BAB I PENDAHULUAN. Festival film merupakan salah satu bentuk apresiasi terhadap karya film.

dokumen-dokumen yang mirip
Formulir Pendaftaran Pembiayaan Film Kompetisi

I. PENDAHULUAN. melalui tayangan cerita yang ditampilkan dalam film tersebut. Cerita yang ada

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

Formulir Pendaftaran Pembiayaan Film Kompetisi

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Soraya Desiana, 2015

BAB I PENDAHULUAN. tidak hanya sebagai media hiburan saja melainkan sebagai media komunikasi

BAB I PENDAHULUAN. dari banyaknya judul film yang muncul di bioskop bioskop di Indonesia saat ini.

Membeli Program (Outsourcing)

BAB I PENDAHULUAN. negeri. Akhir tahun 1990an dan awal 2000, pembuat-pembuat film dengan budget

BAB I PENDAHULUAN. bagian dalam industri tersebut. Olahraga menjadi bagian penting dalam kehidupan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 PENUTUP A. K ESIM PULAN

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan lingkungan pemasaran mengalami perubahan yang dramatis

BAB I PENDAHULUAN. makanan di luar rumah. Kegiatan makan di luar rumah bersama teman dan keluarga

BAB 1 PENDAHULUAN. Televisi dapat dikatakan telah mendominasi hampir semua waktu luang setiap

BAB I PENDAHULUAN. berusaha mencapai tujuan untuk menciptakan dan mempertahankan. kelangsungan hidup perusahaan sangat tergantung pada perilaku

BAB I PENDAHULUAN. Semakin meningkatnya persaingan bisnis baik di pasar nasional maupun

BAB I PENDAHULUAN. menjadi bebas tanpa hambatan tarif maupun non-tarif. Dari total. penduduk Indonesia. Indonesia dengan SDM dan SDA nya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk hidup yang bergerak aktif dengan segudang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ID No EQUIS Input Proses Output Predecessors. Membuat Visi. 3 N/A Membuat Misi 2

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG. Perkembangan industri saat ini mendapat tantangan yang semakin

I.1 LATAR BELAKANG I.1.1

PROGRAM DAN KEGIATAN DIREKTORAT PEMBINAAN KESENIAN DAN PERFILMAN DIREKTORAT JENDERAL KEBUDAYAAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN TAHUN 2014

BAB 2 DATA DAN ANALISA

BAB I PENDAHULUAN. Pertambahan jumlah hotel di Yogyakarta semakin meningkat. Data Badan

BAB 1 PENDAHULUAN. membuat setiap bisnis film di bioskop tetap eksis dan mulai mampu bersaing

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

PENDAHULUAN BAB I. Latar belakang

RechtsVinding Online Mengembalikan Kejayaan Perfilman Indonesia Melalui Penyempurnaan Undang-Undang Perfilman

BAB I PENDAHULUAN. stasiun televisi lokal maupun luar negeri. Setiap harinya stasiun televisi

BAB 1 PENDAHULUAN. Riset pemasaran sangat penting untuk dilakukan sehingga perusahaan

Sulawesi Selatan sebagai Tujuan Wisata Utama di Indonesia pada tahun 2018

BAB 1 PENDAHULUAN. karya yang maksimal, diadakan Festival Film Indonesia (FFI) sebagai ajang

BAB I PENDAHULUAN. Dunia perfilman selalu menarik untuk diamati. Akan selalu ada hal unik

KELENGKAPAN PENDAFTARAN:

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk face to face maupun menggunakan alat (media). Media

BAB I PENDAHULUAN. Banyak film- film layar lebar horror Indonesia yang sekarang hampir setiap

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. pakaian tidak hanya berguna sebagai alat yang digunakan manusia untuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

- 4 - MEMUTUSKAN: Dalam Peraturan Gubernur ini yang dimaksud dengan: 1. Pemerintah Daerah Provinsi adalah Pemerintah Daerah

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Setiap dampak positif yang muncul dari event harus dapat dikelola dengan

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan senantiasa berusaha untuk dapat meningkatkan nilai bagi

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk memfasilitasi transaksi pembelian antarsemua jenis aktor:

BAB I PENDAHULUAN. terlihat di kota Yogyakarta. Ini terlihat dari banyaknya komunitaskomunitas

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas dapat

BAB I PEGANTAR. 1.1 Latar Belakang Masalah. Organisasi yang sukses adalah organisasi yang paling efisien menanggapi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

SINEMATEK TERPADU DI YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Film bermula pada akhir abad ke-19 sebagai teknologi baru, yang kemudian

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan mode pakaian pada era modern ini sudah menjadi sebuah

Bab I. Pendahuluan. untuk fungsi dan pengendalian perusahaan, melainkan juga untuk menyediakan

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan harus dapat menentukan strategi pemasaran yang tepat agar. perusahaan tersebut dapat tercapai.

BAB I PENDAHULUAN. terkait dengan merebaknya popularitas K-pop dengan cepat dinegeri tirai bambu

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai latar belakang permasalahan yang

BAB I PENDAHULUAN. horor adalah film yang penuh dengan eksploitas unsur unsur horor yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. manajemen adalah bagaimana sebuah perusahaan dapat bertahan, dan faktor-faktor apa

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PROVINSI BANTEN PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 68 TAHUN 2016 TENTANG

DRAFT RAPERDA HASIL REVISI DAN MASUKAN PADA FGD SELASA, 31 MEI 2016

BAB I PENDAHULUAN. Propinsi Kalimantan Timur khususnya Kota Balikpapan yang dikenal

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa tahun belakangan ini, Indonesia mengalami krisis moneter yang

BAB I PENDAHULUAN. yang nyata-nyata lebih baik dibandingkan produk saingan. Salah satu jalan

BAB I PENDAHULUAN. ingin disampaikan kepada masyarakat luas tentang sebuah gambaran, gagasan,

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian suatu negara saat ini. Potensi pasar global yang amat besar

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dan bagaimana konsumen dipengaruhi oleh lingkungannya, kelompok referensi,

BAB I PENDAHULUAN. mengesankan dalam hal total kunjungan turis internasional. Jumlah kunjungan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan perekonomian bangsa dan peningkatan kesejahteraan masyarakat

2017, No Peraturan Kepala Badan Ekonomi Kreatif Nomor 1 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Ekonomi Kreatif (Berita Negara R

BAB I Pendahuluan. IT, sebuah inovasi yang tak pernah berhenti, mengubah wajah dunia dengan

TUGAS MAKALAH STRATEGI PEMASARAN JASA PERPUSTAKAAN ERA TEKNOLOGI INFORMASI MATA KULIAH MANAJEMEN PEMASARAN DAN JASA DOSEN : IBU.

01 Meninjau Narasi 1.1. Analisa bentuk narasi untuk menghasilkan narasi yang siap untuk penulisan bagian berikutnya.

UNIVERSITAS INDONESIA

TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

PENGARUH BUDAYA KOREAN POP DALAM TAYANGAN TOP KPOP TV TERHADAP PERILAKU REMAJA DI BSD, KENCANA LOKA BLOK F1

BAB 1 PENDAHULUAN Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. dengan perkembangan teknologi. Dalam prosesnya, sebuah budaya menghasilkan

BAB I PENDAHULUAN. keinginannya. Hal inipun diatur dalam Undang-Undang Dasar Terdapat paham liberalisme dimana liber yang artinya bebas atau

BAB 1 PENDAHULUAN. Secara universal, seni pertunjukan adalah karya seni yang melibatkan aksi

BAB I PENDAHULUAN. yang cukup efektif dalam menyampaikan suatu informasi. potret) atau untuk gambar positif (yang di mainkan di bioskop).

BAB 1 PENDAHULUAN. Ekranisasi adalah pelayarputihan atau pemindahan sebuah novel ke dalam

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KOMPLEK STADION SEPAKBOLA DI JEPARA

Nomenklatur Program Studi AFEBI. November 2015


BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. perindustrian, khususnya untuk menggantikan kerja manusia.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PROPOSAL UNTUK MEMPERTINGGI TINGKAT HUNIAN SERTA LABA BAGI HOTEL INDEPENDEN

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Festival film merupakan salah satu bentuk apresiasi terhadap karya film. Apresiasi tersebut sebagai wujud penghargaan kerja keras untuk seluruh awak pembuat film dan pemerannya (Kurnia, 2004). Pemutaran film merupakan kegiatan utama dalam sebuah festival film. Kegiatan pemutaran film tersebut dikolaborasikan dengan kegiatan-kegiatan pendukung yang berupa pameran teknik produksi film, seminar, workshop dan malam penghargaan untuk film-film terbaik. Kegiatan-kegiatan ini didesain menarik untuk meningkatkan karir para awak pembuat film dalam industri film (Zate, 2005). Festival film sering dilihat sebagai tempat bertemunya para pembuat film, distributor film dan para penonton film (Zate, 2005). Bagi pembuat film, festival film merupakan tempat untuk menunjukkan hasil kerja kerasnya, melalui pemutaran film yang dirangkai dengan acara diskusi dan tanya jawab dengan penonton. Dalam forum ini pembuat film dapat berkomunikasi langsung dengan penontonnya tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan film yang sebelumnya diputar, seperti: alasan pembuatan film, bagaimana cerita ditulis hingga proses produksi film tersebut. Festival film juga menjadi ajang bagi para pembuat film untuk mendapatkan akses pada distributor film yang juga menjadikan suatu festival film sebagai tempat untuk mendapatkan film-film berkualitas untuk disebarkan di jaringan distribusinya (Festival Management, 2006). 1

Bagi penonton film, festival film merupakan suatu ajang dimana mereka dapat menonton film-film berkualitas sekaligus bertemu langsung dengan para pembuat film dan pemerannya. Acara diskusi dan tanya jawab di akhir pemutaran film, menjadi suatu pembeda yang sangat menarik bagi penonton daripada hanya sekedar menonton film di pemutaran reguler bioskop (Grudwell dan Ha, 2008). Dari sejarahnya, perkembangan festival film diawali dengan kemunculannya pertama kali di Eropa lebih dari 70 tahun yang lalu di Venice, Italia (Rulling dan Pedersen, 2010). Kemunculan festival film di Venice ini diikuti oleh festival-festival besar lainnya seperti Festival Film Cannes, Berlin International Film Festival dan International Film Festival Rotterdam di Eropa, dilanjutkan festival film di Telluride, Toronto dan Film Festival Sundance sebagai festival besar di Benua Amerika (Tabel 1.1). Tabel 1.1 Festival-festival Besar di Dunia 2

Sebagai festival film tertua di dunia, di awal penyelenggaraannya, Festival Film Internasional Venice, telah memainkan perannya menjadi forum pertemuan antar pelaku industri film, terutama mempertemukan pembuat film dengan pasarnya. Pada pelaksanaannya yang ke-18, festival ini telah menarik perhatian lebih dari 25.000 pengunjung dari berbagai belahan dunia. Walau sempat terhenti pelaksanaannya beberapa kali karena perang dunia, sejak tahun 1979, festival ini telah rutin dilaksanakan setiap tahun, hingga 71 kali di tahun 2014 (www.wikipedia.org). Festival Film Internasional Cannes, yang pertama kali diadakan tahun 1939, saat ini menjadi festival yang diperhitungkan di industri film dunia. Hal ini dikarenakan film-film terbaik di festival ini menjadi tren baru di industri perfilman dunia. Selain Cannes, Festival Film Internasional Berlin merupakan salah satu festival terkenal di dunia. Festival ini tergolong unik karena menggabungkan pembuatan film, fashion dan tren terbaru di dunia film. Festival film di Rotterdam pertama kali diselenggarakan tahun 1972 oleh Pemerintah kota Rotterdam untuk menarik perhatian wisatawan. Festival film ini berhasil menarik perhatian wisatawan sekaligus para penggemar film di seluruh dunia. Pengunjungnya meningkat hingga mencapai 350.000 orang di tahun 2012. Festival ini dianggap unik karena selain film, turut dilombakan iklan dan trailer film terbaik (Republika Online, 2012). Festival-festival besar ini dianggap sukses terutama karena mampu menjadi ajang untuk membuat tren dan acuan baru di perfilman dunia perfilman serta membawa muatan lokal yang dapat diperkenalkan (Republika Online, 2012). 3

Peran inilah yang membuat festival film di Sundance, Guadalajara, Toronto termasuk dalam deretan festival besar dan diperhitungkan dari Benua Amerika. Untuk kawasan Asia, festival film di Hong Kong, Shanghai dan Busan, memegang peran ini. Di Indonesia, kemunculan festival film dengan ruang lingkup nasional diawali dengan diselenggarakannya Festival Film Indonesia (FFI) pada tahun 1953 dan Festival Film Bandung (FFB) pada tahun 1988. Jogja-NETPAC Asian Film Festival (JAFF) pada tahun 2006 muncul dengan ruang lingkup regional Asia. Jakarta International Film Festival (JiFFest) yang diselenggarakan pertama kali tahun 1999 dan Balinale International Film Festival (Balinale) pada tahun 2007 menjadi dua festival besar di Indonesia untuk ruang lingkup internasional. Festival Film Dokumenter (FFD) menjadi festival dengan jaringan internasional untuk kategori film dokumenter diselenggarakan pertama kali pada tahun 1999. Tabel 1.2 Festival-festival Besar di Indonesia 4

Menurut literatur, festival film dapat dilihat dari tiga perspektif (Rulling dan Pedersen, 2010). Perpektif tersebut yaitu: 1) festival film sebagai tempat bertemunya para pelaku film (Harbord, 2009); 2) festival film sebagai bagian dari industri film global (Rulling, 2009); dan 3) festival film sebagai sebuah organisasi temporer (Lampel, et. al, 2013). Dari perspektif pertama, festival film dipandang sebagai tempat dilaksanakannya berbagai kegiatan terkait dengan perfilman, seperti pemutaran film, kompetisi film, bertukar pikiran dengan para ahli (masterclasses), pameran, seminar dan workshop, serta pertemuan antara distributor, produser dengan para pembuat film. Dengan demikian, dalam sebuah festival film terjadi proses pembelajaran (Levitt dan March, 1998). Dari perspektif kedua, festival film sebagai ajang global yang membuka peluang pertemuan antar profesional film dari berbagai negara. Peluang tersebut berupa kerjasama dalam pembuatan proyek film ataupun sekedar membuka peluang korespondensi antara perusahaan-perusahaan film (Rulling, 2009). Perspektif yang terakhir, dari perspektif organisasi, festival film merupakan organisasi temporer (Lampel, et. al, 2013). Sama seperti organisasi fungsional, organisasi temporer pun perlu untuk mengatur beberapa pemangku kepentingan, yang meliputi: pembuat film dan produser, wartawan, ahli hukum, distributor, studio, wisatawan, pembuat kebijakan, pemberi dana dan manajer festival (Harbord, 2002; Rhyne, 2009). Masih dari perspektif organisasi, festival film dapat dilihat sebagai suatu proyek (Mathieu dan Strandvard, 2009; Wyatt, 1994). Proyek dapat didefinisikan sebagai pekerjaan yang terorganisir untuk 5

mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan dan membutuhkan sumberdaya dan usaha dalam mencapainya, usaha yang unik (berisiko) yang memiliki anggaran dan jadwal (Field dan Keller, 1998). Proyek juga merupakan suatu kegiatan operasional untuk menghasilkan produk dan jasa dimana kegiatan itu memiliki satu titik awal dan akhir (Heizer dan Render, 2011). Seiring dengan meningkatnya jumlah festival film, persaingan antar festival film semakin meningkat. Meskipun jumlah festival film begitu besar (sekitar 3.500 lebih festival film pada tahun 2010, lihat Rulling dan Pedersen, 2010), tetapi tidak banyak festival film yang sukses menjadi sorotan, unik dan menjadi tren baru dunia perfilman global. Oleh karena itu, diperlukan strategi agar sebuah festival film lebih menarik dibandingkan festival film yang lain (Caves, 2000). Kesuksesan festival film besar yang dirangkum di Tabel 1.1 (halaman 1), berdasarkan penelitian dari Grundwell dan Ha (2008) dan Barney (1991), terdapat beberapa faktor yang menjadi kunci sukses penyelenggaraan festival film. Menurut pendekatan teori berbasis sumberdaya, kinerja terbaik perusahaan -dalam hal ini kesuksesan sebuah festival film- tidak hanya ditentukan oleh lingkunhgan eksternal saja, akan tetapi juga faktor internal dalam hal ini, kapabilitas perusahaan (Barney, 1991). Kapabilitas perusahaan dalam teori pendekatan sumberdaya merupakan salah satu faktor internal yang penting dalam mengelola kemampuan sumberdaya yang telah dimiliki suatu perusahaan agar meraih keunggulan bersaing (Mulyono, 2013). Kapabilitas perusahaan dipahami merupakan sumber utama untuk mencapai kinerja perusahaan terbaik dan penerapan baik tidaknya kapabilitas tergantung kepada sumberdaya yang tersedia 6

(Grant, 1991). Kapabilitas sebuah festival film untuk mampu mengelola sumberdaya-sumberdayanya menentukan kemampuan suatu festival film untuk dapat memperoleh keunggulan bersaing/sukses (Lampel, et al, 2013). Dari sisi internal, faktor-faktor tersebut meliputi: 1) reputasi festival, e.g. juri dan sutradara kompetisi di festival film (Lampel, et. al, 2013); 2) strategi festival, e.g. pemilihan film, pemilihan tamu artis (Iordanova, 2009); 3) penyusunan acara (programming) festival, e.g. pemilihan film berbasis komunitas atau keagamaan (Segal, 2009); 4) manajemen sumberdaya manusia, e.g. antisipasi terhadap tingginya tingkat keluar masuk sumberdaya manusia dan keterlibatannya yang bersifat sementara (Rulling dan Pedersen, 2010); dan 5) manajemen pengetahuan organisasi, e.g. perbedaan kemampuan sumberdaya manusia dan knowledge prevention (Rulling dan Pedersen, 2010). Lebih lanjut menurut Caves (2000), industri film merupakan industri yang tinggi ketidakpastiannya, sehingga untuk bertahan, festival film harus memiliki strategi yang tepat dalam pemilihan sumberdaya di industri film yang cukup langka, seperti pemilihan film yang berkualitas, strategi menarik minat penonton, media dan penyandang dana. Segal (2009) menganggap penyusunan acara festival merupakan faktor penting dalam kesuksesan suatu festival film karena penyusunan acara festival akan menunjukkan identitas suatu festival, misalnya festival yang mengangkat isu budaya lokal, gender atau isu-isu lain yang berangkat dari komunitas film dimana festival film itu berada. Ruling dan Pedersen (2010) menambahkan faktor manajemen sumberdaya manusia dan pengetahuan organisasi sebagai faktor yang harus diperhatikan agar suatu festival 7

film sukses terselenggara. Organisasi festival film dicirikan memiliki keanggotaan yang fluktuatif, kerjasama yang bersifat sementara dan angka turnover yang tinggi. Oleh karena itu, pengelolaan sumberdaya manusia dan pengetahuan organisasi menjadi hal yang mendasar agar festival film dapat bertahan. Reputasi festival merupakan sumberdaya tak berwujud yang paling bernilai bagi sebuah festival film. Reputasi sebuah festival film antara lain tercermin dari profil juri dan sutradara yang filmnya masuk di acara kompetisi pada penyelenggaraan festival (Lampel et al, 2013). Reputasi merupakan faktor kompetitif kunci yang di industri kultural, sehingga sebuah festival film harus mampu mengembangkan reputasinya baik sebelum, selama penyelenggaraan maupun setelah penyelenggaran festival (Lampel et al, 2000). Dari sisi eksternal, faktor-faktor kesuksesan dapat faktor kesuksesan dapat meliputi akreditasi dan manajemen pemangku kepentingan e.g. pembuat film dan produser, wartawan, ahli hukum, distributor, studio, wisatawan, pembuat kebijakan, pemberi dana dan manajer festival. Akreditasi akan memberikan kepastian kepada produser, distributor atau agen penjualan bahwa mereka akan mendapatkan festival sesuai standarnya, dengan struktur organisasi festival yang kuat dan profesional. Lembaga yang berwenang mengakreditasi festival film adalah Asosiasi Produser Film Internasional (Mezias et al., 2008). Lebih lanjut, memuaskan kepentingan pemangku kepentingan merupakan faktor penting agar sebuah festival film sukses terselenggara (Grudwell dan Ha, 2010; Harbord, 2002). Hal ini disebabkan karena masing-masing pihak mempunyai motivasi dan ketertarikan yang berbeda terhadap suatu festival film. 8

Perbedaan kepentingan itu yang terjadi biasanya dari lembaga pemberi dana dalam sebuah festival. Lembaga ini tentu saja ingin mendesain festival seperti identitas lembaganya. Padahal festival tetap harus mengacu pada suatu tema besar yang tetap harus dijaga supaya semua lembaga dana mendapat ruang yang adil dalam festival. Perbedaan kepentingan inilah yang membuat penyelenggara festival menentukan strategi yang tepat agar tujuan festival dapat tercapai tanpa terjadi benturan kepentingan antara pemangku kepentingan ini. Penelitian ini mengkaji festival film dari sisi sebuah proyek. Agar tujuan suatu proyek tercapai, manajer secara implisit harus mengidentifikasikan dan mempertimbangkan faktor-faktor kunci dalam menetapkan tujuan dan mengarahkan kegiatan operasional serta tugas-tugas yang penting untuk mencapai tujuan (Caralli, et al., 2004). Penelitian empiris terdahulu tentang penentu kesuksesan dalam sebuah festival film adalah mengkaji festival film dari sisi pengaruhnya terhadap ekonomi, yaitu jumlah pengeluaran pengunjung festival pada pembelian makanan, belanja konsumtif, pengeluaran untuk kegiatan festival dan pertunjukan (Grudwell dan Ha, 2008). Dari pemaparan di atas, penelitian ini mengidentifikasi faktor-faktor yang menentukan kesuksesan sebuah festival film untuk konteks Indonesia. Penelitian ini mengeksplorasi faktor-faktor yang dianggap penting dalam penyelenggaraan festival yang disarikan dari penelitian-penelitian sebelumnya tentang festival film yaitu meliputi reputasi festival, strategi festival, program acara, manajemen sumberdaya manuasia dan manajemen pengetahuan organisasi, akreditasi dan 9

pemangku kepentingan dalam kerangka perspektif kapabilitas perusahaan dalam teori pendekatan berbasis sumberdaya. 1.2 Rumusan Masalah Penelitian tentang festival film baik untuk konteks internasional (Rulling dan Pedersen, 2010; Grunwell dan Ha, 2008) maupun konteks Indonesia (Habibi, 2012) masih terbatas. Tinjauan tentang penelitian terdahulu mengenai faktor penentu kesuksesan yang dilakukan Grunwell dan Ha (2008) masih berfokus terhadap faktor-faktor ekonomi (jumlah pengeluaran pengunjung festival pada pembelian makanan, belanja konsumtif, pengeluaran untuk kegiatan festival dan pertunjukan) yang menentukan kesuksesan festival dari sisi pemasaran dan pariwisata. Masih sedikit penelitian yang membahas festival film dari sisi penelitian organisasi (Rulling dan Pedersen, 2010). Penelitian sebelumnya tentang festival film juga masih terbatas pada festival film di negara maju. Untuk konteks di negara berkembang belum banyak dilakukan (Irawanto, 2004) Penelitian ini mengidentifikasikan faktor-faktor yang menentukan kesuksesan proyek pada pelaksanaan sebuah festival film untuk konteks Indonesia dan faktor-faktor sukses mana yang berpengaruh paling dominan dalam penyelenggaraan festival film di Indonesia. Penelitian ini akan menggunakan perspektif teori pandangan berbasis sumberdaya, lebih spesifik pada pendekatan kapabilitas organisasi. 10

1.3 Pertanyaan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah, maka pertanyaan yang akan dijawab dalam penelitian ini adalah: 1. Faktor-faktor apa sajakah yang menentukan kesuksesan proyek pada pelaksanaan festival film di Indonesia? 2. Faktor-faktor sukses mana yang paling penting dalam penyelenggaraan sebuah festival film di Indonesia? 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah: 1. Mengidentifikasi faktor-faktor penentu kesuksesan proyek pelaksanaan festival film di Indonesia. 2. Menentukan faktor sukses yang paling penting dalam penyelenggaraan sebuah festival film di Indonesia. 1.5 Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah: 1. Penelitian diharapkan menambah referensi penelitian di bidang festival film yang saaat ini masih terbatas, yaitu memberikan kontribusi empiris mengenai faktor-faktor apa sajakah yang menjadi penentu kesuksesan proyek pelaksanaan festival film di Indonesia. 11

2. Hasil penelitian ini secara praktikal bisa menjadi pedoman mengenai faktorfaktor apa sajakah yang harus diperhatikan untuk kesuksesan proyek pelaksanaan festival film di Indonesia. 1.6 Sistematika Penulisan Penulisan tesis ini terdiri dari lima bab. Bab pertama menyajikan latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian. Bab dua menjelaskan tentang teori yang menjadi dasar penelitian, definisi, klasifikasi dan faktor penentu kesuksesan festival film. Bab tiga memaparkan desain penelitian, metode pengambilan sampel dan analisis data yang digunakan pada penelitian. Bab empat membahas hasil, analisis data serta diskusi temuan penelitian. Bab lima memberikan simpulan, keterbatasan penelitian dan saran untuk penelitian selanjutnya. 12