HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu faktor yang memegang peranan penting dalam peningkatan kualitas

TINJAUAN PUSTAKA. ASI Formula Susu Sapi Formula Susu Kedelai (kalori)

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan bayi akan zat gizi sangat tinggi untuk mempertahankan

BAB II DESKRIPSI UMUM PENELITIAN

KUESIONER PENELITIAN PERILAKU IBU YANG MEMILIKI BAYI DALAM PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KOTA MATSUM TAHUN 2015

PENGARUH PEMBERIAN AIR SUSU IBU (ASI), KONSUMSI GIZI, DAN KELENGKAPAN KARTU MENUJU SEHAT (KMS) TERHADAP STATUS GIZI BAYI

BAB I PENDAHULUAN. Sejak dahulu Air Susu Ibu merupakan makanan yang terbaik untuk bayi, karena

BAB I PENDAHULUAN. satu-satunya makanan yang terbaik untuk bayi, karena memiliki. komposisi gizi yang paling lengkap untuk pertumbuhan dan

TUTORIAL DAN PENDAMPINGAN ASI EKSKLUSIF SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN IMUN DAN KECERDASAN ANAK SEJAK DINI BAGI IBU-IBU PKK KECAMATAN BANDUNG TULUNGAGUNG

BAB IV GAMBARAN UMUM DESA CIHIDEUNG ILIR, KECAMATAN CIAMPEA, KABUPATEN BOGOR

BAB I PENDAHULUAN. Air Susu Ibu (ASI) eksklusif adalah air susu yang diberikan kepada bayi sejak

I. PENDAHULUAN. Masalah kesehatan anak merupakan salah satu masalah utama dalam bidang

KUESIONER HUBUNGAN KARAKTERISTIK KELUARGA DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DENGAN PRAKTEK KADARZI DI KECAMATAN TRIENGGADENG KABUPATEN PIDIE JAYA

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PRAKTEK ASI EKSLUSIF SERTA STATUS GIZI BAYI USIA 4-12 BULAN DI PEDESAAN DAN PERKOTAAN

LAMPIRAN KUESIONER Identitas Pengetahuan

GAMBARAN UMUM LOKASI

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Gorontalo. Kelurahan Tomulabutao memiliki Luas 6,41 km 2 yang berbatasan

SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN MENGIKUTI PENELITIAN (INFORMED CONSENT)

BAB I PENDAHULUAN. penuh perjuangan bagi ibu yang menyusui dan bayinya (Roesli, 2003).

BAB I PENDAHULUAN. 24 bulan merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang pesat,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Makanan utama bayi adalah air susu ibu (ASI) sehingga perlu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Makanan pertama dan utama bagi bayi adalah air susu ibu (ASI). Air susu ibu sangat cocok untuk memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kebutuhan bayi akan zat gizi sangat tinggi untuk mempertahankan

BAB 1 PENDAHULUAN. gizi pada ibu hamil dapat menyebabkan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dan dapat

BAB I PENDAHULUAN. penurunan tingkat kecerdasan. Pada bayi dan anak, kekurangan gizi akan menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. Anak yang sehat semakin bertambah umur semakin bertambah tinggi

BAB II GAMBARAN UMUM DESA PAKUNCEN KECAMATAN BOJONEGARA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. termasuk air putih, selain menyusui selama 6 bulan sejak dilahirkan. 3 Cara

Lampiran 1 Kuesioner Penelitian No. Responden :

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kecamatan Palas Kabupaten Lampung Selatan. Desa Bumi Restu memiliki

BAB I PENDAHULUAN. makanan dan minuman lain atau disebut dengan ASI Eksklusif dapat memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. nutrisi yang baik pada balita (Dinkes, 2007). Perwakilan UNICEF di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. suatu proses alamiah, namun sering ibu-ibu tidak berhasil menyusui atau menghentikan

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

PROFIL DESA CIHIDEUNG ILIR. Kondisi Geografis. Struktur Kependudukan. ]. k

BAB I PENDAHULUAN. makanan bayi yang ideal dan alami serta merupakan basis biologis dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan data dari United Nations Children's Fund (UNICEF) pada tahun

Lampiran 1 Kuesioner. Nama sheet : Coverld. 1. Tanggal wawancara : MK1. 2. Nama responden : MK2. 3. Nama balita : MK3. 4.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai makanan utama bayi. Pada awal kehidupan, seorang bayi sangat

PENGARUH KONSELING GIZI PADA IBU KELUARGA MISKIN TERHADAP PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF

BAB III METODE PENELITIAN

PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PRAKTEK PEMBERIAN ASI SERTA STATUS GIZI BAYI USIA 4-12 BULAN DI PERDESAAN DAN PERKOTAAN

LEMBAR PERTANYAAN. Frekuensi. Informasi 1. Presentational media - Petugas Puskesmas. a. 1-3 bulan. Asi saja - Bidan. b. 4-6 bulan

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan dan perkembangan anak secara optimal serta melindungi anak dari

HASIL DAN PEMBAHASAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. dengan cara dan jumlah yang tidak memenuhi kebutuhan. 2

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Air susu Ibu (ASI) merupakan pemberian air susu kepada bayi yang langsung

MENARA Ilmu Vol. X Jilid 2 No.70 September 2016

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN LOKASI PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM DAERAH LOKASI. Sesuai dengan kondisi letak geografis kelurahan Way Dadi yang berada tepat

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh

Artikel Pola Asuh Gizi Pada Bayi Anak Makalah Pengertian Contoh

BAB I PENDAHULUAN. bermanfaat sebagai makanan bayi (Maryunani, 2012). diberikan sampai usia bayi 2 tahun atau lebih (Wiji, 2013).

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. a. Letak, Batas dan Luas Daerah Penelitian. Kabupaten Wonosobo, terletak lintang selatan

Katalog BPS : BADAN PUSAT STATISTIK KOTA PALANGKA RAYA

BAB 1 PENDAHULUAN. biskuit, bubur nasi dan nasi tim. Setelah 6 bulan baru dimulai diberikan. berusia 2 tahun atau lebih. ( Weni, 2009 : 23 )

BAB I PENDAHULUAN. Hasil penelitian multi-center yang dilakukan UNICEF menunjukkan bahwa MP-

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. ASI Ekslusif pada bayinya (Laksono, 2010). Di daerah pedesaan, pada

BAB IV GAMBARAN UMUM KELURAHAN BEJI

PERBEDAAN BERAT BADAN BAYI PENGGUNA ASI EKSLUSIF DENGAN ASI TIDAK EKSLUSIF DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TERMINAL BANJARMASIN

PROFIL DESA. Profil Kelurahan Loji. Kondisi Ekologi

HUBUNGAN PENDIDIKAN DAN PENGHASILAN IBU MENYUSUI DENGAN KETEPATAN WAKTU PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING ASI (MP ASI)

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan zat gizi bagi bayi sampai usia dua tahun merupakan hal yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Air Susu Ibu (ASI) Eksklusif adalah pemberian ASI tanpa makanan dan

BAB I PENDAHULUAN. The World Health Report Tahun 2005 dilaporkan Angka Kematian Bayi Baru

PENGETAHUAN, SIKAP, PRAKTEK KONSUMSI SUSU DAN STATUS GIZI IBU HAMIL

STATISTIK DAERAH KECAMATAN JEKAN RAYA 2013

KUESIONER FAKTOR-FAKTORYANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS WALANTAKA TAHUN 2013

BAB 1 PENDAHULUAN. kematian balita dalam kurun waktu 1990 hingga 2015 (WHO, 2015).

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Indonesia dengan sasaran pembukaan lapangan kerja.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN. Kabupaten Deli Serdang. Berada di jalur lintas Sumatera, desa ini terletak diantara dua kota besar di

METODE PENELITIAN. n = z 2 α/2.p(1-p) = (1,96) 2. 0,15 (1-0,15) = 48,9 49 d 2 0,1 2

MP - ASI dini kepada bayi adalah ASI PENDAHULUAN. Secara nasional cakupan ASI. belum keluar dan alasan tradisi dan. untuk bayi sampai umur 6 bulan

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan ASI eksklusif atau pemberian ASI secara eksklusif adalah bayi

Gambar 4. Kerangka Habitat Equivalency Analysis V. GAMBARAN UMUM WILAYAH. Wilayah penelitian pada masyarakat Kecamatan Rumpin secara

HUBUNGAN ANTARA PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING ASI DINI DENGAN PERTUMBUHAN BAYI DI DESA PAKIJANGAN KECAMATAN BULAKAMBA KABUPATEN BREBES

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di mana salah satu indikator tingkat kesehatan tersebut

BAB I PENDAHULUAN.

PERBEDAAN PERKEMBANGAN MOTORIK BAYI USIA 0-6 BULAN ANTARA YANG DIBERI ASI DENGAN YANG DIBERI PASI DI DESA GLAGAH JATINOM KLATEN

Kuesioner Penelitian PENGETAHUAN GIZI IBU DAN PRAKTEK PELAKSANAAN INISIASI MENYUSUI DINI SERTA STATUS GIZI BATITA DI PERDESAAN DAN PERKOTAAN

BAB I PENDAHULUAN. mengetahui lokasi sesungguhnya dari Kelurahan Pandeyan. Hasil survei ini

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2012 NOMOR 37 SERI E

BAB I PENDAHULUAN bulan guna memenuhi kebutuhan gizi selain dari ASI. MP-ASI

BAB I PENDAHULUAN. melalui perbaikan perilaku masyarakat dalam pemberian makanan

Oleh : Suharno, S.Kep.,Ners ABSTRAK

Kuesioner Penelitian Gambaran Perilaku Ibu Hamil dalam Melakukan Perawatan Kehamilan di Desa Manis Kabupaten Asahan Kecamatan Pulau Rakyat Tahun 2016

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. 4.1 Gambaran Umum Kelurahan Balumbang Jaya Kondisi Geografis

Transkripsi:

24 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Letak Geografis Desa Jayabakti merupakan salah satu dari delapan desa yang berada di Kecamatan Cidahu, Kabupaten Sukabumi. Lokasi Kecamatan Cidahu dapat dilihat pada Lampiran 1. Pertimbangan yang mendasari pemilihan Desa Jayabakti untuk mewakili wilayah perdesaan adalah letaknya yang cukup jauh dari pusat pemerintahan kabupaten, serta wilayahnya yang masih memiliki lahan pertanian dan perkebunan yang luas. Selain itu, sarana dan prasarana transportasi untuk menjangkau wilayah tersebut masih terbatas. Batas Desa Jayabakti sebelah utara adalah Desa Cidahu, sebelah selatan adalah Desa Pondok Kaso Tengah dan Desa Pasirdoton, sebelah timur berbatasan dengan Desa Tangkil, serta sebelah barat berbatasan dengan Desa Lebak Sari, Kecamatan Parakan Salak. Desa Jayabakti memiliki luas 320 ha dan terdiri atas 7 dusun yaitu Cikalong, Bojong Pari, Salagadog, Cibojong, Pasirreungit, Babakan Jampang, dan Papisangan. Setiap dusun dipimpin oleh seorang kepala dusun yang dipilih langsung oleh masyarakat. Wilayah perkotaan diwakili oleh Kelurahan Kedung Jaya yang terletak di Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor. Hal ini berdasarkan pertimbangan lokasi kelurahan yang dekat dengan pusat pemerintahan kecamatan, yaitu 1.5 km. Selain itu, Kelurahan Kedung Jaya hanya berjarak 2.5 km dari pusat pemerintahan kota serta 60 km dari ibukota negara. Lokasi kelurahan Kedung Jaya, Kecamatan Tanah Sareal dapat dilihat pada Lampiran 2. Kelurahan Kedung Jaya memiliki luas 71.8 ha dan terdiri dari 40 RT dalam 9 RW. Batas wilayah sebelah utara adalah Kelurahan Sukadamai, sebelah selatan adalah Kelurahan Ciwaringin, sebelah barat adalah Kelurahan Kedung Waringin, dan sebelah timur adalah Kelurahan Kedung Badak. Sosio Demografi Jumlah total penduduk Desa Jayabakti adalah 10176 jiwa dengan suku etnis mayoritas Sunda. Rata-rata pendidikan penduduk Jayabakti adalah tamatan SD atau sederajat. Mata pencaharian penduduk Desa Jayabakti atara lain sebagai buruh pabrik, buruh tani, dan pedagang. Jumlah penduduk Kelurahan Kedung Jaya tahun 2009 sebanyak 10941 jiwa yang terdiri dari 5574 laki-laki serta 5367 perempuan dengan 2767 kepala

25 keluarga. Jumlah penduduk menurut tingkat pendidikan yang terbanyak berada pada lulusan SMA atau sederajat, yaitu sebanyak 3947 orang. Lulusan perguruan tinggi dan akademi mencapai 621 orang. Hal ini mengindikasikan bahwa kondisi sosial ekonomi sebagian besar penduduknya berada di tingkat menengah ke atas. Hal lain yang dapat dijadikan indikator adalah jumlah rumah permanen yang mencapai 432 buah dan 57 unit di komplek pemukiman BTN. Sebaran jumlah penduduk berdasarkan umur memiliki proporsi terbanyak berada pada kisaran usia 20-39 tahun dengan jumlah 3734 orang. Berdasarkan data jumlah penduduk menurut kesertaan menggunakan KB, terdapat 1833 pasangan usia subur dan 1743 wanita usia subur. Sarana dan Prasarana Potensi sumber daya alam di Desa Jayabakti berupa tanah kering yang dijadikan ladang dan pemukiman penduduk dengan luas lahan sebesar 186 ha, tanah persawahan seluas 128 ha dan luas lahan untuk sarana umum sebesar 6 ha. Sarana pendidikan di Desa Jayabakti tersedia dari tingkat TK sampai SLTA. Bagi anak-anak usia SD terdapat 3 SD dan 2 MI. Terdapat SLTP, MTS, SLTA dan MA masing-masing satu unit. Bagi anak-anak prasekolah tersedia sekolah Taman Kanak-kanak (TK) sebanyak 2 buah dengan bimbingan 6 guru. Selain itu, terdapat Taman Posyandu Tunas Muda II yang bergerak dalam bidang Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Taman Posyandu ini merupakan salah satu perwujudan program UNICEF bekerja sama dengan Dinas Pendidikan dan partisipasi masyarakat. Sarana kesehatan yang tersedia di Desa Jayabakti berupa 12 Posyandu yang tersebar di setiap dusun. Jumlah rata-rata kader adalah lima orang dan berasal dari masyarakat yang bersifat sukarela. Kegiatan Posyandu dibina dan diawasi oleh Puskesmas Kecamatan Cidahu melalui Bidan Pembina Desa. Sejak tahun 2009, seluruh Posyandu di Desa Jayabakti mendapat bantuan dana dari Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri. Sarana pendidikan yang dimiliki Kelurahan Kedung Jaya antara lain dua buah gedung SD dengan jumlah murid 320 orang dan tiga buah gedung TK dengan jumlah murid 72 orang. Selain itu, terdapat dua buah PAUD dengan jumlah peserta 120 orang. Sarana lain yang dimiliki adalah sarana peribadatan yang terdiri dari 4 buah masjid, 15 buah mushola, dan sebuah gereja. Salah satu kelembagaan yang terdapat di Kelurahan Kedung Jaya adalah kelompok PKK. Jumlah tim penggerak PKK sebanyak 27 orang dengan jumlah kader 67 orang.

26 Sarana kesehatan yang dimiliki Kelurahan Kedung Jaya antara lain jamban umum, praktek dokter, praktek bidan, dan Posyandu. Tenaga kesehatan yang dimiliki adalah 8 dokter, 12 perawat, dan 5 bidan. Praktek dokter terdiri dari 4 buah praktek dokter umum, dan sebuah praktek dokter gigi. Jamban umum berjumlah 27 buah, dan sebanyak 2264 rumah telah memiliki jamban. Sarana air bersih telah dimiliki oleh 1823 rumah. Posyandu yang terdapat di Kelurahan Kedung Jaya mencapai 11 buah. Setiap RW memiliki setidaknya satu Posyandu. Khusus RW 1 dan RW 3 memiliki dua Posyandu karena wilayahnya yang luas dan jumlah penduduk yang padat. Kesepuluh Posyandu merupakan Posyandu tingkat Madya dengan jumlah kader 5-6 orang. Sebuah Posyandu lagi, yaitu Posyandu Wijaya Kusuma di RW 6 telah mencapai tingkat Purnama. Kondisi Posyandu Posyandu Tunas Muda II terletak di Dusun Cikalong dan dilaksanakan pada hari Senin di minggu ketiga setiap bulannya. Kegiatan Posyandu Tunas Muda II bertepatan dengan Kegiatan PAUD Tunas Muda II yang dilaksanakan setiap Senin, Rabu dan Jumat. Kegiatan Posyandu dilaksankan di pelataran madrasah mulai pukul 08.00 WIB, sedangkan kegiatan PAUD dilaksanakan di dalam ruang kelas madrasah mulai pukul 10.00 WIB. Kader yang bertugas berjumlah 5 orang. Posyandu Tunas Muda VIII terletak di Dusun Pasirreungit dan merupakan Posyandu dengan cakupan wilayah yang paling luas dibandingkan Posyandu lainnya. Kegiatan Posyandu Tunas Muda VIII dilaksanakan di dua tempat pada hari yang berbeda, yaitu di kediaman Ibu Deudeu (salah satu kader) pada hari Selasa minggu pertama, dan di kediaman Bidan Sri Hartiyati (Bidan Desa) pada hari Rabu minggu pertama setiap bulan. Hal ini dimaksudkan untuk memperluas daerah jangkauan dan mengurangi kepadatan pada hari pelaksanaan. Posyandu Wijaya Kusuma merupakan satu-satunya Posyandu tingkat Purnama di Kelurahan Kedung Jaya. Cakupannya adalah warga RW 6 yang terdiri dari 6 RT dengan jumlah peserta sekitar 120 orang. Jumlah kader aktif yang terlibat pada Posyandu ini sebanyak 8 orang. Posyandu dilaksanakan pada tanggal 22 setiap bulannya. Kegiatan rutin setiap bulan berupa penimbangan serta imunisasi balita, pemeriksaan ibu hamil, program PMT, dan dana sehat. Selain kegiatan tersebut, terdapat beberapa kegiatan lain seperti pengukuran tekanan darah lansia setiap 2 minggu sekali dan senam tera setiap minggu pagi.

27 Posyandu juga menjadi tempat pelaksanaan PAUD setiap hari Senin dan Kamis sore dengan jumlah 20 peserta. Posyandu Melati terletak di RW 2 yang hanya terdiri dari 3 RT. Wilayah RW 2 merupakan wilayah terkecil dari keseluruhan RW yang ada di Kelurahan Kedung Jaya. Jumlah warga RW 2 adalah 119 kepala keluarga, sehingga peserta Posyandu tidak terlalu banyak, hanya berkisar 50 orang setiap bulannya. Jumlah kader aktif sebanyak 6 orang yang rutin mengadakan kegiatan Posyandu tanggal 7 setiap bulannya. Kegiatan rutin yang dilakukan setiap bulannya selain penimbangan balita dan pemerikasaan ibu hamil adalah pemeriksaan lansia. Karakteristik Ibu Ibu di perdesaan maupun perkotaan hanya 3.2% yang berusia remaja (<19 tahun). Sisanya, di perdesaan terbagi rata pada usia 19-29 tahun dan 30 tahun dengan persentase masing-masing sebesar 48.4%. Ibu di perkotaan mayoritas berusia 19-29 tahun (61.3%), dan hanya 35.5% yang berusia 30 tahun. Rata-rata usia ibu di perdesaan adalah 29 ± 4 tahun serta usia termuda dan tertua masing-masing 17 dan 41 tahun. Usia ibu di perkotaan memiliki ratarata 28 ± 3 tahun serta usia termuda dan tertua masing-masing 18 dan 39 tahun. Uji beda dengan menggunakan independent t-test menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata antara usia ibu di perdesaan dan perkotaan (p>0.05). Mayoritas ibu di perdesaan merupakan lulusan SD (32.3%), sedangkan di perkotaan mayoritas merupakan lulusan akademi atau perguruan tinggi (45.2%). Secara umum, tingkat pendidikan ibu di perkotaan lebih tinggi dibandingkan perdesaan. Hal ini dapat dilihat dari jumlah ibu di perkotaan yang merupakan lulusan SMA sebesar 29% dan lebih banyak dibandingkan lulusan SMP atau SD yang masing-masing sebesar 12.9%. Sementara itu, ibu yang lulusan SMP di perdesaan mencapai 29% dan lebih banyak dibandingkan lulusan SMA dan akademi atau perguruan tinggi yang hanya 9.7% dan 3.2%. Tidak ada ibu yang tidak sekolah atau tidak tamat SD di perkotaan. Sebaliknya, di perdesaan masih terdapat ibu yang tidak lulus SD atau tidak sekolah sebesar 25.8%. Uji beda dengan menggunakan Fisher s exact test menyatakan tingkat pendidikan ibu di perdesaan dan perkotaan berbeda nyata (p<0.05). Persentase ibu bekerja di perkotaan (22.6%) lebih tinggi dibandingkan perdesaan (6.5%), namun persentase terbesar berada pada ibu yang tidak bekerja. Uji beda dengan menggunakan Fisher s exact test menyatakan tidak

28 terdapat perbedaan yang nyata antara status kerja ibu di perdesaan dan perkotaan (p>0.05). Baik di perdesaan maupun perkotaan, mayoritas ibu tidak bekerja. Ibu yang bekerja di perdesaan keduanya berprofesi sebagai guru TK. Berbeda dengan ibu yang bekerja di perkotaan, dari 7 ibu, 4 ibu bekerja di sektor swasta sebagai karyawan bank dan perusahaan, 3 orang merupakan pegawai negeri sipil dengan satu orang sebagai guru SMP Negeri, satu orang sebagai pegawai pemerintahan, dan satu orang sebagai bidan di Puskesmas. Tabel 3 Sebaran karakteristik ibu di perdesaan dan perkotaan Karakteristik Ibu Perdesaan Perkotaan Total n % n % n % Usia (tahun) <19 1 3.2 1 3.2 2 3.2 19-29 15 48.4 19 61.3 34 54.8 30 15 48.4 11 35.5 26 41.9 Tingkat Pendidikan Tidak sekolah/tidak tamat SD 8 25.8 0 0.0 8 12.9 Tamat SD/sederajat 10 32.3 4 12.9 14 22.6 Tamat SMP/sederajat 9 29.0 4 12.9 13 21.0 Tamat SMA/sederajat 3 9.7 9 29.0 12 19.4 Tamat Akademi/PT 1 3.2 14 45.2 15 24.2 Status Kerja Bekerja 2 6.5 7 22.6 9 14.5 Tidak bekerja 29 93.5 24 77.4 53 85.5 Pengalaman Menyusui Sebelumnya Ada 20 64.5 15 48.4 35 56.5 Tidak 11 35.5 16 51.6 27 43.5 keterangan: *berbeda nyata pada α=5% Uji Beda p=0.783 p=0.000* p=0.147 p=0.200 Sebanyak 64.5% ibu di perdesaan memiliki pengalaman menyusui sebelumnya. Sementara itu, sebagian besar ibu di perkotaan tidak memiliki pengalaman menyusui sebelumnya. Hal ini dikarenakan sebanyak 51,6% ibu baru memiliki anak pertama. Pengalaman menyusui diketahui dari keberadaan anak sebelumnya yang disusui. Keluarga di perdesaan mayoritas memiliki besar keluarga 4 orang dengan rata-rata besar keluarga 4 orang, sedangkan di perkotaan rata-rata besar keluarga adalah 3 orang. Hal ini mengindikasikan ratarata ibu di perkotaan baru memiliki satu orang anak sehingga belum memiliki pengalaman menyusui sebelumnya. Uji beda dengan chi-square test menyatakan tidak ada perbedaan yang nyata antara keberadaan pengalaman menyusui pada ibu di perdesaan dan perkotaan (p>0.05). Karakteristik Bayi Bayi yang dijadikan contoh dalam penelitian ini berjumlah total 62 dengan usia antara 4-12 bulan. Tabel 4 menyajikan karakteristik bayi yang menjadi

29 contoh di perdesaan dan perkotaan. Sebaran bayi yang dijadikan contoh di perdesaan terbesar berada pada usia 4-6 bulan (38.7%), sedangkan di perkotaan mayoritas bayi berusia 10-12 bulan (38.7%). Uji beda dengan menggunkan independent t-test menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata antara usia bayi di perdesaan dan perkotaan (p>0.05). Tabel 4 Sebaran karakteristik bayi di perdesaan dan perkotaan Karakteristik Bayi Perdesaan Perkotaan Total n % n % n % Usia (bulan) 4-6 12 38.7 6 19.4 18 29 7-9 8 25.8 12 38.7 20 32.3 10-12 11 35.5 13 41.9 24 38.7 Jenis Kelamin Laki-laki 12 38.7 18 58.1 30 48.4 Perempuan 19 61.3 13 41.9 32 51.6 Berat Lahir <2500 2 6.5 0 0 2 3.2 2500 29 93.5 31 100 60 96.8 Status inisiasi menyusu dini Ya 11 35.5 15 48.4 26 41.9 Tidak 20 64.5 16 51.6 36 58.1 Penolong Kelahiran Dokter 2 6.5 8 25.8 10 16.1 Bidan 17 54.8 23 74.2 40 64.5 Lainnya 12 38.7 0 0 12 19.4 keterangan: *berbeda nyata pada α=5% Uji Beda p=0.105 p=0.127 p=0.131 p=0.303 p=0.000* Bayi yang menjadi contoh penelitian di perdesaan sebagian besar merupakan bayi perempuan (61.3%), hanya 38.7% yang merupakan bayi lakilaki. Hal yang berlawanan terjadi di perkotaan, sebesar 58.1% merupakan bayi laki-laki, sisanya merupakan bayi perempuan. Uji beda dengan menggunakan chi-square test menyatakan jenis kelamin bayi di perdesaan dan perkotaan tidak berbeda nyata (p>0.05). Bayi dikatakan BBLR jika berat lahir <2500 gram. Hanya di perdesaan yang ditemukan kasus bayi BBLR, yaitu sebesar 6.5%, sedangkan di perkotaan tidak ditemukan kasus BBLR. Rata-rata berat lahir bayi di perdesaan adalah 3181 ± 361 gram. Berat lahir terbesar adalah 4300 gram, dan yang terkecil adalah 2000 gram. Rata-rata berat lahir bayi di perkotaan adalah 3352 ± 337 gram. Berat lahir terbesar adalah 4300 gram, dan yang terkecil adalah 2700 gram. Uji beda dengan menggunakan independent t-test menyatakan tidak terdapat perbedaan yang nyata antara berat lahir bayi di perdesaan dan perkotaan (p>0.05). Sebagian besar bayi di perdesaan maupun perkotaan tidak mengalami proses inisiasi menyusu dini. Persentase bayi yang mengalami inisiasi menyusu

30 dini lebih besar ditemukan di perkotaan. Sebesar 48.4% bayi di perkotaan mengalami inisiasi menyusu dini, sedangkan di perdesaan hanya 35,5%. Uji beda dengan menggunakan chi-square test menunjukkan tidak ada perbedaan nyata antara status inisiasi menyusu dini di perdesaan dan perkotaan (p>0.05). Tidak semua bayi mengalami inisiasi menyusu dini, hal ini erat kaitannya dengan penolong proses kelahiran bayi karena tidak semua penolong proses kelahiran dapat atau mau menerapkan inisiasi menyusu dini kepada bayi yang baru lahir. Penolong proses kelahiran di pedesaan maupun perkotaan didominasi oleh bidan (54.8% dan 74.2%). Penolong proses kelahiran di perkotaan selain bidan adalah dokter (25.8%), sedangkan di perdesaan penolong proses kelahiran antara lain dokter, paraji (dukun beranak) serta bidan dan paraji yang bekerjasama dalam membantu proses kelahiran. Status Gizi Status gizi adalah keadaan kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, absorpsi, dan penggunaan zat makanan. Status gizi dapat diketahui dengan menggunakan metode antropometri (Gibson 2005). WHO (1995) merekomendasikan z-score untuk mengevaluasi data antropometri anak, khususnya di negara berkembang, karena anak yang berada jauh di bawah persentil data acuan dapat diklasifikasikan secara akurat. Z-score yang dihitung menggunakan indeks PB/U mengukur pencapaian pertumbuhan linear dan status gizi masa lalu. Indeks PB/U digunakan untuk bayi berusia kurang dari 2 tahun yang belum bisa berdiri tegak. Status gizi normal diperoleh jika bayi memiliki z-score -2 SD dan 2 SD referensi WHO 2005. Bayi dengan z-score PB/U yang tinggi (>2 SD referensi WHO 2005) dikenal dengan istilah tallness atau tigggi. Sebaliknya, bayi dengan z-score <-2 SD referensi WHO 2005 dikenal dengan istilah shortness dan stunting (pendek). Tabel 5 menunjukkan sebaran status gizi bayi degan menggunakan indeks PB/U referensi WHO 2005 di perdesaan dan perkotaan. Tabel 5 Sebaran status gizi (PB/U) bayi di perdesaan dan perkotaan Status Gizi Perdesaan Perkotaan Total n % n % n % Pendek (z-score<-2sd) 10 32.3 3 9.7 13 21.0 Normal (-2 SD<z-score<2SD) 20 64.5 26 83.9 46 74.2 Tinggi (z-score>2sd) 1 3.2 2 6.5 3 4.8 Jumlah 31 100.0 31 100.0 62 100.0 keterangan: *berbeda nyata pada α=5% Uji Beda p=0.002*

31 Status gizi bayi di perdesaan dan perkotaan mayoritas normal, namun persentase lebih tinggi ditemukan di perkotaan. Hal yang sama ditemukan pada bayi yang berstatus gizi tinggi, persentase lebih besar terdapat di perkotaan (6.5%) dibandingkan perdesaan (3.2%). Sebaliknya, bayi dengan status gizi pendek ditemukan lebih banyak di perdesaan dengan persentase 32.2% dibandingkan perkotaan (9.7%). Rata-rata z-score bayi di perdesaan adalah -1.641 ± 1.558 serta nilai minimal dan maksimal masing-masing -6.314 dan 3.336. Rata-rata z-score di perkotaan lebih tinggi, yaitu -0.225 ± 1.047 serta nilai minimal dan maksimal masing-masing sebesar -3.831 dan 2.856. Uji beda menggunakan independent t- test dengan asumsi data tidak homogen menyatakan terdapat perbedaan yang nyata antara status gizi bayi di perdesaan dan perkotaan (p<0.05). Pengetahuan Gizi Ibu Pengetahuan gizi ibu di perkotaan lebih tinggi dibandingkan perdesaan. Hal ini terlihat dari persentase pengetahuan gizi ibu dengan kategori tinggi di perkotaan mencapai 77.4%, sedangkan di perdesaan hanya 29%. Rata-rata nilai pengetahuan gizi ibu di perdesaan adalah 73.4 ± 2.4, sedangkan di perkotaan sebesar 88.4 ± 2.2. Nilai terbesar yang diperoleh di perdesaan dan perkotaan adalah 100, sedangkan nilai terkecil di sebesar 45 dan di perkotaan 55. Hasil uji beda menggunakan independent t-test menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata antara tingkat pengetahuan ibu di perdesaan dan perkotaan (p<0.05). Tabel 6 Sebaran pengetahuan gizi ibu di perdesaan dan perkotaan Pengetahuan Gizi Perdesaan Perkotaan Total n % n % n % Rendah (<60%) 5 16.1 1 3.2 6 9.7 Sedang (60-80%) 17 54.8 6 19.4 23 37.1 Tinggi (>80%) 9 29.0 24 77.4 33 53.2 Jumlah 31 100.0 31 100.0 62 100.0 keterangan: *berbeda nyata pada α=5% Uji Beda p=0.000* Pertanyaan tertutup untuk mengukur tingkat pengetahuan gizi ibu terdiri dari 10 pertanyaan. Di perdesaan, tidak ada satupun pertanyaan yang dijawab benar oleh semua ibu, namun di perkotaan pertanyaan tentang waktu pemberian ASI mampu dijawab benar oleh seluruh ibu. Pertanyaan yang paling sedikit dijawab benar oleh ibu di perdesaan dan perkotaan adalah tentang zat gizi yang dibutuhkan tubuh dalam jumlah lebih banyak. Hasil uji beda dengan menggunakan independent t-test menunjukkan pertanyaan yang hasilnya

32 memiliki perbedaan yang nyata di perdesaan dan perkotaan adalah pertanyaan nomor 1, 2, 4, 6, 7, dan 8 (p<0.05). Tabel 7 Sebaran pertanyaan pengetahuan gizi yang dijawab benar oleh ibu di perdesaan dan perkotaan No Perdesaan Perkotaan Pertanyaan Pengetahuan Gizi Uji Beda. n % n % 1. Karbohidrat merupakan zat gizi yang dibutuhkan tubuh dalam jumlah lebih banyak dibandingkan 5 16.1 16 51.6 p=0.002* vitamin 2. Zat gizi yang berperan sebagai sumber energi antara lain adalah karbohidrat 8 25.8 24 77.4 p=0.000* 3. Nasi tim yang dicampur daging merupakan contoh makanan yang dapat meningkatkan asupan protein 13 41.9 19 61.3 p=0.288 4. ASI eksklusif adalah pemberian ASI tanpa disertai makanan atau minuman lain 17 54.8 25 80.6 p=0.007* 5. Durasi ASI eksklusif sesuai anjuran pemerintah adalah 6 bulan 23 74.2 27 87.1 p=0.694 6. Salah satu keunggulan ASI dibandingkan susu formula adalah tidak membuat bayi gemuk 14 45.2 23 74.2 p=0.015* 7. ASI eksklusif bermanfaat untuk ibu dan bayi 20 64.5 28 90.3 p=0.008* 8 Makanan terbaik untuk bayi yang baru lahir adalah kolostrum 21 67.7 28 90.3 p=0.029* 9. Waktu pemberian ASI adalh setiap bayi meminta 28 90.3 31 100.0 p=0.078 10. Umur sebaiknya bayi disapih (berhenti menyusui) adalah 2 tahun 30 96.8 28 90.3 p=0.309 keterangan: *berbeda nyata pada α=5% Pertanyaan pertama tentang zat gizi yang dibutuhkan tubuh dalam jumlah lebih banyak hanya mampu dijawab benar oleh 16.1% ibu di perdesaan. Hal yang sama terjadi di perkotaan. Pertanyaan tentang zat yang dibutuhkan tubuh dalam jumlah lebih banyak merupakan pertanyaan yang paling sedikit dijawab benar, namun mampu dijawab oleh 51.6% ibu. Ibu yang tidak menjawab benar baik di perdesaan maupun perkotaan sebagian besar menjawab vitamin sebagai zat gizi yang dibutuhkan tubuh dalam jumlah lebih banyak dibandingkan karbohidrat. Hal ini diduga karena vitamin merupakan zat gizi yang namanya lebih sering didengar oleh para ibu karena paparan dari media dan iklan produk pangan yang kerap menjual kandungan vitamin sebagai keunggulan produknya. Pertanyaan tentang zat gizi yang berperan sebagai energi mampu dijawab benar oleh 77.4% ibu di perkotaan, sedangkan ibu di perdesaan hanya sebanyak 25.8% yang mampu menjawab benar. Hal ini dikarenakan sebagian besar (42%) ibu di perdesaan tidak tahu zat gizi yang berperan sebagai sumber energi. Energi dapat berasal dari makanan yang mengandung karbohidrat, lemak, dan protein (Paath, Yuyum & Heryati 2004).

33 Pertanyaan tentang ASI eksklusif yang hasilnya berbeda nyata antara perdesaan dengan perkotaan adalah pertanyaan tentang definisi dan manfaat ASI eksklusif. Meskipun sebagian besar ibu telah mengetahui definisi ASI eksklusif, namun beberapa ibu masih menyatakan bahwa ASI eksklusif adalah pemberian ASI yang disertai dengan makanan atau cairan lain, bahkan di perdesaan terdapat 30% ibu yang tidak mengetahui definisi ASI eksklusif. ASI eksklusif adalah pemberian ASI kepada bayi tanpa pemberian makanan atau minuman lain (Depkes RI 2004). Manfaat ASI eksklusif untuk ibu masih belum diketahui oleh seluruh ibu, terutama di perdesaan. Sebanyak 90.3% ibu di perkotaan telah mengetahui bahwa ASI eksklusif selain memberikan manfaat bagi bayi juga memberikan manfaat bagi ibu, sedangkan di perdesaan hanya 64.5% yang mengetahui hal tersebut. Keuntungan pemberian ASI bagi ibu antara lain dapat mengurangi pendarahan akibat melahirkan, memberikan resiko yang lebih kecil terkena kanker payudara (Tryggvadóttir et al. 2001), kanker ovarium, dan osteoporosis. Keuntungan lain bagi ibu adalah dengan menyusui bayinya maka berat badan lebih cepat kembali ke berat badan sebelum hamil (Labbok 2001 dalam American Academy of Pediatric 2005). Pertanyaan tentang salah satu keunggulan ASI dibandingkan susu formula mampu dijawab oleh 74.2% ibu di perkotaan dan 45.2% ibu di perdesaan. Sebagian besar ibu di perdesaan menjawab bahwa salah satu keunggulan ASI dibandingkan susu formula adalah membuat bayi gemuk. Menurut Brown et al (2005), ASI lebih unggul dibandingkan susu formula karena kandungan protein pada ASI lebih rendah dibandingkan pada susu sapi sehingga tidak memberatkan kerja ginjal, jenis proteinnya pun mudah untuk dicerna. Selain itu, ASI mengandung lemak dalam bentuk asam amino esensial, asam lemak jenuh, trigliserida rantai sedang, dan kolesterol dalam jumlah yang mencukupi kebutuhan bayi. Hal ini menunjukkan bahwa ASI tidak membuat bayi gemuk karena komposisi zat gizi yang sesuai dengan kebutuhan bayi. Makanan terbaik yang diberikan pada bayi yang baru lahir adalah kolostrum. Kolostrum melindungi sistem imun bayi, membantu perkembangan imunitas, dan mengandung faktor pertumbuhan yang membantu kematangan saluran cerna bayi (Brown et al. 2005). Hal ini telah diketahui oleh 90.3% ibu di perkotaan, namun 32.3% ibu di perdesaan belum mengetahuinya. Mereka masih beranggapan bahwa madu, air putih atau cairan lain adalah makanan terbaik

34 untuk bayi yang baru lahir. Almroth dan Bidinger (1990) dalam artikel Linkages (2002) menyatakan kebiasaan, nilai budaya, dan keyakinan agama mempengaruhi pemberian cairan pada bayi yang baru lahir dengan alasan yang berbeda-beda. Di berbagai masyarakat dan rumah sakit, saran dari petugas kesehatan juga mempengaruhi pemberian cairan ini. Selain 10 pertanyaan tertutup, terdapat 2 buah pertanyaan terbuka mengenai persepsi ibu tentang keuntungan ASI bagi anak serta hal negatif dari susu non-asi. Tabel 8 menunjukkan sebaran persepsi ibu tentang keuntungan ASI bagi anak, sedangkan Tabel 9 menunjukkan sebaran persepsi ibu tentang hal negatif dari susu non-asi. Tabel 8 Sebaran persepsi ibu tentang keuntungan ASI bagi anak Keuntungan ASI bagi Anak Perdesaan Perkotaan n % n % Untuk kesehatan 12 35.3 10 13.3 Mendukung pertumbuhan 7 20.6 2 2.7 Meningkatkan daya tahan tubuh 9 26.5 22 29.3 Meningkatkan kecerdasan (perkembangan otak) 4 11.8 8 10.7 Menguatkan ikatan emosional dengan ibu 0 0.0 6 8.0 Gizi sesuai dengan umur bayi 1 2.9 14 18.7 Mencegah alergi 0 0.0 3 4.0 Tidak menimbulkan gangguan pencernaan 1 2.9 5 6.7 Aman (higienis, bebas kimia) 0 0.0 5 6.7 Jumlah 34 100.0 75 100.0 Seluruh ibu di perkotaan mampu menyebutkan keuntungan ASI bagi anak dengan rata-rata setiap orang mampu menyebutkan 3 keuntungan dan jawaban terbanyak adalah 7. Hal yang berbeda ditemukan di perdesaan, meskipun sebagian besar (74.2%) ibu mampu menyebutkan keuntungan ASI bagi anak, rata-rata setiap orang hanya mampu menyebutkan satu keuntungan dengan jawaban terbanyak adalah 3. Hal ini mendukung masih rendahnya tingkat pengetahuan ibu di perdesaan tentang ASI. Tabel 9 Sebaran persepsi ibu tentang hal negatif dari susu non-asi Hal Negatif Susu Non-ASI Perdesaan Perkotaan n % n % Menimbulkan gangguan pencernaan 12 54.5 13 19.7 Gizi tidak sesuai umur bayi 2 9.1 8 12.1 Tidak mengandung antibodi 0 0.0 4 6.1 Mahal 2 9.1 13 19.7 Berbahaya (tidak higienis, mengandung kimia, bisa dipalsukan) 1 4.5 9 13.6 Tidak praktis 1 4.5 6 9.1 Bisa kadaluarsa atau cepat basi 3 13.6 5 7.6 Membuat gemuk 1 4.5 2 3.0 Bisa membuat alergi 0 0.0 6 9.1 Jumlah 22 100.0 66 100.0

35 Hanya sebanyak 48,6% ibu di daerah yang mampu menyebutkan hal negatif susu non-asi. Rata-rata ibu hanya mampu menyebutkan satu dengan nilai terbesar adalah 3. Hal yang berbeda ditemukan di perkotaan. Sebanyak 80,6% ibu mampu menyebutkan hal negatif dari susu non-asi. Rata-rata ibu mampu menyebutkan dua hal, dengan nilai terbesar adalah 6. Perbedaan ini disebabkan ibu di perdesaan tidak seluruhnya mendapat atau mencari informasi seputar susu lain selain ASI (seperti susu formula), sedangkan di perkotaan informasi tentang susu non-asi berkembang dengan pesat melalui berbagai media karena maraknya pemasaran susu formula. Tabel 10 Sebaran media informasi ASI eksklusif di perdesaan dan perkotaan Media Informasi Perdesaan (%) Perkotaan (%) Petugas Kesehatan (Bidan/Dokter) 40.4 26.4 Keluarga 24.3 15.3 Kader Posyandu 16.2 12.2 Teman/Tetangga 8.3 15.7 Media Cetak 1.7 10.9 Lainnya 9.1 19.5 Jumlah 100.0 100.0 Paparan informasi tentang ASI eksklusif lebih banyak diperoleh ibu di perkotaan. Hal ini dapat terlihat dari persentase media yang digunakan untuk mengetahui informasi ASI eksklusif yang lebih beragam, sedangkan di perdesaan persentase terpusat pada petugas kesehatan (40.4%), keluarga (24.3%), dan kader posyandu (16.2%). Media lain yang digunakan oleh ibu di perdesaan untuk memperoleh informasi tentang ASI eksklusif antara lain paraji dan buku. Ibu di perkotaan memperoleh informasi selain dari petugas kesehatan, keluarga dan kader Posyandu, juga dari teman atau tetangga, media cetak, TV, internet, dan buku. Sikap Gizi Ibu Sikap adalah evaluasi dari seseorang terhadap suatu objek (Schiffman & Kanuk 1997). Tabel 11 menunjukkan sebaran sikap gizi ibu di perdesaan dan perkotaan. Sikap gizi ibu, khususnya tentang ASI eksklusif, di perdesaan lebih rendah dibandingkan perkotaan. Hal ini terlihat dari persentase ibu yang memiliki sikap dengan kategori sedang mendominasi di perdesaan, sedangkan di perkotaan sebagian besar ibu memiliki sikap dengan kategori tinggi. Hasil uji beda dengan menggunakan independent t-test menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata antara sikap gizi di perdesaan dan perkotaan (p<0.05).

36 Tabel 11 Sebaran sikap gizi ibu di perdesaan dan perkotaan Kategori Sikap Perdesaan Perkotaan Total n % n % n % Rendah (<60%) 4 12.9 1 3.2 5 8.1 Sedang (60-80%) 18 58.1 6 19.4 24 38.7 Tinggi (>80%) 9 29.0 24 77.4 33 53.2 Jumlah 31 100.0 31 100.0 62 100.0 keterangan: *berbeda nyata pada α=5% Uji Beda p=0.004* Rata-rata nilai sikap ibu di perdesaan adalah 73.1 ± 2.5, sedangkan ratarata nilai di perkotaan lebih tinggi, yaitu 83.1 ± 2.2. Nilai terbesar yang diperoleh di perdesaan adalah 90 dan nilai terkecilnya adalah 40, sedangkan untuk perkotaan nilai terbesar adalah 100 dan nilai terkecilnya adalah 50. Nilai diperoleh dari 10 pertanyaan yang mampu dijawab benar tentang sikap gizi. Sebaran pertanyaan yang mampu dijawab benar oleh ibu di perdesaan dan perkotaan disajikan pada Tabel 12. Tabel 12 Sebaran pertanyaan sikap gizi yang dijawab benar oleh ibu di perdesaan dan perkotaan No Pertanyaan Sikap Gizi 1. Menimbang anak ke Posyandu setiap bulan penting untuk dilakukan 2. Mengonsumsi tempe baik untuk pertumbuhan anak 3. Membuat nasi tim dengan tambahan minyak kelapa penting untuk menambah asupan energi anak 4. Sari buah yang manis tidak perlu diberikan pada bayi berusia 3 bulan 5. ASI eksklusif perlu diberikan pada bayi sampai usia 6 bulan 6. Memberikan ASI lebih ekonomis daripada memberikan susu formula 7. Memberikan kolostrum baik untuk kesehatan bayi 8. Makanan prelaktal (seperti madu dan air putih) tidak baik untuk bayi yang baru lahir 9. Memberikan ASI sebaiknya dilakukan sesuai dengan keinginan anak 10. Menyusui penting untuk dipertahankan sampai anak usia 2 tahun keterangan: *berbeda nyata pada α=5% Perdesaan Perkotaan n % n % Uji Beda 31 100.0 31 100.0-27 87.1 29 93.5 p=0.331 13 41.9 6 19.4 p=0.147 16 51.6 22 71.0 p=0.112 24 77.4 29 93.5 p=0.153 30 96.8 30 96.8 p=1.000 22 77.4 29 93.5 p=0.012* 9 29.0 19 61.3 p=0.009* 18 58.1 25 80.6 p=0.070 30 96.8 31 100.0 p=0.321 Terdapat dua pertanyaan yang mampu dijawab benar oleh semua ibu di perkotaan, yaitu pertanyaan nomor 1 dan 10, sedangkan di perdesaan hanya pertanyaan nomor 1 yang mampu dijawab benar oleh seluruh ibu. Pertanyaan yang paling sedikit dijawab benar oleh ibu di perdesaan adalah pertanyaan tentang makanan prelaktal. Di perkotaan, pertanyaan yang paling sedikit dijawab

37 benar adalah tentang pentingnya membuat nasi tim dengan tambahan minyak kelapa untuk menambah asupan energi anak. Hasil uji beda dengan menggunakan independent t-test menunjukkan jawaban yang berbeda nyata antara perdesaan dengan perkotaan hanya terdapat pada pertanyaan nomor 7 dan 8 (p<0.05). Baik di perdesaan maupun perkotaan, sebagian besar ibu setuju bahwa kolostrum baik untuk kesehatan bayi. Persentase lebih besar ditemukan pada ibu di perkotaan yang mencapai 93.5%, sedangkan di perdesaan hanya mencapai 77.4%. Sebagian besar (71%) ibu di perdesaan masih setuju bahwa makanan prelaktal seperti madu dan air putih penting untuk diberikan pada bayi yang baru lahir. Praktek Pemberian ASI Praktek ASI Eksklusif ASI eksklusif didefinisikan sebagai pemberian ASI kepada bayi secara langsung oleh ibunya dan tidak diberikan makanan cair atau padat lainnya kecuali obat tetes atau sirup yang berisi suplemen vitamin, mineral, atau obat (Gibney et al. 2005). Keuntungan pemberian ASI eksklusif tidak hanya bagi bayi dan ibunya, tetapi juga bagi kondisi sosial ekonomi keluarga dan masyarakat (Brown et al. 2004). Tabel 13 Sebaran praktek ASI eksklusif di perdesaan dan perkotaan Praktek Perdesaan Perkotaan Pemberian ASI n % n % ASI Eksklusif 13 41.9 8 25.8 ASI Non-Eksklusif 18 58.1 23 74.2 Jumlah 31 100.0 31 100.0 Uji Beda 0.108 Praktek ASI eksklusif lebih banyak ditemukan di perdesaan dibandingkan perkotaan. Hal ini terlihat dari persentase praktek ASI eksklusif yang lebih tinggi (41.9%) dibandingkan perkotaan (25.8%). Meskipun demikian, hasil uji beda dengan menggunakan chi-square test tidak menunjukkan perbedaan yang nyata antara praktek ASI eksklusif di perdesaan dan perkotaan (p>0.05). Persentase ibu yang melakukan praktek ASI eksklusif di daerah perdesaan dan perkotaan diduga karena kurangnya dorongan dari tenaga kesehatan serta pemasaran susu formula yang kian gencar, terutama di perkotaan. Hal ini sesuai dengan kendala yang dikemukakan Gibney et al. (2005). Ibu yang memberikan ASI eksklusif pun tidak seluruhnya melakukan praktek ASI eksklusif karena manfaat atau keunggulannya seperti yang disajikan pada Tabel 14.

38 Tabel 14 Alasan pemberian ASI eksklusif di perdesaan dan perkotaan Alasan Pemberian ASI Eksklusif Perdesaan Perkotaan n % n % Anjuran bidan 4 30.8 1 9.1 Kesehatan 3 23.1 0 0.0 Anak tidak mau makan 3 23.1 0 0.0 Ekonomis 1 7.7 2 18.2 ASI merupakan makanan terbaik 0 0.0 5 45.5 Lainnya 2 15.4 3 27.3 Jumlah 13 100.0 11 100.0 Alasan ibu melakukan praktek ASI eksklusif kepada bayinya cukup bervariasi. Di perdesaan, anjuran dari bidan merupakan alasan yang mendominasi (30.8%) ibu untuk memberikan ASI eksklusif. Hal ini sejalan dengan kenyataan bahwa bidan atau tenaga kesehatan menjadi media informasi ASI eksklusif utama di perdesaan. Di perkotaan, alasan yang mendominasi ibu untuk melakukan praktek ASI eksklusif adalah karena ibu mengetahui bahwa ASI merupakan makanan terbaik untuk bayi (45.5%). Alasan tersebut menunjukkan bahwa praktek ASI eksklusif di perkotaan telah didasari oleh kesadaran ibu tentang pentingnya ASI bagi bayi, sedangkan di perdesaan mayoritas ibu melakukan praktek ASI eksklusif karena dorongan dari luar. Hal ini didukung dengan adanya 23.1% ibu yang melakukan praktek ASI eksklusif dengan alasan anak tidak mau makan, sehingga hanya diberi ASI. Durasi Pemberian ASI Saja Tahun 2001, WHO menetapkan durasi pemberian ASI eksklusif yang optimal adalah selama 6 bulan (Gibney et al. 2005). Menurut Fawtrell et al. (2007), durasi pemberian ASI eksklusif yang paling optimal adalah selama 6 bulan dibandingkan dengan pemberian ASI eksklusif selama 3-4 bulan. Eastwood (2003) menyatakan pada usia 4-6 bulan bayi membutuhkan makanan pendamping ASI karena hanya sedikit ibu yang mampu memproduksi ASI secara cukup untuk kebutuhan bayi sampai usia 6 bulan. Tabel 15 Durasi pemberian ASI saja di perdesaan dan perkotaan Durasi Pemberian ASI Saja (bulan) Perdesaan Perkotaan Total n % n % n % 2 17 54.8 20 64.5 37 59.7 2-4 1 3.2 3 9.7 4 6.5 4-6 13 41.9 8 25.8 21 33.9 Jumlah 31 100.0 31 100.0 62 100.0 Uji Beda p=0.402 Berdasarkan Tabel 15, diketahui bahwa durasi pemberian ASI saja baik di perdesaan maupun perkotaan mayoritas masih 2 bulan, dikarenakan bayi mendapatkan makanan atau cairan sebelum berusia 2 bulan. Hal ini sesuai

39 dengan pernyataan Almroth dan Bidinger (1990) yang diacu dalam sebuah artikel Linkages (2002), bahwa kebiasaan memberikan air putih atau cairan lain kepada bayi menyusui dalam bulan-bulan pertama umum dilakukan di beberapa negara. Memberikan cairan tambahan kepada bayi sebelum berusia 4 bulan berbahaya bagi kesehatan bayi karena dapat meningkatkan resiko kekurangan gizi dan serangan penyakit (Academy for Educational Development 2002). Siregar (2004) menambahkan, pemberian cairan atau makanan tambahan pada bayi sebelum waktunya dapat menyebabkan ibu sulit menyusui dan cenderung berhenti menyusui. Tabel 16 menunjukkan jenis makanan dan cairan yang diberikan sebelum bayi berusia 4 bulan di perdesaan dan perkotaan. Tabel 16 Makanan dan cairan yang diberikan sebelum bayi berusia 4 bulan di perdesaan dan perkotaan Makanan atau Cairan Perdesaan Perkotaan n % n % Susu formula 9 31.0 17 56.7 Air putih 9 31.0 4 13.3 Pisang 3 10.3 2 6.7 Bubur susu 5 17.2 2 6.7 Lainnya 3 10.3 5 16.7 Jumlah 29 100.0 30 100.0 Cairan yang paling banyak diberikan pada bayi sebelum berusia 4 bulan di perdesaan adalah susu formula dan air putih, masing-masing sebesar 31%. Hal ini dikarenakan mayoritas ibu beranggapan bahwa makanan prelaktal, seperti air putih, penting diberikan pada bayi yang baru lahir. Selain itu, diduga ibu menganggap bahwa ASI saja tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi bayi. Hal ini didukung dengan pemberian bubur susu sebagai makanan yang paling banyak diberikan pada bayi sebelum usia 4 bulan (17.2%). Di perkotaan, susu formula mendominasi (56.7%) sebagai cairan yang paling banyak diberikan pada bayi sebelum berusia 4 bulan. Pemberian susu formula oleh petugas kesehatan menjadi penyebab utamanya. Cairan lain yang diberikan adalah air putih (13.3%) dan madu (6.7%), sedangkan makanan yang diberikan adalah pisang, bubur susu, biskuit, dan nasi. Pemberian makanan dan cairan pada bayi sebelum berusia 4 bulan diduga disebabkan karena ibu mengalami kesulitan dalam menyusui, serta anggapan ibu bahwa ASI saja tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi bayi. Status Pemberian Kolostrum Gibney et al. (2005) menyatakan keterlambatan memulai pemberian ASI dan pembuangan kolostrum termasuk alasan mendasar yang membuat ibu tidak

40 melakukan praktek ASI eksklusif. Budaya masa lalu dan masa kini masih menganggap kolostrum sebagai sesuatu yang kotor dan beracun (Kroeger & Linda 2004). Status pemberian kolostrum di perdesaan dan perkotaan disajikan pada Tabel 17. Tabel 17 Status pemberian kolostrum di perdesaan dan perkotaan Status Pemberian Kolostrum Perdesaan Perkotaan Total n % n % n % Ya 31 100.0 25 80.6 56 90.3 Tidak 0 0.0 6 19.4 6 9.7 Jumlah 31 100.0 31 100.0 62 100.0 keterangan: *berbeda nyata pada α=5% Uji Beda p=0.024* Seluruh ibu di perdesaan telah memberikan kolostrum kepada bayinya pasca melahirkan. Perbedaan yang nyata ditemukan di perkotaan (p<0.05). Terdapat 19.4% ibu yang tidak memberikan kolostrum pada bayinya. Hal ini tidak sejalan dengan pengetahuan gizi ibu di perkotaan yang lebih dari 90% menyatakan bahwa makanan terbaik untuk bayi yang baru lahir adalah kolostrum, serta sikap gizi ibu yang menyetujui bahwa kolostrum baik untuk kesehatan bayi (93.5%). Tidak diberikannya kolostrum di perkotaan diduga karena kurangnya dorongan dari penolong kelahiran dan keluarga tentang pentingnya pemberian kolostrum dan ASI sedini mungkin pada bayi yang baru lahir. Hapsari (2006) dalam penelitiannya menyatakan penolong persalinan, usia kehamilan, dan wilayah tempat tinggal berpengaruh terhadap pemberian kolostrum. Empat dari enam ibu yang tidak memberikan kolostrum kepada bayinya adalah ibu yang tidak memberikan ASI sedini mungkin karena ASI pertama diberikan lebih dari 24 jam setelah kelahiran. Sebaran waktu pemberian ASI pertama di perdesaan dan perkotaan disajikan pada Tabel 18. Tabel 18 Sebaran waktu pemberian ASI pertama di perdesaan dan perkotaan Perdesaan Perkotaan Total Waktu (jam) Uji Beda n % n % n % 2 12 38.7 13 41.9 25 40.3 2-24 13 41.9 8 25.8 21 33.9 p=0.328 > 24 6 19.4 10 32.3 16 25.8 Jumlah 31 100.0 31 100.0 62 100.0 Tidak ada perbedaan yang nyata pada waktu pemberian ASI pertama di perdesaan dan perkotaan dengan menggunakan chi-square test (p>0.05), akan tetapi terdapat perbedaan persentase terbesar pada waktu pemberian ASI pertama. Mayoritas ibu di perdesaan memberikan ASI pertama pada 2-24 jam setelah kelahiran, sedangkan di perkotaan mayoritas ibu memberikan ASI

41 pertama 2 jam setelah kelahiran. Hal ini sejalan dengan persentase status inisiasi menyusu dini yang lebih tinggi di perkotaan dibandingkan perdesaan. inisiasi menyusu dini memberikan bayi kesempatan kontak kulit dengan ibunya setidaknya selama satu jam segera setelah lahir (Roesli 2008) dan kemudian mencari puting susu selama sekitar 55 menit sampai 2 jam untuk menyusu pertama kali (Kroeger & Linda 2004). Waktu Pemberian ASI Terdapat sepuluh langkah menuju keberhasilan pemberian ASI yang direkomendasikan oleh WHO, salah satunya adalah dengan mendorong pemberian ASI menurut permintaan bayi (WHO 1998). Tabel 19 menyajikan sebaran waktu pemberian ASI di perdesaan dan perkotaan. Tabel 19 Sebaran waktu pemberian ASI di perdesaan dan perkotaan Waktu Perdesaan Perkotaan Total n % n % n % Setiap bayi meminta 31 100.0 22 71.0 53 85.5 Lainnya 0 0.0 9 29.0 9 14.5 Jumlah 31 100.0 31 100.0 62 100.0 keterangan: *berbeda nyata pada α=5% Uji Beda p=0.002* Seluruh ibu di perdesaan memberikan ASI kepada bayinya setiap bayi meminta, sedangkan di perkotaan terdapat 29% ibu yang memberikan ASI tidak setiap bayi meminta. Enam dari sembilan ibu tersebut memberikan ASI setiap 2 jam sekali, sisanya masing-masing memberikan ASI setiap 1 jam sekali, 1½ jam sekali dan hanya malam hari. Hasil uji beda menggunakan Fisher's exact test menunjukkan perbedaan yang nyata antara waktu pemberian ASI di perdesaan dan perkotaan (p<0.05). Frekuensi Pemberian ASI Sehari Frekuensi pemberian ASI pada bayi bervariasi tergantung usia bayi. Bayi yang baru lahir dapat menyusu 10-12 kali/hari (Brown et al. 2005). Bayi usia 3-6 bulan menyusu hanya 7-8 kali/hari karena terjadi perubahan jam biologis, yaitu bayi mulai mampu tidur dalam waktu lebih lama (Perkins & Vannais 2004). Seiring dengan pertambahan usia bayi, frekuensi pemberian ASI bergantung pada persediaan ASI. Tabel 20 Sebaran frekuensi pemberian ASI sehari di perdesaan dan perkotaan Frekuensi Sehari Perdesaan Perkotaan Total n % n % n % Uji Beda 7 kali 30 96.8 29 93.5 59 95.2 < 7 kali 1 3.2 2 6.5 3 4.8 p=1.000 Jumlah 31 100.0 31 100.0 62 100.0

42 Berdasarkan Tabel 20, hampir seluruh ibu baik di perdesaan maupun perkotaan memberikan ASI lebih dari 7 kali dalam sehari. Hanya terdapat 3.2% ibu di perdesaan yang memberikan ASI kurang dari 7 kali sehari, sedangkan di perkotaan terdapat 6.5% ibu yang memberikan ASI kurang dari 7 kali sehari. Hasil uji beda dengan menggunakan Fisher's exact test menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata antara frekuensi pemberian ASI di perdesaan dan perkotaan (p>0.05). Status Menyusui Saat Ini Setelah bayi mendapat ASI eksklusif selama 4-6 bulan, bayi harus tetap mendapatkan ASI paling tidak sampai bayi berusia 2 tahun yang disertai dengan MP-ASI. Saat penelitian berlangsung, mayoritas ibu masih memberikan ASI. Hanya 3.2% ibu di perdesaan dan 9.7% ibu di perkotaan yang sudah tidak memberikan ASI pada bayinya. Tidak terdapat perbedaan yang nyata antara status menyusui saat ini di perdesaan dan perkotaan (p>0.05). Tabel 21 Status menyusui saat ini di perdesaan dan perkotaan Status Menyusui Saat Ini Perdesaan Perkotaan Total n % n % n % Uji Beda Ya 30 96.8 28 90.3 58 93.5 Tidak 1 3.2 3 9.7 4 6.5 p=0.612 Jumlah 31 100.0 31 100.0 62 100.0 Scott et al. (2006) mengemukakan bahwa ketidakberlangsungan pemberian ASI hingga usia 12 bulan berhubungan dengan faktor antara lain penggunaan dot untuk minum bayi, sikap ibu yang kurang terhadap pemberian makan bayi, pengalaman memiliki masalah menyusui pada bulan pertama, dan ibu yang kembali bekerja sebelum bayi berusia 12 bulan. Pernyataan ini ditegaskan oleh Gibney et al. (2005) bahwa ibu akan menghadapi kesulitan pemberian ASI, tanpa pertolongan dan dukungan yang tepat, umumnya akan mengakibatkan penghentian pemberian ASI. Beberapa kesulitan menyusui yang dialami ibu di perdesaan dan perkotaan disajikan pada Tabel 22. Tabel 22 Kesulitan pemberian ASI di perdesaan dan perkotaan Kesulitan Perdesaan Perkotaan n % n % ASI sedikit 3 33.3 2 12.5 ASI belum keluar selama beberapa hari pasca melahirkan 2 22.2 2 12.5 Hanya menyusui dari satu payudara 2 22.2 4 25.0 Bayi bosan/enggan menyusu 1 11.1 5 55.6 Lainnya 1 11.1 3 18.8 Jumlah 9 100.0 16 100.0

43 Kesulitan yang paling banyak dialami oleh ibu di perdesaan adalah ASI yang sedikit (33.3%). Hal ini diduga disebabkan kurangnya konsumsi ibu karena kualitas dan jumlah makanan yang dikonsumsi ibu berpengaruh terhadap jumlah ASI yang dihasilkan (Paath, Yuyum & Heryati 2004). Selain itu, ASI yang sedikit diduga disebabkan semakin berkurangnya frekuensi pemberian ASI seiring pertambahan umur bayi. Menurut Brown et al. (2005), jumlah ASI yang diproduksi sangat berhubungan dengan jumlah ASI yang dikeluarkan. Semakin banyak ASI yang dikeluarkan selama periode 24 jam, akan semakin banyak ASI yang diproduksi pada periode 24 jam berikutnya. Di perkotaan kesulitan yang mendominasi adalah bayi bosan atau enggan menyusu (55.6%). Hal ini karena banyak bayi yang sudah mendapatkan susu formula di awal kehidupannya. Siregar (2004) menyatakan pemberian makanan atau cairan yang terlalu dini serta bayi yang sudah mengenal dot menjadi penyebab enggannya bayi menyusu. WHO merekomendasikan pemberian ASI berlangsung hingga paling tidak sampai tahun kedua kehidupan bayi. Oleh karenanya, perlu untuk mengetahui persentase ibu yang bersedia melanjutkan pemberian ASI sesuai dengan rekomendasi WHO tersebut. Tabel 23 menunjukkan frekuensi keberlanjutan pemberian ASI oleh ibu di perdesaan dan perkotaan. Tabel 23 Keberlanjutan pemberian ASI di perdesaan dan perkotaan Perdesaan Perkotaan Keberlanjutan Pemberian ASI n % n % < 2 tahun 2 6.7 4 14.3 2 tahun 28 93.3 24 85.7 Jumlah 30 100.0 28 100.0 Berdasarkan hasil penelitian, dari seluruh ibu yang masih memberikan ASI, sebanyak 93.3% ibu di perdesaan dan 85.7% di perkotaan menyatakan akan memberikan ASI sampai anak berusia 2 tahun. Sisanya, ibu hanya akan memberikan ASI sampai anak kira-kira usia 1.5 tahun. Alasan yang dikemukakan antara lain karena ibu malu menyusui jika anak sudah besar, payudara akan sakit jika gigi anak sudah tumbuh, ibu akan kembali bekerja, dan sesuai dengan pengalaman sebelumnya.

44 Praktek Pemberian Susu Non-ASI dan MP-ASI Pemberian Susu Non-ASI Pemberian susu non-asi seperti susu formula menjadi salah satu penyebab ibu tidak memberikan ASI eksklusif kepada bayinya (Gibney et al. 2005). Pemberian susu non-asi yang terlalu dini (sebelum bayi berusia 4-6 bulan) sebenarnya tidak dapat menggantikan keuntungan yang diperoleh dari memberikan ASI saja (Boyle 2003). Pengenalan susu non-asi pada bayi untuk pertama kali dilakukan ibu dalam waktu yang beragam baik di perdesaan maupun perkotaan. Tabel 24 Sebaran waktu pertama kali memperkenalkan susu non-asi di perdesaan dan perkotaan Waktu Pertama kali memperkenalkan Perdesaan Perkotaan Susu Non-ASI n % n % Belum pernah 21 67.7 9 29.0 Sejak lahir 4 12.9 11 35.5 1-2 bulan pertama 3 9.7 4 12.9 3-4 bulan pertama 2 6.5 2 6.5 >4 bulan pertama 1 3.2 5 16.1 Jumlah 31 100.0 31 100.0 Sebagian besar ibu di perdesaan (67.7%) mengaku belum pernah mengenalkan susu formula kepada bayinya ketika penelitian dilakukan. Berbeda halnya dengan perkotaan, hanya 29% bayi yang belum pernah diperkenalkan susu non-asi. Sebagian besar bayi (35.5%) di perkotaan telah diperkenalkan susu non-asi sejak lahir. Alasan ibu memperkenalkan susu non-asi kepada bayi disajikan pada Tabel 25. Tabel 25 Alasan pemberian susu non-asi di daerah perdesaan dan perkotaan Alasan Pemberian Susu Non-ASI Perdesaan Perkotaan n % n % ASI belum keluar 4 40.0 3 11.5 ASI takut tidak cukup 1 10.0 7 26.9 Bayi sering ditinggal 4 40.0 3 11.5 Gangguan pada ibu/bayi 0 0.0 7 26.9 Diberi oleh petugas kesehatan 0 0.0 3 11.5 Lainnya 1 10.0 3 11.5 Jumlah 10 100.0 26 100.0 Ibu yang mengenalkan susu non-asi kepada bayinya mengemukakan alasan yang berbeda-beda. Di perkotaan, alasan ASI belum keluar dan bayi yang sering ditinggal masing-masing dikemukakan oleh 40% ibu. Sisanya, memberikan susu non-asi karena merasa ASI tidak cukup dan ingin mencoba susu non-asi setelah bayi mendapat ASI eksklusif. Di perkotaan, alasan yang

45 dikemukakan lebih beragam, dengan ASI takut tidak cukup serta adanya gangguan pada ibu atau bayi menjadi alasan yang paling banyak dikemukakan, masing-masing oleh 26.9% ibu. Praktek pemberian susu non-asi di perdesaan dan perkotaan ternyata tidak hanya dilakukan oleh ibu, tetapi juga oleh petugas kesehatan. Kasus terbanyak pemberian susu non-asi oleh petugas kesehatan ditemukan di perkotaan. Hal ini dikarenakan ibu di perkotaan 25.8% melakukan persalinan di rumah sakit. Rumah sakit seringkali memisahkan ibu dan bayi sehingga bayi tidak dapat menyusu kapan saja dan mendapatkan susu non-asi (umumnya susu formula) sebagai penggantinya. Penyebab lain petugas kesehatan memberikan susu non-asi adalah karena ASI belum keluar pasca persalinan serta terjadinya pendarahan ketika persalinan yang tidak memungkinkan bayi langsung menyusu. Tabel 26 Praktek pemberian susu non-asi di perdesaan dan perkotaan Pemberian Susu Non-ASI Perdesaan Perkotaan n % n % Oleh petugas Kesehatan Ya 1 3.2 13 41.9 Tidak 30 96.8 18 58.1 Keberadaan Bujukan Ada 7 22.6 14 45.2 Tidak 24 77.4 17 54.8 Pembujuk Keluarga 4 57.1 7 50.0 Teman/Tetangga 1 14.3 3 21.4 Petugas kesehatan 2 28.6 4 28.6 Ibu yang memberikan atau tidak memberikan susu non-asi sebagian mendapat bujukan dari pihak lain untuk memberikan susu non-asi kepada bayi. Persentase keberadaan bujukan lebih tinggi di perkotaan daripada perdesaan. Baik ibu di perkotaan maupun perdesaan mendapat bujukan terbanyak dari pihak keluarga, dilanjutkan dengan petugas kesehatan dan teman atau tetangga. Di perdesaan, dari 32.3% ibu yang memberikan susu non-asi seluruhnya memberikan susu formula dengan rata-rata konsumsi 3 kali/hari atau 1786 gram sebulan. Biaya yang dihabiskan untuk membeli susu formula rata-rata sebesar 125 ribu rupiah/bulan. Alokasi biaya yang lebih besar dikeluarkan oleh ibu di perkotaan. Sebanyak sekitar 215 ribu rupiah/bulan dikeluarkan oleh ibu untuk membeli rata-rata 1838 gram susu setiap bulannya. Jumlah yang lebih besar dibandingkan perdesaan ini disebabkan karena frekuensi pemberian susu non- ASI yang lebih banyak, yaitu sebanyak 4 kali/hari. Selain itu, jenis susu formula

46 turut mempengaruhi harga jual susu tersebut meskipun tidak semua ibu memberikan susu formula. Terdapat dua orang ibu yang memberikan susu UHT dan satu orang memberikan susu murni. Tabel 27 Rata-rata konsumsi susu non-asi di perdesaan dan perkotaan Rata-Rata Konsumsi Susu Non-ASI Perdesaan Perkotaan Frekuensi (kali/hari) 3 4 Jumlah (gram/bulan) 1786 1838 Alokasi biaya (Rp/bulan) 125429 215882 Pemberian MP-ASI Setelah bayi berusia 6 bulan, ASI tidak lagi dapat mencukupi kebutuhan gizi yang optimal untuk perkembangan bayi. Oleh karenanya, dibutuhkan MP-ASI yang diperkenalkan secara perlahan agar tidak menimbulkan reaksi buruk (Gibney et al. 2005). Ketika penelitian dilakukan, terdapat 22.6% bayi di perdesaan dan 9.7% bayi di perkotaan yang belum memperoleh MP-ASI. Hal ini dikarenakan bayi masih berusia kurang dari 6 bulan. Boyle (2003) menyatakan, normalnya bayi mulai diperkenalkan makanan pada usia 4-6 bulan dengan tetap menjadikan ASI sebagai makanan utamanya. Frekuensi pemberian MP-ASI berbeda sesuai dengan usia bayi. Semakin bertambah usia bayi, kemampuannya semakin berkembang sehingga kebutuhan gizi juga semakin bertambah. Gibney et al. (2005) membagi tahapan pemberian makan bayi berdasar 3 kelompok, yaitu tahap belajar makan untuk kelompok usia 4-6 bulan, tahap makan dengan eksplorasi untuk kelompok usia 7-9 bulan, dan tahap makan sendiri untuk kelompok usia 10-12 bulan. Tabel 28 Frekuensi pemberian MP-ASI di perdesaan dan perkotaan Usia Bayi (Bulan) Frekuensi Perdesaan Perkotaan Pemberian Sehari 4-6 (%) 7-9 (%) 10-12 (%) 4-6 (%) 7-9 (%) 10-12 (%) 2 kali makan 50.0 12.5 18.2 33.3 25.0 0.0 3-4 kali makan 50.0 87.5 81.8 66.7 75.0 100.0 Berdasarkan Tabel 28 diketahui bahwa bayi usia 4-6 bulan di perdesaan setengahnya memberikan MP-ASI 3-4 kali/hari, sedangkan di perkotaan dua pertiga yang memberikan MP-ASI 3-4 kali/hari. Menurut Grant (2004) waktu yang tepat untuk bayi yang baru diperkenalkan makanan adalah 1-2 kali sehari disaat bayi merasa paling lapar, biasanya ketika pagi atau malam hari. Pemberian MP- ASI yang berlebihan dapat menyebabkan bayi enggan menyusu karena telah merasa kenyang, padahal bayi usia 4-6 bulan masih mebutuhkan ASI sebagai makanan utamanya (Boyle 2003).