAB I PENDAHULUAN. pekerja dan itu menjadi penanda waktu yang beremansipasi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perempuan dalam televisi senantiasa hanya mempertentangkan antara wanita karir dan menjadi ibu-ibu rumah tangga. Dua posisi ini ada didalam lokasi yang berseberangan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra lahir melalui pengarang-pengarang yang cerdas di kalangan masyarakat.sastra muncul karena pengaruh dari zaman ke zaman, mulai dari sastra lama kemudian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akar perselisihan. Isu dan permasalahan yang berhubungan dengan gender,

BAB I PENDAHULUAN. akar perselisihan. Isu dan permasalahan yang berhubungan dengan gender, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat masih terkungkung oleh tradisi gender, bahkan sejak masih kecil. Gender hadir di dalam pergaulan, percakapan, dan sering juga menjadi akar perselisihan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini. Terjadinya ketidakadilan gender kiranya dapat dipicu oleh masih kuatnya

BAB I PENDAHULUAN. ini. Terjadinya ketidakadilan gender kiranya dapat dipicu oleh masih kuatnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan tentang perempuan pada saat ini masih menjadi perbincangan yang aktual dan tidak ada habisnya. Permasalahan berkaitan dengan perempuan seperti yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hubungan antarmasyarakat, antara masyarakat dan seseorang, antarmanusia, dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hubungan antarmasyarakat, antara masyarakat dan seseorang, antarmanusia, dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra diciptakan oleh sastrawan untuk dinikmati, dipahami, dan dimanfaatkan oleh masyarakat. Sastrawan itu sendiri adalah anggota masyarakat, ia terikat

Lebih terperinci

BAB 1. Pendahuluan Latar Belakang

BAB 1. Pendahuluan Latar Belakang BAB 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Beberapa negara di dunia menganut konsep patriaki, menurut Bhasin (Kartika, 2014:2), Jepang juga termasuk sebagi negara kapitalis yang menganut konsep patriaki di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan bentuk realita dari hasil imajinasi dan pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana ekspresi pengarang saja,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut memiliki pemerintah dan pemerintahan yang berjalan, hukum,

BAB I PENDAHULUAN. tersebut memiliki pemerintah dan pemerintahan yang berjalan, hukum, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Suatu wilayah baru dapat dikatakan sebagai negara apabila wilayah tersebut memiliki pemerintah dan pemerintahan yang berjalan, hukum, pengakuan dari negara lain, dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan sebuah ungkapan pribadi manusia. berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, imajinasi, ide, keyakinan dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan sebuah ungkapan pribadi manusia. berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, imajinasi, ide, keyakinan dalam BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan sebuah ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, imajinasi, ide, keyakinan dalam suatu bentuk gambaran kehidupan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia saat ini memasuki era globalisasi yang ditandai dengan arus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia saat ini memasuki era globalisasi yang ditandai dengan arus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia saat ini memasuki era globalisasi yang ditandai dengan arus informasi dan teknologi yang canggih yang menuntut masyarakat untuk lebih berperan aktif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam realitas kehidupan, perbedaan peran sosial laki-laki dan perempuan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam realitas kehidupan, perbedaan peran sosial laki-laki dan perempuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam realitas kehidupan, perbedaan peran sosial laki-laki dan perempuan dimana laki-laki lebih diunggulkan dari perempuan. Seorang perempuan berlaku lemah lembut dan

Lebih terperinci

UPAYA TOKOH OGINO GINKO MENCAPAI KESETARAAN GENDER DALAM NOVEL HANAUZUMI KARYA JUNICHI WATANABE

UPAYA TOKOH OGINO GINKO MENCAPAI KESETARAAN GENDER DALAM NOVEL HANAUZUMI KARYA JUNICHI WATANABE 1 UPAYA TOKOH OGINO GINKO MENCAPAI KESETARAAN GENDER DALAM NOVEL HANAUZUMI KARYA JUNICHI WATANABE Ni Luh Giri Prastasari Program Studi Sastra Jepang, Fakultas Sastra dan Budaya, Universitas Udayana Abstract

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Oleh karena itu

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Oleh karena itu BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Teori Relasi Kekuasaan Sejarah perbedaan gender (gender differences) antara manusia jenis laki- laki dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Oleh karena itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Karya sastra merupakan gambaran tentang kehidupan yang ada dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Karya sastra merupakan gambaran tentang kehidupan yang ada dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan gambaran tentang kehidupan yang ada dalam masyarakat. Kehidupan sosial, kehidupan individu, hingga keadaan psikologi tokoh tergambar

Lebih terperinci

BAB 5 RINGKASAN. orang-orang dari negara lain. Perkawinan masyarakat Jepang didasarkan pada konsep ie.

BAB 5 RINGKASAN. orang-orang dari negara lain. Perkawinan masyarakat Jepang didasarkan pada konsep ie. BAB 5 RINGKASAN Sistem perkawinan pada masyarakat Jepang mungkin tampak tidak umum bagi orang-orang dari negara lain. Perkawinan masyarakat Jepang didasarkan pada konsep ie. Di dalam sistem ie ini wanita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dilihat pada penyajian sampul-sampul buku karya sastra yang hampir selalu menjadikan sketsa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dilihat pada penyajian sampul-sampul buku karya sastra yang hampir selalu menjadikan sketsa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perempuan menjadi salah satu objek pembahasan yang menarik di dalam karya sastra. Perempuan bahkan terkadang menjadi ikon nilai komersil penjualan karya sastra. Hal

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN KERANGKA TEORI. Berdasarkan penelitian sebelumnya yang telah berhasil dikumpulkan,

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN KERANGKA TEORI. Berdasarkan penelitian sebelumnya yang telah berhasil dikumpulkan, BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN KERANGKA TEORI 2.1 Kajian Pustaka Berdasarkan penelitian sebelumnya yang telah berhasil dikumpulkan, diketahui bahwa terdapat beberapa penelitian yang dapat dijadikan

Lebih terperinci

2015 PERANAN ALICE PAUL DALAM MEMPEROLEH HAK SUARA BAGI WANITA DI AMERIKA SERIKAT

2015 PERANAN ALICE PAUL DALAM MEMPEROLEH HAK SUARA BAGI WANITA DI AMERIKA SERIKAT BAB V KESIMPULAN Bab ini merupakan kesimpulan dari penulisan skripsi ini, yang berjudul Peranan Alice Paul Dalam MemperolehHak Suara Bagi Wanita Di Amerika Serikat. Kesimpulan ini merujuk pada jawaban

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN TELAAH KONSEPTUAL. Penelitian tentang perempuan etnis Tionghoa muslim belum

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN TELAAH KONSEPTUAL. Penelitian tentang perempuan etnis Tionghoa muslim belum BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN TELAAH KONSEPTUAL 2.1. Tinjauan Pustaka Penelitian tentang perempuan etnis Tionghoa muslim belum pernah ditulis di penelitian-penelitian di Kajian Wanita Universitas Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pihak laki-laki. Ideologi Patriakat tumbuh subur dalam masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. pihak laki-laki. Ideologi Patriakat tumbuh subur dalam masyarakat yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem kekerabatan yang dianut masyarakat Indonesia umumnya adalah masyarakat patrilineal. Patrilineal adalah kekuasaan berada di tangan ayah atau pihak laki-laki.

Lebih terperinci

ANALISIS NOVEL TIGA ORANG PEREMPUAN KARYA MARIA.A. SARDJONO (KAJIAN RELATIVISME) Rahmat Kartolo 1. Abstrak

ANALISIS NOVEL TIGA ORANG PEREMPUAN KARYA MARIA.A. SARDJONO (KAJIAN RELATIVISME) Rahmat Kartolo 1. Abstrak ANALISIS NOVEL TIGA ORANG PEREMPUAN KARYA MARIA.A. SARDJONO (KAJIAN RELATIVISME) Rahmat Kartolo 1 Abstrak Pandangan ketiga tokoh utama wanita tentang emansipasi dalam novel Tiga Orang Perempuan ada yang

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat diambil

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat diambil BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat diambil kesimpulan bahwa peran perempuan pengarang dalam sejarah sastra Indonesia masih sukar untuk dipetakan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Jepang merupakan suatu negara modern yang masih terikat kuat oleh nilainilai

BAB 1 PENDAHULUAN. Jepang merupakan suatu negara modern yang masih terikat kuat oleh nilainilai BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Jepang merupakan suatu negara modern yang masih terikat kuat oleh nilainilai tradisional, terutama dalam hal perkawinan. Perkawinan Jepang berdasarkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Peran Pekerjaan dan Keluarga Fenomena wanita bekerja di luar rumah oleh banyak pihak dianggap sebagai sesuatu yang relatif baru bagi masyarakat Indonesia. Kendati semakin lumrah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ataupun perasaan seseorang dari apa yang dialaminya. Ekspresi kreatif tersebut

BAB I PENDAHULUAN. ataupun perasaan seseorang dari apa yang dialaminya. Ekspresi kreatif tersebut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra merupakan ekspresi kreatif untuk menuangkan ide, gagasan, ataupun perasaan seseorang dari apa yang dialaminya. Ekspresi kreatif tersebut akan senantiasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu sastra pada hakikatnya selalu berkaitan dengan masyarakat. Sastra

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu sastra pada hakikatnya selalu berkaitan dengan masyarakat. Sastra BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ilmu sastra pada hakikatnya selalu berkaitan dengan masyarakat. Sastra diciptakan untuk dinikmati, dihayati, dan dimanfaatkan oleh masyarakat. Luxemburg (1989:6) mengatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyampaikan gagasan-gagasan ataupun merefleksikan pandangannya terhadap

BAB I PENDAHULUAN. menyampaikan gagasan-gagasan ataupun merefleksikan pandangannya terhadap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan wadah yang digunakan oleh pengarang dalam menyampaikan gagasan-gagasan ataupun merefleksikan pandangannya terhadap berbagai masalah yang diamati

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka merupakan bahan acuan yang dipakai dalam penelitian sekaligus sumber ide untuk menggali pemikiran dan gagasan baru. Kajian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pandangan tentang wanita Jepang yang masih kuno dan tradisional masih

BAB I PENDAHULUAN. Pandangan tentang wanita Jepang yang masih kuno dan tradisional masih BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Pandangan tentang wanita Jepang yang masih kuno dan tradisional masih tetap ada sampai sekarang ini. Wanita Jepang memiliki citra sebagai seorang wanita yang

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI 318 BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI A. Simpulan Berdasarkan capaian hasil penelitian dan pembahasan seperti yang tertuang pada bab IV, bahwa penelitian ini telah menghasilkan dua analisis, pertama

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. memfokuskan pada Ideologi Tokoh Utama Wanita Dalam Novel Surga Yang Tak

BAB V PENUTUP. memfokuskan pada Ideologi Tokoh Utama Wanita Dalam Novel Surga Yang Tak BAB V PENUTUP 5.1 Simpulan Novel Surga Yang Tak Dirindukan adalah karya Asma Nadia. Penelitian ini memfokuskan pada Ideologi Tokoh Utama Wanita Dalam Novel Surga Yang Tak Dirindukan Karya Asma Nadia Kajian

Lebih terperinci

BAB 4 KESIMPULAN Citra Tokoh Utama Perempuan die Kleine sebagai Subordinat dalam Novel RELAX karya Henni von Lange RELAX RELAX

BAB 4 KESIMPULAN Citra Tokoh Utama Perempuan die Kleine sebagai Subordinat dalam Novel RELAX karya Henni von Lange RELAX RELAX BAB 4 KESIMPULAN Berdasarkan teori yang sudah dipaparkan dalam bab dua dan analisis yang telah dilakukan dalam bab tiga, maka kesimpulan dari skripsi yang berjudul Citra Tokoh Utama Perempuan die Kleine

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perselingkuhan sebagai..., Innieke Dwi Putri, FIB UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Perselingkuhan sebagai..., Innieke Dwi Putri, FIB UI, Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra menggambarkan jiwa masyarakat. Karya sastra sebagai interpretasi kehidupan, melukiskan perilaku kehidupan manusia yang terjadi dalam masyarakat. Segala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang

BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui berbagai kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai lingkungan fenomena kehidupan dalam lingkungan sosialnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Emansipasi adalah suatu gerakan yang di dalamnya memuat tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Emansipasi adalah suatu gerakan yang di dalamnya memuat tentang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Emansipasi adalah suatu gerakan yang di dalamnya memuat tentang perjuangan seorang perempuan yang ingin memperjuangkan perempuan lain, agar mendapatkan haknya. Tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia (NKRI) tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia dalam

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia (NKRI) tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peran kaum perempuan Indonesia dalam menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia dalam menegakkan NKRI dipelopori

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Pada bab ini maka penulis akan mengakhiri seluruh penulisan tesis ini dengan

BAB V PENUTUP. Pada bab ini maka penulis akan mengakhiri seluruh penulisan tesis ini dengan BAB V PENUTUP Pada bab ini maka penulis akan mengakhiri seluruh penulisan tesis ini dengan melakukan kesimpulan dan mengusulkan saran, sebagai berikut: A. KESIMPULAN Indonesia adalah sebuah kata yang dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khalayak. Karena menurut McLuhan (dalam Rakhmat,2008:224), media

BAB I PENDAHULUAN. khalayak. Karena menurut McLuhan (dalam Rakhmat,2008:224), media BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat ini, media massa sudah menjadi kebutuhan penting bagi khalayak. Karena menurut McLuhan (dalam Rakhmat,2008:224), media massa adalah perpanjangan alat indra.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. imajinatif yang kemudian ditunjukkan dalam sebuah karya. Hasil imajinasi ini

BAB I PENDAHULUAN. imajinatif yang kemudian ditunjukkan dalam sebuah karya. Hasil imajinasi ini BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan proses kreatif seorang pengarang melalui daya imajinatif yang kemudian ditunjukkan dalam sebuah karya. Hasil imajinasi ini dapat berupa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadi sebuah perubahan. Perlawanan budaya merupakan sebuah perjuangan

BAB I PENDAHULUAN. terjadi sebuah perubahan. Perlawanan budaya merupakan sebuah perjuangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perlawanan budaya merupakan perjuangan hak yang bertentangan agar terjadi sebuah perubahan. Perlawanan budaya merupakan sebuah perjuangan untuk melakukan perubahan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perkembangan sosial yang semakin kompleks menuntut keluarga untuk dapat beradaptasi secara cepat (Sunarti 2007). Duvall (1971) menjelaskan bahwa perubahan ini berdampak pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bermasyarakat. Karya sastra itu dapat dinikmati dan dipahami oleh semua

BAB I PENDAHULUAN. bermasyarakat. Karya sastra itu dapat dinikmati dan dipahami oleh semua 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra dijadikan sebagai pandangan kehidupan bermasyarakat. Karya sastra itu dapat dinikmati dan dipahami oleh semua orang, khususnya pecinta sastra.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cukup menggembirakan. Kini setiap saat telah lahir karya-karya baru, baik dalam

BAB I PENDAHULUAN. cukup menggembirakan. Kini setiap saat telah lahir karya-karya baru, baik dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra Bali Modern dari waktu ke waktu menunjukkan perkembangan yang cukup menggembirakan. Kini setiap saat telah lahir karya-karya baru, baik dalam bentuk puisi, cerita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau di kota. Namun banyak manusia yang sudah mempunyai kemampuan baik

BAB I PENDAHULUAN. atau di kota. Namun banyak manusia yang sudah mempunyai kemampuan baik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan bermasyarakat, hampir semua manusia hidup terikat dalam sebuah jaringan dimana seorang manusia membutuhkan manusia lainnya untuk dapat hidup

Lebih terperinci

2016 FENOMENA CERAI GUGAT PADA PASANGAN KELUARGA SUNDA

2016 FENOMENA CERAI GUGAT PADA PASANGAN KELUARGA SUNDA BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pernikahan merupakan hal yang dicita-citakan dan didambakan oleh setiap orang, karena dengan pernikahan adalah awal dibangunnya sebuah rumah tangga dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam masalah kehidupan manusia secara langsung dan sekaligus.

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam masalah kehidupan manusia secara langsung dan sekaligus. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra hadir sebagai wujud nyata hasil imajinasi dari seorang penulis. Penciptaan suatu karya sastra bermula dari pengalaman batin pengarang yang dikontruksikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan karya sastra karena adanya daya imajinasi yang di dalamnya terdapat ide, pikiran, dan perasaan seorang pengarang yang kemudian lahir sebuah karya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tulisan atau bisa disebut dengan bahasa tulis.

BAB I PENDAHULUAN. tulisan atau bisa disebut dengan bahasa tulis. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggunaan bahasa di dalam masyarakat untuk wujud pemakaian bahasa berupa kata, frase, klausa, dan kalimat. Oleh sebab itu, perkembangan bahasa terjadi pada tataran

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan 5.1.1 Struktur Naskah Pertja Objek penelitian yang digunakan dalam kajian skripsi ini adalah naskah drama yang berjudul Pertja karya Benjon atau Benny Yohanes. Lakon

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Komunikasi manusia banyak dipengaruhi oleh budaya yang diyakini yaitu

BAB 1 PENDAHULUAN. Komunikasi manusia banyak dipengaruhi oleh budaya yang diyakini yaitu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komunikasi manusia banyak dipengaruhi oleh budaya yang diyakini yaitu budaya yang melekat pada diri seseorang karena telah diperkenalkan sejak lahir. Dengan kata lain,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. etimologis, fiksi berasal dari akar kata fingere (Latin) yang berarti berpurapura.

BAB I PENDAHULUAN. etimologis, fiksi berasal dari akar kata fingere (Latin) yang berarti berpurapura. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra adalah rekaan, sebagai terjemahan fiksi secara etimologis, fiksi berasal dari akar kata fingere (Latin) yang berarti berpurapura. Dalam novel baik pengarang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari tulisan-tulisan ilmiah. Tidak juga harus masuk ke dalam masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. dari tulisan-tulisan ilmiah. Tidak juga harus masuk ke dalam masyarakat yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mengetahui pandangan budaya dalam suatu masyarakat, tidak hanya didapatkan dari tulisan-tulisan ilmiah. Tidak juga harus masuk ke dalam masyarakat yang bersangkutan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keyakinan pengarang. Karya sastra lahir di tengah-tengah masyarakat sebagai

BAB I PENDAHULUAN. keyakinan pengarang. Karya sastra lahir di tengah-tengah masyarakat sebagai BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Karya sastra merupakan gambaran hasil rekaan seseorang dan menghasilkan kehidupan yang diwarnai oleh sikap, latar belakang, dan keyakinan pengarang. Karya sastra lahir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesusastraan Bali Purwa (tradisional) dan Kesusastraan Bali Anyar (modern)

BAB I PENDAHULUAN. Kesusastraan Bali Purwa (tradisional) dan Kesusastraan Bali Anyar (modern) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesusastraan Bali secara umum dapat dibedakan menjadi dua, yaitu Kesusastraan Bali Purwa (tradisional) dan Kesusastraan Bali Anyar (modern) (Bagus dan Ginarsa, 1978:3).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam hal ini lembaga pendidikan merupakan institusi yang dipandang paling

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam hal ini lembaga pendidikan merupakan institusi yang dipandang paling BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembentukan Sumber Daya Manusia yang berkualitas bukanlah proses yang mudah dan cepat tetapi diperlukan sarana yang tepat serta waktu yang tepat. Dalam hal ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Patriakat merupakan sistem pengelompokkan sosial yang menempatkan posisi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Patriakat merupakan sistem pengelompokkan sosial yang menempatkan posisi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Patriakat merupakan sistem pengelompokkan sosial yang menempatkan posisi laki-laki sebagai pemilik otoritas lebih tinggi daripada perempuan. Karena laki-laki

Lebih terperinci

KAJIAN FEMINIS CITRA AQIDAH WANITA TOKOH UTAMA DALAM NOVEL GADIS PENGHAFAL AYAT KARYA M. SHOIM HARIS DAN RELEVANSI PEMBELAJARANNYA DI SMA

KAJIAN FEMINIS CITRA AQIDAH WANITA TOKOH UTAMA DALAM NOVEL GADIS PENGHAFAL AYAT KARYA M. SHOIM HARIS DAN RELEVANSI PEMBELAJARANNYA DI SMA KAJIAN FEMINIS CITRA AQIDAH WANITA TOKOH UTAMA DALAM NOVEL GADIS PENGHAFAL AYAT KARYA M. SHOIM HARIS DAN RELEVANSI PEMBELAJARANNYA DI SMA Oleh: Fauzia Ika Rosiani Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Lebih terperinci

EMANSIPASI WANITA KINI TIDAK HANYA SEBATAS TEMBOK RUMAH

EMANSIPASI WANITA KINI TIDAK HANYA SEBATAS TEMBOK RUMAH Modern Indonesian Women" (Wanita Indonesia Masa Kini) Commemorating Kartini's Day. EMANSIPASI WANITA KINI TIDAK HANYA SEBATAS TEMBOK RUMAH Pia Annisa Putri 2011 15 1091 London School of Public Relations

Lebih terperinci

MENGIKAT TALI KOMUNITAS MEMUTUS RANTAI KEKERASANTERHADAPPEREMPUAN

MENGIKAT TALI KOMUNITAS MEMUTUS RANTAI KEKERASANTERHADAPPEREMPUAN MENGIKAT TALI KOMUNITAS MEMUTUS RANTAI KEKERASANTERHADAPPEREMPUAN Danang Arif Darmawan Yogyakarta: Media Wacana 2008, xvi + 1 06 halaman Direview oleh: Sari Seftiani Pada awalnya, buku ini merupakan sebuah

Lebih terperinci

BAB 4 SIMPULAN DAN SARAN. Secara keseluruhan pendapat para tokoh mengenai gundik/selir, penulis secara garis

BAB 4 SIMPULAN DAN SARAN. Secara keseluruhan pendapat para tokoh mengenai gundik/selir, penulis secara garis BAB 4 SIMPULAN DAN SARAN 4.1 Simpulan Secara keseluruhan pendapat para tokoh mengenai gundik/selir, penulis secara garis besar menjabarkannya sebagai berikut. Menurut isi dari novel Sembazuru, keluarga

Lebih terperinci

Bab 2. Landasan Teori

Bab 2. Landasan Teori Bab 2 Landasan Teori Dalam bab ini penulis akan menjelaskan teori-teori yang menjadi landasan dalam membahas permasalahan yang mendukung penelitian. Pertama-tama penulis akan menjelaskan secara detil tentang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang berlangsung sepanjang hari dari zaman ke zaman (Semi, 2002:1). Menurut

I. PENDAHULUAN. yang berlangsung sepanjang hari dari zaman ke zaman (Semi, 2002:1). Menurut 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra menampilkan potret kehidupan manusia. Sastra lahir disebabkan dorongan dasar manusia untuk mengungkapkan dirinya, menaruh minat terhadap masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra bersumber dari kenyataan yang berupa fakta sosial bagi masyarakat sekaligus sebagai pembaca dapat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra bersumber dari kenyataan yang berupa fakta sosial bagi masyarakat sekaligus sebagai pembaca dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra bersumber dari kenyataan yang berupa fakta sosial bagi masyarakat sekaligus sebagai pembaca dapat memberikan tanggapannya dalam membangun karya sastra.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kondisi fisik yang lebih lemah dan dikenal lembut sering menjadi alasan untuk menempatkan kaum perempuan dalam posisi yang lebih rendah dari lakilaki. Secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bahkan sampai merinding serta menggetarkan bahu ketika mendengarkan kata

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bahkan sampai merinding serta menggetarkan bahu ketika mendengarkan kata 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekarang ini tidak sedikit kaum wanita yang mengerutkan kening, terkejut, bahkan sampai merinding serta menggetarkan bahu ketika mendengarkan kata poligami.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pandangan pengarang terhadap fakta-fakta atau realitas yang terjadi dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pandangan pengarang terhadap fakta-fakta atau realitas yang terjadi dalam digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai karya sastra, novel muncul sebagai sebuah representasi atau pandangan pengarang terhadap fakta-fakta atau realitas yang terjadi dalam

Lebih terperinci

Kalender Doa Proyek Hana Mei 2014 Berdoa Bagi Para Ibu

Kalender Doa Proyek Hana Mei 2014 Berdoa Bagi Para Ibu Kalender Doa Proyek Hana Mei 2014 Berdoa Bagi Para Ibu Para ibu memegang masa depan. Setiap saat dalam hidupnya mereka memelihara masa depan para guru, para dokter, pengusaha, politisi dan masyarakat yang

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. kritik sastra feminis sosialis karena dalam Kumpulan Cerpen ini

BAB V KESIMPULAN. kritik sastra feminis sosialis karena dalam Kumpulan Cerpen ini BAB V KESIMPULAN Pada Kumpulan Cerpen Memotret Perempuan karya Hapie Joseph Aloysia terdapat kecenderungan permasalahan yang selaras dengan kritik sastra feminis, yaitu kritik sastra feminis sosialis karena

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. historisnya, dipersoalkan oleh pemeluk agama, serta

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. historisnya, dipersoalkan oleh pemeluk agama, serta BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Praktik poligami dalam bentuk tindakan-tindakan seksual pada perempuan dan keluarga dekatnya telah lama terjadi dan menjadi tradisi masyarakat tertentu di belahan

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. lain. Keluarga adalah lingkungan interaksi manusia yang pertama. Keluarga

Bab 1. Pendahuluan. lain. Keluarga adalah lingkungan interaksi manusia yang pertama. Keluarga Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Dalam menjalani kehidupannya manusia selalu membutuhkan interaksi dengan orang lain. Keluarga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Membangun sebuah hubungan senantiasa menjadi kebutuhan bagi individu untuk mencapai kebahagiaan. Meskipun terkadang hubungan menjadi semakin kompleks saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Indonesia merupakan negara hukum yang menyadari, mengakui, dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Indonesia merupakan negara hukum yang menyadari, mengakui, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Indonesia merupakan negara hukum yang menyadari, mengakui, dan menjamin hak asasi manusia dalam proses penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara serta memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berpacaran sebagai proses dua manusia lawan jenis untuk mengenal dan

BAB I PENDAHULUAN. Berpacaran sebagai proses dua manusia lawan jenis untuk mengenal dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Fenomena berpacaran sudah sangat umum terjadi dalam masyarakat. Berpacaran sebagai proses dua manusia lawan jenis untuk mengenal dan memahami lawan jenisnya

Lebih terperinci

CITRA DAN PERJUANGAN TOKOH UTAMA WANITA NOVEL DAUN PUTRI MALU KARYA MAGDALENA SITORUS DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI KELAS XI SMA

CITRA DAN PERJUANGAN TOKOH UTAMA WANITA NOVEL DAUN PUTRI MALU KARYA MAGDALENA SITORUS DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI KELAS XI SMA CITRA DAN PERJUANGAN TOKOH UTAMA WANITA NOVEL DAUN PUTRI MALU KARYA MAGDALENA SITORUS DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI KELAS XI SMA Oleh: Resma Anggraini Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Resmaanggraini89@yahoo.co.id

Lebih terperinci

MATERI Bahan Ajar Penyiaran Radio Pendidikan BPMR

MATERI Bahan Ajar Penyiaran Radio Pendidikan BPMR MATERI Bahan Ajar Penyiaran Radio Pendidikan BPMR IDENTIFIKASI NASKAH 1. Nama Program : Apresiasi Sastra 2. Topik : Feminisme dalam Novel 3. Judul Karya yang Diulas : Novel Geni Jora, Namaku Teweraut,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna dari makhluk hidup lainnya. Mereka memiliki akal budi untuk berpikir dengan baik dan memiliki kata hati.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 2008:8).Sastra sebagai seni kreatif yang menggunakan manusia dan segala macam

I. PENDAHULUAN. 2008:8).Sastra sebagai seni kreatif yang menggunakan manusia dan segala macam I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya (Semi, 2008:8).Sastra

Lebih terperinci