Helena., dkk : Hubungan Antar Level Calprotectin ISSN

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. gigi akibat akumulasi bakteri plak. Gingivitis dan periodontitis merupakan dua jenis

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. atau berkurangnya respon terhadap reseptor insulin pada organ target. Penyakit ini dapat

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. karakteristik hiperglikemia (kadar gula darah yang tinggi) yang terjadi karena

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. di dunia. World Health Organization (WHO) melaporkan bahwa 10-15%

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penyangga gigi yang disebabkan oleh mikroorganisme spesifik, yang

GAMBARAN STATUS PERIODONTITIS PASKA PERAWATAN SCALING

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menopause merupakan bagian dari siklus kehidupan alami yang akan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sering ditemukan pada orang dewasa, merupakan penyakit inflamasi akibat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit periodontal merupakan penyakit yang terjadi pada jaringan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Periodontitis adalah penyakit radang jaringan pendukung gigi yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Periodontitis kronis, sebelumnya dikenal sebagai periodontitis dewasa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Indonesia penyakit periodontal menduduki urutan kedua yaitu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kanker adalah penyakit keganasan yang ditandai dengan pembelahan sel

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Koloni bakteri pada plak gigi merupakan faktor lokal yang mengakibatkan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. dengan prevalensi yang masih tinggi di dunia. Menurut WHO tahun 2006,

PERIODONTITIS Definisi Periodontitis merupakan penyakit inflamasi pada jaringan pendukung gigi yang

BAB 2 LATAR BELAKANG TERAPI AMOKSISILIN DAN METRONIDAZOLE SEBAGAI PENUNJANG TERAPI PERIODONTAL

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. 2006). Kanker leher kepala telah tercatat sebanyak 10% dari kanker ganas di

BAB I PENDAHULUAN. ortodontik berdasarkan kebutuhan fungsional dan estetik. Penggunaan alat

DIABETES MELLITUS I. DEFINISI DIABETES MELLITUS Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Nitric oxide (NO) adalah molekul radikal yang sangat reaktif, memainkan

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (Rencana Kegiatan Belajar Mengajar)

BAB 1 PENDAHULUAN. pada kesehatan umum dan kualitas hidup (WHO, 2012). Kesehatan gigi dan mulut

BAB 1 PENDAHULUAN. 2011, prevalensi karies di wilayah Asia Selatan-Timur mencapai 75-90% pada anakanak

TUGAS PERIODONSIA 1. Nama : Rahayu Sukma Dewi NIM :

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang disebabkan oleh infeksi bakteri (Lee dkk., 2012). Periodontitis kronis sering

BAB I PENDAHULUAN. Usia harapan hidup perempuan Indonesia semakin meningkat dari waktu ke

BAB I PENDAHULUAN. meningkat menjadi 300 juta. Jumlah tertinggi penderita diabetes mellitus terdapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. imunitas gingiva yang salah satu penyebabnya adalah infeksi. Infeksi disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. semua orang tidak mengenal usia, golongan dan jenis kelamin. Orang yang sehat

BAB I PENDAHULUAN. DM yaitu DM tipe-1 dan DM tipe-2. Diabetes tipe-1 terutama disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. dengan migrasi epitel jungsional ke arah apikal, kehilangan perlekatan tulang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. lunak dan tulang penyangga gigi dengan prevalensi dan intensitas yang masih

BAB I PENDAHULUAN. menduduki peringkat kedua setelah karies (Amalina, 2011). Periodontitis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. upaya mencapai derajat kesehatan yang optimal (Berg, 1986). Adanya perbedaan

BAB 1 PENDAHULUAN. Luka adalah terjadinya diskontinuitas kulit akibat trauma baik trauma

BAB I PENDAHULUAN. pada saat ini semakin meningkat. Ortodonsi adalah cabang ilmu kedokteran gigi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kreatinin serum pada pasien diabetes melitus tipe 2 telah dilakukan di RS

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dapat mengganggu kesehatan organ tubuh lainnya (Kemenkes, 2013).

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

Klasifikasi Penyakit Periodontal Periodontitis Kronis Periodontitis kronis merupakan kasus yang paling banyak ditemui dalam kasus penyakit

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia BAB 5 HASIL PENELITIAN

Skenario. terlalu sakit, berdarah saat menyikat gigi seminggu yang lalu dan kadang bisa

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu masalah gizi yang paling umum di Amerika merupakan faktor

STATUS KEBERSIHAN MULUT DAN KESEHATAN PERIODONTAL PASIEN YANG DATANG KE KLINIK PERIODONSIA RSGM UNIVERSITAS JEMBER PERIODE AGUSTUS 2009 AGUSTUS 2010

Penyakit periodontitis merupakan salah satu masalah yang banyak. dijumpai baik di negara berkembang, sedang berkembang, dan bahkan di negara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. sering dikeluhkan oleh masyarakat Indonesia. Menurut Survei Kesehatan Rumah

BAB 2 PERAN BAKTERI DALAM PATOGENESIS PENYAKIT PERIODONTAL. Dalam bab ini akan dibahas bakteri-bakteri patogen yang terlibat dan berbagai cara

Pendahuluan. Harmas Yazid Yusuf & Nani Murniati 1

BAB I PENDAHULUAN. secara efektif. Diabetes Melitus diklasifikasikan menjadi DM tipe 1 yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya (American Diabetes

BAB 2 DAMPAK MEROKOK TERHADAP PERIODONSIUM. penyakit periodontal. Zat dalam asap rokok seperti; nikotin, tar, karbon monoksida

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendalaman sulkus gingiva ini bisa terjadi oleh karena pergerakan margin gingiva

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

STATUS KESEHATAN JARINGAN PERIODONTAL PADA PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE 2 DIBANDINGKAN DENGAN PASIEN NON DIABETES MELLITUS BERDASARKAN GPI

Di seluruh dunia dan Amerika, dihasilkan per kapita peningkatan konsumsi fruktosa bersamaan dengan kenaikan dramatis dalam prevalensi obesitas.

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan rongga mulut merupakan salah satu bagian yang tidak dapat

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan adalah hal yang penting di kehidupan manusia. Rasulullah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

DAFTAR TABEL. sulkus gingiva berdasarkan waktu pengamatan 39

Komplikasi Diabetes Mellitus Pada Kesehatan Gigi

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Diabetes melitus (DM) merupakan suatu penyakit yang banyak dialami oleh

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. memikirkannya sehingga dapat memahaminya. Hal ini tersirat dalam Q.S.An-

BAB I PENDAHULUAN. utama morbiditas dan mortalitas ibu dan janin. The World Health

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. rahim. Tidak ada metode kontrasepsi yang efektif secara menyeluruh, namun ada

BAB 2 DESKRIPSI SINGKAT PEMBESARAN GINGIVA. jaringan periodonsium yang dapat terlihat secara langsung sehingga mempengaruhi

BAB 5 HASIL PENELITIAN. Penelitian ini berlangsung dari tanggal 13 November sampai. 4 Desember 2008 di Yayasan Lupus Indonesia (YLI).

Jurnal Care Vol.5, No2,Tahun 2017

2003). Hiperglikemia juga menyebabkan leukosit penderita diabetes mellitus tidak normal sehingga fungsi khemotaksis di lokasi radang terganggu.

BAB I PENDAHULUAN UKDW. kasus terbanyak yaitu 91% dari seluruh kasus DM di dunia, meliputi individu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menyebabkan hilangnya perlekatan epitel gingiva, hilangnya tulang alveolar, dan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit periodontal adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri

Prevalensi periodontitis pada pasien diabetes mellitus (Studi observasional di poliklinik penyakit dalam RSUP Dr. Sardjito)

ISSN J Ked Gi, Vol. 5, No. 4, Oktober 2014:

ABSTRAK. Kata kunci: premenopause, menopause, gingivitis, permen karet, probiotik

macam metode untuk mencegah kehamilan yang dibagi menjadi tiga jenis, yaitu kontrasepsi teknik, kontrasepsi mekanik dan metode sterilisasi.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus menurut American Diabetes Association (ADA) 2005 adalah

Radiotherapy Reduced Salivary Flow Rate and Might Induced C. albicans Infection

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan jumlah penyandang diabetes cukup besar untuk tahun-tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. glukosa darah tinggi (hiperglikemia) yang diakibatkan adanya gangguan pada sekresi

BAB 6 PEMBAHASAN. Telah dilakukan penelitian pada 75 ibu hamil dengan usia kehamilan antara 21

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang penelitian. dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Banyak pasien yang meninggal

dalam tubuh seperti penyakit kardiovaskuler, gangguan penglihatan, kerusakan ginjal (Corwin, 2007). Penderita DM rentan mengalami infeksi yang

BAB 1 PENDAHULUAN 3,4

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Poket infraboni dan poket suprabonimerupakan dua tipe poket periodontal yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang mempunyai plak, kalkulus dan peradangan gingiva. Penyakit periodontal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERAWATAN KURETASE GINGIVA PADA GIGI INCISIVUS LATERAL RAHANG BAWAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. langsung maupun tidak langsung. Interaksi antara sinar X dengan sel akan terjadi

mendiagnosis penyakit meramalkan prognosis merencanakan perawatan Klasifikasi mengalami perubahan sejalan dgn bertambahnya pemahaman ttg etiologi dan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Subyek penelitian yang didapatkan pada penelitian ini adalah sebanyak 32

Kata kunci: status periodontal, molar band, molar tube, indeks gingiva, bleeding score, poket periodontal.

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit periodontal adalah penyakit yang umum terjadi dan dapat ditemukan

BAB I PENDAHULUAN.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mencapai 50% dari jumlah populasi dewasa. Di Indonesia penyakit periodontal

PENGARUH PERAWATAN PERIODONTAL INISIAL TERHADAP KADAR C-REACTIVE PROTEIN PADA PASIEN PERIODONTITIS KRONIS

Transkripsi:

HUBUNGAN ANTARA LEVEL CALPROTECTIN DENGAN STATUS KESEHATAN JARINGAN PERIODONTAL PADA PENDERITA PERIODONTITIS DENGAN DIABETES MELLITUS TIPE 2 TIDAK TERKONTROL SEBELUM DAN SETELAH SCALING ROOT PLANING ABSTRAK Helena Jelita *, Kwartarini Murdiastuti**, Ahmad Syaify** *Program Studi Ilmu Periodonsia, Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta **Bagian Ilmu Periodonsia, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta Latar Belakang. Keparahan penyakit periodontal dipengaruhi kondisi sistemik yaitu diabetes mellitus. Scaling root planning () menyebabkan penurunan inflamasi jaringan periodontal yang dilihat dari parameter klinis yaitu Gingiva Index (GI), Pocket Depth (PD), Clinical Attachment Loss (CAL) dan parameter biokimia yaitu calprotectin. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara level calprotectin dengan status kesehatan jaringan periodontal pada penderita periodontitis dengan DM tipe 2 tidak terkontrol dilihat dari parameter GI, PD dan CAL sebelum dan setelah. Metode penelitian. Penelitian ini dilakukan pada 21 subjek. Level calprotectin dalam cairan sulkus gingiva diukur sebelum dan 21 hari setelah dengan mengunakan teknik ELISA. Level calprotectin kemudian dihubungkan dengan kesehatan jaringan periodontal. Selanjutnya data diproses dan dianalisis dengan korelasi Spearman s. Hasil penelitian menunjukan terjadi penurunan level calprotectin, GI, PD dan CAL setelah tetapi tidak ada hubungan signifikan antara level calprotectin dengan parameter klinis. Kesimpulan. Tidak ada hubungan antara level calprotectin dengan status kesehatan jaringan periodontal pada penderita periodontitis dengan DM tipe 2 tidak terkontrol, dilihat dari parameter GI, PD dan CAL sebelum dan setelah. Kata Kunci: Periodontitis, Diabetes Mellitus tipe 2 tidak terkontrol, Scaling Root planing, Calprotectin, Gingival index, Pocket Depth, Clinical Attachment Loss. ABSTRACT Introduction: Severity of periodontal disease can be influenced by systemic conditions such as diabetes mellitus. Scaling and root planing () may cause reduction in periodontal tissue inflammation that can be seen from the clinical parameters such as gingival index (GI); pocket depth (PD) and clinical attachment loss (CAL) and biochemical parameters such as calprotectin. The aim of this study was to determine the relationship between calprotectin level and periodontal tissue status in periodontitis patients with uncontrolled type 2 DM before and after. Methods: This study was conducted by 21 subjects. Calprotectin level in gingival crevicular fluid was measured before and after 21 days of using ELISA techniquethen Calprotectin level correlated to periodontal health. The obtained data were analyzed using Spearman s correlation. Results showed there was decrease of calprotectin level, GI, PD, and CAL before and after but there was no significant correlation between calprotectin level and clinical parameters. Conclusion. There was no correlation between calprotectin level and periodontal tissue status of periodontitis patients with uncontrolled type 2 diabetes mellitus patiens which were measured by parameters GI, PD, and CAL before and after. 92

J Ked Gi, Vol. 5, No. 2, April 2014 ISSN 2086-0218 PENDAHULUAN Periodontitis merupakan penyakit peradangan pada jaringan periodontal yang disebabkan terutama oleh bakteri spesifik pada subgingiva yang dapat menimbulkan respon inflamasi gingiva yang berlanjut ke struktur jaringan penyangga di bawahnya yaitu sementum, ligamentum periodontal dan tulang alveolar. 1 Etiologi penyakit periodontal dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu faktor lokal dan faktor sistemik. Faktor lokal penyebab penyakit periodontal yaitu bakteri plak, terutama Porphyromonas gingivalis yang banyak dijumpai dalam poket periodontal. 2 Hasil observasi menunjukkan bahwa faktor-faktor lain baik lokal maupun sistemik turut berperan penting. Di kalangan penderita DM tidak terkontrol, periodontitis selalu ditemukan dalam kondisi yang parah. 3 Diabetes Mellitus (DM) adalah Diabetes Mellitus (DM) adalah gangguan klinis dan genetik heterogen yang mempengaruhi metabolism karbohidrat, lemak dan protein (Tunes dkk, 2010). 4 Diabetes Mellitus dapat diklasifikasi menjadi 2 jenis utama yaitu tipe 1 mempunyai latar belakang kelainan berupa berkurangnya insulin secara absolut akibat proses autoimun sedangkan tipe 2 mempunyai latar belakang resistensi insulin. 5 Komplikasi jangka panjang yang terjadi disebabkan oleh DM yaitu penyakit mikrovaskuler (neuropati, nefropati, neuropati perifer), penyakit makrovaskuler (jantung dan pembuluh darah), proses penyembuhan yg lambat dan penyakit periodontal. 6 Manifestasi oral pada penderita DM biasanya berhubungan dengan kontrol glikemik. Penderita DM dapat mengalami mulut terasa terbakar, penyembuhan luka yang lambat, peningkatan keparahan infeksi, dan timbulnya infeksi candida. Selain itu, terjadi pula xerostomia dan pembengkakan glandula saliva bilateral atau sialodenitis (khususnya glandula parotis). Peningkatan karies pada penderita DM disebabkan oleh xerostomia, peningkatan kadar glukosa cairan sulkus gingiva (CSG) dan akumulasi plak gigi. 7 Diabetes Mellitus tipe 2 dapat dibagi menjadi DM tipe 2 terkontrol dan tidak terkontrol. Pasien penderita DM tidak terkontrol, memiliki resiko yang lebih tinggi untuk terserang penyakit periodontal dan lebih rentan terhadap gingivitis, hiperplasia gingiva dan periodontitis. 8 Pada lingkungan hiperglikemik, banyak protein termasuk kolagen mengalami proses glikosilasi non enzimatik dan membentuk AGEs. 9 Pembentukan AGEs pada jaringan periodontal akan menyebabkan respon inflamasi berlebihan dan menginduksi kerusakan jaringan ikat dan resorbsi tulang. RAGEs merupakan reseptor dari AGEs yang terletak pada dinding sel monosit, makrofag, dan sel endotel. Ikatan AGEs dengan reseptornya 93

(RAGE) menginduksi keadaan hiperresposive seluler, menyebabkan peningkatan sekresi Interleukin-1 (IL-1), Tumor Nekrosis Faktor- alfa (TNF-α), Interleukin-1β (IL-1β), prostaglandin E 2 (PGE 2 ) dan jika berlebihan dapat menyebabkan kerusakan jaringan periodontal. 10 Sehubungan dengan hal tersebut maka penyakit periodontal yang berupa inflamasi kronis dapat memperparah status penderita DM sehingga menjurus kearah komplikasi yang lebih berat. 9 Meskipun bakteri penyebabnya sama tetapi keparahan periodontitis penderita DM lebih tinggi dan progresif dibandingkan penderita non DM. 11 Meningkatnya keparahan periodontitis terutama dipengaruhi gangguan sistem pertahanan tubuh pada penderita DM. 12 Terjadi penurunan fungsi neutrofil serta monosit, baik pada daya fagositosis, diapedesis, serta daya kemotaksisnya 13 dan faktor ini oleh banyak peneliti dipercaya sebagai penyebab komplikasi periodontitis pada DM. Akibat kondisi hiperglikemik dapat mengakibatkan adanya perubahan vaskuler berupa penebalan membran basalis kapiler, terganggunya suplai nutrient dan migrasi sel-sel pertahanan tubuh ke jaringan periodontal. Salah satu protein antibakterial yang banyak diproduksi oleh neutrofil dan monosit adalah calprotectin. 11 Protein ini diketahui memiliki peran penting dalam penghambatan invasi bakteri dan sebagai faktor kemotaksis untuk sel-sel pertahanan tubuh. 14 Calprotecin merupakan protein sitosol yang paling dominan di dalam neutrofil dengan proporsi sekitar 60% dari seluruh protein sitosol lainnya dan memiliki efek antibakterial. Pada keadaan inflamasi seperti rheumatoid arthritis, septicemia, peradangan usus, dan kista fibrosis, level calprotectin dalam plasma, feses dan cairan synovial meningkat secara signifikan sehingga calprotectin diperkirakan dapat sebagai marker dari penyakit-penyakit tersebut. Proses inflamasi terjadi karena adanya kerusakan lokal akibat infeksi agen patogen pada jaringan periodontal. Kerusakan yang terjadi tersebut menyebabkan perubahan aliran darah dan permeabilitas vaskuler. Keadaan ini menyebabkan cairan yang kaya dengan protein dan sel darah terlepas dari pembuluh darah yang akan memicu beberapa proses seluler. 15 Sel-sel leukosit merupakan sel pertama kali merespon rangsangan yang didominasi oleh neutrofil. Calprotectin merupakan produk seluler yang banyak dihasilkan oleh neutrofil maka jika kadar neutrofil meningkat begitupun dengan calprotectin akan mengalami peningkatan. 10 Calprotectin ini dapat meningkatkan kemampuan pertumbuhan dan adhesi sel pada neutrofil dan makrofag, sehingga dapat menahan terjadinya adhesi P.Gingivalis 94

J Ked Gi, Vol. 5, No. 2, April 2014 ISSN 2086-0218 pada sel epitel gingiva dan menghambat pertumbuhan P.Gingivalis itu sendiri. 6 Scaling dan root planing () merupakan terapi non bedah untuk menghilangkan seluruh faktor lokal penyebab penyakit periodontal. 17 Tujuan utama adalah mengembalikan kondisi gingiva menjadi sehat kembali dengan mengeluarkan faktor-faktor yang menyebabkan inflamasi gingiva seperti plak, kalkulus, endotoxin. Scaling dan root planing efektif dalam mengurangi inflamasi gingiva dan kedalaman poket. Bila dikombinasikan dengan kebersihan mulut yang baik dan pemeliharaan yang teratur, efek ini dapat berlanjut selama bertahun-tahun. Re-evaluasi setelah tindakan bisa terlihat secara klinis sekitar 2 3 minggu karena baru terjadi proses epitelisasi dan pembentukkan serat kolagen. 2 Tindakan tersebut efektif dalam merawat dan mempertahankan kondisi pasien yang menderita periodontitis kronis moderat atau bahkan parah termasuk penderita DM. 18 Berdasarkan uraian tersebut timbul permasalah, yaitu apakah apakah ada hubungan antara level calprotectin dengan status kesehatan jaringan periodontal pada penderita periodontitis dengan DM tipe 2 tidak terkontrol (dilihat dari parameter GI, PD dan CA ) setelah tindakan. Penelitian ini bertujuan Untuk mengetahui hubungan antara level calprotectin dengan kesehatan jaringan periodontal pada penderita periodontitis dengan DM tipe 2 tidak terkontrol ( dilihat dari parameter GI, PD dan CAL ) setelah tindakan. Hasil penelitian diharapkan dapat memberi manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan umumnya dan bidang kedokteran gigi khususnya tentang level calprotectin CSG pada penderita periodontitis dengan DM tipe 2 tidak terkontrol dan menjadi dasar pemikiran bagi pasien DM tipe 2 tidak terkontrol dalam usaha pencegahan dan penurunan keparahan penyakit periodontal. METODE PENELITIAN Jenis penelitian eksperimental semu, dengan variabel-variabel : a. Variabel pengaruh: Level calprotectin CSG penderita DM tipe 2 tidak terkontrol b. Variabel terpengaruh: Parameter Klinis (GI,PD & CAL) c. Variabel terkendali: Penderita DM tipe 2 tidak terkontrol (HbA1c > 8 %), Umur penderita 40-65 tahun, Oral hygiene sedang buruk, poket 4-6 mm, dengan mengunakan Ultrasonic scaler, Gigi anterior rahang bawah d. Variabel tidak terkendali : Jenis kelamin, Pola makan, Obat-obatan, Olah raga, Stress Bahan dan alat 1. Bahan utama: Calprotectin ELISA kit dan CSG gigi anterior rahang 95

bawah, Bahan penunjang: Alkohol 70 %, Kapas (cotton roll), Microplate yg telah dilapisi dengan polyclonal rabbit antibodies untuk calprotectin for human, Enzyme conjugated antibody, enzyme substrate solution, washing solution, diluents solution 2. Alat utama: Diagnostik set, Probe Medesy 548-4 Ultra sonic scaler (USS). Alat penunjang : Aluminium foil, plastik film, kertas label, periopaper GCF strip, Alat untuk mengukur level calprotectin dengan menggunakan eppendoft tube 500 µl, microcentrifuge, multi chanel pipette, pipette tip, pipet Pasteur, Inkubator CO2 5 % 37 0 C, microplate well washer, mikroplate reader, distilled water, deep freezer, vortex mixer, shaker, suction pump, stop watch,, nearbeaken, gunting, selotip paraffin, jarum, kotak pendingin (cooling box), Alat diagnostik, Lembar pemeriksaan untuk mencatat identitas pasien. Masing-masing subjek diambil dua kali CSG pada poket yang sudah ditentukan sebelum dan setelah tindakan dengan mengunakan periopaper strip. Periopaper strip dimasukkan ke dalam poket secara pararel dan dibiarkan selama 30 detik. Periopaper strip kemudian dimasukkan dalam eppendorf 0,5 ml dan ditutup serta diberi selotip parafin dimasukkan dalam ice box dan disimpan dalam deep freezer -30 C kemudian diteliti dengan mengunakan teknik Enzyme Linked Immunosorbent (ELISA). Hasil yang didapat diuji secara statistik mengunakan parametrik korelasi Spearman s dengan tingkat signifikansi 5 % (p=0.05). HASIL PENELITIAN Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara level calprotectin CSG dengan status kesehatan jaringan periodontal dilihat dari parameter klinis: GI, PD dan CAL dan telah dilakukan pada 21 penderita DM tipe II tidak terkontrol yang diberi tindakan yang sebelumnya telah menandatangani informed consent. Level calprotectin CSG diukur dengan teknik ELISA. Rerata dan simpangan baku level calprotectin CSG dalam satuan μg/μl disajikan pada tabel berikut: Tabel 6 : Nilai rerata dan simpangan baku level calprotectin, GI, PD & CAL penderita DM tipe 2 tidak terkontrol sebelum dan setelah tindakan Kategori Sebelu m Setelah CPT (μg/μl) 0.671± 0.537 0.557± 0.461 Rerata ± Simpangan Baku GI 1.394± 0.342 0.660± 0.238 PD (mm) 5.047± 0.497 3.523± 0.601 CPT = Calprotectin GI = Gingival Index PD = Pocket Depth CAL = Clinical Attachment Loss CAL (mm) 4.809± 0.679 3.381± 0.497 96

Tabel 6 menunjukkan bahwa rerata dan simpangan baku level calprotectin dalam CSG pada penderita DM tipe II tidak terkontrol sebelum tindakan didapat nilai 0.671±0.537 dan setelah tindakan didapat nilai 0.557±0.461 berarti terjadi penurunan level calprotectin setelah tindakan. Rerata dan simpangan baku GI sebelum tindakan didapat nilai 1.394±0.342 dan setelah tindakan adalah 0.660±0.238 yang berarti terjadi penurunan peradangan. Rerata dan simpangan baku PD sebelum tindakan dengan nilai 5.047±0.497 dan setelah tindakan adalah 3.523±0.601 berarti kedalaman poket mengalami penurunan. Rerata dan simpangan baku CAL sebelum tindakan dengan nilai 4.809±0.679 dan setelah tindakan di dapat nilai 3.381±0.497 yang berarti adanya penurunan nilai CAL. Selanjutnya dilakukan tes normalitas dengan menggunakan uji tes Kolmogorov-Smirnov dengan tabel sbb: Tabel 7 : Nilai tingkat kemaknaan hasil uji test Kolmogorov-Smirnov level calprotectin, gingival index, pocket depth dan clinical attachment loss penderita DM tipe 2 tidak terkontrol sebelum dan setelah tindakan Variabel Sebelum Setelah Level CPT GI PD CAL 0,414 0,182 0,003 0,080 0,342 0,265 0,020 0,003 CPT = Calprotectin GI = Gingival Index PD = Pocket Depth CAL = Clinical Attachment Loss Uji sebaran data level calprotectin menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov menunjukkan bahwa level CPT sebelum nilai p = 0.414 dan setelah nilai p = 0.342, GI sebelum nilai p = 0,182 dan setelah nilai p = 0,265, PD sebelum nilai p = 0,003 dan setelah nilai p = 0,020 sedangkan CAL sebelum nilai p = 0,080 dan setelah setelah nilai p = 0,003. Dimana terlihat pada tabel yaitu data level calprotectin dan GI baik sebelum maupun setelah serta CAL sebelum nilainya probabilitas (p) lebih besar dari 0.05 sedangkan data PD sebelum dan setelah serta data CAL setelah nilai probabilitas (p) lebih kecil dari 0,05 berarti sebaran data tidak normal, sehingga pengolahan data bisa dilanjutkan dengan uji non parametrik korelasi spearman s. 97

Korelasi antara level calprotectin dengan parameter klinis pada penderita periodontitis dengan DM tipe 2 tidak terkontrol dapat diuji dengan korelasi Spearman s. Hasil uji korelasi Spearman s ditunjukkan pada tabel berikut : Tabel 8 : Uji korelasi Spearman s antara level calprotectin dengan gingival index penderita periodontitis dengan DM tipe 2 tidak terkontrol sebelum tindakan Variabel CPT sblm >< GI sblm Coeficien Korelasi (r s ) CPT = Calprotecin, GI = Gingival Index Probabilitas (p) - 0,230 0,316 Pada tabel 8 diperoleh nilai probabilitas 0,316 bahwa korelasi antara level CPT dengan GI adalah tidak bermakna. Nilai coeficien korelasi spearman s sebesar - 0,230 menunjukkan bahwa arah korelasi negatif dengan kekuatan korelasi lemah sehingga bisa dikatakan bahwa hubungan antara level CPT dengan GI sebelum tindakan tidak ada. Tabel 9 : Uji korelasi Spearman s antara level calprotectin dengan pocket depth penderita periodontitis dengan DM tipe 2 tidak terkontrol sebelum tindakan Variabel CPT sblm >< PD sblm Coeficien Korelasi (r s) Probabilitas (p) 0,067 0,774 CPT = Calprotecin, PD = Pocket Depth Pada tabel 9 diperoleh nilai probabiitas 0,774 (p>0,05) bahwa korelasi antara level CPT dengan PD adalah tidak bermakna. Nilai coeficien korelasi spearman s sebesar 0,067 menunjukkan bahwa arah korelasi positif dengan kekuatan korelasi sangat lemah sehingga bisa dikatakan bahwa ada hubungan antara level CPT dengan PD sebelum tindakan tetapi tidak bermakna. Tabel 10 : Uji korelasi Spearman s antara level calprotectin dengan clinical attachment loss penderita periodontitis dengan DM tipe 2 tidak terkontrol sebelum tindakan Variabel CPT sblm >< CAL sblm Coeficien Korelasi (r s ) Probabilitas (p) 0,177 0,442 CPT = Calprotecin, CAL = Clinical Attachment Loss Pada tabel 10 diperoleh nilai probabiitas 0,442 (p>0,05) bahwa korelasi antara level CPT dengan CAL adalah tidak bermakna. Nilai coeficien korelasi spearman s sebesar 0,177 menunjukkan bahwa arah korelasi positif dengan kekuatan korelasi sangat lemah sehingga bisa dikatakan bahwa ada hubungan antara level CPT dengan CAL sebelum tindakan tidak tidak bermakna. 98

J Ked Gi, Vol. 5, No. 2, April 2014 ISSN 2086-0218 Tabel 11: Uji korelasi Spearman s antara level calprotectin dengan gingival index penderita periodontitis dengan DM tipe 2 tidak terkontrol setelah tindakan Variabel CPT stlh >< GI stlh Coeficien Korelasi (r s ) CPT = Calprotecin, GI = Gingival Index Probabilitas (p) - 0,374 0,095 Pada tabel 11 diperoleh nilai probabilitas 0,095 bahwa korelasi antara level CPT dengan GI adalah tidak bermakna. Nilai coefisien korelasi spearman s sebesar - 0,374 menunjukkan bahwa arah korelasi negatif dengan kekuatan korelasi lemah sehingga bisa dikatakan bahwa hubungan antara level CPT dengan GI setelah tindakan tidak ada. Tabel 12 : Uji korelasi Spearman s antara level calprotectin dengan pocket depth penderita periodontitis dengan DM tipe 2 tidak terkontrol setelah tindakan Coeficien Probabilitas Variabel Korelasi (p) (r s ) CPT stlh >< - 0,015 0,949 PD stlh CPT = Calprotecin, PD = Pocket Depth, Pada tabel 12 diperoleh nilai probabilitas 0,949 (p>0,05) bahwa korelasi antara level CPT dengan PD adalah tidak bermakna. Nilai korelasi spearman s sebesar - 0,015 menunjukkan bahwa arah korelasi negatif dengan kekuatan korelasi sangat lemah sehingga bisa dikatakan bahwa tidak ada hubungan antara level CPT dengan PD setelah tindakan. Tabel 13 : Uji korelasi Spearman s antara level calprotectin dengan clinical attachment loss penderita DM tipe 2 tidak terkontrol setelah tindakan Variabel CPT stlh >< CAL stlh Coeficien Korelasi (r s ) Probabilitas (p) 0,171 0,458 CPT = Calprotecin, CAL= Clinical Attachment Loss Pada tabel 13 diperoleh nilai probabilitas 0,458 (p>0,05) bahwa korelasi antara level CPT dengan CAL adalah tidak bermakna. Nilai coeficien korelasi spearman s sebesar 0,171 menunjukkan bahwa arah korelasi positif dengan kekuatan korelasi sangat lemah sehingga bisa dikatakan bahwa ada hubungan antara level CPT dengan CAL setelah tindakan tetapi tidak bermakna. Tabel 14 : Uji korelasi Spearman s selisih antara level calprotectin dengan gingival index, pocket depth dan clinical attachment loss penderita DM tipe 2 tidak terkontrol sebelum dan setelah tindakan Variabel Nilai r Nilai p Calprotectin >< GI - 0,180 0,434 Calprotectin >< PD - 0,080 0,731 Calprotectin >< CAL - 0,229 0,317 Pada tabel 14 selisih antara level CPT dengan GI diperoleh nilai 99

probabilitas 0,434 (p>0,05) adalah tidak bermakna dan nilai coeficien korelasi spearman s sebesar - 0,180 menunjukkan bahwa arah korelasi negatif; selisih antara level CPT dengan PD nilai probabilitas 0,731 (p>0,05) adalah tidak bermakna dan nilai coeficien korelasi spearman s sebesar - 0,080 menunjukkan bahwa arah korelasi negatif sedangkan selisih level CPT dengan CAL diperoleh nilai 0,317 (0>05) adalah tidak bermakna dan nilai coeficien korelasi spearman s sebesar - 0,229 menunjukkan bahwa arah korelasi negatif. Jadi hasil uji korelasi spearman s antara level CPT dengan GI, PD dan CAL tidak terdapat hubungan. PEMBAHASAN Secara klinis hasil penelitian ini menunjukkan adanya penurunan nilai GI, PD dan CAL setelah tindakan pada penderita periodontitis dengan DM tipe 2 tidak terkontrol dilihat dari rerata pada tabel 6. Penurunan parameter klinis ini menunjukkan terjadinya penyembuhan jaringan setelah tindakan. Setelah, terjadi penurunan peradangan gingiva, penurunan kedalaman poket periodontal, dan peningkatan perlekatan jaringan periodontal. Menurut Eley dan Manson (2004) secara lokal tindakan menyebabkan berkurangnya jumlah bakteri patogen seperti Actinobacillus actinomycetemcomitans, Porphyromonas gingivalis, dan Prevotella intermedia. Pengurangan jum-lah bakteri patogen ini terjadi karena adanya penghilangan plak dan kalkulus pada permukaan gigi, dimana merupakan tempat yang aman untuk berkembang biaknya bakteri patogen. Perawatan non bedah seperti sangat efektif untuk menghambat pertumbuhan bakteri patogen yang menyebabkan perkembangan penyakit periodontal yang lebih parah, sehingga dapat dapat memperbaiki perlekatan gingiva, penurunan kedalaman poket dan penurunan inflamasi gingiva. Nilai simpangan baku yang besar yang terlihat pada tabel 6 dapat disebabkan karena kualitas data yang heterogen dimana beberapa sampel CSG yang dilihat level calprotectinnya tidak terbaca nilainya oleh spektrofotometer. Hal ini bisa terjadi kemungkinan karena sampel yang diteliti rusak akibat penyimpanan dalam deep freezer terlalu lama dan juga pada waktu melakukan proses pencucian pada wheel yang teralu keras sehingga meyebabkan sampelnya keluar. Proses inflamasi merupakan reaksi vaskular sebagai respon terhadap infeksi bakteri dan kerusakan jaringan. Bakteri periodontopatik yang banyak terdapat pada poket periodontal yakni bakteri gram negatif anaerob memiliki spesifikasi adanya leukotoksin berupa lipopolisakaida (LPS) pada dinding selnya. LPS bakteri periodontpatik diketahui dapat menstimulasi sel-sel 100

J Ked Gi, Vol. 5, No. 2, April 2014 ISSN 2086-0218 pertahanan tubuh yakni neutrofil dan monosit untuk memproduksi dan mensekresi calprotetctin. Sehingga level calprotectin mengalami peningkatan yang signifikan pada CSG. Dari rerata pada tabel 6 menunjukkan bahwa level calprotectin setelah tindakan mengalami penurunan tetapi dari hasil uji korelasi Speraman s terlihat bahwa hubungan antara level calprotectin dengan parameter klinis GI, PD dan CAL setelah tindakan pada penderita periodontitis dengan DM tipe 2 tidak terkontrol tidak signifikan. Penurunan level calprotectin sesuai dengan perbaikan parameter klinis. Faktor ini disebabkan karena adanya proses penyembuhan dan eliminasi radang setelah. Hal ini berarti meskipun sudah dilakukan tindakan dan terjadi penurunan inflamasi secara lokal pada jaringan periodontal, tetapi faktor penyebab sistemik akibat DM tipe 2 tidak terkontrol terhadap level calprotectin tetap tidak mengalami penurunan secara bermakna. Calprotectin disekresi oleh neutrofil, monosit, makrofag dan sel endotel. Penurunan level calprotectin secara lokal disebabkan berkurangnya jumlah sel polimorfonuklear (PMN) akibat tindakan. Scaling dan root planing mengeliminasi bakteri patogen pada jaringan periodontal sehingga inflamasi berkurang dan sekresi calprotectin juga mengalami penurunan yang mengakibatkan terjadi penyembuhan pada gingiva, poket periodontal dan perlekatan gingiva. Sedangkan calprotectin yang disebabkan faktor sistemik seperti DM tetap tidak mengalami penurunan secara bermakna disebabkan masih tersekresinya calprotectin oleh monosit, makrofag dan sel endotel. Pada penderita DM, protein mengalami glikosilasi non enzimatis dan membentuk Advanced Glycation End Products (AGEs). Advaanced Glycation End Products terdapat dalam plasma darah, sel, jaringan, terakumulasi pada dinding pembuluh darah dan ginjal, dan dilaporkan terdeteksi pula pada gingiva pasien DM. Makrofag mempunyai afinitas tinggi terhadap element struktural umum pada AGEs. Advaanced Glycation End Products berikatan dengan reseptornya yaitu Reseptor Advanced End Products (RAGEs) yang terletak pada dinding sel monosit, makrofag dan sel endotel. Ikatan antara AGEs dan RAGEs akan memacu produksi sitokin terutama TNF-α dan IL- 1β. Graves dkk., (2005) menyatakan bahwa perubahan mekanisme respon imun terhadap infeksi bakteri pada penderita DM yaitu adanya disregulasi sitokin berupa perpanjangan waktu ekspresi TNF-α. 23 TNF-α dan IL-1β berperan menginduksi sel neutrofil dan monosit untuk memproduksi dan mensekresi cal-protectin ke dalam serum. Serum yang mengandung 101

calprotectin ini mengalami eksudasi ke dalam CSG sehingga level calprotectin di dalam CSG tetap tidak mengalami penurunan secara bermakna. Kadar TNF-α dan IL-1β pada penderita DM tidak terkontrol lebih tinggi dibandingkan dengan kadar TNF-α dan IL-1β pada penderita DM terkontrol. Sama halnya dengan pendapat Engebretson dkk (2004) yang menyatakan bahwa dalam CSG ditemukan IL-1β dua kali lebih tinggi pada orang DM dengan level HbA1c lebih dari 8 % dibandingkan pada orang dengan DM dengan level HbA1c kurang dari 8 %. Hal ini bisa menjelaskan mengapa kadar calprotectin pada penderita DM tipe 2 tidak terkontrol lebih tinggi dibandingkan dengan penderita DM terkontrol, mengingat TNF-α dan IL- 1β berperan menginduksi pelepasan calprotectin. Sel-sel inflamasi seperti monosit dan makrofag masih terus menerus berfungsi aktif, sehingga menghasilkan level calprotectin yang tinggi di dalam CSG. Hal ini sejalan dengan pendapat Goldberg dkk (2013) sit Anonim (2014) bahwa gula darah yang tinggi memicu neutrofil untuk melepaskan calprotetin. 26 Tingginya kadar sitokin pro inflamatory seperti TNF- α dan IL-β pada penderita DM tipe 2 tidak terkontrol diduga kuat menjadi penyebab tidak menurunnya level calprotectin meskipun telah dilakukan tindakan. Selain itu ada beberapa faktor tidak bisa dikendalikan oleh peneliti, yang kemungkinan terkait dengan masih tingginya kadar glukosa pada subjek penelitian yang menyebabkan tetap terbentuknya AGEs, seperti kebiasaan mengkonsumsi makanan yang mengandung karbohidrat tinggi, pola hidup yang kurang olahraga, serta faktor stress yang dialami oleh penderita DM juga dapat mempengaruhi kadar gula darah (HbA1c). Menurut Evans dkk. (2002), hormon-hormon yang dikeluarkan saat stress mempunyai efek anti insulin yaitu dengan menghambat sekresi insulin sehingga kontrol glikemik terganggu dan berpengaruh pada level gula darah. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada 21 subjek penelitian dapat diambil kesimpulan bahwa tidak ada hubungan antara level calprotectin dengan status kesehatan jaringan periodontal penderita periodontitis dengan DM tipe 2 tidak terkontrol (dilihat dari parameter GI, PD dan CAL) sebelum dan setelah tindakan. DAFTAR PUSTAKA 1. Suwandi, T. 2010. Perawatan Awal Penutupan Diastema Gigi Goyang Pada Penderita Periodontitis Kronis Dewasa: Jurnal PDGI.Vol.59, No.3. 2. Kokkevold, P.R and Mealey, B., 2006. Influence of Systemic Disordes and Stress On 102

J Ked Gi, Vol. 5, No. 2, April 2014 ISSN 2086-0218 Periodontium, dalam Newman, M.G., Takei, H.H., Kokkevold, P.R., Carranza, F.A (eds): Carranza s th Clinical Periodontology 10 ed, Sanders Elsevier, St. Louis, p. 285-287, 321-322. 3. Page, R.C dan Eke, P.I., 2007. Case Definitions for Use in Population- Based Surveillance of Periodontitis, J Periodontol;78:1387-99. 4. Tunes, R.S., Foss-Freitas, M.C and Nogueira-Filho, G.R., 2010. Impact of Periodontitis on The Diabetes- Related Inflammatory Status. Jounal Can Dent Assoc. p.76:a35 5. Mealey, B.L., 2006. Periodontal disease and Diabetes; A two-way street; J.American Dental Association.Vol.137 6. Lamster, I.B., Lalla, E., Borgnakke, W.S., and Taylor,G.W., 2008. The Relationship Between Oral Health and Diabetes Mellitus; J Am Dent Assoc; 139;19S-24S. 7. Akintoye, S.O., Collins, M.T and Ship, J.A., 2008. Diabetes Mellitus and Endocrine Disease, Dalam Greenberg, M.S., Glick, M., dan Ship, J.A., (eds) : Burket s Oral Medicine, 11 th ed., BC Deeker Inc, Hamilton. P. 516. 8. Jin, L.J., 2003. Are Periodontal Disease Risk Factors For Certain Systemic Disorder-What Matters to Medical Practitioners. Hong Kong Med.J. Vol.9 No.1,h.34. 9. Mealey, B.L and Thomas W.Oates., 2006. Diabetes Mellitus and Periodontal Disease : J Periodontol. 10. Kido, J.Nakamurai, T., Kido, R., Ohishi, K., Yamauchi, N., Kataoka, M and Nagata. T., 1998. Calprotectin, a Leukocyte Protein Related to Inflammation in Gingiva Crevicular Fluid, J. Periodontol. 33:434-437. 11. Saini, R.,Saini, S.,and Sugandha, R.S., 2011. Periodontal Disease: The Sixth Complication of Diabetes ; Journal of Family and Community Medicine. Vol.18 12. Preshaw, P.M., Alba, A.L., Herrera, D., Jepsen, S., Konstantinidis, A., Makrilakis, K., and Taylor, R., 2011. Periodontitis and diabetes: a twoway relationship. J Diabetologia, 55:21-31 13. Graves, D.T., Liu, R., Alikhani, M., Al-Mashat, H., and Trackman, P.C., 2005. Diabetes-anhanced Inflammation And Apoptosis: Impact On Periodontal Pathology. J.Den Res. 85(1) : 15-21. 14. Nisapakultorn, K., Ross, KF., Herzberg, M.C. 2001. Calprotectin Expression InVitron by Oral Epithelial cells Confers Resisteance to Infection by P. Gingivalis. Infect Immun 69 : 4242-4247. 15. Nicholson, J.W., 2002. The Chemistry of Medical and Dental Materials, The Royal Society of Chemistry, North Yorkshire, h.198. 16. Suryono, Kido J, Hayasi N, Kataoka M., Nagata T., 2003. Effect of Porphyromonas gingivalis Lipopolysaccharide, Tumor Necrosis Factor-α, and Interleukin-1β on Calprotectin Release in Human Monocytes. J. Periodontol 74 : 1719-1724. 17. Berakdar, M., Callaway, A., Eddin, M.H., Rob, A., and Willershausen, B., 2012. Comparison Between Scaling Root Planing and Scaling Root Planing/ photodynamic therapy: Six Month Study. Head Face Med. 8:12 18. Eley, B.M and Manson, J.D., 2004, Periodontics, Elsevier Mosby, Philadelphia, 309-326. 19. Pradeep, A.R., Rao, N.S., Bajaj, P., Agarwal, E., and Naik, S.B., 2012. Subantimicrobial Dose Doxycycline As An Adjuct To Scaling And Root Planing: Effect On Cinical Parametes And Crevicular Fluid Collagenase Aktivity A mong Smokers With Chronic Periodontitis; J Archives of Oral Sciences and Research. 2 (1): 1-7. 20. Kido, J.Nakamurai, T and Kido, R, 1999, Calprotectin In Gingival Crevicular Fluid Correlates with Clinical and Biochemical Markers of Periodontal Disease, J. Periodontol 26:653-657. 21. Suryono, Kido J, Hayasi N, Kataoka M., Nagata T., 2003. Effect of Porphyromonas gingivalis 103

Lipopolysaccharide, Tumor Ne crosis Factor-α, and Interleukin-1β on Calprotectin Release in Human Monocytes. J. Periodontol 74 : 1719-1724. 22. Grossi, S.G. and Genco, R.J. 1998. Periodontal Disease and Diabetes Mellitus : a Two-Way Relation ships. Annals Periodontol J. Vol. 3 (1) : 51-61 23. Graves, D.T., Liu, R., Alikhani, M., Al-Mashat, H., and Trackman, P.C., 2005. Diabetes - anhanced Inflammation And Apoptosi : Impact On Periodontal Pathology. J.Den Res. 85(1) : 15-21. 24. Syaify, A., Barunawati, S.B., Suryono., Marsetyawan., 2010, Expression of MRP8/MRP14 mrna in Monocytes of Periodontitis: Comparison between Diabetik and Non Diabetic Patients, The Indonesian J Dent Res 25. Engebretson, S.P., Hadavi, J.H., Ehrhardt, F.J., Hsu, D., Celenti, R.S., Grbic, J.T., and Lamster, I., 2004. Gingival Crevicular Fluid Levels of Interleukin-1β and Glycemic Control in Patients With Chronic Periodontitis and Type 2 Diabetes. J. Periodontol. Vol.9, p. 1203-1208. 26. Anonim, 2013. Type 1 Diabetes and Heart Disease Linked by Inflammatory Protein,http://newsroom.cumc.colu mbia.edu/blog/2013/05/07/type-1- diabetes-and-heart-disease-linkedby-inflammatory-protein/, diunduh pada tanggal 10/06/2013 27. Cahyono, J.B.S.B, 2008, Gaya Hidup dan Penyakit Modern, Penerbit Kanisius Yogyakarta, h.85. 28. Tobing, A., Mahendra, B., Krisnatuti, D., Alting, B.Z.A., 2008, Care Your Self: Diabetes Mellitus, Niaga Swadaya, Jakarta, p.26-31. 29. Evans, J.L., Goldfine, I.D., Maddux, D.A., and Grodsky, G.M., 2002. Oxidative Stress and Stress- Activated Signaling Pathways: A Unifying Hypothesis of Type 2 Diabetes. Endocrine Reviews, 23(5):599-622. 104